Thursday, December 19, 2019

MAZMUR 89:2-5


MAZMUR 89:2-5
KASIH SETIA TUHAN
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
22 Desember 2019

P E N D A H U L U A N
Dalam tradisi Israel, bernyanyi bagi TUHAN bukan saja bagian dari ibadah, yang dilakukan secara komunal melalui para kaum lewi, pemuji bait Alah. Orang-perorang dapat melakukan secara personal sebagai wujud syukur kepada Allah ataupun expresi kegirangan dan sukacita tentang apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang telah diperbuat TUHAN Allah Israel baginya.

Menaikkan puja-puji melalui gubahan mazmur adalah salah satu cara mengagungkan dan memuliakan TUHAN. Menarinya, Mazmur bukan hanya dipakai sebagai sarana untuk mengagungkan TUHAN, tetapi juga sebagai bentuk pengajaran dari orang berkhitmat kepada generasi demi generasi.   


EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Penulis mazmur ini adalah Etan, orang Ezrani. Siapakah Ethan? Mengapa ia menggubah Mazmur? Nama Etan, dari bahasa Ibrani: אֵיתָן (baca: 'Eitan), yang artinya: 'tahan lama', 'kuno'. Ethan disejajarkan sebagai orang berkhitmat di masa Salomo. Hikmat yang dimiliki Ethan diakui dalam sejarah Israel dan namanya disebut dalam 1Raj2.4:31. Ia hidup di jaman Salomo dan walaupun hikmatnya diakui oleh banyak orang tetapi tidak dapat menandingi hikmat Salomo.

Sebagaimana disebutkan di atas, Mazmur bukan saja madah pujian namun penggubahan Mazmur juga dilakukan sebagai bahan pengajaran yang ditulis oleh orang-orang berhikmat. Etan terkategori sebagai orang berhikmat maka tidak heran jika Mazmur 89 ini disebut sebagai nyanyian pengajaran (ay.1). Apa yang diajarkan Etan dalam nyanyian pengajarannya ini? Ada beberapa hal menarik untuk diuraikan pada empat ayat bacaan kita, yakni:


1.      Inti Pengajaran (ay.3)
Inti pengajaran yang disamaikan Etan adalah tentang Kasih Setia Tuhan. Istilah Kasih Setia berasal dariIbrani חֶסֶד (baca: Khesed) yang umumnya berarti Kasih Setia. Istilah ini juga dapat diterjemahkan dengan 'belas kasihan', 'kemurahan hati', dan 'kebaikan'. Banyak terjemahan telah dikemukakan, antara lain 'kasih yang jujur', 'kesalehan', 'solidaritas' dan 'kasih perjanjian'. Hal yang menarik dari istilah ini acapkali ditujukan kepada seseorang yang lebih tinggi kepada mereka yang posisinya lebih rendah. Kisah Yakub yang sudah rentah dan memohon Kasih setia Yusuf untuk tentang lokasi ia mesti dikubur, adalah salah satu contohnya (Kejadian 47:29).

Karena sifatnya dari atas ke bawah, maka Khesed selalu diidentikan dengan perbuatan TUHAN yang penuh kasih dan setia kepada umatNya (Kej.24:27). Bahkan kasih setia diakui sebagai sifat dari TUHAN. Dengan menyebut bahwa TUHAN adalah pribadi yang penuh kasih setia sebagai sifatnya, maka hal ini menjadi suatu pengakuan bahwa jika Allah berjanji, Ia akan setia pada janjiNya dan kemudian menggenapinya. Perhatikanlah bahwa hal ini menjadi penting dalam pemahaman iman Israel. TUHAN, Allah Israel memiliki sifat khesed (kasih setia). Ia tidak pernah ingkar pada janjiNya. janjiNya itu selalu dilandaskan dengan kasih. Itu sebabnya Etan penegaskan bahwa Kasih Setia TUHAN itu dibangun untuk selama-lamanya (ay.3).

2.      Contoh Pengajaran Ethan (ay.4,5)
Dengan apakah Etan mencontohkan Kasih Setia TUHAN itu. Pada ayat 4,5 bacaan kita, Ethan menyebut perjanjian yang ia buat dengan raja Daud dan kaum keluarganya. Perhatikanlah, bahwa Etan tidak menyebut tentang dirinya, tetapi tentang orang lain dimasa lalu. Untuk diketahui bahwa pada waktu mazmur ini digubah, raja Daud telah tiada. Ethan memilih Daud sebagai contoh penerima Kasih Setia dari TUHAN.

Mengapa Etan tidak bercerita tentang kasih setia yang ia terima dari Tuhan, namun justru tentang apa yang dilakukan TUHAN bagi Daud? Pertanyaan ini menarik untuk direnungkan. Bahwa Daud telah tiada, tetapi menurut Etan, perjanjian itu tidak batal dari pihak TUHAN. Dengan kata lain, memilih Daud sebagai contoh dimaksudkan untuk menjadi “bahan uji” apakah terbukti Kasih Setia TUHAN itu tetap untuk selama-lamanya.

Jika memperhatikan 1Raj.2:4 kita menemukan isi perjanjian yang TUHAN buat kepada Daud dan turunannya:
dan supaya TUHAN menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yakni: Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel.

Isi perjanjian itu adalah tentang tahta Daud. Bahwa tahta itu tidak akan terputus dari Daud dan keturunanya. Hal ini dilihat Etan sebagai perjanjian yang penuh kasih setia. Sebab Tuhan menepati janji itu dan membuat Salomo menjadi raja Israel. Tentu apa yang dilihat Etan bukan Cuma soal suksesi pergantian Raja. Ia pasti mengalami apa yang Tuhan buat bagi Salomo dan bagaimana Kasih Setia TUHAN memelihara Salomo. Kekayaan dan kehormatan Salomo tiada bandingnya. Maka kisah tentang kesetiaan yang dibangun untuk selama-lamanya itu, disaksikan Etan benar terjadi.  

Namun, selanjutnya, TUHAN juga menepati perjanjian itu sesuai kasih setiaNya yakni melalui pra syarat penting yaitu “tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia”. Hal inipun digenapi. Ketika Salomo berubah tidak setia kepada Allah, maka kerajaan ini kemudian terpecah belah dan hancur. Perhatikanlah bahwa Allah penuh Kasih Setia pada perjanjianNya. Namun jangan lupa pada prasyarat itu. Ia juga setia untuk membatalkan janji itu sebagaimana pemenuhan syarat yang tidak bisa dilakukan oleh si penerima kasih setia Tuhan.

3.      Apa yang dilakukan Etan? (ay.2)
Menyaksikan apa yang telah TUHAN buat bagi Salomo, keluarga Daud, maka Etan menjadi saksi tentang kasih setia TUHAN yang tidak berujung itu. Perhatikanlah, bahwa ia tidak mengalami sendiri kasih setia TUHAN itu, tapi ia “hanya” menyaksikan apa yang dialami Daud dan keluarganya tentang Kasih Setia TUHAN. Menurut Etan, walau tidak mengalami langsung, itu sudah cukup. Saatnya ia memberitakan dan menceritakan perbuatan Allah yang ajaib itu.

Apa yang dilakukan oleh Etan? Menurut ayat 1, Etan akan menyanyikan kasih setia itu? Kok dinyanyikan? Fungsi nyanyian juga adalah suatu pengajaran. Maka bagi Etan, karena ia telah melihat kasih setia TUHAN, maka saatnya untuk memperkenalkan kesetiaan TUHAN itu dengan mulutnya dari generasi ke generasi.

Dengan kata lain, Etan yang telah menyaksikan Kasih Setia TUHAN, tidak menyembunyikan apa yang ia saksikan. Dengan penuh kebanggaan semua yang disaksikan itu diceritakan kepada semua orang. Bukans saja semua orang, melainkan dilakukan secara kontinyu dari generasi ke generasi secara turun temurun.

Relevansi dan Aplikasi
1.      Penting untuk memahami bahwa Khesed atau kasih setia itu datang dari atas ke bawah. Artinya, itu datang dari TUHAN kepada umatNya. Sesungguhnya yang level atas tidak perlu setia sebab dia yang punya wewenang. TUHAN juga tidak juga memiliki kewajiban kepada yang di bawah sebab kita hanya buatan tanganNya. Lalu mengapa itu dilakukan? Tentu jawabannya sederhana yakni hanya karena Kasih Karunia yakni anugerah bagi kita. Sebab pribadi yang Maha Agung bersedia untuk setia kepada kita yang belum tentu setia.

2.      Tidak perlu mengalami sendiri Kasih Setia TUHAN. Sebab kasih setia Tuhan tidak perlu dibuktikan. Sudah terbukti dan tak tersangkali lagi. Maka yang perlu dilakukan adalah menceritakan perbuatan Allah yang ajaib itu kepada semua orang. Adalah kewajiban orang percaya seperti Etan untuk menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN yang penuh Kasih Setia.

3.      Maka, di minggu Advent IV ini, kita akhirnya bisa mengerti, mengapa Ia mesti datang kembali untuk menghakimi yang hidup dan yang mati. Alasannya karena khesed tadi. Bahwa TUHAN menjanjikan kerajaanNya bagi yang percaya. Kedatangan kembali adalah pemenuhan Khesed yaitu pemenuhan janji setiaNya bagi kita. Bukan itu saja, menjelang perayaan Natal Kristus ini, kitapun mesti melihat peristiwa itu sebagai KHESED TUHAN bagi dunia. Sejak jaman para nabi telah dijanjikan Juruselamat (Mikha 5:1 dll), janji ini ditepati melalui kelahiran Yesus Kristus di Bethlehem. Perjanjian keselamatan digenapiNya. Dan semua itu karena Khesed-Nya, ya karena kasih karuniaNya bagi dunia (Yo.3:16). Amin.


Tuesday, December 10, 2019

ZEFANYA 3:9-15

ZEFANYA 3:9-15
KESEMPATAN BEROLEH PEMULIHAN DARI ALLAH
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
15 Desember 2019

P E N D A H U L U A N
Kita sering mendengar istilah kesempatan kedua. Istilah ini berhubungan dengan peristiwa kegagalan, kesalahan atau langkah keliru yang terlanjur dilakukan pada masa lalu, kemudian memperoleh kesempatan untuk memperbaikinya. Kesempatan kedua, juga berbicara soal nilai kepercayaan yang sempat dinodai, namun oleh mereka yang terluka akibat penhianatan itu memberikan kesempatan untuk mempercayai kita lagi. Dengan kata lain, kesempatan kedua adalah “anugerah” bagi mereka yang terlanjur gagal itu.

Inilah yang terjadi dalam bacaan kita, ketika Yehuda (Israel Selatan) diberikan kesempatan untuk memperbaiki hubungan atau relasi yang rusak antara mereka dan Allah akibat dari kesalahan dan dosa mereka. Ya, kebobrokan dan kepongahan mereka yang terlanjur itu, oleh TUHAN, Allah mereka diampuni dan diberikan kesempatan untuk beroleh kasih karunia lagi.   

EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Kitab ini disebut dengan nama kitab Zefanya. Berdasarkan kategori panjangnya kitab, maka kitab Zefanya tergolong sebagai kitab nabi kecil. Siapakah Zefanya yang umumnya diterima sebagai nabi itu? Alkitab minim informasi mengenai jati diri Zefanya. Namanya berasal dari bahasa Ibrani צְפַנְיָה (baca: Tsefan’yah), artinya "ia yang disembunyikan oleh TUHAN". Istilah צְפַנְיָה ini berasal dari dua suku kata yakni צָפַן (baca: tsafan) yang artinya: menyembunyikan; dan dari kata יָהּ -, (baca: Yah) yang berarti Yahwe. Sehingga dari gabungan dua suku kata ini, nama Zefanya berarti: "ia yang disembunyikan oleh TUHAN".

Nama ini menjadi menarik untuk dimaknai ketika dihubungkan dengan asal-usul yang minim dikisahkan oleh Alkitab pada pasal 1:1. Disebutkan bahwa Zefanya adalah anak dari Kusyi yang merupakan anak dari Gedalya yang adalah anak dari Amarya. Amarya sendiri adalah anak dari Hizkia. Lalu massa pelayanan Zefanya adalah pada masa Raja Yosia. Mengapa hal ini menjadi menarik jika dihubungkan dengan arti namanya? Sebab jika Zefanya ada di zaman Yosia, yang merupakan raja yang takut Tuhan, mengapa ia diberi nama yang berarti: disembunyikan TUHAN?

Perhatikanlah bahwa Zefanya adalah generasi ke-4 sesudah Hizkia. Nama Hizkia yang disebutkan ini sangat mungkin adalah Raja Hizkia yang takut Tuhan itu (2Raj.18:1-12). Itu berarti Zefanya berasal dari keraton atau istana. Selanjutnya sesudah raja Hizkia dan sebelum raja Yosia (yang takut Tuhan) ada dua raja yang sangat jahat, membenci Tuhan dan menyembah berhala. Dua raja itu adalah Manasye dan Amon. Sangat mungkin di zaman itu terjadi pembantaian terhadap keluarga yang setia pada Hizkia, termasuk pembantaian kepada Zefanya kecil, namun Tuhan menyembunyikan dia atau melindungi dia dari kematian, sehingga oleh orangtua ia diberi nama Zefanya = "ia yang disembunyikan oleh TUHAN".

Selanjutnya, jika Zefanya memberitakan hukuman pada zaman Raja Yosia yang takut TUHAN, maka hal ini menjadi aneh. Bukankah justru pada zaman Yosia-lah kitab Taurat ditemukan (2Raj.22:1-20) dan dengan itu melalui raja Yosia, pembaharuan spiritual kembali digalakkan oleh Yosia (2Raj.23:1-30)? Hal ini semakin aneh ketika kita menemukan dalam catatan Zefanya, bahwa bangsa ini justru membuat banyak sekali dosa, yakni menyembah baal (1:4), menyembah tentara-tentara langit yakni bulan matahari dan bintang2 (1:5), mereka taat beriman danmenyembah Yahwe tetapi juga beribadah kepada dewa Milkom yakni sesembahan bangsa Amon (1:5b), dan fatalnya berpuncak pada banyaknya umat Yehuda yang beralih iman dan meninggalkan Allah (1:6).

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa walaupun raja Yosia terkategori penyembah Yahwe dan taat kepada TUHAN dengan segenap hati, maka tidak demikian dengan warganya itu. Umat tidak menuruti titah raja dan tidak meneladani ketaatan raja. Walaupun sudah diberi perintah untuk membaharui kehidupan iman oleh rajanya, mereka tetap acuh tak acuh dan tidak mengubris perintah dan teladan baik itu (2:1).

Maka tidak heran, jika kemudian memperingatkan mereka dan menyerukan pertobatan sebelum mereka dihalau seperti sekam yang tertiup dan sebelum mereka ditimpa oleh kemurkaan TUHAN (2:2). Apakah Yehuda berubah? Jawabannya tidak! Dalam pasal 3:1-8 kita menemukan bahwa akhirnya Yehuda dihukum oleh TUHAN. Mengapa TUHAN tega menghukum mereka padahal ada Yosia yang takut TUHAN. Yosia tidak mewakili umat. Umat israel tidak berubah. Bahkan nada kesewa muncul dari mulut TUHAN: “Aku sangka: Tentulah ia sekarang akan takut kepada-Ku… Tetapi sesungguhnya mereka semakin giat menjadikan busuk perbuatan mereka” (3:7). Penghukuman dan penghancuran akhirnya diberikan oleh Tuhan. Pada waktunya kemudian Yehuda dibuang ke Babel. Dan kemudian Yerusalem dihancurkan.

Selanjutnya apa yang terjadi? Bacaan kita pada pasal 3:9-15 menjelaskan suatu fase kesempatan kedua yang diberikan oleh TUHAN Allah Israel. Apakah itu? Sesudah penghukuman akan ada pembaharuan hubungan antara Allah dan Israel. Bagaimana prosesnya? Ada beberapa pokok penting yang disampaikan perikop ini, yakni:

1.      Pembaharuan itu datang atas inisiatif Allah
Perhatikan pengalan-pengalan ayat yang menyebut dengan kata ganti orang pertama (AKU) dalam perikop ini: Aku akan memberi bibir lain, yakni bibir yang bersih (ay.9); Aku akan menyingkirkan orang yang congkak (ay.11); Aku biarkan hidup umat yang rendah hati (ay.12). Menjadi penting untuk ditekankan bahwa perubahan hidup tidak dimulai oleh Yehuda, tapi TUHAN yang merendahkan diri untuk turun tangan dan kemudian memperbaiki yang rusak. Kesempatan kedua ini murni atas inisiatif Allah dan Dia sendiri yang mengubah keburukan.

Jika demikian, pesan penting dari poin ini bagi Yehuda adalah, sesungguhnya secara keseluruhan tidak ada perubahan hidup umat yang berdosa ini (kecuali faktor sisa di ayat 13), sehingga TUHAN harus turun tangan merendah dan memperbaiki. Lihatlah bahwa TUHAN tidak menyerah pada kepongahan dan kesombongan dosa mereka. Harusnya mereka yang bertobat. Harusnya tugas TUHAN hanya soal memberi hukuman. Namun kita menemukan kondisi terbalik, yakni umat tetap bikin dosa, lalu TUHAN tidak anggap mereka sebagai “barang yang menjijikkan” namun sesuatu yang berharga tetapi sudah terlanjur rusak sehingga butuh diperbaiki. Perhatikanlah, diperbaiki, loh!! Bukan dimusnahkan oleh TUHAN.

2.      Pembaharuan itu diberikan melalui faktor sisa
Seperti diuraikan di atas, yang TUHAN Allah inginkan dari Yehuda adalah pertobatal masal, yakni mereka sebagai suatu bangsa secara keseluruhan berbalik kepada Allah dan kemudian meninggalkan prilaku hidup yang tidak benar itu. Namun apakah terjadi perubahan pada diri umat? Jawabannya tidak. Itulah sebabnya mereka mengalami pembuangan di Babel. Seluruh mereka dihukum oleh Tuhan. Hanya sebagian kecil saja yang taat dan bertobat. Namun, penghukuman tetap terjadi dan mereka di buang.

Menariknya bahwa setelah dihukum, ada sisa Israel (ay.13) yang dipakai Tuhan untuk karya keselamatan. Perhatikanlah bahwa sisa Israel ini adalah mereka yang juga dihukum dan turut di buang. Dalam teks Ibrani kata sisa itu menggunakan istilah שְׁאֵרִית (baca: she'eriyth). Istilah ini mengacu pada barang yang telah dibuang namun ketika mengais kumpulan barang rosokan, ditemukan sesuatu yang masih bisa digunakan walau sudah rusak. Jika berhubungan dengan manusia, maka istilah שְׁאֵרִית (baca: she'eriyth) menunjuk pada sisa dari orang-orang yang telah dihancurkan (2Raj.19:4)

Perhatikanlah bahwa yang dibaharui, yang diperbaiki pada poin 1 di atas bukan saja barang rusak, tapi barang yang memang tidak berguna lagi yang sudah dibuang atau yang telah dihancurkan. Apa maksudnya, inisiatif TUHAN untuk membaharui dan memberikan kesempatan kedua bagi umat bukan karena umat itu layak menerimanya, melainkan hal itu semata karena kemurahan TUHAN yang mau memperbaiki yang rusak yakni si sisa Israel yang sebenarnya sudah ditolak Allah.

3.      Duka menjadi Sukacita karena TUHAN
Pada akhirnya ketika kesempatan kedua itu diberikan, yakni melalui upaya Allah untuk membaharui mereka dengan cara memberikan hati dan mulut yang baru, ketaatan terjadi. Penghukuman kemudian tidak lagi menjadi milik mereka (ay.15) sehingga airmata dan kesedihan berubah menjadi sukacita, sorak-sorai dan tari-tarian.


Relevansi dan Aplikasi
1.      Hari ini kita memasuki Minggu Advent III. Biasanya minggu Advent I disebut dengan minggu pengharapan (hope), Minggu Advent II disebut dengan kasih (love). Sedangkan hari ini kita memasuki Minggu Advent III yang biasa disebut dengan Minggu Sukacita (Joy). Pada minggu ini kita diberikan kabar sukacita bahwa kesempatan kedua masih diberikan. Bukan karena kita dipandang berharga. Sebab dosa dan kesalahan membuat kita menjadi hina di hadapan Tuhan.

Kita telah rusak di mata Tuhan. Namun karena kasih karuniaNya kita memperoleh pengharapan bahwa Allah berkenan untuk tidak membuang kita melainkan dengan relah, Ia bersedia turun tangan untuk membereskan yang yang kusut dan rusak itu untuk diperbaiki. Sehingga pada bagian akhir, kita mengalami sukacita karena Allah bersedia “memungut” kita dan mengubah kita dari barang “buangan” atau sampah yang tidak berguna menjadi berharga di mataNya.

2.      Perhatikanlah bahwa itu semua terjadi atas inisiatif Allah. Dia yang merendah dan mengulur tangan untuk memungut dan memperbaiki kita yang rusak sehingga menjadi berguna. Inilah yang disebut dengan sisa Israel. Bagaimana prosesnya? Hal itu terjadi melalui kedatangan Mesias yakni Allah sendiri yang memperbaiki dan mengubah mereka yang berdosa dengan cara ditebus dan diselamatkannya.
MInggu Advent III berita yang disampaikan adalah berita sukacita. Dua minggu Advent sebelumnya adalah berita penghukuman, kita Allah datang sebagai hakim yang menghukum. Tetapi di Minggu Advent III yakni Minggu Sukacita, kita diingatkan bahwa kitalah sisa Israel itu, yakni umat yang tidak berharga namun bernilai ketika Ia berkenan mengubah hati kita mengenal kebenaranNya dan menebus kita menjadi istimewa dibanding denga umat yang lain.

Perhatikanlah, bahwa Allah tidak akan pernah menyerah dengan dosa dan kesalahan saudara. Itulah sebabnya Putra tunggalNya diutus ke dalam dunia. Maka jika TUHAN saja tidak menyerah untuk kita, maka bagaimana mungkin kita dengan mudah menyerah pada keinginan daging dan terus berbuat dosa. Engkau dan saya berharga di mataNya. Makanya adalah suatu kebodohan jika demi kepuasan nafsu dosa, kita jatuh lagi pada berbagai keinginan daging dan jerat dosa dan akhirnya menjadi “buangan” atau “sampah” yang kotor lagi.

3.      Minggu Advent III ini, karena disebut dengan Minggu Sukacita, maka seharusnya pula kita mengisi pekan-pekan ini dengan sukacita iman. Sebab minggu advent bukan saja minggu persiapan menanti kedatangan Tuhan kembali (sebagai Hakim) melainkan juga mengingat-rayakan kedatangan pertama yang disebut dengan Natal Kristus.

Apapun yang menjadi kegundahan hati saat ini, kita diajak untuk: Marilah bersukacita. Bukan soal tidak ada masalah atau karena kondisi sekitar yang membuat kita bahagia sehingga bersukacita, melainkan karena sukacita itu datang dari TUHAN yang telah sangat mengasihi saudara dan saya. Ia bersedia turun tangan memperbaiki kita yang rusak, maka kiranya kita juga berpengharapan bahwa di akhir tahun ini sekalipun, TUHAN berkenan “turun tangan” untuk menolong kita menghadapi tiap tantangan. Jadi bersukacitalah. Tetaplah sukacita karena TUHAN memandang saudara dan saya sebagai pribadi yang berharga. Amin.