Monday, August 20, 2018

MAZMUR 37:7-8 MENATA HATI


MAZMUR 37:7-8
MENATA HATI
Bahan Bacaan Alkitab Pelkat PKP
Kamis, 23 Agustus 2018


PENGANTAR
Apa reaksi kita jika melihat kenyataan bahwa orang jahat dan berbuat curang hidupnya lebih berhasil dari kita. Sebaliknya ketika kita melakukan kejujuran dan kebenaran, hidup kita malah jauh dari disebut berhasil, bahkan sering kali orang benar menjadi “kambing hitam” dan disalahkan.

Mazmur ini berkisah tentang kenyataan itu dan bagaimana seharusnya orang percaya merespon kondisi tersebut. Apa yang harus dimaknai apabila pada kenyataannya orang fasil terlihat lebih berbahagia dan lebih baik keadaannya di banding orang benar?

TELAAH PERIKOP
Jika kita membaca dengan seksama isi Mazmur ini maka sesungguhnya Mazmur ini memberikan dua langkah menghadapi kondisi yang tidak nyaman tersebut , yakni:
1.      Nantikanlah TUHAN (ay.7)
Menjawab pertanyaan tentang bagaimana bersikap melihat orang fasik lebih baik hidupnya dibanding kita, oleh pemazmur ajak masuk langkah pertama yakni: Menantikan Tuhan. Menantikan Tuhan dimaksud adalah menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Itulah sebabnya pada awal ayat 7 Pemazmur berkata: Berdiam dirilah di hadapan Tuhan. Hal ini memiliki dua makna, yakni:
a.   Urusan orang Fasik itu adalah urusan Tuhan.
Bahwa dengan tegas pemazmur menyebut kebahagiaan orang fasik itu semu, tidak abadi dan tidak nyata. Pada waktunya mereka akan lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuhan hijau (ay.3). Dengan kata lain, ada waktunya Tuhan menyatakan kehendaknya kepada orang fasik itu yakni penghukuman. Jangan bereaksi apa-apa, berdiam dirilah. Urusan orang fasik itu adalah urusan Tuhan.

b.  Urusanmu adalah urusan Tuhan.
Bagian inipun tidak kalah penting. Menyerahkan diri kepada Allah bermakna bahwa kita bersedia “diatur” oleh Allah. Apa yang akan “diatur” Allah untuk orang benar adalah kebaikan. Hal ini nampak pada ayat 4 bacaan kita, yakni TUHAN akan memberikan apa yang menjadi keinginan hatimu. Bagian ini menarik, jika dihubungkan dengan kalimat awal ayat 7 “berdiam dirilah di hadapan Tuhan”. Berdiam bukan saja tidak melakukan apa-apa, tapi tersirat tidak mengatakan apapapun. Tuhan tahu isi hati dan dia mengerti yang dibutuhkan. Yang dibutuhkan hanyalah percaya, sebab Tuhan pasti bertindak (ay.5).

2.      Menata agar tidak membawa kejahatan (ay.8)
Sudah pasti ketidaknyaman itu akan berbuah reaksi. Paling tidak marah dan geram lalu kemudian keluarlah isi hati melalui berbagai perkataan yang tidak menyenangkan kepada orang lain (fasik) itu. Itu adalah hal yang wajar secara manusiawi.

Tetapi pemazmur mengajak untuk bukan bereaksi wajar atau manusiawi tetapi secara rohani, yakni berhentilah marah dan tinggalkan panas hati. Memang reaksi wajar adalah marah. Namun ternyata, amarah adalah pintu masuk menuju kejahatan. Sehingga disaat marah orang bisa melakukan kejahatan yang membuatnya tidak benar lagi di hadapan Tuhan. Dampaknya, orang percaya menjadi sama dengan orang fasik sebab ia juga justru melakukan kejahatan.

Pemazmur mengajak untuk menata hati agar tidak terjebak pada amarah dan dengki karena kesuksesan orang fasik. Dengan kata lain: “jika iblis menabuh gendang, jangan tanpa sadar kita ikut menari di atasnya”. Mengapa? Sebab janjinya jelas, urusan orang fasik adalah urusan Tuhan, orang jahat itu pasti dilenyapkan (ay.9).


RELEVANSI DAN APLIKASI
Berdasarkan uraian atau telaah perikop di atas, maka terdapat beberapa hal yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita saat ini:
1.      Tidak mudah memang tetap tersenyum dan berdiam diri pada orang yang berbuat curang tapi hidupnya tetap sejahtera. Sehingga kemudian tanpa sadar kita mulai “rapat pikiran” dan bertanya mengapa Tuhan tidak adil? Mengapa kejahatan selalu memang pada kebaikan? dst. Hari ini kita dituntun untuk memahami bahwa Tuhan bekerja dengan cara yang penuh misteri dan tidak dapat diselami. Urusan orang jahat itu bukan urusan kita untuk mempertanyakan keadilan Allah. Tidak usah gusar, saatnya akan kita Tuhan menyatakan keadilan dan kebenaran.

2.      Acap kali kegeraman kita bukan soal karena yang jahat itu sukses, tapi juga karena kondisi “rugi” yang kita alami. Andai saja yang jahat itu sukses dan kita yang benar juga sukses maka mungkin tidak akan kita permasalahkan. Artinya, pemicu amarah karena kita membandingan keadaan diri kita juga, bukan? Inilah yang juga perlu untuk dihayati. Bahwa bukan aja urusan si fasik yang menjadi urusan TUHAN, untuk kondisi kitapun TUHAN bersedia untuk mengurusnya.

Bagaimana caranya? Percayalah kepada Tuhan dan lakukan yang baik (ay.3). Bukan hanya iman percaya yang dituntut, tetapi perbuatan baik kita atau cara kita menyikapi keadaan itu. Cara yang dianjurkan adalah berhenti marah dan berhenti panas hati alias mampu untuk menata hati. Bagaimana agar mampu menata hati? Pemazmur mengajak untuk berdiam diri di hadapan Tuhan dan menyerahkan semuanya kepada Sang Maha Adil. Memang tidak mudah untuk berdiam, tapi belajar dan cobalah untuk percayakan masalah itu kepada Allah. Ia berjanji bahwa ia akan bertindak (ay.5)


Kiranya kita dimampukan untuk menyakini kuasa Allah yang peduli itu. Amin.
(silakan tambahkan aplikasi firman ini sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan kebutuhan warga PKP)


No comments:

Post a Comment