Monday, July 11, 2011

MATERI KHOTBAH PKP SELASA 12 JULI 2011


KIDUNG AGUNG 2:1-7

Ibu-ibu kekasih Tuhan…
Jika kita membaca kitab Kidung Agung, maka kesan pertama yang kita dapatkan adalah bahwa kitab ini hanya berisi tentang syair cinta dan cumbuan lewat kata antara pengantin pria dan wanita. Kesan ini wajar terbentuk mengingat tiap perikop dalam Kidung Agung, oleh Lembaga Alkitab Indonesia diberi judul seperti itu.

Sebenarnya kitab ini memuat kisah tragis seorang gadis desa yang dipaksa untuk dipersunting oleh raja Salomo sebagai penulis kitab ini. Apabila kita hanya membaca beberapa ayat, maka tidak akan menemukan kisah ini, dan pasti yang terlihat hanyalah syair-syair yang terkesan vulgar tersebut. Karena itu dalah baik jika kita menyediakan waktu khusus membaca seluruh kitab Kidung Agung ini, yakni mulai pasal 1 sampai pasal 8.  

Ibu-ibu kekasih Tuhan…
Salomo memiliki 300 isteri dan 700 gundik, dan itu jelas bukan cerminan dari kehidupan cinta yang kudus dihadapan Allah dan teladan hidup kesetiaan yang baik bagi orang percaya pada zamannya, termasuk bagi kita pada hari ini. Imajinasi dan keinginan2 yang ‘liar’ di dalam dirinya menyebabkan ia menyalahgunakan hal2 yang merupakan anugerah Tuhan baginya, sehingga ia jatuh dalam rupa2 perzinahan dan pernikahan2 tidak seiman iman yang dilarang oleh Tuhan (1 Raja-Raja 11:2, 7-8).

Ketidakpuasan terhadap apa yang telah dimiliki terlihat nyata dari gaya bahasa puitisnya yang penuh khayal atau imajinasi yang luar biasa. Sebagai pemuja keindahan dan seni kitab ini memperlihatkan bahwa Salomo adalah pribadi yang sangat lemah dan tidak sanggup mengendalikan diri terhadap segala daya tarik erotis yang merupakan salah satu focus hidupnya yang terbesar. Tidak mengherankan jika akhirnya 1 Raja-Raja 11:1,3 menjadi rekaman Alkitab yang menunjukkan prestasi dan teladan hidup yang buruk dihadapan Allah dan manusia sepanjang masa. Kerjaan terpecah dua justru karena tindakan raja tersebut padahal dialah raja yang paling berhikmat diantara manusia yang pernah ada di dunia ini, baik sebelum dan sesudah dia.

Ibu-ibu kekasih Tuhan…
Untuk lebih jelasnya, mari kita uraikan syair demi syair yang ada dari pasal 1-8 ini menjadi suatu kisah. Inti sari dari Kisah ini adalah menampilkan 2 tokoh utama, yakni Sang Raja (Salomo) dan Gadis Sulam yang dipaksa dibawa masuk istana. Selanjutnya ada juga 2 tokoh pemeran pembantu yakni Puteri2 Yerusalem dan si penggembala (kekasih hati gadis Sulam). Dengan memahami penokohan ini, maka kisah yang ditemukan dalam bacaan kita adalah sebagai berikut:

Suatu kali di negeri orang Kedar (1:5) hiduplah seorang gadis, sebut saja dia dengan sebutan gadis Sulam (6:13) yang juga memiliki seorang kekasih yang adalah penggembala ternak (1:7). Mungkin karena pengaruh iklim atau memang karena sering berhadapan langsung dengan terik matahari (1:6), gadis Sulam ini berkulit gelap atau hitam (1:5) namun pastilah parasnya tetap cantik. Kecantikannya itulah yang justru menjadi awal kisah sedih hidup gadis ini. Raja amat mengingininnya, sehingga tanpa peduli pada kisah cinta gadis Sulam dan si penggembala, raja dengan teganya mengambil paksa gadis Sulam ke istananya dan memisahkan tautan dua hati yang saling mencintai.

Ringkas cerita, di istana raja, gadis Sulam berjumpa dengan para puteri Yerusalem yang sangat memuja raja dan mengagumi laki-laki haus perempuan ini (1:2-3)  Puteri-puteri Yerusalem yang diungkapkan dalam kitab ini menggambarkan para wanita yang dinikahi oleh Salomo, yang sebenarnya ‘buta’ karena terpikat dengan kebahagiaan yang semu yang ia tawarkan kepada mereka melalui segala kemegahan duniawi yang ia miliki. Para puteri Yerusalem ini mewakili gambaran dari wanita2 yang tidak lagi melihat cinta dan kesetiaan yang benar sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan, dimiliki dan dipertahankan. Kehidupan yang materialistis dan hedonistis membuat mereka rela dan senang hati mengabaikan kesucian dan harga diri dan menyerahkan hidup mereka kepada keinginan sang raja.

Berbeda dengan gadis Sulam yang dikisahkannya dalam kitab ini (1:5; 6:13). Gadis ini berusaha ia pikat dengan segala daya tarik dan kemegahan jasmaninya termasuk pengaruh kuasa politisnya (3:6-11), godaan materi yang ia tawarkan (8:11-12) untuk mau meninggalkan kekasihnya dan menjadi mempelai baginya . Ia memang berhasil memaksa sang gadis Sulam ke istananya sebagai mempelai wanita namun tetap tidak dapat membeli atau memiliki cintanya. Berbagai daya upaya dilakukan oleh sang raja untuk memenangkan hatinya, namun gadis Sulam ini tetap dapat menjaga kesucian dirinya. Kidung Agung 4:1-15; 5:1 adalah rayuan sang raja yang ditujukan untuk menaklukan hatinya. Dan meskipun sang raja turut ‘di bantu’ oleh para permaisuri dan para selirnya, yakni puteri2 Yerusalem penghuni Harem untuk membujuk dia, ternyata si gadis Sulam tetap tegar. Cinta dan kesetiaanya kepada kekasihnya sang penggembala domba tidak pernah berubah (5:2-8).

Selanjutnya kita menemukan (Kidung Agung 5:9) ungkapan keputusasaan mereka dalam membujuk si gadis Sulam untuk menuruti keinginan sang raja, sekaligus juga sebagai bentuk kemarahan dan ejekan bagi si gadis Sulam karena di anggap menyia-nyiakan kesempatan ‘emas’ itu. Namun ejekan ini pada akhirnya, justru berubah menjadi kekaguman dalam diri sang raja ini beserta para permaisuri dan para selirnya (6:4-13). Mereka memuji si gadis Sulam karena cinta dan kesetiaannya yang tak terbeli dan tak tergantikan.

Meskipun demikian, sesuai dengan wataknya yang tak kenal menyerah dan sebagai seorang yang keinginannya hampir tidak pernah tidak terpenuhi, sang raja masih tetap berusaha melakukan upaya terakhir (7:1-9). Tetapi rupanya tetap tidak berhasil. Si gadis Sulam tetap pada pendiriannya (7:10-8:4). Sang raja akhirnya menyerah dan membiarkan si gadis Sulam yang teryata tetap tidak mau menjadi mempelainya itu pergi dari istana dembali ke rumah orang tuanya dan bertemu kembali dengan kekasihnya!

Pada akhirnya kesetiaan dan kesucian hati gadis Sulam-lah yang menjadi pemenang. Kemenangan dari cinta dan kesetiaan sejati antara si gadis Sulam dengan kekasihnya sang penggembala domba tergambar dalam Kidung Agung 8:5-14 yang menutup kisah ini.

Ibu-ibu kekasih Tuhan…
Pada bacaan kita hari ini, yakni pasal 2:1-7 kita dapat menyimpulkan beberapa hal penting berdasarkan kisah utuh di atas, untuk diaplikasikan dalam hidup beriman kita. Beberapa hal dimaksud adalah sebagai berikut:

1.      Perhatikanlah tentang keuletan sang raja yang tidak behenti merayu gadis desa ini dengan syair-syair yang menggiurkan. Raja berbicara tentang kecantikan gadis itu bagaikan bunga bakung di antara duri-duri. Ini menunjukkan pujian yang amat tinggi, sebab tumbuhan berduri tidak dapat menyaingi indahnya bunga bakung.

Pada umumnya, sebagai wanita, pujian ini pastilah amat menggoda. Namun apakah gadis Sulam (demikian panggilannya disebut di 6:13) termakan godaan itu? Silakan simak jawabannya dalam pasal 3. Ia justru menujukan pujian bukan kepada raja, malah membalas syair pujian itu ditujukan kepada kekasihnya yang adalah seorang penggembala (1:7). Pujian dan rayuan yang memikat itu ditolaknya lewat membayangkan dan mengingat kekasihnya dan kesetian cinta mereka.

Bukankah ini dapat menjadi pelajaran penting bagi kita untuk menghadapi godaan2 dunia dan tawaran2 menggiurkan namun menyesatkan disekeliling kita. Cara jitu yang dipakai oleh gadis Sulam ini untuk tidak terbius pada rayuan tajam sang raja adalah dengan mengingat kekasih hatinya. Dunia yang kejam inipun sering merayu siapa saja baik para istri maupun suami untuk mennghianati kekudusan dan kesucian rumah tangga. Hindari godaan itu lewat mengingat semua yang baik dan indah pada pasangan kita yang sesungguhnya. Adalah kebodohan untuk mencoreng keindahan dan kekudusan yang dibangun dengan penuh pengorbanan diri dan waktu dengan hanya sejenak kenikmatan sesaat yang menyesatkan.

Sebelum berbuat dosa, ingatlah kasih Tuha yang lebih indah dari pada tawaran indahnya nikmat dosa. Sebelu menghianati keluarga, ingatlah kepada keceriaan dan keluguaan anak2 karunia yang hadir dalam keluarga, agar masa depan mereka jangan terjual oleh tindakan dosa tanpa pikiran sehat yang menawarkan kebahagiaan semu. Mengapa korupsi banyak terjadi? Mengapa perceraian dan perzinahan seakan bukan barang baru? Sebab ketika hal itu dikerjakan, banyak orang memakan rayuan dan menyebut nikmat; padahal belum sempat diolah dan dibandingkan dengan kenikmatan hidup rumah tangga; rasa syukur untuk upah layak yg diterima; serta pengorbanan pasangan yang setia bekerja untuk kita atau istri yang menunggu di rumah bersama anak-anak. Kita perlu belajar mempraktekkan metode gadis Sulam ini!

2.      Perhatikan ayat 7 bacaan kita. Ternyata gadis Sulam ini tahu, bahwa keinginan raja ini juga mendapat dukungan dari istri-istri raja yang disebut sebagai puteri-puteri Yerusalem. Kalau di perhatikan secara seksama, bukankah hak ini menguntungkan gadis Sulam itu? Sebab para istri tua raja mendukung kehadirannya di istana sebagai istri muda. Disebut menguntungkan sebab tidak ada istri tau yang protes dan membencinya, bahkan sebaliknya sebagai istri muda pastilah ia lebih disayang.

Namun lihatlah reaksi gadis Sulam itu pada ayat 7! Dengan geramnya ia menolak poligami, bahkan menyumpahi mereka yang mengijinkan itu terjadi, yakni para istri2 raja.

Lewat bacaan ini kita di ajak untuk mengingat bahwa bagi gadis Sulam apapun alasannya, termasuk sudah diijinkan atau tidak tindakan dan perbuatan apapun, selama itu mendatangkan ketidak-sucian dan melanggar kesetiaan, tetaplah HARAM  untuk dilakukan. Namun, bukankah banyak orang melakukan perbuatan tidak benar dalam dosa dengan alasan sudah mendapat injin, atau atas dasar mau-sama-mau dll. Standart moralitas gadis sulam ini sangatlah tinggi. Bahwa diijinkan atau tidak; atau semua orang pasti mendukung dll selama hal itu melanggar kesucian dan kesetiaan ia tetap menolaknya.

Marilah kita meneladani gadis Sulam ini. Milikilah cara bijak untuk menolak godaan dunia sebagai trik yang baik dalam membuat pilihan hidup. Selanjutnya miliki pula standar baik dalam hal moralitas dan spiritualitas yang jempolan, bahwa walaupun dunia menyetujui suatu “kesalahan” dan kendatipun atas nama “diijinkan” kesalahan itu dilakukan, kita tetap dapat memilah bahwa kesucian diri dan kesetiaan hati adalah standart utama dalam menjalani hidup ini. Amin

No comments:

Post a Comment