Tuesday, September 3, 2024

PENGORBANAN DALAM PELAYANAN 1 TESALONIKA 2:7-9

                                                                 1 TESALONIKA 2:7-9
BAHAN PERSIAPAN IBADAH KELUARGA

11 September 2024

 

PENGANTAR

Apakah hubungan antara Paulus dengan jemaat Tesalonika? Kota Tesalonika adalah ibukota dari Makedonia yakni salah satu provinsi Kerajaan Rowawi yang sangat makmur. Kisah Tesalonika mengenal dan menerima Tuhan Yesus dimulai dari kehadiran Paulus dan Silas di sana (Kisah 17:1-4). Kehadiran Paulus dan Silas di Tesalonika inipun disebabkan karena perbuatan tidak menyenangkan yang dialmi mereka ketika mengabarkan Injil di Filipi (Kisah 16:19-40).



Menarik jika membaca kisah pekabaran Injil Paulus di Tesalonika. Kisah sukses dialami di sana sebab yang menerima Injil bukan hanya orang Yahudi, melainkan juga para pembesar provinsi Makedonia yang berada di Tesalonika yakni orang Yunani dan para perempuan terkemuka (Kisah 17:4).

 

Walaupun pekabaran Injil di Tesalonika terbilang sukses, tidak berarti tidak ada masalah. Beberapa anggota jemaat terhasut omongan kelompok tertentu yang memecah bela mereka secara khusus yang meragukan ketulusan dan kemurniaan pengorbanan Paulus bagi Injil Yesus Kristus. Hal ini tergambar kuat dalam bacaan kita yakni 1 Tesalonika 2:7-9.

 

TELAAH TEKS

Untuk memahami 1 Tesalonika 2:7-9, kita perlu memeriksa perikop ini secara utuh, yakni mulai pada ayat 1. Beberapa pokok penting yang menjadi perhatian khusus adalah:

 

1.       Motivasi yang benar melayani Tuhan (ay.1-6)

Agaknya beberapa hasutan yang dituding kepada Paulus dan tim Pekabaran Injilnya itu adalah seputar integritasnya sebagai pelayan Tuhan. Beberapa isu yang dikembangkan adalah penyesatan, kemurnian pengajaran, tipu daya (ay.3), dan kemunafikan serta mencari keuntungan pribadi (ay.5).

 

Mendapati kondisi ini, Paulus berusaha melakukan klarifikasi dan menyatakan kebenaran penting yaitu: bahwa pelayanan ini dikerjakan atas pertolongan Allah yang memberikan keberanian untuk mengerjakannya. Sebab bagaimana mungkin ini penyesatan dan kemunafikan jika kondisi itu justru membuat mereka harus berjuang dengan berat? Justru karena motifasi untuk Tuhan sajalah maka walau berat, hal itu tetap dilakukan. (ay.2)

 

Bukan keserakahan dan kemunafikan yang dikerjakan Paulus, atau demi kebanggaan diri ia melakukannya, namun justru dalam kehinaanya Tuhan telah melayakkannya mengerjakan panggilan itu demi menyenangkan Tuhan (ay.4). Perhatikanlah motivasi penting ini, demi menyenangkan Allah yang menguji hati (ay.4). Dengan kata lain, Paulus memaklumi bahwa berita kebenaran tidak selalu menyenangkan manusia. Namun karena tujuan utama bukan untuk menyenangkan manusia tetapi untuk Tuhan, kebenaran itu harus tetap disampaikan.

 

2.       Reaksi yang tepat menghadapi musuh (ay.7-8)

Mendapatkan fitnah dan ujaran kebencian seperti itu, seharusnya sebagai korban, Paulus akan bereaksi kalap dan marah sambil membela diri. Pada ayat 7 kita menemukan hal berbeda. Dia berusaha merangkul dengan penuh keramahan setiap orang bagaikan seorang ibu yang mengasuh anaknya. Menyiram api dengan bensin, justru akan menjadi petaka. Paulus sangat bijak pada kondisi ini. Dia sangat mengerti ada kelompok yang membenci dan menyukainya. Semua dilakukan dengan kasih sayang yang besar dan pengorbanan yang tinggi (ay.8).

 

Mengapa pengorbanan yang tinggi? Pada ay.8 kita menemukan bahwa Paulus bukan saja hanya datang memberitakan Injil tetapi juha hidup bersama mereka. Itulah sebabnya dugaan cukup kuat bahwa Paulus berada di Tesalonika bukan dalam waktu yang pendek. Jika Paulus menyebut membagikan hidup kami (bukan hanya membagikan injil) pada ayat 8, hal ini sangat mungkin menunjukkan bahwa Paulus turut menderita bersama dengan jemaat di Tesalonika.

 

Paulus turut merasakan dalam berbagai kondisi tidak nyaman yang diderita jemaat Tesalonika. Adalah suatu keuntungan bagi Paulus dan tim PI nya jika segera tingalkan Tesalonika. Ia memilih bertahan dengan semua orang termasuk yang membencinya, karena mereka dikasihi Paulus. Taburan kebencian yang ia terima, dibakas dengan limpahan kasih dan kepedulian.

 

3.       Bukan keserakahan tetapi pengorbanan (ay.9)

Paulus dituding serakah. Kemungkinan besar berhubungan dengan menerima upah dari pemberitaan Injil. Dalam 1 Korintus 9:13-14 kita menemukan pernyataan yang menarik: Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu”. Bahwa menerima upah dari pemberitaan Injil adalah hal yang ditentukan Allah. Pernyataan ini kemungkinan dirujuk Paulus dalam tradisi Yahudi (Ulangan 18:1).

 

Apakah Paulus menggunakan hak Rasul itu, yakni menerima upah? Kita menemukan bahwa Paulus tidak pernah mau mengambil hak itu (1Kor.9:15). Hal ini terkonfirmasi pada ayat 9 bacaan kita: “... sementara kami bekerja siang dan malam, supaya jangan menjadi beban...”. Teks ini menunjukkan bahwa biaya kehidupan Paulus tidak diperoleh dari upah memberitakan Injil, melainkan dari kerja kerasnya. Itu berarti ada pekerjaan lain yang dilakukan Paulus. Menurut Kisah Rasul 18:2,3 Paulus adalah seorang pengusaha. Ia berbisnis Tenda untuk kelangsungan hidup sekaligus digunakan membiayai pelayanannya.

 

Paulus tidak mengambil keuntungan (serakah) dalam pelayanannya itu. Justru sebaliknya bahwa pekerjaannya menopang pelayanannya. Ia justru berkorban banyak hal demi kelangsungan pelayanan bagi Tuhan dapat tetap terlaksana. Bagi Paulus “bekerja siang dan malam” lebih penting dan berarti dari pada “menjadi beban bagi siapapun juga” (ay.9). Ini bukan keserakahan, melainkan pengorbanan yang tulus seorang pelayan. Pelayanan yang gemilang adalah yang dilakukan dengan penuh pengorbanan dan bukan demi keuntungan.

 

APLIKASI DAN RELEVANSI (bahan diskusi dalam persiapan)

Silakan membuat penerapan atau relevansi khotbah berdasarkan uraian 3 pokok penting dalam tafsiran di atas.

 

 

1 TESALONIKA 1:8-10 BUAH DARI KETELADANAN

 1 TESALONIKA 1:8-10
BAHAN PERSIAPAN IBADAH PELKAT PKP

10 September 2024

 

PENGANTAR

Apakah hubungan antara Paulus dengan jemaat Tesalonika? Kota Tesalonika adalah ibukota dari Makedonia yakni salah satu provinsi Kerajaan Rowawi yang sangat makmur. Kisah Tesalonika mengenal dan menerima Tuhan Yesus dimulai dari kehadiran Paulus dan Silas di sana (Kisah 17:1-4). Kehadiran Paulus dan Silas di Tesalonika inipun disebabkan karena perbuatan tidak menyenangkan yang dialmi mereka ketika mengabarkan Injil di Filipi (Kisah 16:19-40).

Menarik jika membaca kisah pekabaran Injil Paulus di Tesalonika. Kisah sukses dialami di sana sebab yang menerima Injil bukan hanya orang Yahudi, melainkan juga para pembesar provinsi Makedonia yang berada di Tesalonika yakni orang Yunani dan para perempuan terkemuka (Kisah 17:4).

Tapi tidak semua berjalan lancar, penolakan dilakukan oleh beberapa kalangan Yahudi yang menjadi provokator sehingga terjadi kerusuhan dan akhirnya Paulus dan timnya menuju Berea (Kisah.17:10). Berapa lama Paulus dan Tim berada di Tesalonika, tidak disebutkan. Tetapi sangat mungkin cukup lama sehingga kita menemukann dalam bacaan kita bahwa Paulus memiliki hubungan emosional yang erat dengan jemaat Tesalonika. Mari perhatikan lebih jauh bacaan kita saat ini.

 

TELAAH TEKS

Teks pada ayat 8-10 sebaiknya dipahami mulai dari ayat 1 surat 1 Tesalonika agar keutuhan pemahaman dapat kita peroleh. Beberapa pokok penting yang menjadi perhatian khusus adalah:

 

1.       Hubungan Erat Pelayan dan Jemaat (ay.1-5)

Perhatikan cara Paulus menulis pembuka surat ini. Setelah menyebut diri sebagai penulis surat dan salam rasuli (ay.1), Kita menemukan suasana penuh kasih diucapkan Paulus: “Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu dan mengingat kamu dalam doa kami”. Paulus membangun hubungan khusus dengan jemaat yang ia layani. Relasi ini bukan karena mencari keuntungan, melainkan karena kondisi rohani. Hal ini terlihat kuat pada ay.4 yakni Tesalonika telah dipilih Allah secara khusus.

 

Bagaimana Paulus menjaga relasi dengan jemaatnya agar iman mereka tetap terpelihara? Paulus mengingat tentang pekerjaan iman mereka, usaha kasih mereka, dan ketekunan pengharapan mereka (ay.2). Apakah itu? Apa pusat perhatian dan ingatan Paulus tentang jemaat Tesalonika? Hal-hal positif tentang Tesalonika itulah yang diingat Paulus.

 

Padahal Paulus dapat juga memilih mengingat keburukan Tesalonika, bukan? Tentang bagimana penolakan beberapa orang waktu Paulus dan timnya melakukan penginjilan di sana? Bukankah hal itu cukup menyakitkan untuk di kenang? Paulus memilih mengingat hal positif. Yang ia ceritakan dan bagikan tentang Tesalonika adalah hal-hal yang baik untuk membangun iman mereka.

 

2.       Reaksi penerima Injil (ay.6-7)

Sebagai jemaat penerima Injil, ternyata Tesalonika bertumbuh dan berbuah lebat bagi kemuliaan Tuhan. Mereka mengikuti teladan yang diajarkan justru ketika mereka dalam penderitaan (ay.6). Kemungkinan besar jemaat Tesalonika sedang mengalami kondisi tidak nyaman karena iman “yang baru” itu. Namun mereka tidak menjadi goyah. Bahkan hal yang sangat mengagumkan adalah mereka berhasil menjadi teladan bagi banyak orang (ay.7).

 

Iman yang bertumbuh dan berbuah dari jemaat Tesalonika ini terlihat dari kemampun mereka bertahan iman di tengah kondisi buruk dan penuh dengan penderitaan. Jemaat ini mampu bersinar justru ketika sedang berada di tengah badai yang mengamuk. Api pelayanan mereka tidak padam di tengah gelap yang pekat sekalipun. Tidak heran jika Makedonia dan Akhaya terkagum-kagum dan menjadikan ini sebagai teladan dan kesaksian iman (ay.7).

 

3.       Buahmu dinikmati banyak orang (ay.8-10)

Ternyata Tesalonika tidak perlu “menyombongkan” kisah iman mereka; dan Paulus tidak perlu “mengumbar” kisah sukses penginjilannya. Mengapa? Kisah perjuangan Iman jemaat Tesalonika menjadi inspirasi banyak orang. Bukan hanya Makedonia dan Akhaya, bahkan tersebar ke semua tempat (ay.8). Buah dari iman Tesalonika “dipetik” dan dinikmati oleh banyak orang.

 

Hal-hal baik tentang Tesalonika tersebar dari mulut ke mulut dan menjadi cerita berantai yang menarik perhatian banyak orang (ay.9). Hampir mustahil meninggalkan tradisi nenek moyang mengenai penyembahan berhala. Namun Tesalonika melakukannya dan itu sangat menggemparkan. Mereka tidak lagi melayani allah dari benda mati, mereka tidak lagi memberi tubuh mereka pada proses “persundalan suci” ala menyembahan berhala. Hal-hal dunia yang mengasikkan itu ditinggalkan jemaat Tesalonika. Mereka hidup baru. Mereka berbuah lebat dan berlimpah untuk dinikmati banyak orang.

 

Bukan hanya itu saja, mereka siap menderita sambil menanti kedatangan Yesus Kristus (ay.10). Kapankah Tuhan Yesus itu datang kembali? Surat yang ditulis sekitar tahun 70 M ini menarik untuk dihubungkan dengan kisah kesetiaan iman mereka. Hingga mereka meninggal Tuhan Yesus belum datang kembali. Bahkan hingga surat ini kita baca, 2000 tahun kemudian, Kristuspun beluam datang untuk menghakimi mereka yang bersalah. Tapi jemaat Tesalonika tetap tekun dalam penderitaan. Padahal hal ini tidak logis dan bertentangan dengan hal-hal logika pada ajaran Filsafat yang digandrungi pada masa itu. Kesetiaan mereka menjadi sesuatu yang layak diteladani dan dikagumi.

 

APLIKASI DAN RELEVANSI (bahan diskusi dalam persiapan)
Silakan aplikasikan Firman Tuhan ini ini berdasarkan 3 pokok bahan tafsiran di atas.

Friday, June 28, 2024

Kisah Para Rasul 4:32-37

 MEMBANGUN KEBERSAMAAN                                  
Kisah Para Rasul 4:32-37                                                         

 

Pengantar

Perikop ini adalah catatan sejarah mengenai bagaimana orang yang telah percaya (kepada Yesus)  itu pada awalnya membentuk suatu kumpulan, yang kemudian hari dikenal sebagai persekutuan orang percaya atau gereja.  Kumpulan orang yang telah menjadi percaya yang di catatan dalam Kisah Para Rasul ini disebut juga sebagai jemaat mula-mula atau gereja perdana.  Ada juga yang menyebutnya dengan istilah gereja purba.  Pada masa ini, karakteristik gereja masih sangat komunal, yaitu yang menjunjung tinggi kebersamaan, belum berbentuk organisasi terstruktur seperti yang dicatat dalam perikop ini.

 


Pemahaman Teks


4:32        Ayat ini menjelaskan dasar filosofis dari persekutuan jemaat yaitu sehati dan sejiwa ... mengesampingkan individualitas karena mengusung semangat kebersamaan.


4:33        Pimpinan dari persekutuan ini adalah rasul-rasul yang tugas utamanya bukan mengatur persekutuan tetapi bersaksi tentang kebangkitan Tuhan Yesus.  Sekalipun demikian, persekutuan ini bukannya menjadi kacau (karena para pemimpinnya hanya sibuk melayani firman bukan mengatur) tetapi malah hidup dalam kelimpahan (4:34:  tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka).  Hal ini didukung oleh ‘kesadaran’ jemaat yang:


4:34-35  rela menjual kepunyaan mereka lalu hasilnya dipersembahkan kepada Tuhan baru dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.


4:36-37 Ada juga seorang Lewi, yang bukan berasal dari antara mereka tetapi dari pulau Siprus bernama Yusuf (yang kemudian hari disebut Barnabas oleh rasul-rasul) ikut berpartisipasi dengan menjual ladang, miliknya demi menopang kehidupan bersama.

 

Renungan dan Penerapan

Cara hidup jemaat mula-mula dinilai sebagai cara hidup yang ideal dalam suatu persekutuan, yaitu ketika semua orang percaya hidup bersama, sehati sejiwa, saling berbagi kepunyaan dan saling memperhatikan satu sama lain.  Akan tetapi, cara hidup seperti ini tentu tidak lagi dapat diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan bergereja di masa kini karena (sebagai salah satu contohnya): berdasarkan alasan masing-masing, tidak seorang pun dari kita yang rela menjadikan harta miliknya menjadi kepunyaan bersama atau dipakai (tanpa imbalan) oleh setiap orang di persekutuan gereja (bnd. 4:32).  Kalaupun ada di antara kita yang menyerahkan tanah atau rumah pribadi untuk dijadikan tempat ibadah (gereja), hal ini tidak diikuti oleh yang lain (bnd. 4:34: ‘semua orang’  ...).  Perbedaan ini tentu disebabkan oleh keadaaan dan situasi yang sangat jauh berbeda antara jemaat mula-mula dengan jemaat masa kini.  Lagipula, Kisah Para Rasul pun tidak mencatat informasi mengenai: sampai berapa lama jemaat mula-mula hidup dengan cara seperti ini karena pada kenyataannya, kalau bukan karena situasi dan kondisi tertentu, tidaklah mungkin seseorang/ sekeluarga dapat hidup bersama-sama (=beramai-ramai) dengan orang/ keluarga lain selamanya.

Walaupun keadaan dan situasi yang sangat jauh berbeda antara jemaat mula-mula dengan jemaat masa kini, gagasan untuk membentuk suatu persekutuan yang ‘sehati sejiwa’ itu harus diwujud-nyatakan.  Sekalipun di dalam gereja, kita semua memiliki kerinduan untuk dapat ‘sehati sejiwa’ namun pada kenyataannya, mempersatukan orang-orang yang berbeda merupakan hal yang tidak mudah.  Pemahaman setiap orang tentang ‘sehati sejiwa’ pun seringkali tidak sama.  Yang disebut ‘sehati sejiwa’ itu terkadang adalah orang-orang yang sependapat sedangkan yang berbeda langsung dilihat sebagai ‘orang lain’.  Akhirnya, bukannya menjadi persekutuan dengan banyak anggota malah menjadi persekutuan dengan banyak kelompok.  Hadirnya kelompok-kelompok dalam persekutuan gereja seringkali tidak bisa dihindarkan (kelompok berdasarkan daerah asal, berdasarkan persamaan minat, kelompok arisan, dll).  Lalu bagaimana kita mengartikan ‘sehati sejiwa’?  Mari belajar dari perikop ini:

Orang bijak menyadari bahwa tidak ada sahabat yang setia maupun musuh yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan bersama.  Maksudnya:  yang tadinya sahabat, satu kali bisa menjadi musuh; yang semula bermusuhan bisa menjadi sahabat tergantung dari apa kepentingannya.  Dalam perikop ini, semua orang yang telah menjadi percaya memiliki kepentingan bersama yaitu menjadi saksi akan kebangkitan Kristus (4:33) dan hidup bersatu dalam kasih sebagai tanda bahwa mereka adalah murid Yesus (Yoh 17).  Selama mereka memiliki kepentingan yang sama, mereka akan selalu berusaha untuk mewujudkan kepentingan itu.  Topik percakapan pertama:  jika kita hendak mewujudkan suatu persekutuan yang ‘sehati sejiwa’, kepentingan bersama apa yang seharusnya menjadi dasar persekutuan kita?

Demi mewujudkan kepentingan bersama itu, jemaat mula-mula rela menjual harta milik/ kepunyaannya.  Topik pertanyaan kedua:  apa yang membuat kita sering kali tidak dengan rela menjadikan harta/ kepunyaan kita dipakai bersama demi pelayanan gereja.

 

Penutup

Mari kita perhatikan apa yang sebenarnya mereka lakukan: 4:34-35  mereka menjual kepunyaan mereka lalu hasilnya dipersembahkan kepada Tuhan baru dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.  Mereka tidak menjual harta kepunyaan mereka lalu membagi-bagikan kepada orang lain secara ‘membabi buta’ tetapi hasil dari penjualan mereka terlebih dahulu diserahkan kepada Tuhan.  Apa yang mereka serahkan/ persembahkan kepada Tuhan itulah yang pada akhirnya menjadi berkat bagi orang lain (Mrk 8:6).  Pemahaman inilah yang harus kita hayati dan berlakukan bahwa apapun yang dengan rela dan sukacita diserahkan kepada Tuhan (2Kor 9:7) akan menjadi sesuatu yang mencukupkan kebutuhan orang lain.

Sunday, November 19, 2023

Tembok Berapi Zakharia 2:1-5

 ZAKHARIA 2:1-5

 


Pendahuluan

Tembok Besar Cina mulai didirikan pada abad ke-3 SM. Tembok yang kerap disebut sebagai "keajaiban dunia kedelapan" itu memiliki panjang sekitar 1.500 mil (2.400 kilometer). Tembok Besar tersebut dibangun untuk melindungi rakyat dari serbuan mendadak para pengembara dan menjaga mereka dari penyerangan yang dilakukan oleh negara-negara musuh. Bacaan kita hari ini berbicara juga tentang pembangunan tembok dan kota Yerusalem pasca pembuangan di Babel. Waktu itu, masih sangat sedikit orang yang kembali dari pembuangan, sehingga Yerusalem belum dapat dibangun kembali. Kota itu masih berupa puing-puing,


Dalam kondisi inilah Nabi Zakharia menerima penglihatan dari TUHAN tentang bagaimana nantinya TUHAN, Allah Israel akan terlibat dalam pemulihan umatNya yang mengalami penderitaan karena pembuangan akibat dosa kesalahan dan hukuman yang diberikan TUHAN bagi mereka.


Telaah Perikop (Tafsiran)

Sebutan "Zakharia" menunjuk kepada Zakharia anak dari Berekhya dan cucu dari Ido (1:1.7). Nama "Zakharia" adalah nama yang populer. Dalam Perjanjian Lama, ada sekitar 27-30 orang yang memakai nama "Zakharia". Sebutan "Zakharia" berarti Allah mengingat atau Allah telah mengingat. Nama "Zakharia" menjelaskan bahwa Allah mengingat umat-Nya dan Ia mengingat (setia terhadap) janji-Nya terhadap bangsa Israel. Mungkin nama ini mengungkapkan rasa syukur orang tua Zakharia karena mereka dikaruniai anak laki-laki. Seperti Yeremia dan Yehezkiel, Zakharia adalah seorang nabi sekaligus seorang imam (Nehemia 12:16). Ido (kakek Nehemia) juga seorang imam (Nehemia 12:1,4). Zakharia dilahirkan di Babel.

 

Saat orang Yahudi kembali ke Palestina di bawah pimpinan Zerubabel dan Imam Besar Yosua, dia ikut dengan kakeknya kembali ke Palestina. Bila yang dimaksud dengan "orang muda" dalam Zakharia 2:4 adalah Zakharia, maka berarti bahwa Zakharia dipanggil untuk bernubuat pada tahun 520/519 BC (sebelum Masehi), saat usianya masih muda. 

 

Terdapat delapan penglihatan yang dialami oleh Zakharia mulai dari pasal 1-6 kitab ini. Khusus pasal 2:1-5 adalah penglihatan ketiga tentang: “Seorang Yang Sedang Memegang Tali Ukur”. Isi dari penglihatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:


1.     Pada ayat 1-2, Zakharia melihat ada seorang malaikat yang sedang memegang tali pengukur. Tujuan dari malaikat pemegang tali pengukur itu hadir adalah untuk mendapatkan ukuran panjang dan lebar dari kota Yerusalem yang hancur tersebut. Penglihatan ini memberi makna penting bagi Zakharia yang saat itu sedang berada di tengah reruntuhan Yerusalem ketika ia dan kakeknya kembali dari pembuangan. Bagi Israel dan Zakharia, penglihatan itu memberikan suatu harapan bahwa Kota Yerusalem yang akan diukur berarti itu akan segera dibangun, sebagaimana halnya dalam Yeh 41:13.

 

Hadirnya malaikat Tuhan yang turun tangan mengukur dan memulai persiapan pembangunan itu, hendak menyatakan bahwa TUHAN akan terlibat langsung  dalam pembangunan itu. Penglihatan ini juga memberikan makna bahwa Allah memberikan semangat kepada mereka untuk terus bekerja dan berusaha memulihkan Yerusalem karena DIA sendiri menyertai umatNya itu.

 

2.     Perhatikan ayat 3-5 bacaan kita. Terdapat kontradiksi antara ayat 1-2 dengan ayat 3-5 pada perikop ini. Pada ayat 1-2 pembangunan Yerusalem dan terutama temboknya akan segera dimulai. Namun justru pada ayat 3-4 kita menemukan bahwa malaikat TUHAN menubuatkan bahwa Yerusalem itu tidak akan didirikan tembok dan dibiarkan seperti padang terbuka. Bagaimanakah hal ini dipahami?

 

Penglihatan pada bagian ini membicarakan kota Yerusalem namun dengan kondisi waktu yang berbeda. Ayat 1-2 memberikan penguatan untuk pembangunan ulang kota Yerusalem di Palestina pada zaman Zakharia yaitu Yerusalem lama. Namun pada ayat 3-4 membicarakan tentang Yerusalem baru yakni Yerusalem di masa kerajaan 1000 tahun, ketika kota ini tidak akan bertembok lagi dan penuh sesak dengan orang banyak. Jadi ada dua Yerusalem yang disebutkan secara bersamaan dalam perikop ini.

 

Itulah sebabnya dalam ayat 5 bacaan kita menegaskan bahwa TUHAN, Allah Israel sendirilah yang akan mejadi Tembok Berapi yang mengelilingi dan memagari Yerusalem. Walaupun janji ini berbicara tentang Yerusalem baru, namun juga memberikan makna yang penting bahwa Israel di masa Zakharia pun akan menjadi tempat kediaman umat yang dilindungi oleh TUHAN bagaikan tembok berapi itu.

 

Relevansi dan Aplikasi

Berdasarkan kisah yang ada dalam bacaan kita ini, maka ada beberapa hal pokok yang dapat kita relevansikan dalam hidup beriman kita, yakni:

1.     Setiap hal yang kita alami dan jalani dalam hidup ini telah disiapkan dan direncanakan oleh TUHAN. Entah hal itu kelihatannya baik maupun kelihatannya buruk. Pemulihan pasti terjadi. Pada ayat 1-2 janji TUHAN akan memulihkan umat TUHAN melalui pembangunan kota dan tembok Yerusalem setelah mereka selesai menjalani penghukuman akibat dosa dan kejahatan mereka. Dengan ini pun kita harus mengimani bahwa TUHAN maha pengampun dan tidak selamanya menghukum umatNya. Ia akan memulihkan setiap pribadi yang mengalami kegagalan hidup karena dosa dan kesalahan. Sudah pasti, dibalik murka TUHAN akan ada pengampunan dari TUHAN.

 

2.     Jika di kota-kota besar di Indonesia mengalami masalah dengan padatnya penduduk, maka pada penglihatan ke tiga Zakharia, kita diperhadapkan pada sesuatu hal yang berbeda. Zakharia melihat dalam penglihatannya ada seorang pemuda  berlari untuk mengukur panjang dan lebarnya kota Yerusalem dengan menggunakan tali pengukur, tetapi kemudian dihentikan oleh seorang malaikat yang mengatakan bahwa Yeruselem akan menjadi seperti padang yang terbuka. Perkataan malaikat ini berarti Yerusalem yang akan dibangun kembali bukanlah sebuah kota yang sempit dan terbatas seperti kota Yerusalem sebelumnya, melainkan sebuah kota yang besar dan megah yang mampu menampung berapapun banyaknya manusia (lih zak 2: 4). Dan kota itu di jaga oleh Allah sendiri sehingga menjadi sebuah kota yang benar-benar aman dari segala musuh-musuh dan Allah akan dimuliakan di dalam kota tersebut (Zak 2:5).

 

Di bagian lainnya nast ini mengingatkan kita pada penglihatan Yohanes di kitab Wahyu tentang Yerusalem Baru sebagai kota kudus…”kota itu penuh dengan kemulian Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah….”(Why 21:11). Dan sesuatu hal yang menarik tentang kota Yerusalem Baru bahwa tidak ada Bait Suci di dalamnya, sebab Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa adalah Bait Suci-Nya (lih. Why 21:22) orang-orang dapat langsung menyembah dan memuliakan-Nya (bnd Zak 2:5). Mereka yang akan tinggal di kota tersebut adalah orang-orang percaya dan yang telah melakukan firman-Nya. Istilah lain untuk mereka yang tinggal di Yerusalem Baru adalah para mempelai-Nya atau anak-anak Allah, yang berarti mereka yang benar-benar memiliki hubungan yang sangat dekat yang dapat menjadi keluarga Allah. Jika keadaannya seperti itu, siapakan di antara kita yang tidak menghendaki kota yang seperti ini? Siapakah yang tidak ingin akan adanya suatu jaminan kesejahteraan dan keamanan? Sebuah kota yang indah, sebuah kota idaman!? Semua manusia pasti mengingininya. Kiranya kita kelak pun akan Yerusalem Baru itu apabila hidup kita berkenan kepadanya selalu. Amin.

Pdt. I Nyoman Djepun

Thursday, March 2, 2023

EFESUS 2:4-10

 

EFESUS 2:4-10
ANUGERAH YANG LUAR BIASA
 
 
PENGANTAR

Surat kepada jemaat di Efesus ini ditulis oleh Rasul Paulus ketika ia sedang berada dalam penjara di Roma sekitar tahun 60-61 M. Surat ini dikirim Paulus ke Efesus melalui seorang yang bernama Tikhikus (6:21,22) yang juga adalah orang yang sama menyampaikan surat kepada jemaat Kolose. Hal ini terlihat dengan jelas pada kesamaan atau kemiripan redaksional penutup kedua surat ini yakni pada Kol.4:7 dan Ef.6:21-22.
 
Pada saat itu Efesus dan masyarakatnya dari sisi keagamaan masih sangat dipengaruhi pada penyembahan terhadap dewi Artemis. Penyembahan terhadap dewi ini menjadi hal pokok dan utama bukan saja karena ia dianggap sebagai demi kesuburan dan kemakmuran, namun juga karena di beberapa tempat pada budaya Yunani Kuno, dewi Artemis dipandang sebagai Soteira (penyelamat) dan Agrotera (pemburu) dan merupakan dewi pemimpin para penjaga dari segala hal yang ada di alam liar seperti pohon dan sungai. Bagi Efesus, dewi Artemis sangat dipuja karena ia dianggap menjamin keselamatan dan kehidupan mereka.
 
Itulah sebabnya isi surat Efesus yang dituliskan Paulus ini berintikan ajaran tentang bagaimana memperoleh keselamatan yang sejati dalam diri orang percaya. Hal ini dengan sengaja dutulis untuk mematahkan pemahaman keselamatan yang muncul diberbagai budaya dan bangsa termasuk Efesus.
 
TELAAH PERIKOP
Bacaan kita saat ini merupakan bagian dari satu perikop (ay.1-10) yang berbicara tentang keselamatan oleh karena Kasih karunia Allah. Paulus memulai dengan siapa jemaat Efesus dan siapa dirinya ketika belum mengecap kasih Kristus. Paulus menyebut bahwa Efesus dan dirinya terkategori “mati” karena perbuatan dosa dan pelanggaran kepada Allah (ay.1-2). Label yang tepat bagi mereka yang berbuat dosa adalah “orang-orang yang dimurkai” karena hidup dalam hawa nafsu daging dan pikiran yang jahat (ay.3). Tetapi status itu berubah oleh karena Kasih Allah yang besar dan penuh rahmat, yang mengubah “status mati” menjadi hidup bersama Kristus karena kematian dan kebangkitan-Nya (ay.4-7). Keselamatan kemudian menjadi milik kita. Selanjutnya, bagaimana memandang keselamatan tersebut? Ayat 8-10 memberikan beberapa jawaban yang harus dilihat secara iman.
 
1.     Keselamatan adalah Pemberian Allah (ay.8)
Bagaimana sesungguhnya keselamatan itu diperoleh? Secara tegas, Paulus menyatakan bahwa keselamatan itu bukan hasil usaha manusia. Sebaliknya itu merupakan pemberian Allah karena Kasih KaruniaNya. Terdapat dua kata kunci mengenai keselamatan itu, yakni Kasih Karunia dan Pemberian Allah. Terkesan bahwa dua istilah ini mirip. Tapi benarkah demikian? Mari lihat penjelasan berikut:
 
a.  Tentang Kasih Karunia.
Kasih Karunia berasal dari kata χάρις (kharis) yang berarti “anugerah Allah” dan atau juga bermakna pemberian cuma-cuma dari Allah tanpa usaha dari pihak manusia. Istilah ini sepadan dengan istilah PL yakni Bah. Ibrani: חָנַן (Khanan) yang berarti sama dengan istilah karunia dengan penekanan khusus bahwa pemberian itu diberikan oleh sesorang yang kedudukannya lebih tinggi yang sebenarnya tidak layak diterima bawahannya karena terlalu berharga, misalnya Kejadian 6:8; Kejadian 6:7; Keluaran 33:17.
 
Dengan demikian, Kasih Karunia bukan hanya dipandang sebagai pemberian gratis atau cuma-Cuma, melainkan sesuatu yang sebenarnya tidak layak kita terima namun denga rela dan tulus diberikan oleh Allah. Dengan kata lain, keselamatan itu disebut sebagai bentuk kasih karunia Allah, sebab sesungguhnya kita tidak layak untuk diselamatkan.
 
b.  Tentang Pemberian Allah.
Istilah Pemberian Allah yang dipakai Paulus dalam surat ini berasal dari istilah PB atau bahasa Yunani: δῶρον (doron) yang berarti hadiah, dan atau sesuatu yang sudah terhidang di depan mata tanpa perlu diusahakan. Hal ini bermakna bahwa keselamatan disebut pemberian Allah, karena proses hadirnya pemberian itu, dan bagaimana hingga hadir tidak ada campur tangan manusia. Pihak penerima hanya “terima bersih” tanpa ribet atau repot.
 
2.     Bagaimana menyikapi pemberian itu (ay.9)
Tidak tepat jika seseorang tidak mengusakan sesuatu dari suatu hasil kerja, kemudian menyombongkan dan memamerkan bahkan mengkalim hal itu sebagai usahanya. Demikian juga dengan keselamatan. Produk ini murni karya kasih karunia Allah, dan manusia menerimanya sebagai hadian alias pemberian “terima jadi” tanpa usaha.
 
Maka tidak tepat jika kemudian menyebut dengan bangga bahwa “karena saya lakukan hal baik, maka saya diselamatkan” dan atau bagian lain misalnya: merendahkan orang lain dan dengan lantang berkata: “kamilah yang paling benar, yang punya Sorga dan yang diselamatkan, tetapi kamu tidak. Langkah tepat menyikapi pemberian itu adalah dengan bersyukur.
 
3.     Apa yang harus dinampakkan sebagai penerima (ay.10
Bersyukur adalah cara yang tepat untuk merespon pemberian gratis yang besar jumlahnya itu. Namun, jika hanya bersyukur namun tetap berada di dalam dosa, itu namanya tidak tahu bersyukur. Orang yang bersyukur atas keselamatan yang ia terima, segera berubaya hidup dan melakukan berbagai pekerjaan baik (ay.10). Berbuat baik bukan supaya diselamatkan. Sebab perbuatan baik apapun tidak akan menyelamatkan siapapun.
 
Berbuat baik adalah cara kita menunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah pribadi yang telah diselamatkan. Dengan berbuat baik, akan menjadi kesaksian bahwa karya keselamatn Allah telah kita kecap dalam hidup ini.
 
 
RELEVANSI DAN APLIKASI
 (silakan tambahkan aplikasi firman ini sesuai dengan tafsiran di atas yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari dan kebutuhan warga di tempat saudara melayani)
 
 
 
 
 

Wednesday, March 1, 2023

LUKAS 11:1-13

 Lukas 11:1-13
Pdt. Cindy Tumbelaka

Pengantar

Berbeda dengan Injil Matius, Lukas mencatat bahwa ajaran Yesus tentang hal berdoa disampaikankan ketika dalam suatu perjalanan, Yesus berhenti di suatu tempat untuk berdoa. Dari permintaan seorang murid Yesus ini, kita mendapat gambaran bahwa murid ini minta diajari berdoa karena ia melihat Yesus berdoa. Pada saat itu ada pemahaman yang berkembang, bahwa seorang guru umumnya akan mengajarkan muridnya berdoa, karena itulah murid tersebut menjadikan Yohanes sebagai acuan. Yesus tidak keberatan memenuhi permintaan salah seorang murid-Nya itu, bahkan, dalam doa yang diajarkan Yesus, kita seperti diajak memasuki suatu pemahaman yang kaya mengenai Kerajaan Allah.

 

Pemahaman Teks

Ay. 2

Sapaan ‘Bapa’ menjadi hal yang ‘mengangkat status’ pendengar (= murid-murid Yesus pada waktu itu) mengingat bahwa mereka adalah kelompok yang sedang dicari-cari kesalahannya (= ‘dikritisi’) oleh para pemuka agama pada waktu itu (Luk 5:21, 30). Sebagai manusia pada umumnya, sikap para pemuka agama itu dapat saja membuat murid-murid Yesus meragukan ‘status’ mereka di hadapan Allah. Itulah mengapa, ketika Yesus mengajarkan mereka untuk menyapa Allah dengan sebutan ‘Bapa’ dalam doa, mereka seperti disadarkan bahwa mereka tetap dianggap ‘anak’ oleh Tuhan, Allah yang mereka sembah. Sehubungan dengan itu, ungkapan “dikuduskanlah nama-Mu” menunjukkan bahwa sekalipun mereka ‘boleh’ memanggil

Tuhan sebagai ‘Bapa’ namun sapaan itu tidak mengurangi wibawa Allah di hadapan umat-Nya. Umat yang adalah anak-anak Allah tetap harus mengutamakan kekudusan nama TUHAN.

 Ay. 2

Orang pada umumnya berpikir bahwa hal Kerajaan Allah adalah sesuatu yang ilahi, yang akan ‘didatangi’ setelah kematian namun Yesus menghadirkan Kerajaan Allah justeru pada saat mereka masih hidup. Dampak psikologis dari ungkapan ini adalah murid-murid seperti dibawa kepada ‘nuansa’ yang lain yaitu nuansa ilahi ketika berdoa.

Ay.3

Umumnya orang berdoa karena ingin untuk meminta sesuatu. Yesus tidak menyalahi maksud itu; kita boleh meminta, tetapi sebatas pada apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Itu artinya dalam jumlah yang cukup, tidak kurang supaya kita tidak mengeluh tetapi tidak juga berlebihan supaya tidak pongah.

 Ay. 4

Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk minta ampun. Secara tidak langsung, Yesus memberi gambaran hubungan yang penuh pengampunan dengan Tuhan haruslah juga sejalan dengan hubungan kita dengan orang lain. Dalam doa, kita dapat menjalin hubungan yang akrab dengan Tuhan dan hubungan yang sama pun harus terjalin dengan sesama.

 Ay. 5-13

Yesus sedang meyakinkan murid-murid-Nya tentang bagaimana doa yang diajarkan-Nya itu pasti ‘dikabulkan’ oleh Allah.

 Ay. 5-10

Hal pengabulan doa: Yesus mengibaratkan orang yang didatangi sahabatnya untuk meminta roti, orang itu akan memberikannya karena ia tidak mau malu terhadap sahabatnya itu. Begitu juga Allah terhadap orang yang meminta kepada-Nya. Mekanismenya sangat wajar: bahwa orang yang meminta pasti akan menerima.

 Ay. 11-13

Yesus mengibaratkan seorang ayah hanya memberi yang baik kepada anak-anaknya. Sedangkan Allah lebih dari itu. Roh Kudus, pemberian Allah dapat dikatakan sebagai ‘pemberian serba guna’ bagi kita anak-anak-Nya.

 

Renungan dan Penerapan

Wajar jika kita baru mau melakukan sesuatu setelah diberi jaminan bahwa apa yang kita lakukan itu akan membawa hasil yang memuaskan atau yang menguntungkan. Demikian juga dengan berdoa. Banyak orang baru mau berdoa ketika dalam keadaan terdesak atau punya keinginan tertentu. Berdoa menjadi pilihan terakhir setelah kita kehabisan ide untuk berusaha. Bacaan ini membawa kita kepada sisi doa yang lain, bahwa doa bukan sekadar tentang ‘meminta’ melainkan:

 1.       Dalam nuansa doa, diperbolehkannya kita memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’ bukan sekadar untuk ‘menaikkan status’ dari manusia berdosa menjadi anak Allah melainkan memperkenalkan kita kepada cara Allah memperlakukan kita yaitu bagaikan bapa kepada anaknya. Pemahaman ini akan menjadi hal yang sangat menguatkan bagi kita yang sehari-hari seringkali dipersalahkan orang, semua yang kita lakukan tidak ada yang benar, selalu salah di mata orang dan akhirnya menjadi bahan bulan-bulanan. Kita yang mengalami hal itu seringkali menjadi pribadi yang rendah diri, tidak percaya diri bahkan sulit menerima kebaikan orang lain. Kita bahkan menjadi cepat curiga terhadap perlakuan orang yang baik sekalipun. Kepada kita yang demikian, Yesus menyampaikan bahwa ada Allah yang ‘mengangkat’ kita sebagai anak-Nya. Dalam kekudusan-Nya dan demi pembenaran dalam Kristus, Allah tidak mempersalahkan kita karena itu datanglah kepada-Nya dalam doa. Hanya dalam (nuansa) doa kita dapat berdiri sebagaimana adanya di hadapan Allah.

2.       Kita diarahkan untuk merasakan bahwa kita ini sudah atau sedang berada di dalam Kerajaan Allah. Bagi kita yang percaya, dunia tempat kita hidup sehari-hari adalah Kerajaan Allah. Jika demikian maka kita seharusnya hidup berkecukupan dalam hal jasmani dan berkelimpahan dalam hal rohani. Inilah yang membuat kita tidak perlu meminta yang berlebihan kepada Bapa melainkan mulai berpikir bahwa di dalam Kerajaan Allah yang seharusnya terjadi adalah apa yang dikehendaki Allah bukan apa yang kita minta atau inginkan. Dalam hidup, kita mengalami banyak hal yang mengilhami kita untuk meminta ini itu kepada Tuhan tetapi dalam doa yang diajarkan Yesus, mari mulai meyakinkan diri bahwa semua yang kita butuh untuk mengadapi hidup sudah Tuhan sediakan tinggal kita bertaruh iman dengan selalu melafaskan: “jadilah kehendak-Mu …”

 3.    Menyadari diri sebagai pendosa yang memerlukan pengampunan, kita sering meminta pengampunan kepada Allah namun pelit dalam memberi ampunan kepada sesama. Secara sederhana, Yesus mengajarkan kita bahwa hubungan yang penuh ampun dari Bapa seharusnya terjadi juga antara kita dengan orang lain. Kita mendambakan suasana yang penuh kasih, penuh maklum, penuh pengertian dan akhirnya ampunan ketika berhubungan dengan Bapa lewat doa. Oleh karena itu ciptakanlah suasana yang sama ketika kita berhubungan dengan orang lain.

 

Meyakini adanya jawaban terhadap permohonan kita bahwa Allah akan memberi yang baik bagi anak yang meminta kepada-Nya. Namun ada kalanya tidak semua doa dijawab Tuhan sesuai permintaan atau harapan kita. Pertanyaannya: salah di mana? Umumnya, kesalahan terletak pada pemahaman kita tentang doa. Berdoa yang kita pahami adalah tindakan yang untuk ‘meminta dan mendapatkan’ padahal dalam bacaan ini, Yesus mengajak kita terlebih dahulu masuk ke dalam hubungan Bapa – anak, baru setelah itu kita akan mengetahui bagaimana sebenarnya cara atau pertimbangan Tuhan dalam menjawab doa.

Monday, March 21, 2022

PENDEWASAAN DAN PERTUMBUHAN IMAN

PENDEWASAAN DAN PERTUMBUHAN IMAN
MAZMUR 22:1-6

Oleh: Dkn. Tangi Simamora


Ibu/bapak dan saudara, pernahkah kita mengalami gejolak di dalam  iman saat keadaan yang kita hadapi begitu sangat sukar untuk dijelaskan. Namun saat kita mengetuk, pintu tidak dibukakan, saat kita meminta tidak diberikan bahkan saat kita mencari kita tidak mendapat apapun. Lalu bagaimana reaksi atau respon kita atas keadaan yang demikian ? masihkah kita tetap percaya kepada Allah ?

Nah melalui pembacaan kita pada hari ini, kita diajarkan melalui mazmur daud bagaimana sikap dan respon kita menghadapi situasi yang demikian.,

Ibu/bapak dan saudara, sebelum saya masuk ke dalam pasal ke 22, jika membandingkan dengan pasal-pasal sebelumnya, kita akan melihat perbedaan yang cukup mencolok. Di pasal-pasal sebelumnya kita melihat bahwa pemazmur atau Daud menuliskan mazmur tentang kemenangan, Daud menuliskan mazmur tentang berkat, Daud menulis mazmur tentang sukacita, tentang kegirangan senantiasa. Bahkan Daud menulis mazmur tentang Tuhan yang menjadi bukit batu, kubu pertahanan, gunung batu, kota benteng yang teguh dan seterusnya. Seolah olah memang hidup Daud luar biasa bersama dengan Tuhan.

Tetapi kalau ibu/bapak membandingkan di mazmur pasal yang ke 22 ini, maka ada perbedaan yang sangat kontras dari apa yang daud tuliskan sebelumnya. bagian pertama yang dapat kita pelajari…coba kita lihat di ayat 2-3 (baca ayat nya)..

Bapak/ibu dan saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, ini berbicara mengenai seruan yang tidak dijawab oleh Tuhan. Seruan ini cukup familiar juga dengan kita karena Tuhan Yesus juga mengucapkannya hal yang sama.

Didalam ayat ini daud merasa bahwa Allah tidak memperhatikan dia, terutama tidak memperhatikan pergumulan berat yang sedang dia alamii…. Lebih lanjut di ayatnya yang ke-3, ada 2 kata yang cukup menarik. Siang dan malam daud berseru kepada Tuhan, tidak putus-putusnya atau senantiasa berseru kepada Tuhan atas pergumulan yang dia rasakan, atas masalah yang dia alami, atas tekanan yang dia alami, makanya dia berseru kepada Allah siang dan malam. Ini saya berandai-andai bapak/ibu kalau pada saat itu seruannya dijawab oleh Tuhan, bisa jadi tidak akan ada mazmur pasal ke 22 ini. Tetapi pada saat itu seruannya tidak/belum dijawab oleh Allah.

Bagian yang kedua ialah kita lihat di ayatnya yang ke 4 sampai ke 6 (baca ayat 4-6). Didalam bagian ini kita diajarkan bahwa ketika seruan daud yang tidak atau belum diajawab oleh Allah, daud tetap memposisikan Tuhan Allah sebagai sosok yang maha kudus, yang telah menyelamatkan bangsa Israel atau nenek moyang daud.  Bahwa sekalipun seruan daud, pergumulan daud tidak atau belum diajawab oleh Allah, daud percaya bahwa Allah itu kudus yang akan menggenapi janji janjiNya bagi daud yang juga umatNya.

Seperti itu Firman Tuhan diberitakan bagi kita.

Nah sekarang bapak/ibu yang dikasihi oleh Tuhan, seperti pembukaan yang telah saya sampaikan tadi…ketika ada masalah atau ada pergumulan yang kita hadapi,,

Hal pertama yang harus kita lakukan ialah berdoa kepada Allah. Berdoa kepada Tuhan. Sampaikanlah permasalahan kita, sampaikanlah pergumulan kita kepada Allah.

Ada yang menarik pada saat kita berdoa menyampaikan permasalahan dan pergumulan kita kepada Allah, secara manusiawi pastinya kita ingin mendapatkan jawaban dari Tuhan atas masalah masalah tersebut secara cepat atau instant.

Melalui pembacaan kita, kita harus paham bahwa jawaban Allah atas doa pegumulan kita, atas seruan kita merupakan sepenuhnya Hak dari Allah. Kita tidak boleh mendikte jawaban Allah atas doa kita dan seruan permohonan kita…

Allah bisa menjawab doa kita dengan Ya, Tidak ataupun belum dijawab. Artinya apa, kalau Allah menjawab doa kita ataupun belum dan tidak, kita tetap harus mengucap syukur...  jika doa kita dijawab ya oleh Allah pasti mengucap syukur bukanlah hal yang sulit.

seringkali banyak orang oleh karena doanya tidak dijawab oleh Tuhan  ataupun belum dijawab oleh Tuhan pergumulannya maka dia meninggalkan Tuhan, itu parahnya. Atau dia mengabaikan hal hal rohani, hal hal yang berkaitan dengan Tuhan karena dia kecewa, dia bosan berseru kepada Tuhan, dia sangat kesal karena tidak dijawab doanya oleh Tuhan.

kalau jawabannya belum atau tidak, kita tetap harus berdoa kepada Tuhan, bukan untuk menanyakan jawabannya apa kepada Allah, tetapi mintalah kepada Allah untuk memberi kita kekuatan atas pergumulan serta masalah yang kita hadapi…

hal yang kedua yang bisa kita ambil ialah ketika kita berdoa berseru kepada Tuhan atas permasalahan yang kita hadapi, jadikan doa permohonan kita ini menjadi sarana instrospeksi diri kita atas berkat dan anugerah Tuhan, atas perbuatan perbuatan ajaib Tuhan yang sudah lakukan dalam hidup kita. Tujuannya apa ???

Ketika kita  berhadapan dengan masalah, tantangan, berada dalam kesulitan, berada dalam penderitaan,, berdoalah kepada Tuhan dengan mengingat kembali anugerah serta perbuatan-perbuatan Allah yang besar dalam hidup Ibu/Bapak, saudara dan saya. Kalau kita baca mazmur pasal 22 ini di ayatnya ke 10-11, jelas tertulis bahwa sejak dalam kandungan pun pemeliharaan Tuhan sudah ada atas kita. Lebih lanjut diayatnya yang ke 5 dan ke 6, daud mengingat kembali anugerah dan penyertaan Tuhan atas nenek moyangnya atau bangsa Israel..

Kita mengingat bahwa Tuhan dulu menolong kita,  kita mengingat bagaimana Tuhan melepaskan kita, memulihkan keadaan kita, bahkan memberkati kita.. maka doa yang seperti inilah yang  akan memunculkan iman dan pengharapan bagi kita semua…

Sebab kalau dulu Allah sanggup menolong, maka dimasa sekarang Allah yang kita sembah di dalam Yesus Kristus tidak pernah berubah… dulu bisa, sekarang bisa,, dulu Kristus menolong, sekarang pun Tuhan menolong. Dulu Tuhan memelihara, hari ini pun kita percaya bahwa pemeliharaan Tuhan tidak pernah berubah. Bahkan tidak hanya sekedar memelihara dan membuat kita cukup, dia Tuhan.. yang juga rindu menyatakan kelimpahannya bagi kita.

Jadi ibu/bapak, kalau didalam doa kita mengingat perbuatan-perbuatan Allah yang besar dalam hidup kita, maka itu akan memunculkan iman dan pengharapan bagi kita kepada Tuhan atas permasalahan serta pergumulan yang kita hadapi…

Ibu/bapak dan saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus,,sebagai penutup renungan pada hari ini, ketika kita diijinkan Tuhan mengalami hal-hal sulit dalam hidup kita, mengalami pergumulan serta permasalahan dalam hidup kita, jadikanlah hal tersebut sebagai proses pendewasaan iman dan pertumbuhan iman kita kepada Tuhan.  Jadi memang ada fase dalam hidup ini seolah olah Tuhan meninggalkan kita, seolah olah doa kita tidak didengar oleh Tuhan. Jadilah dewasa,, itu proses pertumbuhan rohani,, itu proses pendewasaan,, itu proses pertumbuhan iman,,

Iman tidak harus melihat,, iman artinya percaya bahkan tidak melihat. Kita percaya Dia tetap Bapa yang baik sekalipun hal yang buruk diijinkan terjadi pada hidup kita..  kita percaya bahwa Rancangan Tuhan adalah rancangan yang sempurna…

Sekalipun,, mungkin; rencana kita berantakan.. itu adalah iman..

Maka melalui perikop bacaan kita, kiranya dapat mendewasakan iman kita kepada Tuhan atas permasalahan dan pergumulan yang kita hadapi.

Tuhan yesus memberkati, Haleluya, Amin….

PENGORBANAN DALAM PELAYANAN 1 TESALONIKA 2:7-9

                                                                  1 TESALONIKA 2:7-9 BAHAN PERSIAPAN IBADAH KELUARGA 11 September 2024 ...