Sunday, March 2, 2014

BAHAN RENUNGAN IBADAH RABU 05 MARET 2014


YESAYA 58:9-12

Pendahuluan
Banyak orang beranggapan bahwa seseorang itu dikatakan "saleh", bila dia mampu menjalankan setiap ketentuan dan tuntutan ajaran agamanya. Namun anggapan ini sangat berbahaya, bila ketentuan dan tuntutan ajaran agama tersebut dijalankan dengan motivasi salah. Misalnya, agar dipuji orang dan disebut sebagai orang saleh. Secara khusus, Yesaya menyinggung pola berpuasa yang salah. Puasa dianggap cukup bila kita tidak makan dan minum. Namun penindasan, pemerasan, kelaliman terhadap para buruh, orang asing dan kaum lemah tetap dilakukan. Bukankah hanya orang-orang munafik yang melakukan hal ini? Tuhan Yesus, dalam Perjanjian Baru, mengecam: "Celakalah hai orang-orang munafik!"

Telaah Perikop
Kalau kita memperhatikan pembagian kitab Yesaya, nas kita dikelompokkan pada bagian Trito Yesaya (Psl.55-66), yang menceritakan kehidupan bangsa Israel setelah pulang dari pembuangan Babel. Nas kita (Yesaya 58:4-14) merupakan kritikan terhadap ibadah umat Israel, dalam hal ini sehubungan dengan cara mereka berpuasa. Satu hal yang positif bahwa umat Israel sekembali mereka dari pembuangan Babil, mereka masih melakukan ibadah dengan rajin, rajin mengkaji kebenaran di dalam hukum Allah (ayat 2-3) dan juga rajin berpuasa tentunya dengan harapan besar agar Tuhan mengabulkan atau memberikan apa yang menjadi harapan mereka sebagai bangsa yang baru “merdeka” yakni untuk hidup sejahtera.

Tidak disebutkan apakah puasa dilakukan secara bersama-sama (keseluruhan umat), secara kelompok atau pribadi-pribadi, juga jenis puasa yang dilakaukan dan lamanya berpuasa. Hal ini dikemukakan karena dalam Perjanjian Lama hanya ada satu praktek puasa yang ditentukan yaitu pada saat hari Pendamaian (hari pengampunan dosa – Im 16; 23:26-32).

Saat itu, seluruh bangsa Israel merayakan hari itu dengan berpuasa dan beristirahat. Namun sebagaimana telah disebutkan bahwa praktek puasa sudah biasa dilakukan dalam kehidupan umat Israel sejak nabi Musa, baik secara perorangan (mis, 2 Samuel 12:22) mapun kadang-kadang secara bersama-sama (mis, Hakim 20:26; Yoel 1:14). Selain kewajiban hukum agama, biasanya ada dua alasan seseorang atau sekelompok orang berpuasa, yaitu: bukti lahiriah dukacita dan pernyataan pertobatan. Berpuasa juga kerap kali dilakukan dengan tujuan memperoleh bimbingan dan pertolongan Allah atau meminta kuasa dalam memerangi setan. Ada juga orang yang berpuasa demi orang lain.

Apapun tujuannya, praktek puasa harus diikuti penyerahan diri kepada Tuhan yang tampak dalam kelakuan hidup yang baik. Sebab praktek puasa tanpa diikuti sikap hidup yang benar adalah sia-sia. Artinya doa mereka, harapan mereka tidak akan dikabulkan Tuhan (ayat 4b). Hal inilah yang dikeritik nabi Yesaya dalam perikop kita sebab nampak kecendrungan praktek puasa yang dilakukan umat telah merosot menjadi kebiasaan leglistik - sekedar upacara ritual tanpa penyerahan diri kepada Tuhan (bd. Zakaria 7:5), dan menjadi perilaku yang munafik (Matius 16:6) demi untuk membenarkan diri sendiri (Lukas 18:12).

Puasa sebagai suatu ibadah telah kehilangan maknanya. Itulah sebabnya dalam ayat 6-7 nabi Yesaya dengan keras menekankan arti puasa yang benar. Memang puasa dilakuakan dalam relasi antara manusia dengan Tuhannya, namun relasi dengan Tuhan itu seharusnya juga berdampak positif dalam relasi dengan sesama. Bila puasa demikian yang dilakukan, lebih dari yang diharapkan akan diberikan Allah kepada umatNya, juga diberikan kepada kita. Itulah janji yang terkandung dalam ayat 8-12: (a) Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu (kesehatan jasmani dan rohani). (b) Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! (hubungan yang mesra dengan Tuhan, diumpamakan hubungan bapa dan anak) (c) TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan. (d) Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan "yang memperbaiki tembok yang tembus", "yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni".

Relevansi dan Aplikasi
Berita keselamatan yang disampaikan Allah melalui nats ini mengarahkan kembali umat Allah untuk memasuki ibadah yang benar-benar memiliki semangat kasih yang utuh dan jika tidak demikian maka itu adalah kemunafikan. Munafik dalam hal ini adalah ketidak jujuran dihadapan Allah. Adalah tindakan yang bodoh jika ada orang Kristen yang mau mencoba bermain-main dengan bersandiwara kepada Tuhan dengan harapan dapat menyelamatkan hidupnya, sementara dia sedang berhadapan dengan Allah yang Maha mengetahui.

Allah menghendaki agar dalam berpuasa, umat belajar untuk memiliki kesungguhan hati dan merendahkan diri. Tujuannya, agar kita terlepas dari keinginan untuk menindas orang lain, terlepas dari sikap egois dan serakah. Berpuasa berarti bertobat, yaitu meninggalkan cara hidup yang lama, dan memiliki hidup yang baru sesuai dengan kehendak Allah: membela hak yang lemah, memberi makan yang lapar, memberi pakaian yang telanjang, dll. Apakah keberadaan kita di tengah masyarakat adalah menjadi berkat yang nyata dirasakan oleh siapa pun di sekeliling kita?

Bagaimana mungkin berkat penyertaan Allah bekerja dalam hidup kita jika kita sendiri tidak jujur di hadapan Allah. Dalam nats kita dikatakan “Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati”. Ibadah selayaknya semakin membawa kita mengenal Allah melalui FirmanNya yang kita pergumulkan dan pelajari untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan dan bukan menonjolkan citra diri yang membawa pada kesombongan rohani.

Adalah hal wajar jika umat Israel mempertanyakan mengapa Tuhan tidak mengindahkan dan memperhatikan ibadah yang mereka lakukan, sebab sampai kapanpun mereka tidak akan mendapat tuntunan Tuhan dalam hidup mereka sebab motivasi ibadah dan perilaku yang mereka lakukan hakikatnya jauh dari ibadah sesungguhnya yang di inginkan oleh Tuhan. Ibadah yang kita laksanakan bukanlah untuk menambah pahala ataupun poin namun semakin kita sering memasuki ibadah kepada Tuhan kita akan semakin diperbaharui di dalam FirmanNya untuk memampukan kita menjadi anak Allah di tengah-tengah dunia ini yang walaupun kita berjalan di tanah yang kering namun tuntunan Tuhan selalu memperbaharui kekuatan kita menjalani hidup.


Kehadiran hidup kita ditengah-tengah dunia ini seperti taman yang baik yang memberika kesejukan dan keindahan dan juga seperti mata air yang tidak berkesudahan. Tuntunan Tuhan akan nyata dalam hidup ketika kita senantiasa memperbaharui hidup dengan FirmanNya. Amen

Dari berbagai sumber

BAHAN RENUNGAN PKP 04 MARET 2014


1 TIMOTIUS 3:14-16

Hidup bersama sebagai keluarga adalah sangat indah dan dirindukan semua orang. Tidak ada orang yang ingin hidup sendiri. Hidup sebagai sebuah keluarga membuat kita merasa satu; saling membutuhkan, memperhatikan, menjaga dan mempercayai.

Penggalian Teks
Paulus menasehati jemaat untuk hidup sebagai keluarga Allah yang taat beribadah, tiap anggotanya berpegang pada kebenaran. Kebenaran yang dimaksud adalah bahwa Allah telah menyatakan diri sebagai manusia dalam Yesus Kristus; bahwa Ia dibenarkan dalam Roh, diakui oleh para malaikat, diberitakan kepada semua bangsa, dipercayai di dalam dunia dan akhirnya diangkat dalam kemuliaan. Seorang anak yang dididik sejak kecil tentang kebenaran, pasti akan memegang teguh ajaran itu. Dengan demikian, tidak gampang disesatkan oleh ajaran apa pun.

Yang dianggap pokok oleh Paulus disampaikan dalam aa.15: “bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah”. Frase itu memang menyimpulkan pp.2-3 tadi. Kata “keluarga” menerjemahkan kata oikos yang pada dasarnya berarti rumah, tetapi sudah dipakai dalam 3:4 & 12 untuk penghuni rumah, artinya, rumah tangga atau keluarga. Tetapi perlu diperhatikan bahwa maksud istilah oikos adalah orang-orang yang tinggal bersama, bukan keluarga besar yang mungkin tersebar. Jemaat pada saat itu masih berkumpul di rumah-rumah, tetapi bahasa “oikos Allah” berbicara lebih luas, tentang jemaat yang dalam rangka iman hidup bersama. Sebagaimana dilihat dalam 3:4 tadi, penilik berfungsi sebagai pemimpin (orang tua) dalam “rumah” jemaat itu.

Tentang oikos Allah itu, Paulus menambahkan dua deskripsi lagi. Yang pertama adalah “jemaat dari Allah yang hidup”. Kata “jemaat” (asli ekklesia) berarti sidang, dan justru berasal dari konteks sekuler (seperti Kis 19:39). Ekklesia Allah adalah orang-orang yang berkumpul di sekitar Allah dalam ibadah, seperti Israel berkumpul di sekitar Kemah Suci. Ekklesia itu berbeda dari sidang rakyat karena pusatnya adalah Allah yang hidup.

Oikos dan ekklesia Allah itu yang disebut “tiang penopang dan dasar kebenaran”. Kata “kebenaran” di sini menerjemahkan kata aletheia, apa yang sesungguhnya, bukan dikaiosune, tingkah laku yang benar. Dari a.16, jelas bahwa kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran tentang Kristus, kebenaran yang justru terancam oleh pengajar sesat. Jika keluarga dan jemaat itu kacau, kebenaran itu akan goyang atau runtuh. Tafsiran saya tentang maksud Paulus ialah bahwa kebenaran tentang Yesus itu menjadi kabur, baik di dalam jemaat maupun ke luar, sedangkan Allah “menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (2:4).

Ayat.16 menyampaikan isi kebenaran itu. Kebenaran itu disebut sebagai rahasia yang agung. Bahasa “rahasia” dalam Ef 3:3 & 9 berarti sesuatu yang dulunya dirahasiakan tetapi sekarang dinyatakan. Rahasia itu menyangkut “ibadah”, artinya, bukan sekadar ibadah bersama tetapi bagaimana kita berhubungan dengan baik dengan Allah. Kuncinya adalah Kristus, Kristus yang menjadi manusia, dibangkitkan dan diterima di surga, diberitakan dan diimani di antara bangsa-bangsa, dan akan kembali dalam kemuliaan. Karena a.16 mengutip himne yang puitis, beberapa tafsiran tadi butuh penjelasan. “Menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia” merujuk pada seluruh pelayanan-Nya. “Rupa manusia” menerjemahkan kata daging, dan merujuk pada kemanusiaan-Nya yang sejati, bukan sekadar kemiripan. “Dibenarkan dalam Roh” paling jelas jika dibandingkan dengan Rom 1:4, “dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati”.


Relevansi dan Aplikasi
Paulus mau supaya Timotius dikuatkan dalam tugas pelayanannya dengan mengingat tempat jemaat dalam rencana Allah sebagai penopang kebenaran yang agung tentang Kristus. Walaupun tugas kita tidak persis sama dengan Timotius, kita semua berperan dalam menguatkan atau melemahkan jemaat, sehingga kebenaran tentang Kristus menjadi lebih jelas atau lebih kabur.

Tidak kebetulan bahwa Paulus menempatkan pelayanan Timotius di tengah riwayat karya Kristus. Kebenaran tentang Kristus bukan pertama-tama sebuah rumusan, misalnya tentang kasih Allah atau anugerah, melainkan pemberitahuan tentang apa yang telah dilakukan Allah di dalam Kristus. Dasarnya adalah inkarnasi, bahwa Kristus, Anak Allah, telah datang ke dalam dunia ini sebagai teladan dan saudara yang berbagi dalam pengalaman kita di dunia. Kemudian, ada dua pasangan. Yang pertama, Roh Kudus menyatakan bahwa Yesus benar, dan Dia disambut oleh malaikat-malaikat di surga. Yang kedua, berita kebangkitan disampaikan kepada bangsa-bangsa, dan diterima di dunia. Dengan demikian, Yesus dijunjung tinggi baik di surga maupun di bumi. Karena diterima di surga, kemuliaan Yesus tidak terancam oleh kekacauan jemaat, hanya, kebenaran itu akan menjadi kabur bagi bangsa-bangsa yang mendengar pemberitaan itu dari jemaat yang kacau.

Kembali, dari artian kata aslinya dan a.16, kebenaran di sini bukan “isi kehendak Allah” bagi manusia, melainkan berita tentang apa yang dilakukan Allah. Paulus di sini tidak mengklaim bahwa gereja adalah dasar keberesan masyarakat, tetapi bahwa gereja adalah dasar kejelasan kebenaran tentang Kristus bagi semua orang. Motivasi untuk perbaikan hidup di sini adalah bahwa kekacauan hidup mengaburkan berita itu, sesuatu yang tidak akan diinginkan jika kita mencintai Yesus dan mengagumi karya-Nya.

Kebenaran di sini juga bukan bahwa Allah memelihara hidup kita sehari-hari. Hal itu benar, tetapi di sini Paulus berbicara tentang Kristus dari inkarnasi sampai kedatangan kembali. Memang yang dilihat orang adalah kehidupan jemaat, tetapi hal itu hanya berguna kalau menunjuk kepada Kristus yang kita sembah.

Salah satu model gereja yang dianut GPIB adalah 'Gereja sebagai Keluarga Allah'. Ini tampak misalnya dalam upaya perumusan Pemahaman Iman yang baku, Tata Gereja yang satu, penempatan Bidang Pelayanan Kategorial sebagai unit missionner, serta kesatuan dalam setiap gerak langkah dan layan yang telah dimulai dengan Pelaksanaan Sakramen Perjamuan dengan satu Tata Ibadah. Mari kita terus wujudkan citra diri GPIB sebagai sebuah keluarga, tanpa menghilangkan kepelbagaian yang ada agar GPIB tetap berdiri dengan dasar dan tiang yang kokoh, sehingga dapat menampung dan memayungi dan membimbing semua orang, khusus warganya di dalam kebenaran. Amin
















BAHAN RENUNGAN PKB 03 MARET 2014


MAZMUR 110:1-4

Pendahuluan
Mazmur bukan hanya membahas kehidupan sehari-hari, tetapi juga berbicara tentang Mesias yang akan datang. Tidak semua pasal dalam kitab Mazmur bisa kita pastikan konteks penulisannya. Akan tetapi, pemahaman tentang jenis mazmur yang kita baca bisa membantu kita. Tanpa memahami jenis mazmur, kita akan sulit memahami maksud penulis. Secara khusus, Mazmur 110 hanya bisa dipahami bila kita sadar bahwa mazmur tersebut bersifat nubuat yang ditulis bukan berdasarkan konteks yang sedang dihadapi oleh penulis.


Telaah Perikop
Mazmur 110 ini dinyanyikan pada hari pemahkotaan atau ulang tahun pemahkotaan tersebut. Karena hubungan raja yang erat dengan kerajaan Tuhan dan dengan Sion maka Mazmur-mazmur Raja ini harus selalu diikat dalam hubungan dengan madah ‘Tuhan Raja’ dan ‘Nyanyian Sion’. Mungkin ditanyakan mengapa Mazmur-mazmur ini yang begitu mengagungkan raja Israel oleh jemaah Yahudi sesudah pembuangan tetap dipertahankan dan tidak dikeluarkan dari kitab puji-pujian mereka. Mazmur-mazmur ini tetap dipertahankan karena mereka memupuk pengharapan mesianis. Pengharapan ini dikukuhkan oleh pewartaan para nabi (Yes. 9:1-6; 11:1-10; Am. 9:11-12; Yer. 23:5-8; Yeh. 34:23-24; 37:24).

Selanjutnya, Mazmur Raja ini dalam tradisi umat Israel Perjanjian Lama berhubungan dengan ‘pelantikan seorang raja’. Menurut Christoph Barth, pengangkatan seorang raja di Israel ada segi dan tahapnya yang tersembunyi pada pemandangan mata orang. Apabila Allah melihat atau memilih orang-Nya, pun apabila Ia mengurapinya dengan perantaraan seorang nabi, dan terutama sekali apabila roh-Nya mulai berkuasa atas orang yang terpilih itu, maka semuanya ini merupakan tindakan-tindakan yang bersifat rahasia. Tetapi pengangkatan itu ada juga tahapnya yang nyata, di mana segala-galanya berlangsung di muka umum, dengan lembaga-lembaga masyarakat tertentu sebagai pelaksana dan saksi. Upacara resmi ini sudah biasa disebut penobatan atau pelantikan seorang raja. Sungguhpun harus dibedakan, tetapi kedua bidang itu tak dapat dipisah-pisahkan yang satu dari pada yang lain. Jelaslah pengangkatan tersembunyi oleh Tuhan itu sudah merupakan tindakan politik, seperti sebaliknya penobatan nyata oleh masyarakat itupun merupakan upacara keagamaan yang bersifat rohani.

Perhatikan bunyi ayat 1 bacaan kita: “Firman Tuhan kepada tuanku : “Duduklah di sebelah kanan-Ku sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu.” Mazmur ini berbicara tentang ke Tuhanan Mesias, Raja dan keimanan-Nya, permusuhan orang jahat dan pemerintahan-Nya di bumi. Dengan jelas mazmur ini bernubuat tentang Yesus Kristus (mazmur ini dikutip tujuh kali dalam Perjanjian Baru). Yesus menerapkan ayat 1 pada diriNya ketika menyatakan ke Allahan-Nya (Mat.22:44) dan rasul Petrus mengutip Mazmur 110:1 untuk menekankan ke-Tuhanan Kristus (Kis. 2:33:35;5:30-31). Yesus juga mengaku di hadapan Mahkamah Agung bahwa sebagai Mesias dari Mazmur 110, Ia sekaligus “Anak manusia yang datang kepada Allah, akan kelihatan di sebelah kanan Allah….dan diberikanNya kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja” yang kekuasaannya meliputi segala bangsa dan bersifat abadi/selamanya (bnd. Markus 14:61-64;Matius 26:63-65;Daniel 7:13-14).

Jadi menurut mazmur 110 raja di Sion oleh Tuhan sendiri dan diberikan bagian dalam pemerintahanNya atas duna: itu sebabnya ia menjadi pahlawan perang dalam usaha Allah untuk menaklukan dan menghakimi dunia. Sebagaimana dikatakan dalam ayat 6: Menghukum bangsa-bangsa. Ayat ini menggambarkan kedatangan Yesus Kristus ke dunia sebagai seorang panglima perang untuk mengalahkan dan menghukum semua yang menentang. Kerajaan Allah dan kebenaranNya (lih.Why.19:11-21) Perjanjian Baru memakai atau memilih Mazmur 110:1 dan 4 sebagai kunci pengertian tentang Yesus adalah Raja dan Imam untuk selamanya, tetapi bentuk pemerintaan atas nama Allah—yaitu Kerajaan Allah itu—tidak bersandarkan pada perintah dan tidak dilengkapi dengan kuasa untuk memaksakan perintahNya (bnd. Tawaran pada Matius 4:8-10 dan keinginan rakyat pada Yoh 6:15).

Relevansi dan Aplikasi
Mazmur 110 ini bernubuat tentang Yesus Kristus sebagai Raja dan Imam selamanya. Yesus Kristus memakai kuasanya untuk melayani, mengalahkan atau akan memusnahkan kejahatan berdasarkan kuasa, kehendak dan tindakan Allah Bapa Sorgawi, dalam pemerintahan Kerajaan Allah. Yesus Kristus telah menjadi bagi kita Imam untuk selamanya dengan menyerahkan diriNya sebagai korban, Dia taat kepada Allah dan menjadi pokok keselamatan kita yang abadi dan yang memberikan jaminan dalam kehidupan kita agar kita dikuduskan menghadapi Allah dengan hati yang tulus penuh kebahagiaan. Yesus Kristuslah Raja dan Iman selamanya atas kehidupan kita, oleh sebab itu hendaklah kita tetapi setia dan taat hanya kepadaNya dengan selalu menyampaikan pujian dan syukur kepadaNya. Kita yakin, Iapun mengaja kita untuk turut bekerjasama dengan Dia dalam kasih kepada Allah dan sesama. AMIN