Monday, August 6, 2018

AMSAL 23:17-18 JANGAN IRI HATI PADA ORANG BERDOSA


AMSAL 23:17-18
JANGAN IRI HATI PADA ORANG BERDOSA
Bahan Bacaan Alkitab Ibadah Rumah Tangga
Rabu, 08 Agustus 2018


PENGANTAR
Pada hari Minggu kemarin, bacaan Alkitab menggiring kita pada dosa Kain sehingga ia dan persembahannya di tolak oleh Allah. Ketika ditolak, Kain gagal bercermin untuk mengoreksi diri dan kemudian mengubah kehidupannya yang jahat. Ia justru menjadikan Habel, adiknya, sebab “kambing hitam” atau penyebab kondisi itu. Kain iri hati kepada Habel sehingga ia kemudian membunuh Habel. Catatan Alkitab menjelaskan bahwa Habel adalah seorang yang beriman kepada Allah (Ibrani 11:4) dan hidup dalam kebenaran.

Bacaan hari ini berkisah hal yang lain. Yakni rasa iri hati terhadap mereka yang berbuat salah. Hari Minggu kisah tentang iri hati kepada orang benar, maka pada hari ini, Amsal menyoroti tentang iri hari kepada orang berdosa.

TELAAH PERIKOP
Perlu untuk memahami teks ini ketika Amsal berkata: “Janganlah hatimu iri kepada orang-orang berdoa”. Pertanyaan terkait dengan hal itu adalah siapakah orang-orang berdosa yang dimaksud oleh Amsal sehingga membuat iri hati orang-orang percaya? Jawabannya kita temukan pada ayat-ayat sebelumnya dalam Amsal 23 ini, yakni:

1.      Seorang pembesar dengan hidangan menipu (ay.1-3)
Dari teks ayat 1-3 kita menemukan bahwa ada orang yang menjadi pejabat dan pembesar dalam masyarakat tetapi sesungguhnya hidupnya tidak benar di hadapan Tuhan. Kebaikan hati mereka sebenarnya akal bulus untuk mendapatkan perhatian dan penghormatan. Sehingga Amsal menyebut mereka menyajikan hidangan yang menipu. Tapi nyatanya, hidup mereka tetap enak dan nyaman saja. Padahal mereka tidak benar prilakunya.

2.      Si kikir yang tidak tulus hati (ay.6,7)
Terlihat orang ini baik dan suka menolong. Tetapi ternyata ada banyak hitungan dan strategi yang ia buat ketika merancangkan “niat baik” itu, yakni supaya mendapatkan keuntungan dari perbuatannya itu. Itulah sebabnya Amsal menyebut orang seperti itu sebagai yang tidak tulus hati. Tapi nyatanya mereka juga tetap hidup enak dan nyaman.
Bukankah kenyataan demikianlah yang terjadi selama ini? Demikian juga yang disaksikan penulis Amsal. Bahwa orang benar semakin tersudut dan terhina, sedangkan orang berdosa hidupnya semakin nyaman dan sentosa. Jika demikian apakah sikap yang harus dilakukan?

Dengan tegas Amsal menyatakan bahwa kunci utama dari segala kondisi itu adalah Takut akan Tuhan. Apapun yang terjadi, bagaimanapun kondisi kehidupan jangan pernah menyimpang dari Allah. Orang berdosa bisa saja menjadi kaya dengan cara curang, menjadi penguasa dengan cara jahat. Tapi bagi orang percaya, takut akan Tuhan adalah standar nilai yang dituntut Allah. Silakan menjadi kaya, tapi dengan cara benar; silakan menjadi pejabat dan penguasa tetapi dengan jalan yang lurus. Sekali lagi standar utama adalah takut akan Tuhan.

Mengapa demikian? Ay 17 menjelaskan alasannya. Bahwa dengan takut akan Tuhan maka jaminan masa depan tetap diberikan. Untuk menanti penggenapan jaminan itu tentulah tidak mudah. Apalagi melihat banyak orang jahat yang mengalami kesuksesan. Itulah sebabnya Amsal menyebut bahwa pengharapan tidak akan hilang pada janji itu asal orang percaya tetap meyakini bahwa ada masa depan di dalam Tuhan.

Takut akan Tuhan berarti tidak tergoda melakukan kejahatan atau jalan pintas demi memperoleh kesuksesan. Biasanya ini dipicu karena lingkungan sekitar. Bagaimana mungkin berdiam ketika nyatanya melihat banyak orang curang dan jahat tetap berdiri tegak dan kokoh menjalani hidup, seakan mereka tidak pernah kalah. Sementara, orang-orang yang benar justru menjadi terhukum atau makin hancur hidupnya karena setia pada kebenaran. Konflik batin ini kemudian melahirkan iri hati untuk bertanya, di mana Tuhan. Amsal mengingatkan agar tidak usah iri hati. Ada waktunya akan dinyatakan. Tugas orang percaya adalah tetap takut akan Tuhan. Sebab jaminan masa depan tidak tergantung pada apa yang dilihat di depan mata (suksesnya orang2 bebal) tetapi tergantung pada Tuhan. Masa depan dijamin oleh Tuhan sebagai pemilik masa depan.


RELEVANSI DAN APLIKASI
Pembuka khotbah dapat dimulai dengan kondisi real yang dialami saat ini. Ambil contoh misalnya berita heboh beberapa waktu lalu tentang kasus Ahok yang ramai dibicarakan di media masa dan media sosial.
Bagi banyak orang, Ahok adalah simbol perjuangan kebenaran dan keadilan. Ia dianggap korban dari suatu sistem di mana orang-orang yang terlihat “salah” justru menang dan berhasil mencapai tujuan. Orang benar justru berakhir dalam penjara. Bahkan jika lebih jauh, rumah tangganyapun hancur. Tragis bukan?

Tuhan bergerak dengan cara yang tidak terselami. Mencari jawab tentang mengapa orang bebal dan orang berdosa terlihat sukses dan tetap berhasil dibanding orang benar, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kepanstian yang dapat dipegang adalah Tuhan menjamin masa depan mereka yang percaya. Tidak perlu iri hati, biarkan Tuhan menuntaskan kehendakNya. Sampai kapan? Sulit untuk menjawab ini. Sebab semua mesteri. jaminanNya adalah indah pada waktuNya.

(silakan aplikasikan sesuai dengan kehidupan saat ini)

No comments:

Post a Comment