Saturday, November 2, 2019

Markus 4:1-9


Bahan Khotbah IHM
Minggu, 03 November 2019

Oleh: 
Vik. Victoriana Desmatrusia Resdawati, S. Th
(Bahan Khotbah di GPIB Immanuel Depok)



PENGANTAR
Seorang petani pasti tahu membedakan mana tanah yang baik/tidak baik ; mana benih yang bagus/tidak bagus ; dan kapan waktu tepat untuk menabur/menuai. Proses panjang dilakukan, dari mempersiapkan luas tanah, membersihkan tanaman liar, menggemburkan tanah/membakar (jika ladang), lalu dibiarkan beberapa hari dan kemudian proses menabur benih baru dilakukan. Jadi, rasanya tidak mungkin bagi petani membuang benih secara sembarangan. Ini bukan pekerjaan mudah, tetapi butuh tenaga ekstra dan kesabaran untuk mendapatkan hasil terbaik.
Namun, ada yang menarik dari kisah Tuhan Yesus mengenai penabur/petani yang berbanding terbalik dengan petani umumnya. Rupanya, pola bertani orang Israel pada waktu itu adalah menabur benih dulu, kemudian baru diolah. Dengan kata lain, mereka tidak mempersiapkan tanah untuk bertani/berladang di tahap awal, melainkan setelah benih itu tumbuh, baru tanah/ladang di persiapkan.
Yesus sengaja mengambil contoh kehidupan keseharian masyarakat Israel untuk memudahkan mereka memahami pengajaran Yesus mengenai respon terhadap Firman Allah.


PEMAHAMAN TEKS
Menariknya, benih yang ditabur, dikiasahkan jatuh di 4 jenis tanah yang berbeda. Perhatikan, bahwa menghamburkan benih dilakukan oleh penabur sesuai dengan lokasi dan tempat. Namun, karena faktor tertentu, yakni gaya/kekuatan melempar benih rupanya mempengaruhi lokasi tempat benih jatuh, yakni diluar target tanah yang dikhususkan untuk benih. Bagian bacaan ini memaparkan 4 tempat yang dimaksud, yaitu:  
1.      Jatuh di pinggir jalan (ay.4). diduga bahwa lahan taburan benih berada dekat dengan jalan (berbatasan dengan jalan). Akibatnya, burung-burung dengan mudah menikmati “makanan gratis” ini ketika jatuh di jalanan tersebut.
2.      Jatuh di tanah yang berbatu-batu (ay.5). Kita juga dapat menduga bahwa ada beberapa bagian tanah berbatu yang berdekatan dengan lahan khusus untuk menabur benih. Maka ketika benih dilempar atau ditabur, beberapa bagian jatuh di tanah berbatu itu. Karena lebih banyak batuh daripada tanah, ketika benih tumbuh, tidak bertahan lama dan kemudian layu serta menjadi kering (mati).
3.      Jatuh di tengah semak duri (ay.7). Sekali lagi kitapun dapat menduga bahan di sekitar lahan taburan benih, ada daerah tanah yang penuh dengan semak duri yang sudah duluan tumbuh. Benih yang ditaburpun kemudian tumbuh, namun tidak mampu bersaing mendapatkan unsur hara dalam tanah, terjepit oleh semak duri. Tidak heran jika belum sempat berbuah, benih yang tumbuh itu sudah mati.
4.      Jatuh di tanah yang baik (ay.8). Tanah yang baik dimaksud tentu adalah ladang sebagai target utama penabur itu menabur benih. Subur tumbuhnya dan kemudian berbuah.

Jenis dan model tanah tempat benih jatuh, adalah mewakili tipe orang percaya dan cara mereka bereaksi terhadap Firman yang ditabur serta faktor lain di sekitar mereka:
a.       Ditabur dijalan adalah tipe orang percaya yang lambat menangkap Firman Tuhan. Benih itu kemudian diambil oleh Iblis. Hal ini menunjuk soal pola hidup beriman yang cendrung untuk mengabaikan kebenaran, lalu kemudian tanpa sadar kebenaran itu mulai kehilangan wujudkan ketika godan hidup datang dari si jahat.
b.      Ditabur di tanah berbatu adalah mereka yang bereaksi positif terhadap Firman Tuhan, namun sayangnya tidak dihayati dengan dalam dan enggan mengerjakannya. Maka ketika menghadapi tantangan iman entah oleh penganiayaan dan penindasan, iman mereka goyah. Mereka kemudian meninggalkan kebenaran yang telah diterimanya.
c.       Ditabur di semak berduri adalah gambaran orang percaya yang mendengar Firman. Mereka bisa jadi mengerjakannya dan kemudian tumbuh. Namun godaan dunia yang begitu menghimpit, kuasa kedagingan yang begitu menggoda, Firman yang berhasil mereka hayati dan imani itu, nyatanya tidak mampu mereka terapkan dalam kehidupan. Memilih menikmati keinginan duniawi. Akhirnya tidak ada buah yang dihaslkan.
d.      Ditabur ditempat yang subur adalah mereka yang mampu menghayati dan mengerjakan dengan setia kebenaran Firman yang sudah mereka dengar. Hidup mereka berpadanan dengan apa yang dikatakan Firman. Mereka berbuah untuk hormat dan kemuliaan Tuhan.

Perhatikanlah bahwa perumpamaan ini tidak bicara soal tanah dan lahan subur atau tidak. Melainkan berbicara soal bagaimana reaksi seseorang terhadap kebenaran Firman yang disampaikan. Sebab bagaimanapun tidak ada diantara kita yang berada di lahan subur tanpa masalah. Himpitan godaan dunia selalu ada. Bahkan karena lebel iman kita, penganiayaan terselubung kita alamai. Entah promosi jabatan yang gagal karena kita beragama Kristen, bahkan ada juga anak2 kita disekolah negeri yang tidak mendapat pelajaran agama dll.

Tidak ada yang benar-benar berada di lahan yang subur. Jadi persoalan kita bukan pada lahannya, bukan soal kondisi sekitar, melainkan lebih pada bagaimana kita sebagai orang percaya merespon kebenaran Firman yang diajarkan, menyerap dengan baik, merawatnya, bertumbuh dalam iman dan kemudian berbuah bagi kemuliaan namanNya.

RELEVANSI DAN APLIKAI
Bagaimana Firman Tuhan ini hendak dilakukan dalam hidup sehari-hari:
1.      Benih bisa berarti Injil tempat gereja bertumbuh, termasuk GPIB. Ada rupa-rupa tanah yang berarti ada rupa-rupa model tantangan.
Tugas kita sebagai gereja adalah tetap tumbuh dan berbuah bagi kemuliaan-Nya. 71 tahun usia diberikan Allah bagi GPIB untuk bertumbuh dan berbuah, tidak jarang mengalami jatuh bangun oleh himpitan batu, semak duri, bahkan harus berhadapan dengan kekuatan besar yang merampas pertumbuhan. Tetapi, mari bersyukur sebab hingga saat ini, tidak sedikit buah yang di panen.
Oleh sebab itu, sebagai ‘gereja’, mari terus giat sebagai pekerja Kristus, tidak peduli ditanah mana, tetapi Tuhan tahu benih-benih-Nya punya kualitas jempolan, maka biarkan Tuhan yang sempurnakan segala sesuatu menurut waktu dan kehendak-Nya. Tugas kita hanya bersedia memberi diri untuk IA pakai, baik menjadi benih atau tanah bagi kemuliaan nama-Nya.
2.      Disisi lain, benih itu juga bisa berarti kehidupan. Rupa-rupa lahan berarti rupa-rupa tantangan, sedangkan bebatuan adalah gambaran pergumulan, cobaan dan godaan digambarkan seperti onak duri yang dapat menggoncang iman orang percaya.
Benar, tidak mudah menjalani semuanya, kadang muncul pilihan ingin menyerah dan mengikuti arus saja. Ingat! Kita dipanggil untuk bersaksi bagi nama-Nya, ini kesempatan luar biasa yang tidak diberi kepada banyak orang. Jadi, jangan sampai kondisi dunia membelenggu tugas bersaksi, tetapi cari  dan temui Tuhan di kondisi apapun.
Kita dipanggil untuk tetap menjalani kehidupan, dengan percaya bahwa soal bertumbuh dan berbuah ada di wilayah Tuhan. Bpk/ibu dan saya hanya diminta untuk terus berjuang dan berusaha, seperti Paulus menanam dan Apolos menyiram, namun di atas itu semua tetap berpengharapan kepada Kristus, sebab hanya TUHAN yang mampu memberi pertumbuhan.

Mari muliakan Tuhan lewat karya hidup sehari-hari, dengan cara mencintai firman Tuhan, kemudian menjadi benih dan tanah yang berkualitas untuk hormat dan kemuliaan bagi nama Allah.
Tuhan Yesus Memberkati.