Wednesday, November 21, 2018

1 PETRUS 2:18-25


1 PETRUS 2:18-25
MENDERITA DALAM KEBENARAN
Bahan Khotbah Ibadah Keluarga
28 November 2018

PENGANTAR
Surat Petrus mulai dengan menjelaskan status pembaca sebagai “bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus” (2:9) sebagai kesimpulan dari 1:1-2:10. Oleh karena itu, “sebagai pendatang dan perantau” (2:11), pembaca harus melawan dosa dan hidup baik di tengah bangsa-bangsa, supaya Allah dimuliakan (2:12). Dalam 2:13-3:7 hal itu dijelaskan dalam rangka hierarki-hierarki masyarakat. Sebagai hamba Allah, orang percaya adalah orang merdeka, tetapi bukan untuk berbuat jahat melainkan untuk berbuat baik (2:16), termasuk menghormati semua orang sesuai dengan kedudukannya (2:17).

Para penerima surat 1 Petrus ini, hidup dalam masa-masa sukar. Mereka ada di zaman sulit. Saat dimana Kekristenan alami penganiayaan. Dibenci oleh Kaizar Nero, sang penguasa. Tentu saja, bagi yang memiliki mentalitas cari aman, pilihan mengikuti jejak Yesus, bukanlah keputusan cerdas. Mereka akan memilih menolak salib, sebab itu derita. Terhadap yang setia beriman, namun minim pemahaman, Petrus bukan saja mencerdaskan, namun juga menguatkan melalui suratnya ini.

TELAAH PERIKOP (Tafsiran)
Perikop kita dapat dibagi dua, yaitu pertama, berisi nasehat tentang bagaimana bersikap sebagai seorang Kristen dengan status sosial tertentu ditengah masyarakat (ay.18-20) dan kedua, apa dasar dari atau alasan dari nasehat-nasehat tersebut (ay.21-25).

1.      Isi Nasehat dan Himbauan Petrus (ay.18-20)
Tidak mudah untuk mengerjakan nasehat yang ada pada ayat 18-20 bacaan kita. Bagaimana mungkin menerima begitu saja tiap ancaman dan perlakuan tidak adil sebagai hamba terhadap tuan yang bengis itu? Bahkan dalam ayat 19-20 penderitaan akibat perlakuan buruk itu disebut “kasih karunia pada Allah”. Bagaimana mengerti perintah atau nasehat petrus ini?

Istilah “tunduk” dipakai oleh LAI untuk menerjemahkan katahupotassomai yang berarti bahwa saya menempatkan diri (membiarkan diri ditempatkan) di bawah pengaturan atasan. Jadi, kata itu tidak semutlak “menaati”. Misalnya, saya harus taat kepada Allah, dan anak (kecil) kepada orangtuanya. Tetapi dalam hubungan hierarkis, seperti pemerintah, tempat kerja dsb, saya harus mengakui kuasa yang diberikan Allah kepada atasan. Pada umumnya hal itu berarti bahwa saya menaati atasan, tetapi, seperti Petrus sendiri yang “tidak taat” kepada Mahkamah Agung Yahudi, ada saatnya juga saya harus menaati Allah daripada manusia (Kis 4:19).

Kemudian, kata “ketakutan” (Yun: fobos) di sini merujuk pada rasa hormat. Tentang atasan, kata fobos dapat berarti “takut kena penyiksaan dari atasan yang bengis” atau “takut mengecewakan atasan yang ramah dan yang saya hormati”. Ketakutan yang pertama memang perasaan yang dialami jika ada tuan yang bengis. Tetapi ketakutan yang kedua, tidak boleh diabaikan yakni takut mengecewakan tuan yang ramah. Dengan demikian, “tunduk dengan penuh ketakutan”  kepada tuan, harus dipahami dalam dua kategori tadi.

Tetapi bagaimana jika diperlakukan tidak adil oleh tuan yang begis? Tentu hal itu tiidaklah mudah, apalagi mesti menganggap bahwa hal itu adalah kasih karunia. Dalam aya.19-20 terjemahan “kasih karunia” harus dimengerti sesuai dengan pengertian asali dari istilah ini. Kata Kasih Karunia berasal dari istilah Yunani “kharis yang berarti sikap yang baik kepada pihak lain. Seringkali kata kharis dipakai untuk sikap Allah yang baik kepada kita bukan karena perbuatan kita melainkan karena penebusan dalam Kristus, dan untuk artian itu terjemahan “kasih karunia” oleh LAI adalah tepat.

Tetapi di sini Petrus merujuk justru pada perbuatan atau sikap yang berkenan di hadapan Allah, yaitu menanggung penderitaan yang tidak adil. Allah melihat perlakuan yang tidak adil itu, dan memuji kita, bukan memuji tuan yang bengis. Jika kita tetap menerima dengan rela keburukan itu tanpa bersungut maka di mata Tuhan itu adalah kasih karunia, atau pada pandangan Allah perbuatan kita itu adalah perbuatan yang baik (kharis).

2.      Landasan dan alasan himbauan itu (ay.21-25)
Bagaimana kita tahu bahwa Allah berkenan atas penanggungan penderitaan yang tidak adil dan menganggap apa yang kita lakukan (menerima dengan tunduk pada atasan yang begis) dianggap suatu perbuatann baik atau kasih karunia? Karena Kristus telah merintis jalan itu. Perlakuan terhadap Kristus ketika Dia ditangkap dan disalibkan adalah perlakuan paling tidak adil karena Kristus tidak ada dosa sama sekali (ay.22). Namun, Kristus tidak membalas tetapi menyerahkan perlakuan itu kepada Sang Hakim yang adil (ay.23). Jika kita menanggung penderitaan yang tidak adil, itu bukan suatu kerugian, sebaliknya hal itu adalah kasih karunia atau dianggap perbuatan baik yang kita lakukan di mata Allah.

Kita diajak untuk meneladani Kristus dalam penderitaanNya dan menjadikan itu motivasi bagi kita untuk melakukan perbuatan baik walau alami penderitaan (ay.24-25). Artinya, kita diajak bahwa andaikata harus menderita karena menjadi orang Kristen sekalipun, kita harus tetap berbuat baik. Jangan hanya karena kondisi hidup yang tidak baik, kita akhirnya melakukan hal yang tidak benar dan membawa kita dalam dosa.

Bagaimanapun hal itu tidak mudah. Karena itu Petrus meneguhkan dan menguatkan mereka yang menderita ketidakadilan itu untuk bersabar dan tetap berbuat baik. Dalam kesesatan sebelum mengenal Kristus, tidak mungkin kita menanggung penderitaan yang tidak adil tanpa dendam yang pahit. Tetapi karena kita sudah mengenal kasih Allah yang diperlihatkan dalam pengorbanan Kristus, kita dapat membalas kejahatan dengan kebaikan (ay.24-25). Pada bagian ini sangatlah penting, yakni Petrus mengajak kita untuk meninggalkan perbuatan dosa kita agar menjadi kesaksian bagi banyak orang termasuk mereka yang menista kita sekalipun

RELEVANSI DAN APLIKASI
Apa yang hendak Petrus sampaikan pada para pembaca suratnya kala itu, Untuk dapat kita aplikasikan dalam hidup beriman kita? Ada beberapa hal penting, yakni:
1.    Perhatikan ayat 20 yang berbunyi: “…Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” Dengan sangat sederhana, Petrus mau mengatakan, bahwa dengan mengikuti jejak Yesus, ujungnya adalah hidup! Bukan melulu penderitaan, apalagi kematian. Dengan demikian, ia secara tegas mengingatkan kaum beriman di zamannya, bahwa tidak sia-sia setia beriman, dandan meneladani Kristus. Jika kita tetap rela menderita karena kebenaran, maka itu dipandang oleh Allah sebagai perbuatan baik, yakni suatu kasih karunia. Sehingga di masa sukar itupun, kita tetap dapat bersaksi tentang kebenaran.

2.     Motivasinya jelas, yaitu menyenangkan hati Allah. Para budak atau hamba pada jaman itu diminta untuk tetap setia, berlaku benar, dan bersikap baik pada para tuan mereka, bukan untuk menjilat. Bahkan tetap berbuat baik meskipun diperlakukan jahat. Tujuannya untuk memuliakan nama Allah! Menjadi teladan hidup bagi dunia sekitar. Lainnya, sebagai wujud pelaksanaan dari tugas panggilan iman. Jadi entah kita mengalami penderitaan atau tidak, saudara dan saya diajak meiliki motivasi yang tepat dalam hidup ini yakni: Menyenangkan Tuhan.

3.     Sebagai orang percaya kita dipanggil untuk meneladani Kristus, yang rela menderita bahkan hingga mati di kayu salib. Ia tidak melawan, iapun tidak membalas. Sebab ia tahu kepada siapa ia harus tunduk, yakni pada Sang Bapa dan misiNya bagi dunia. Kerelaan kita untuk menjalani kehidupan ini dan juga siap hadapi derita demi suatu kebenaran, hal itu semata karena tunduk dan taat pada Sang Tuan yang Agung yakni Allah Bapa kita. Kendatipun harus menderita, kita tetap memilih untuk tetap berbuat baik dan benar. Supaya melalui itu nama Tuhan tetap dimuliakan.

Karena itu, marilah jalani hidup ini. Entah di saat kita menderita sekalipun atau hidup dalam sukacita, pastikan bahwa kita tetap menyenangkan Tuhan lewat memuliakan namanya dalam semua keadaan hidup ini. Amin


No comments:

Post a Comment