Saturday, November 16, 2019

I KORINTUS 6 : 12 – 20


MULIAKANLAH ALLAH DENGAN TUBUHMU
Khotbah Ibadah Hari Minggu
Rabu, 20 November 2019

A.     PENGANTAR
Dulunya kota Korintus pernah dihancurkan oleh orang Romawi sekitar th 146 SM. Lalu pada tahun 46 SM oleh seorang bernama Julius Caesar, kota Korintus kembali dibangun. Pembangunan kembali kota ini berhasil, terbukti dikemudian hari Korintus menjadi kota terkenal dari segi perdagangan, politik, pendidikan dan kebudayaan. Bahkan Korintus menjadi pusat perdagangan di Provinsi Romawi bagian Selatan. Letak strategis diantara dua pelabuhan berdampak pada keuntungan pembangunan kota Korintus. Soal latar belakang kota Korintus bukan pembahasan asing, kota ini terkategori populer pada masanya. Setidaknya ada beberapa alasan identitas ‘kota populer’ yang disematkan pada Korintus, yaitu populer dari segi perkembangan pembangunan, budaya, pengetahuan, dan praktek amoral (gaya hidup).

Persoalan timbul ketika jemaat di Korintus salah mengerti perkataan Paulus soal ‘kebebasan Kristen’ yang disorot secara khusus oleh Paulus mengenai ‘perzinahan’ di antara jemaat. Kesalahan fatal jemaat di Korintus tidak hanya terletak pada tindakan perzinahan, tetapi juga pada konsep teologis yang salah yang mendorong jemaat melakukan hal tersebut.

B.     PEMAHAMAN TEKS
Kebobrokan moral masyarakat setempat mempengaruhi cara hidup jemaat di Korintus. Akibatnya hidup lama terulang kembali yaitu penyembahan kepada dewa dewi dan perzinahan dengan pelacur dikuil dianggap hal biasa dan menjadi kebiasaan buruk yang dipertahankan oleh tradisi. Di pasal 5, Paulus mengkritik pola bermasyarakat jemaat. Hidup bergaul dengan orang yang tidak mengenal Allah dan karya Yesus Kristus menjerumuskan jemaat berbuat dosa “percabulan”, fatalnya mereka menyebut diri sebagai jemaat Kristus tapi tidak risih/resah menghadapi situasi saat itu, bahkan jemaat turut serta dalam aksi perzinahan tersebut.

Bagian bacaan ini adalah koreksi paham dari Paulus untuk jemaat di Korintus, secara khusus meluruskan soal ‘kebebasan Kristen’ yang benar. Setidaknya ada 3 poin penting mengenai ‘tubuh’ dan kaitannya dengan kebutuhan makan untuk perut berdasarkan konsep teologis ‘tubuh adalah bait Allah’.
1.      Halal tidak identik dengan makanan (ay. 12)
Perhatikan ayat 12 : “Segala sesuatu halal bagiku” penggalan kalimat ini adalah semboyan orang Korintus yang dikutip dan dikoreksi Paulus. Orang Korintus berpendapat bahwa segala sesuatu adalah halal. Terjemahan LAI mengenai kata halal ini jika disepadankan menurut konteks dan bahasa aslinya ditemukan ketidaksesuaian terjemahan, perhatikan kata halal terkesan yang dibahas hanya seputar makanan, padahal pokok persoalan yang dibahas lebih dari soal makanan. Terjemahan bhs Yunani digunakan kata exestin, berarti diperbolehkan, harusnya terjemahan kalimat begini “segala sesuatu bagiku diperbolehkan (exestin)”. Kata terjemahan exestin ini muncul sebanyak 31 kali di PB dan selalu memiliki arti diperbolehkan (Matius 12:2,4,10 & 12). Terjemahan Inggris (NIV : Permissible = diizinkan ; KJV : Lawful = sah menurut hukum/sah disisi kepemilikan). Kesimpulan menarik berdasarkan pertimbangan beberapa terjemahan, kata halal bukan berbicara soal makanan melainkan suatu konsep boleh atau tidak boleh. Ternyata, jemaat di Korintus salah fokus pada pengertian ‘kebebasan’ yang diajarkan Paulus.
Benar, jemaat Kristen sudah dibebaskan, namun hal yang harus digaris bawahi adalah kebebasan seperti apa yang dimaksud Paulus. Jemaat tidak mampu memahami makna ‘kebebasan Kristani’ dari Paulus, mereka menerima secara mentah paham kebebasan dan bertindak semau hati karena merasa bebas, dampaknya identitas sebagai jemaat Kristus tercoreng.

Lalu apa makna ‘kebebasan Kristiani’ versi Paulus? Ternyata maksud ‘kebebasan’ bukan soal bertindak sesuka hati/kesenangan/kebal hukum. Ini makna bebas yang salah. Paulus memang berulang kali mengatakan bahwa jemaat Kristus berada dibawah kasih karunia, tidak lagi dibawah Taurat atau tradisi (Roma G:14). Penekanan soal tidak terkungkung lagi pada Taurat/tradisi disalah mengerti jemaat, Mengapa? Sebab pola pikir mereka terfokus pada kesimpulan ‘tidak terkungkung = kebebasan’. Ternyata jemaat di Korintus masih mencintai hidup lama mereka, yaitu kesenangan duniawi (perzinahan).

Ayat 12, Paulus belum membahas kesalahan dari perzinahan tapi ia membukanya dengan dasar etika Kristen yang harus dipahami jemaat Kristus di Korintus. Hakekatnya Kebebasan Kristiani tidak merugikan orang lain melainkan harus membangun sesama. itu sebabnya Paulus mengatakan “segala sesuatu diperbolehkan (bertindak), TETAPI tidak semuanya berguna”, artinya bertindak bebas perlu memperhatikan baik buruk dan dampak yang ditimbulkan, menariknya dampak tidak saja yang diri sendiri alami tapi juga dampak bagi orang sekitar. Artinya jemaat Kristus harus berhati-hati dalam menggunakan hak bebas/anugerah kasih karunia Allah. Mengapa harus berhati-hati? Sebab kebebasan seringkali membawa kejatuhan yaitu ‘perbudakan’. Ayat 12b “tetapi aku tidak mau membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun” = kata ‘diperhamba, diperbudak’ berasal dari kata exousiasthesomai (dari kata dasar exousiazo, yang berarti ‘menguasai’).

Perhatikan penggunaan dua kata menurut bhs asli (Yunani), ditemukan maksud Paulus yang benar mengenai ‘kebebasan Kristiani’, yaitu kata exestin (diperbolehkan = halal) dan exousiasthesomai (dikuasai), dari dua kata ini dapat dipahami maksud Paulus di ayat 12, yaitu “segala sesuatu bagiku diperbolehkan, tetapi aku tidak akan dikuasai oleh suatu apapun”. Kalimat ini mau berkata begini : seringkali orang berpikir kebebasan itu adalah hak istimewa masing-masing pribadi termasuk keputusan bertindak, hal penting tapi sering diabaikan adalah ketika tindakan itu menjadi kebisaan. Bukan lagi manusia yang menjadi tuan atas dirinya sendiri, melainkan tindakan karena kebiasaan itulah yang menjadi tuan lalu merampas kebebasan. Awalnya kebebasan adalah anugerah, tapi karena kelalaian manusia menggunakan kebebasan berdampak pada pola hidup justru menjadi budak kebebasan.

2.      Peringatan! ‘Tubuh’ adalah Bait Allah (ay.13-15)
Koreksi bagian kedua adalah soal identitas ‘tubuh’. Jemaat berpegang teguh pada kepuasan tubuh, mereka berpendapat bahwa perut untuk makanan, dan makan untuk perut, sedangkan dua hal ini makanan dan perut akan dibinasakan Allah (ay.13). Maksud Paulus, jemaat harusnya tidak terfokus soal duniawi yang sifatnya sementara, termasuk memuaskan tubuh sebab tubuh akan dibinasakan dan terpisah dari jiwa dan roh. Akan tetapi, selama manusia hidup ia bertanggung jawab atas tubuhnya termasuk penggunaan tubuh. Penyalahgunaan tubuh oleh jemaat Kristen di Korintus, dipengaruhi paham para filsuf Yunani yang hidup berdampingan dengan jemaat. Pengertian filsafat Yunani mengenai ‘tubuh’ adalah sesuatu yang bersifat sementara dan tidak kekal, akan binasa ketika manusia mati.

Dasar pikiran jemaat menghasilkan kesimpulan hal rohani/spiritual (kekal) tidak berhubungan dengan penggunaan tubuh (sementara), akibatnya bersenang-senang dengan cara memuaskan tubuh dianggap baik sebab tubuh akan binasa jadi tidak perlu dijaga. Pola pikir ini yang kemudian diluruskan Paulus, bahwa tubuh memang akan binasa saat manusia mati. Akan tetapi, manusia tidak berhak menggunakan tubuh sesuka hati, tubuh adalah kepunyaan Tuhan artinya Ia berhak penuh atas tubuh ciptaan-Nya. Ayat 14 : ‘Tuhan adalah untuk tubuh’, ungkapan ini berhubungan dengan kebangkitan Kristus dan penebusan. Kristus tidak hanya menebus jiwa dan roh, melainkan juga tubuh, kebangkitan Kristus adalah jaminan bahwa tubuh akan turut bangkit diakhir zaman (Roma 8 :11). Penjelasan soal kebangkitan tubuh dibahas Paulus di Pasal 15 : 35-58 (menarik untuk dibaca).

Jika Allah sebagai Sang Pencipta tubuh saja sangat menghargai karya-Nya, maka tidak ada alasan manusia membeda-bedakan penggunaan tubuh. Manusia wajib menjaga tubuh agar tidak diperbudak dosa, seperti percabulan/perzinahan merupakan dosa yang bersentuhan langsung dengan tubuh. Paulus mengatakan orang-orang yang berbuat  dosa ini adalah mereka yang tidak menghargai tubuh dan Pencipta tubuh.

3.      Tubuh harus kudus (ayat. 1G-20)
Alasan mengapa tubuh harus dijaga ada pada bagian ini : perhatikan pilihan yang diberikan Paulus, Pertama barangsiapa yang mengikat diri dengan kebiasaan memuaskan hawa nafsu, bersetubuh dengan perempuan cabul (tidak sah dihadapan Tuhan, dan hukum) mereka secara tidak sadar sudah mengikat diri dengan dosa (hamba dosa). Kedua, barangsiapa mengikat diri dengan roh Tuhan maka keduanya akan menjadi satu roh. Artinya tubuh yang fana diikat oleh roh Allah, berdampak pada cara menghargai tubuh yang benar sebagai Rumah Allah.

Dua pilihan beserta konsekuensi dipaparkan Paulus dengan sangat jelas soal penggunaan tubuh, Paulus memberikan kebebasan dalam pilihan-Nya namun peringatan keras juga ia sampaikan. Alasan manusia wajib menggunakan tubuh untuk kemuliaan Tuhan adalah sebagai bentuk ungkapan terimakasih, sebab oleh Penebusan Sang Anak, Yesus Kristus, dosa yang mengikat sudah Ia bayar lunas (ayat 20). Hal yang menakjubkan, Allah bersedia membuka ruang bagi manusia untuk menyampaikan ungkapan terimakasihnya. Tidak hanya membuka ruang, tapi Allah juga memberikan cara agar manusia dapat datang menjumpai-Nya. Bersedia menghargai tubuh dan mengikat diri dengan roh Tuhan adalah cara yang ditawarkan kepada manusia, celakanya sisi duniawi (mencari kepuasan) tidak mampu dilepaskan sepenuhnya oleh manusia. Tubuh harus setia pada satu tuan, sebab tidak mungkin tubuh ditempati oleh dua tuan.

C.     RELEVANSI
Beberapa hal untuk direnungkan :
1.      Menjaga kekudusan tubuh adalah cara untuk Tuhan berdiam dalam diri setiap orang. Seringkali menjaga kekudusan tubuh/menghargai tubuh menjadi opsi terakhir, yang dicari pertama kali adalah kepuasan (identik duniawi). Contoh : makan berlebihan untuk memuaskan perut, padahal makan berlebihan dapat memicu penyakit yang merugikan tubuh (kolestrol, darah tinggi dll), jika makan secukupnya dan yang berlebih tadi dibagi untuk sesama, rasanya tidak ada yang akan dirugikan. Tubuh dapat mengelola sesuai kebutuhan, dan berbagi berkat juga terlaksana.

2.      Jangan sekali-kali berniat merusak tubuh, terjerumus sekali akan sulit dan membutuhkan waktu untuk sadar dan berbalik kepada Tuhan. Ibarat meminjam barang, bagi orang yang tahu diri bahwa benda ini bukan kepunyaanku dan aku hanya meminjam, maka akan timbul rasa tanggung jawab untuk menjaga barang tersebut sampai si pemilik mengambilnya. Seperti tubuh dipinjamkan Tuhan untuk manusia gunakan semasa ia hidup, maka manusia yang mengenal dengan baik siapa pemiliknya, pasti punya rasa tanggung jawab untuk menjaga tubuh tersebut. Ia tidak hanya meminjamkan, tetapi fasilitas lengkap juga diberikan.

Bpk/ibu dan saya sudah sangat mengenal siapa pemilik tubuh kita, Ia tidak hanya meminjamkan tubuh, tetapi juga akal budi dan beberapa kelebihan juga kekurangan diberikan. Apa tujuannya? Agar manusia berupaya, berkembang dan saling melengkapi untuk memuliakan Nama-Nya. Mengejar hal duniawi hanya akan berkahir pada kepuasan sementara yang mendatangkan kebinasaan, sedangkan mengejar hal sorgawi akan mendatangkan kepuasan kekal sebab jaminan hidup kekal hanya diberikan kepada mereka yang bersedia mengikat diri dengan roh Tuhan.

Mari, menyediakan tempat dalam diri supaya roh Tuhan bersedia menetap, dan muliakan Nama-Nya selama waktu hidup masih diberikan. Sebab orang yang memuliakan Namanya akan turut dimuliakan bersama-sama dengan Dia. AMIN.

TITUS 3:1-14



Bahan Khotbah Ibadah Minggu
17 November 2019

PENGANTAR
Titus adalah seorang pelayan yang dikader oleh Rasul Paulus. Ada banyak kondisi sulit yang dihadapi Titus di Kreta tempat ia melayani. Salah satunya adalah perlakuan tidak adil pemerintah terhadap umat waktu itu dan juga sikap dan pola hidup umat Krsiten di Kreta yang tidak mejadi teladan Kristus bagi orang lain. Ada beberapa saran Paulus terhadap kondisi ini yang harus segera dilakukan dan diajarkan Titus kepada jemaatnya yang tertuang dalam suratnya kepada Titus.

TELAAH PERIKOP
Paulus menganjurkan kepada Titus untuk memperhatikan beberapa hal penting ketika menghadapi kondisi di Kreta, yakni:
1.    Bagaimanakah Sikap Orang Kristen Kepada Pemerintah? (ay.1)
Umat Percaya dimintakan untuk melakukan ketaatan penuh kepada para penguasa atau pemerintah lewat tunduk kepada setiap perintah yang disampaikan. Mengapa perlu taat kepada pemerintah bahkan tunduk pada kekuasaan mereka. Dalam Roma 13:1-7 kita menemukan alasannya, yakni:

Pertama, pemerintah ada karena perkenan Allah (ayat 1). Entah mereka baik atau buruk, Tuhanlah yang mengizinkan mereka berkuasa. Kepada Pilatus yang menyalibkan-Nya, Yesus berkata: “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yohanes 19:11). Kita tunduk pada pemerintah, bukan berdasarkan baik tidaknya mereka, tetapi karena kita menghormati Allah yang menetapkan mereka.

Kedua, karena pemerintah ditetapkan oleh Allah, maka otoritas tertinggi ada di tangan Allah. Pemerintah yang memimpin menurut cara Allah akan memimpin dengan adil (ayat 3). Jika perintah mereka berlawanan dengan firman Tuhan, yang mutlak harus ditaati adalah Tuhan. Beberapa contoh sikap dalam Alkitab: dua bidan di Mesir yang tidak menaati Firaun; Daniel yang melanggar titah Raja Darius, Petrus dan Yohanes yang menolak perintah mahkamah agama. Mereka tidak kasar berontak, tetapi dengan jelas dan tegas menyampaikan kebenaran apa pun risikonya.

2.    Bagaimanakah Sikap Orang Kristen Kepada masyarakat sekitar? (ay.2)
Paulus berpesan melalui Titus agar jemaat, pengikut Yesus, selalu ramah terhadap semua orang. Berlaku ramah bukan hanya kepada sesama pengikut Yesus, melainkan juga kepada semua orang, kepada mereka yang berlaku baik terhadap jemaat maupun yang tak menyukai jemaat. Kelemah-lembutan adalah suatu karunia Roh Kudus (Gal.5:23). Dengan demikian karena orang percaya telah dikuasai Roh Kudus maka sudah sepatutnya hidup ramah kepada semua orang.

3.    Apakah Motivasi melakukan dua hal di atas? (3-7)
Paulus menekankan bahwa semua perbuatan baik yang dilakukan oleh orang percaya dengan cara tunduk kepada pemerintah ataupun berbuat baik kepada semua orang bukanlah pertama-tama dilakukan atas motivasi demi menyenangkan pemerintah atau sesama manusia, namun sebagai wujud hidup orang percaya yang telah diselamatkan oleh anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus.

Perbuatan baik kepada pemerintah dan sesama haruslah dipahami bukan sebagai syarat untuk dapat diselamatkan. Sebab umat percaya tidak diselamatkan karena perbuatan baik kita (ay.4) namun justru karena anugerah Allah. Karena itu motivasi yang tepat untuk tunduk pada para penguasa dan sesama harus dilakukan sebagai tanda syukur atas kemurahan Allah.

4.     Lakukanlah Pekerjaan Baik (ay.8)
Umat Kristen di Kreta sering diperlakukan kurang baik oleh Pemerintah yang berlaku tidak adil serta pula orang banyak sekitar yang mencemooh iman mereka dan meremehkan mereka di depan umum. Apalagi banyak ajaran sesat yang berusaha untuk menganggu keutuhan jemaat. Paulus menasehati bahwa mereka harus tetap berbuat baik kepada semua orang termasuk kepada yang menjahati mereka sekalipun.

Paulus menekankan bahwa semua perbuatan baik yang dilakukan oleh orang percaya dengan cara tunduk kepada pemerintah ataupun berbuat baik kepada semua orang bukanlah pertama-tama dilakukan atas motivasi demi menyenangkan pemerintah atau sesama manusia, namun sebagai wujud hidup orang percaya yang telah diselamatkan oleh anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus.

Perbuatan baik kepada pemerintah dan sesama haruslah dipahami bukan sebagai syarat untuk dapat diselamatkan. Sebab umat percaya tidak diselamatkan karena perbuatan baik kita (ay.4) namun justru karena anugerah Allah. Karena itu motivasi yang tepat untuk tunduk pada para penguasa dan sesama harus dilakukan sebagai tanda syukur atas kemurahan Allah.

5.     Hindari Pertengkaran (ay.9-11)
Biasanya pertengkaran hanya mungkin terjadi jika melibatkan minimal dua orang atau dua kelompok. Pertengkaran muncul akibat hadirnya aksi yang berlebihan yang dibarengi dengan reaksi yang tidak kalah berlebihan pula. Hal inilah yang dimaksud Paulus dalam ayat 9-10 bacaan kita. Adalah lebih bijak menurut Paulus untuk menghindari pertengkaran dari pada berusaha masuk dan terjun dalam arena pertengkaran tersebut.

Titus dimintakan untuk berani tampil beda dan lebih banyak untuk mengalah. Sebab seorang hamba Tuhan sangat disayangkan jika terlibat dalam pertengkaran dan menghamburkan emosi yang sia-sia itu. Kunci untuk terhindar dari pertengkaran adalah dengan berusaha tetap ramah kepada siapaun termasuk orang yang memusuhinya; dan sabar menghadapi setiap cercaan tersebut. Itulah sebabnya dalam ayat 10 Paulus mengajak Titus untuk meninggalkan si penyesat itu (bidat) supaya tidak lagi ada perdebatan yang membawa perselisihan. Selanjutnya biarlah Tuhan sendiri yang akan berurusan dengan orang itu karena dosanya (ay.11)

APLIKASI DAN RELEVANSI
Kekristenan bukan hanya sebuah ajaran ketuhanan (teologi).  Kekristenan adalah sebuah nilai hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata, di tengah masyarakat. Dari surat Paulus ini kita dapat belajar bagaimana seharusnya orang-orang Kristen bersikap ketika harus hidup sebagai kelompok minoritas, di sebuah masyarakat dan pemerintahan yang tidak mengenal nilai-nilai kekristenan. Paulus menasihati orang-orang Kristen di pulau Kreta agar mereka tunduk dan taat kepada pemerintah. Sikap yang serupa juga harus ditunjukkan terhadap masyarakat, yaitu sikap bersahabat dan anti-kekerasan.

Mudahkah bersikap demikian? Tentu tidak mudah! Apalagi bila kita hidup di tengah pemerintah dan masyarakat yang tidak bersahabat dengan kekristenan. Namun, orang-orang Kristen mempunyai beberapa alasan (motivasi) yang jelas untuk bersikap demikian. Pertama, kita harus ingat bahwa kita juga orang-orang berdosa (ay.3). Firman Tuhan mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati, juga secara rohani. Bukankah sikap arogan dan merasa diri paling suci (dan orang lain sesat) sering digunakan sebagai alasan untuk memusuhi atau bahkan menganiaya orang lain? Di Indonesia, kenyaatan semacam ini sangat memprihatinkan. Kedua, kita harus senantiasa mengingat kasih dan kemurahan Allah yang telah menyelamatkan kita. Jika kita ingat kasih dan kemurahan Tuhan kepada kita, masih adakah alasan untuk menahan kasih dan kemurahan kita kepada orang lain?  

Selanjutnya kita diajarkan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk percekcokan dan perselisihan yang tidak menguntungkan. Entah itu berhubungan dengan pelayanan ataupun hidup bermasyarakat. Lebih baik hidup berdamai dengan semua orang, dan jika perlu tinggalkan orang-orang termasuk tertangga sekalipun jika ia selalu mencari persoalan atau fitnah dan gosip yang mendatangkan percekcokan. Amin