Sunday, July 7, 2013

BAHAN RENUNGAN IBADAH PKP 09 JULI 2013

AMSAL 13:23-25

Ibu-ibu kekasih Kristus
Ayat yang akan kita renungkan saat ini ada pada ayat 24 bacaan kita yang berbicara tentang metode mendidik anak. Kesuksesan hidup bukan hanya ditandai tidak mengalami kemiskinan (aya.23) atau tidak pernah mengalami kelaparan (ay.25), namun kesuksesan hidup juga ditandai dengan suksesnya orang tua dalam mendidik anak-anak mereka (ay.24). Pada ayat 24 inilah Salomo menyampaikan hal menarik tentang bagaimanakah cara menggunakan tongkat ketika mendidik anak.

Tongkat yang dimaksud oleh Salomo adalah hajaran kepada anak sebagai bagian dari mendidik anak. Apakah Salomo sengaja memberi peluang untuk melakukan kekerasan kepada anak? Apakah Alkitab mengijinkan untuk memukul anak? Hal ini menarik untuk diuraikan dalam renungan kita hari ini.

Ibu-ibu kekasih Kristus
Kita pasti mengenal pepatah: “di ujung cemeti ada emas”. Pepatah ini memberi pengertian bahwa di balik pukulan dan hajaran orang tua, terkandung di dalamnya manfaat dan faedah yang penting bagi masa depan si anak.  Namun bagaimanapun kita harus memperhatikan hal penting yang ditulis dalam kitab Amsal ini supaya orang tua tidak dengan bangga membenarkan diri untuk melakukan kekerasan pada anak-anak. Terdapat dua hal pokok yang disampaikan oleh Salomo dalam ayat 24 kitab Amsal pasal 13 ini, yakni:

1.      Bolehkah anak dididik dengan hajaran?
Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat ayat 24 bagian a yang berbunyi: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya”.  Dengan tegas Salomo mengatakan bahwa jika ada orang tua yang tidak menghajar anaknya itu bukan berarti bahwa ia menyayangi anaknya, malah sebaliknya bahwa orang tua yang tidak pernah menggunakan tongkat sama dengan orang tua yang membenci anaknya. Bagaimana mengerti bagian ini?

Banyak orang tua yang terlalu memanjakan anak, sehingga kesalahan apapun yang dilalukan anak tidak pernah dikoreksi sejak kecil. Maka ketika dia mulai bertumbuh, anak ini memiliki sikap tidak bisa diatur dan sifat keras kepala bahkan seakan menjadi penguasa. Mengapa terjadi demikian? Karena orang tua terlalu memanjakan anak.

Dengan kata lain, hajaran dan pukulan tetap perlu dilakukan untuk mendidik psikologi dan karakter anak supaya belajar menghormati orang tua. Namun pukulan dan hajaran bertujuan bukan untuk mengumbar emosi dan amarah, melainkan pukulan diberikan sebagai tanda kasih sayang agar ke depan dia belajar arti kesalahan dan mengubah prilaku yang keliru itu. Itulah yang dimaksud Salomo ketika mengatakan: “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya” (Amsal 13:24b).

2.      Bagaimana hajaran itu dilakukan?
Seperti yang disebutkan di atas, hajaran atau penggunaan tongkat kepada anak tidak dilakukan untuk mengumbar amarah dan kekerasan kepada anak, melainkan sebagai tanda cinta kasih. Perhatikan bunyi ayat 24 bagian b pada bacaan kita: “... tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." Perhatikan kalimat pada waktunya dalam bacaan kita.!! Tanda bahwa pukulan atau hajaran itu adalah demi rasa sayang dan cinta kasih adalah ketika hajaran itu dilakukan tepat waktu.

Hal ini berarti Salomo dengn tegas menolak dan mengecam orang tua yang melakukan tindakan kekerasan kepada anak-anak. Alkitab mengecam orang tua yang memiliki “hobi” memukul anak. Tidak semua kesalahan atau kekeliruan anak harus “dihadiahi” dengan pukulan. Tidak selalu didikan itu dilakukan dengan tongkat atau pukulan. Alkitab mengatakan bahwa andaipun harus menggunakan hajaran saat mendidik anak, maka hal itu harus dilakukan tepat waktu. Tepat waktu bearti bukan setiap waktu atau setiap saat. Sebab ada metode didikan yang lain yakni berupa nasehat dan teguran. Dengan menyampaikan ini maka Salomo memberikan penegasan bahwa orang tua yang suka memukul anak adalah orang tua yang membenci anaknya. Hal itu tidak diperkenankan Tuhan.

Ibu-ibu kekasih Kristus
Lihatlah bahwa ketika kita memanjakan anak secara berlebihan dan tidak memberi hukuman ketika mereka berbuat salah, itu bukan berarti kita menyayangi anak, malah dikatakan sebaliknya, bahwa itu berarti kita membenci mereka. Saya sering menggambarkan anak kecil bagaikan kertas kosong. Seperti apa isinya nanti sangatlah tergantung dari seperti apa kita menulisnya. Jika kita ingin mereka menjadi orang-orang yang takut akan Tuhan dan hidup mencerminkan Kristus kelak, maka kita harus mulai mendidik mereka dengan benar sejak dini yakni di masa kanak-kanak mereka. Dan itu termasuk memberi hukuman yang bukan didasari oleh pelampiasan, tetapi oleh kasih. 

Alkitab tidak mengajarkan kita untuk memberi hukuman yang hanya didasari kekerasan sebagai pelampiasan kemarahan. Lihatlah ayat berikut ini: "Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya." (Amsal 19:18). Emosi yang ditumpahkan seperti itu hanya akan menimbulkan luka dan kemarahan dalam hidup mereka. Lebih lanjut firman Tuhan pun mengingatkan "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4). Itulah sebabnya kita harus mendasari didikan, hajaran atau hukuman dengan kasih.

Lakukanlah engan kasih. Seperti itu pula Tuhan mendidik kita. Ada kalanya kita pun harus melalui hukuman Tuhan yang mungkin menyakitkan, tetapi itu semua Dia lakukan bukan untuk menyiksa kita, tetapi justru karena besar kasihNya pada kita. "..Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6). Justru kita harus bersyukur ketika ditegur atau dihukum Tuhan, karena itu artinya kita adalah anak-anak yang dikasihiNya. Tuhan selalu rindu agar kita menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari. Dan untuk membentuk karakter seperti itu, memang ada kalanya kita harus mendapat ganjaran atas kesalahan kita.

Ibu-ibu kekasih Kristus
Seperti cara Tuhan mendidik kita, demikian pula seharusnya kita mendidik anak-anak kita. Tuhan menghajar orang bukan karena membenci, tetapi justru karena mengasihi. Itu pula yang harus menjadi dasar dalam mendidik anak-anak. Jangan lupa pula untuk memperlakukan masing-masing dengan mempertimbangkan sifat-sifat dasar mereka. Seringkali yang terbaik untuk dilakukan bukan menyamaratakan semuanya, tetapi berlaku adil dilakukan dengan memikirkan apa yang terbaik bagi masing-masing anak, karena firman Tuhan berbunyi "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6). Apa yang kita ajarkan sekarang akan sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter mereka di masa depan.

Didiklah anak-anak kita sejak masa kecilnya, dan berikan hukuman jika memang harus. Tapi dasarilah itu semua dengan kasih dan bukan kemarahan. Kenalkanlah Kristus dengan segala kebaikanNya sejak dini. Jangan lupa pula bahwa sebagai orang tua, kita pun harus selalu mampu memberi contoh teladan lewat sikap hidup dan perbuatan kita sendiri. Berikan mereka contoh peran yang baik. Seperti apa kita mendidik mereka saat ini akan menghasilkan seperti apa mereka kelak di kemudian hari. Pada saatnya kelak kita akan bersukacita melihat anak-anak kita bertumbuh dalam kekudusan dan tidak mudah terpengaruh arus sesat dunia. Anda rindu untuk menikmati itu? Mulailah mendidik mereka dengan benar sesuai firman Tuhan hari ini juga. Amin



No comments:

Post a Comment