Saturday, November 9, 2019

RUT 1:1-18


BAHAN KHOTBAH IBADAH HARI MINGGU
10 NOVEMBER 2019
PENDAHULUAN
Pada pasal awal kitab ini berkisah tentang suatu keluarga yang pindah dari Betlehem-Yehuda ke daerah Moab, karena bencana kelaparan yang amat dasyat terjadi di kampung halaman mereka itu. Nama Bethlehem dari bahasa Ibrani בֵּית לֶחֶם (Baca: bayth leh'-khem) yang berarti “rumah roti”. Disebut demikian karena Betlehem terletak di daerah yang paling subur di Israel, yakni di lembah sungai Yordan. Daerah ini adalah tempat penghasil gandum terbesar yang menjadi bahan baku untuk membuat roti. Silakan bayangkan, bahwa rumah roti mengalami kelaparan? Rumah roti kehabisan roti? Bagaimana mungkin? Apa sesungguhnya yang terjadi?

Terdapat beberapa hal khusus yang menarik dari kisah keluarga Elimelekh ini pada bacaan kita yang penting untuk diuraikan.


TAFSIRAN / TELAAH PERIKOP
1.       Mengenal Keluarga Elimelekh (ay.1-5)
Ketika pergi ke Moab, Elimelekh (arti: Allah adalah Raja) membawa Naomi (arti: orang yang meyenangkan) istrinya, dan kedua anaknya laki-laki yang bernama Mahlon (arti: memiliki sifat lemah) dan Kilyon (arti: Merindukan). Menurut ayat 1-5 anak-anak Naomi menikahi perempuan Moab sebagai Istri mereka masing-masing. Mahlon menikahi Opra; dan Kilyon menikahi Rut.

Bermaksud untuk mengubah nasib, ternyata keadaan yang terjadi justru terbalik. Seluruh laki-laki dalam keluarga itu akhirnya meninggal di tanah rantau (ay.3,5).  Bencana kelaparan di Betlehem, sangat mungkin terjadi karena hukuman Tuhan. Karena kisah ini terjadi di zaman hakim-hakim, dan jika merujuk Hakim-Hakim 6:1, kita dapat menyimpulkan bahwa dosa umat membuat hukuman kelaparan terjadi di sana. Kisah Elimelekh yang pergi menuju Moab adalah kisah “lari dari hukuman” dan “membelakangi” TUHAN, Allah Israel. Demi menghindari hukuman bencana kelaparan, mereka mencari kehidupan di negeri penyembah berhala dan bahkan mengawinkan anak-anak mereka dengan “orang asing”. Tindakan inipun melanggar Taurat.

2.       Kembali Ke Betlehem (ay.6-13)
Disebutkan tadi bahwa ketika suami masing-masing mereka meninggal, maka mereka memutuskan untuk meninggalkan Moab dan mengikuti Naomi ibu mertua mereka (ay.6-7). Selanjutnya ayat 8-13 menceritakan tentang berbagai adu argumentasi dilakukan antara mertua dengan kedua menantu perempuannya. Mereka berdua, Orpa dan Rut, bersikeras untuk tidak akan meninggalkan Naomi mengalami kepahitan hidup seorang diri. Mereka ingin menemani, mereka ingin saling berbagi. Namun bagi Naomi yang lebih dahulu mengalami asam-garam hidup ini justru berpandangan beda dgn mereka. Bagi Naomi mereka berdua masih muda dan masa depannya masih ada. Adalah lebih tepat jika mereka kembali ke orang tua masing-masing  untuk memulai hidup baru dan jika mungkin, mereka dapat menikah lagi.

Penjelasan yang sangat detail dilakukan Naomi agar mereka mengerti. Naomi tidak bermaksud menolak pendampingan mereka, tapi Naomi juga menginginkan mereka bermasa depan. Akhirnya hati Orpa lulu dan mengalah iapun berpisah dengan mertuanya dalam suasana sedih dan haru (ay 13). Bisa dibayangkan kasih dan kesetiaan menantu itu bagi mertuanya; kasih Orpa untuk Naomi yang tiada duanya.

3.       Rut Yang Tetap Pada Pendiriannya (ay.14-18
Bagaimana dengan Rut. Bacaan kita menguraikan tentang bagaimana Rut bertahan pada prinsipnya. Rut terkesan menjadi menantu yang keras kepala. Naomi pada ayat 15 meminta Rut untuk mengikuti Orpa yang mengalah dan kemudian kembali ke ibu kandungnya. Demi ketaatan kepada mertua Opra kembali ke bangsanya dan kepada allahnya. Apakah benar Rut memang keras kepala dan tidak mau mengalah? Mari perhatikan ayat 16-17 bacaan kita. Dari ayat-ayat itu menemukan alasan yang kuat mengapa Rut bertahan pada Prinsipnya, yaitu:
  1. Naomi saat  itu sedang mengalami kepahitan hidup. Itulah sebabnya ia menyebut namanya bukan lagi Naomi pada ayat 19 namun menyebut dirinya dengan nama MARA. Dalam bahasa Ibrani “mara” berarti pahit, artinya hidup Naomi pahit adanya. Ia penuh dengan pergumulan karena ditinggal mati oleh suami sebagai tulang punggung dan anak2 lelakinya sebagai penggati suaminya pun meninggal dunia. Cukuplah lengkap penderitaannya, dan sebagai manusia biasa Naomi tidak mungkin menjalani sendiri semua itu.

  1. Kondisi ini amat jelas diketahui oleh Rut menantunya. Sebagai seorang anak, Rut amat mengasihi Naomi mertuanya itu. Ia ingin berbagi beban dan penderitaan yang dialami Naomi. Ia tidak tega meninggalkan Naomi menjalani sendirin kepahitan hidupnya. Itulah sebabnya Naomi berkata dengan tegas pada ayat 16: “ke manapun engkau pergi; di manapun engkau bermalam di situ pula aku berada”. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesetiaan dan kasih Rut terhadap Naomi tidaklah tertandingi melebihi sayangnya pada dirinya sendiri. Ia tidak ingin berpisah dari mertuanya demi menopang dan mendampingi Naomi.

  1. Prinsip hidup yang begitu kuat ditampilkan Rut soal besar kadar keinginannya untuk “menyatu” dengan ibu mertuanya. Hal ini juga terlihat pada ayat 16 bagian akhir. Menurutnya bangsa Naomi adalah bangsanya juga. Itu berarti demi kasihnya kepada ibu dari suaminya ini, Rut bersedia kehilangan identitas dan meninggalkan identitas lama sebagai orang Moab dan selanjutnya mengambil identitas baru sebagai orang Yahudi sebagaimana identitas mertuanya. Bukankah itu suatu hal yang jarang dilakukan orang? Rut belum tahu keadaan orang-orang Yahudi; Rut tidak tahu apakah ia diterima di komunitas orang2 Israel itu. Namun resiko itu bersedia ia ambil demi mendampingi hidup mertuanya.

  1. Selanjutnya puncak argument Rut yang tidak dapat dibantah lagi oleh Naomi adalah ketika ia menyampaikan dua hal penting diakhir ayat 16 dan ay.17. Pertama: Agama dan Allah Naomi akan menjadi Allahnya juga; Kedua: atas dasar iman yang baru itu, ia bersedia dihukum TUHAN nya Naomi (yang sekarang adalah TUHANnya ia juga) apabila ia meninggalkan ibu mertuanya itu, kecuali karena Maut.

  1. Rut bersedia berpindah keyakinan. Suatu hal yang sangat prinsipil dan asasi sekali dari setiap pribadi. Namun, itu ia sedia lakukan. Mengapa? Pastilah tidak mudah bagi Rut untuk berpindah keyakinan selain ada suatu sebab yang kuat. Karena itu apa sebab yang kuat itu? Jawaban utamanya Cuma satu yaitu karena Naomi. Sikap hidup Naomi selama ia tinggal di Moab, cara ia bersikap sebagai mertua untuk menantu dan ketegaran imannya untuk bertahan di tengah duka dan kepahitan hidup, walau seakan menurutnya TUHAN seakan meninggalkannya (ay.20-21) serta hal2 lainnya ternyata menjadi kesaksian kuat untuk Rut menerima agama dan Iman yang baru yakni menyembah Allah-nya Naomi. Bukankah itu suatu hal yang luar biasa?

APLIKASI DAN RELEVANSI
1.       Hari ini kita belajar tentang pengalaman hidup seorang janda bernama Naomi. Ketika di Israel mengalami kelaparan, maka ia dan keluarganya mencari kehidupan di negeri asing bernama Moab. Namun malang tak dapat dihindari. Suami dan anak-anaknya meninggal. Ia tidak dapat menjalani hidup lagi di negeri orang tersebut. Kepahitan ia alami dan rasanya tak terhiburkan lagi. Namun, Naomi tidak sendiri menjalani kondisi itu. Orpa dan Rut berkomitmen mendampingi, walau pada akhirnya Orpa meninggalkannya, bukan karena tidak setia namun demi ketaatan pada ibu mertuanya itu.

Hal pertama dari Firman Tuhan ini mau berbicara tentang pentingnya menghadapi hidup ini tidak sendiri. Kita diajarkan bahwa sebagai manusia kita membutuhkan orang lain. Kita tidak dapat menghadapi tantangan dan pergumulan seorang diri saja. Pada ayat 18, syukurnya Naomi menyadari hal ini dan berhenti memninta Rut pergi. Jika baca kisah selanjutnya, kita dapat melihat peran Rut dalam menghidupkan perekonomian dan kebutuhan pokok Naomi. Bayangkan jika Rut tetap di suruh pergi. Pasti akan lain ceritanya.

Demikian juga kita! Jangan pernah menutup diri dengan pergumulan dan persoalan sendiri. Kita butuh orang lain untuk membantu dan menopang. Jangan pernah untuk menanggung beban sendiri, berbagilah beban dengan orang lain, sebab topangan dua orang lebih kuat dari seoranhg diri saja.

2.       Selain kita diajak untuk terbuka seperti Naomi, kita juga oleh Firman Tuhan bersedia untuk menjadi RUT. Ada banyak Naomi modern saat ini yang sedang berbeban sendiri. Saatnya bagi kita untuk menjadi Rut yang memiliki prinsip mulia. Rut tidak menyerah utuk menjalankan ide mulia itu. Penolakan Naomi tidak menyurutkannya, ia memahami bahwa Naomi sedang gundah dan wajar jika menolaknya.

Akhirnya prinsip kokoh Rut menjadi berkat buat Naomi, tapi juga menjadi berkat buat Rut sendiri. Akhir kitab ini mengisahkan tentang happy ending yang mengharukan bagi masa depan Rut di negeri dan bangsa yang baru, di sayap perlindungan imannya yang baru.

Karena itu, marilah menghadapi setiap pergumulan hidup ini seperti Naomi yang membuka diri bagi orang lain, tapi juga mari menjadi Rut yang bersedia memberi diri bagi penderitaan orang lain dan menopang hidup mereka yang bergumul sendiri. Sebab hal itu bukan hanya menjadi berkat untuk orang lain itu, tapi juga menjadi berkat bagi kita yang bersedia membantu. Kiranya TUHAN memampukan kita. Amin.

No comments:

Post a Comment