Sunday, August 11, 2013

BAHAN RENUNGAN IBADAH PKP 13 AGUSTUS 2013




ROMA 2:21-24

Ibu-ibu kekasih Kristus,...
Ketika kita membaca Roma 2:17-24, maka kita akan menemukan kritik Rasul Paulus kepada orang-orang Yahudi yang salah memanfaatkan keselamatan yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Dari sisi historis/sejarah orang-orang Yahudi dikenal sebagai orang-orang terkemuka yang dipilih Allah sebagai contoh/teladan bagi dunia kepada orang-orang yang bukan Yahudi. Namun menyedihkan, karena mereka gagal menjadi contoh/teladan bagi dunia orang yahudi. 

Indikator kegagalan itu ditegaskan dalam ayat 21-23. ”Jadi bagaimana engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar ”jangan mencuri” mengapa engkau sendiri mencuri. Engkau yang berkata ”jangan berzinah” mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala? Engkau bermegah atas Hukum Taurat, mengapa engkau menghina Allah dengan melanggar Hukum Taurat itu? Malah dalam ayat 24 ditegaskan bahwa karena kamulah (orang Yahudi) maka nama Allah dihujat diantara bangsa-bangsa. 

Ibu-ibu kekasih Kristus,...
Dalam ayat 21-23 sikap sombong itu disertai kemunafikan. Walau tidak semua orang Yahudi melakukan semua dosa ini, Paulus tahu bahwa kehidupan mereka juga tidak beres. Pada ayat 24 dia mengutip bagian PL yang ditulis untuk Israel yang dihukum oleh pembuangan ke Babel (Yes 52:5 - Tetapi sekarang, apakah lagi urusan-Ku di sini? demikianlah firman TUHAN. Umat-Ku sudah dirampas begitu saja. Mereka yang berkuasa atas dia memegahkan diri, demikianlah firman TUHAN, dan nama-Ku terus dihujat sepanjang hari, bnd. Yeh 36:20 = Di mana saja mereka datang di tengah bangsa-bangsa, mereka menajiskan nama-Ku yang kudus, dalam hal orang menyindir mereka: Katanya mereka umat TUHAN, tetapi mereka harus keluar dari tanah-Nya.) untuk menunjukkan bahwa sejak lama Israel tidak sanggup melakukan Taurat. Orang Yahudi tidak berbeda dari Israel yang dibuang karena dosanya.

Paulus berusaha untuk membuka beberapa fakta yang sebenarnya mengenai orang-orang Yahudi kepada orang orang-orang Kristen bukan Yahudi yang gelisah karena mereka selalu mendengar segala sesuatu yang “katanya’ mengenai orang Yahudi sehingga seolah-olah orang Yahudi menjadi sangat sempurna. Sementara orang Yahudi merasa di atas angin.

Paulus secara terus terang (karena dia juga orang Yahudi) menyatakan “katanya” orang Yahudi mengenai diri mereka:
·         Orang Yahudi berarti Umat Pilihan
·         Bersandar pada Hukum Taurat
·         Bermegah dalam Allah
·         Tahu kehendak Allah
·         Dari Taurat bisa tahu mana yang baik dan yang tidak
·         Penuntun orang buta
·         Terang bagi yang dalam kegelapan
·         Pendidik orang bodoh
·         Pengajar orang yang belum dewasa
·         Memiliki segala kepandaian dan kebenaran

Dan faktanya menurut Paulus:
·         Orang Yahudi mengajar orang lain tetapi tidak mengajar diri sendiri
·         Orang Yahudi bermegah atas hukum Taurat tetapi justru menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat
·         Orang Yahudi sendiri yang membuat nama Allah dihujat oleh bangsa- bangsa lain.

Jadi, ketika jemaat menyombongkan diri seakan-akan berbagi dalam keunggulan Kristus, dia sebenarnya menempatkan diri dengan Israel dalam pembuangan, dengan Israel yang hatinya belum diubah oleh Roh Kudus. Sama halnya ketika jemaat menghakimi orang lain, sedangkan hidupnya sendiri tidak beres. Akibatnya sekarang mungkin juga sama dengan apa kata Paulus pada ayat 24, yakni nama Allah dihujat oleh karena kesombongan dan kemunafikan itu.

Ibu-ibu kekasih Kristus,...
Sebenarnya kritik yang dihadapkan Rasul Paulus, terkait dengan lingkungan hidup ke-Yahudian, justru menjadi bahan pembelajaran bagi kita, untuk tidak mencontohi gaya hidup yang duniawi. Dan sebetulnya kenyataan yang dibeberkan oleh Rasul Paulus, memberi indikasi terjadinya kesenjangan antara ibadah ritual dengan ibadah sosial, dalam artian bahwa orang memahami ibadah ritual di gereja, ibadah sektor dan wadah-wadah kategorial yang justru dipahami terkait dengan urusan sorgawi yang tidak punya keterkaitan dengan ibadah sosial yaitu kehidupan sehari-hari ditengah keluarga, gereja dan masyarakat.

Karena itu sebagai persekutuan hidup yang terkecil yakni Keluarga, kita diingatkan untuk membangun hidup yang saling peduli, saling memperhatikan, antar suami-istri, orang tua dan anak agar kata dan perbuatan hidup kita dalam keseharian mencerminkan sikap hidup yang takut akan Tuhan, yang berjalan menurut firmanNya. Dengan maksud bahwa ibadah ritual yang khusyuk di tempat ibadah, menjadi nyata dalam perilaku hidup kita sesehari. Hidup Kristiani yang selalu berupaya jauh dari penyimpangan terhadap kebenaran firmanNya yang menuntun kita kepada kebenaran.

Ibu-ibu kekasih Kristus,...
Mungkin kita tidak dapat menjadi wanita atau pria yang sempurna, mungkin kita tidak pernah bisa menjadi ayah atau ibu ideal, mungkin kita tidak akan pernah menjadi manusia sempurna, tetapi ada perbedaan antara manusia yang mau berusaha menjadi lebih baik dan manusia yang mengeraskan hati. Jadi kalau memang kita tidak bisa menjadi manusia sempurna paling tidak kita dapat menjadi seorang yang mau terus belajar dan berusaha untuk menjadi lebih baik sehingga berkat-berkat Tuhan yang tidak terbeli dengan uang akan tetap menjadi bagian kita dengan cara menyeimbangkan kata dengan fakta atau bersedia agar tampilan diri kita selaras dengan tampilan iman kita.

Firman Tuhan hari ini mengajak kita sebagai ibu-ibu rumah tangga untuk menjadikan hidup kita sebagai wadah Tuhan dimuliakan bukan sebaliknya justru lewat pola hidup yang tidak benar, nama Tuhan dihujat dan dipermalukan orang. Untuk dapat melakukan itu, maka seperti yang Paulus sampaikan, kita wajib bukan hanya mendengar dan memberitakan Firman, namun juga wajib mengerjakannya. Amin.


BAHAN RENUNGAN IBADAH PKB 12 AGUSTUS 2013



ROMA 2:15-16 (sebaiknya dibaca dari ayat 12)

Bapak-bapak kekasih Kristus
Ada perkataan bijak yang berbunyi: Persepsi membentuk kenyataan. Pikiran kita membentuk sudut pandang kita sendiri. Apa yg kita yakini, akan semakin terlihat oleh kita sebagai kenyataan”. Arti dari kalimat ini adalah apapun yang sudah kita anggap sebagai suatu kebenaran, walaupun sebenarnya itu adalah suatu kesalahan, namun jika tetap diyakini benar maka akan terlihat sebagai kenyataan yang benar. Siapun yang membantah kita dan membuktikan bahwa itu salah, tidak akan dapat kita terima dan terus menganggap bahwa kitalah yang benar.

Kondisi inilah yang dialami oleh jemaat Kristen Yahudi yang berada di Roma. Pada pasal 1:18-32, Paulus menyebut tentang warga non Kristen yang masih menyembah berhala dengan prilaku dosa mereka. Ada macam-macam dosa dan prilaku tidak benar yang didaftarkan Paulus pada pasal 1:25-30. Lebih parahnya lagi, mereka yang tidak percaya pada Yesus Kristus ini tetap hidup dalam dosa dan tidak bertobat. Bahkan mereka justru pula menyetujui perbuatan tidak benar itu jika dilakukan oleh orang lain (1:32).

Selanjutnya, pada pasal 2:1-11, Paulus mengecam orang Kristen Yahudi yang menghakimi orang2 penyembah berhala itu. Mengapa hal itu di kecam Paulus? Orang Yahudi pada zaman itu selalu menganggap diri merekalah yang paling benar dipanding orang kafir atau non-Yahudi. Bahkan dalam Galatia 2:15 kita menemukan pernyataan bahwa selama mereka terlahir Yahudi mereka pasti benar. Inilah yang saya maksudkan dalam pembukaan khotbah tadi. Bahwa perspektif mereka tentang kebenaran membuat mereka meyakini segala hal yang dianggap benar padahal salah. Paulus dengan berani mengecam hal itu.

Kaum Yahudi seakan-akan berhak mengadili dalam hal kebenaran, dan mereka selalu berbuat demikian karena marasa diri benar bahkan paling benar dari yang lain. Ayat 1 ini membuat 3 kali kata menghakimi, Yunani, krinô. Kata ini berarti memberikan penilaian yang tidak menyenangkan berupa mengecam atau mencari kesalahan. Orang Kristen Yahudi di Roma berusaha mencari kesalahan para penyembah berhala itu dari sisi bahwa mereka tidak mengenal hukum Taurat. Karena itu bagi orang Yahudi mereka tetaplah benar sebab mereka mengenal Taurat dengan baik.  Hal ini jelaslah keliru. Sebab Paulus melihat bahwa mereka sendiri yakni orang Kristen Yahudi (ay.3-4) justru melakukan dosa yang sama dengan penyembah berhala, namun merasa tetap benar sebab mereka mengenal Taurat dengan baik

Bapak-bapak kekasih Kristus
Pada bacaan kita inilah yakni mulai ayat 12-16, Paulus menyanggah pemahaman yang keliru tersebut. Ada beberapa uraian penting yang disampaikan Paulus sebagai suatu pengajaran yang berguna bagi kita saat ini mengenai pijakan kebenaran yang keliru dari orang Yahudi, yakni:
1.       Perhatikan ayat 13 pada pasal 2. Paulus menekankan bahwa orang Yahudi tidak diselamatkan karena menjadi pendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Taurat itulah yang akan dibenarkan. Itulah sebabnya pada ayat 6 sebelumnya, Paulus menyebut bahwa Tuhan akan membalas setiap orang berdasarkan perbuatan mereka.

Maksudnya mendengar/mengenal saja tidak cukup namun mereka harus melakukan hukum Taurat secara keseluruhan. Orang Yahudi tidak mendapat hak keistimewaan dengan hanya mendengar/ mengenal hukum Taurat, namun mereka harus melakukannya, sebab pengenalan mereka akan hukum Taurat mengakibatkan penghakiman atas mereka itu didasarkan atas hukum Taurat.

Pemahaman ini sangatlah penting. Bahwa kedekatan dengan Tuhan, rajin membaca dan mendengarkan Taurat tidaklah menjamin seeorang itu menjadi pribadi yang benar. Kebenaran pada model seperti ini lebih tepat disebut dengan kemunafikan. Sebab mereka hanya mendengar dan mengenal Taurat namun tidak mengerjakannya. Firman bukan hanya didengar, melainkan perlu dilakukan. Itulah sebabnya perubahan hidup harus terjadi saat mendengar Taurat. Inilah yang tidak dilalukan oleh orang-orang Yahudi tersebut.

2.       Perhatikan ayat 12 bacaan kita. Oleh karena ukuran kebenaran yang dipakai oleh orang Yahudi adalah ukuran hukum Taurat, maka penghakiman terhadap mereka akan dilakukan menurut kaidah hukum Taurat. Jika hukum Taurat mengatakan dilarang membunuh, namun mereka membunuh; maka mereka disebut sebagai pelanggar hukum Taurat. Itulah sebabnya bahwa mereka akan binasa di dalam tuduhan aturan hukum Taurat atau istilah yang Paulus pakai “dihakimi oleh hukum Taurat”.

3.       Bagaimana dengan orang yang tidak mengenal hukum Taurat atau yang tidak menggunakan hukum Taurat sebagai landasan ukuran kebenaran mereka? Paulus mengatakan bahwa mereka akan dihakimi tanpa ukuran hukum Taurat. Jika mereka berdosa, maka ukuran ketidak-berdosaan mereka menggunakan standar bukan berdasarkan hukum Taurat.  Lalu ukuran apa yang dipakai? Paulus menyebut dalam ayat 15 bahwa ukuran yang dipakai adalah ukuran “suara hati”.

Istilah Suara Hati, berasal dari bahasa Yunani, Suneidêsis, yang berarti: kesadaran tentang kesusilaan, pengetahuan tentang nilai etis dari suatu perbuatan. Suara hati inilah yang akan menuntun seseorang mengetahui kebenaran. Dalam Keyahudian hanya hukum Tauratlah yang dapat menuntun seseorang mengetahui benar dan salah. Kepatuhan pada hukum Taurat membuat orang hidup dalam kebenaran. Bagaimana dengan mereka yang non-Yahudi yang tidak memiliki Taurat. Mereka ini dituntun oleh suara hati mereka. Suara hati mereka inilah yang menjadi hukum Taurat yang harus mereka taati supaya hidup dalam kebenaran.

Dengan demikian setiap orang yang tidak mengenal hukum Taurat-pun secara naluriah akan dapat menilai perbuatan dan etika mereka, inilah yang dimaksud dalam ayat 14-15 mengenai "dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat". Orang-orang yang bukan yahudi mempunyai patokan internal yang ditempatkan Allah di dalam hati mereka yang disebut dengan suara hati. Patokan internal ini merupakan dasar bagi tanggapan suara hati mereka dan bagi penalaran mereka untuk menilai sesuatu itu benar atau tidak. 

4.       Pada ayat 16 bacaan kita Paulus menutup dengan keyakinannya bahwa Kristus Yesus kelak akan menghakimi segala sesuatu dalam hati yang kita sembunyikan sekalipun. Artinya, Paulus tahu bahwa orang bisa saja mengabaikan suara hatinya untuk tidak melakukan dosa. Orang juga bisa memanipulasi suara hati sendiri dan menetralisirnya supaya tidak merasa berdosa. Orang bahkan bisa membungkamkan suara hatinya supaya dapat leluasa berbuat dosa.

Namun Paulus mengingatkan bahwa apapaun yang berhasil disembunyikan dalam hati, dapat dengan mudah dikatahui Allah yang kemudian menghakimi segala hal yang tersembunyi itu dalam otoritas Hakim Maha Adil yakni Kristus Yesus. Manusia tidak bisa menyembunyikan apapun di hadapan Allah termasuk isi hati mereka.

Bapak-bapak kekasih Kristus
Dari Firman Tuhan ini kita dapat belajar bahwa penghakiman Allah bersifat adil. Orang yang mengeraskan hati tidak mau bertobat akan binasa oleh murka Allah (ayat 5, 8). Orang yang bertobat dan meninggalkan dosa, lalu tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan, dan ketidakbinasaan akan memperoleh hidup kekal (ayat 7). Tekun berbuat baik berarti hidup berpusatkan Allah. Mencari kemuliaan berarti menjaga kesucian yang sudah dianugerahkan Allah. Mencari kehormatan artinya hidup berkenan kepada-Nya. Mencari ketidak-binasaan artinya fokus pada hal-hal yang bernilai kekal. Mencari hal-hal itu bukan dimengerti sebagai usaha untuk memperoleh keselamatan, melainkan sebagai tanda seseorang sudah di dalam kebenaran dan dimerdekakan dari dosa.

Penghakiman Allah tidak membeda-bedakan. Seseorang dihukum bukan berdasarkan status keyahudiannya, memiliki Taurat atau tidak, tetapi berdasarkan disposisi hatinya di hadapan Allah (ayat 12-15). Allah mengetahui isi hati manusia, apakah terbuka kepada Kristus, atau mengeraskan hati untuk menolaknya (ayat 16). Jangan terkecoh dengan penampilan kesalehan yang palsu. Bukti kita sudah memiliki kebenaran adalah hidup dalam kebenaran, peka terhadap dosa, dan tidak menghakimi orang lain.

Saat ini kita harus percaya bahwa Roh Kudus telah mendiami hati kita. Nurani kita dipakai Roh Kudus untuk menggiring kita pada kebenaran Allah. Kita punya kewajiban untuk menuruti suara dalam hati kita sebagai suara hati Roh Kudus. Namun kita perlu berhati-hati bahwa acapkali suara iblis menyerupai suara hati seakan suara Roh Kudus. Ukuran untuk membedakannya sangatlah sederhana, yakni apakah hal itu tindakan yang memuliakan Allah atau tidak. Karena itu, intalah Tuhan untuk selalu hadir di hati kita, agar suara hati kita merupakan suara Tuhan. Amin.

Friday, August 2, 2013

BAHAN RENUNGAN IBADAH MINGGU 04 AGUSTUS 2013



KEJADIAN 9:1-7

PENDAHULUAN[1]
Bacaan kita hari ini mengangkat kisah tentang Nuh dan Perjanjian yang dibuat Allah dengannya setelah airbah dinyatakan surut (8:14). Nuh (Ibrani, נֹחַ - NOAKH) adalah anak Lamekh (Ibrani, לֶמֶךְ - LEMEKH), berusia 182 tahun sewaktu Nuh lahir (Kejadian 5:28-29: Lukas 3:36). Asal kata nama  Nuh tidak dapat diselidiki dengan pasti untuk mengetahui arti sebenarnya dari nama itu. Banyak penafsir menghubungkannya dengan arti 'beristirahat. Dalam Kejadian 5:29 nama itu dihubungkan dengan kata kerja נָחַם - NAKHAM yang berarti penghiburan”.

Nuh seorang yang benar (Kejadian 6:9, צַדִּיק - TSADIQ , yang memiliki kebenaran itu yang bersumber dari iman (Ibrani 11:7, της κατα πιστιν δικαιοσυνης - hê kata pistin dikaiosunês, harfilah "kebenaran sesuai dengan iman'), dan mempunyat persekutan dengan Allah, seperti dinyatakan oleh uraian 'dia hidup bergaul dengan Allah' (Kejadian 6:9) Dia juga digambarkan sebagai seorang yang tidak bercela di antara orang-orang sezamannya' (Kejadian 6:9) yang telah terbenam dalam taraf hidup moral yang sangat rendah (Kejadian 6:1-5, 11-13; Matius 24:37-38; Lukas 17:26-27) dan kepada mereka dia memberitakan kebenaran (2 Petrus 2:5), biarpun tidak berhasil seperti ditunjukkan kejadian-kejadian berikutnya.

Seperti Bapak leluhur yg lain, Nuh diberkati umur panjang. Umurnya 500 tahun sewaktu anaknya yang pertama lahir (KejADIAN 5:32), 600 thn sewaktu air bah timbul (Kejadian 7:11), dan meninggal pada usia 950 tahun (Kejadian 9:28, 29). Menurut tafsiran Kejadian 6:3, bersama dengan 1 Petrus 3 :20, sewaktu Nuh berusia 4S0 thn, A Ilah memberitahukan kepadanya, bahwa Dia akan memusnahkan manusia dari muka bumi, tapi Dia akan memberikan periode anugerah selama 120 tahun. Waktu itu Nuh harus membangun bahtera yang di dalamnya Nuh akan menyelamatkan keluarganya yang terdekat, dan hewan pilihan yg mewakili hewan lainnya (Kejadian 6:13-22). Mungkin sekali pada waktu itulah Nuh berkhotbah, tapi tidak ada pertobatan maka air bah datang dan memusnahkan semuanya, kecuali Nuh dan ketiga anaknya dengan istri masing-masing (Kejadian 7:7; 1 Petrus 3:20).

TELAAH TEKS / TAFSIRAN
Kitab Kejadian 9:1-7 ini berisikan Perjanjian Allah sekaligus perintah kepada Nuh dan keluarganya mengenai apa yang harus mereka kerjakan saat keluar dari Bahtera tersebut. Pertanyaan penting yang perlu diuraikan adalah mengapa TUHAN Allah menyampaikan perintah dan perjanjian tersebut? Ada beberapa alasan yang dapat dimungkinkan untuk itu, yakni:
1.       Dampak kerusakan akibat dari air bah itu sangatlah fatal. Allah merencanakan pemusnahan masal terhadap segala yang hidup di muka bumi waktu itu. Sudah pasti tidak ada kehidupan lagi di bumi pasca akibat airbah yang dasyat itu (7:21-23). Silakan dibayangkan apa yang dialami Nuh bersama keluarganya ketika menyaksikan kepunahan dasyat itu! Sudah pasti secara psikologi dan kemampuan nalar Nuh berada pada titik kritis. Ia mungkin bingung; dan tidak dapat berbuat apa-apa.

Dalam benak Nuh, mungkin saja terbersit bahwa masa depannya tidak ada lagi seiring musnahnya segala bentuk kehidupan di muka bumi. Kondisi ini juga, secara manusiawi, mempengaruhi iman Nuh dan pengharapannya terhadap masa depan. Apa yang dapat dilakukan dengan “kehampaan” dunia setelah air bah itu? Sesuatu yang tidak dapat dipikirkan.

Di sinilah peran Allah yang luar biasa melalui rahmat dan Kasih KaruniaNya kepada manusia melalui Nuh dan keluargaNya. Dia sangat mengerti kondisi Nuh dan ketakutannya. Tuhan memulihkan harapan Nuh dengan memberikan perjanjian dan penguatan menghadapi dampak dari rencana Allah yang besar itu. Tuhan berjanji bahwa Ia tidak akan memusnakan bumi dengan air bah lagi (ay.18);  bahkan Tuhan menjamin nyawa dan keselamatan Nuh berserta keluarga (ay.5-6) yang juga berarti jaminan masa depan untuknya.

2.       Alasan lain mengapa Tuhan membuat perjanjianNya itu adalah Karena ketaatan Nuh dan ibadahnya. Hal ini tersirat dalam pasal 8:20-22 kitab Kejadian. Pada bagian itu dikisahkah tentang reaksi awal yang dilakukan Nuh ketika meluar dari Bahtera dan menyaksikan kerusakan dan kehancuran tersebut. Reaksi yang dibuat Nuh adalah reaksi yang tidak wajar. Mengapa demikian? Lumrahnya, orang yang melihat kehancuran dan kerusakan termasuk kondisi tiada berpengharapan adalah mengeluh atau bersungut-sungut dan bahkan kehilangan iman dan pengharapan. Silakan bayangkan apabila kita berada pada kondisi Nuh.

Bukannya bersungut atau menyesalkan perbuatan Allah itu, namun sebaliknya di melihat pada dirinya sendiri yang masih sehat dan selamat berserta keluarga karena Tuhan yang menolong. Nuh menemukan alasan untuk bersyukur dari pada melihat alasan di depan mata untuk bersungut. Ia kemudian membuat mezbah dan mempersembahkan korban syukur kepada Allah menggunakan binatang2 yang terbaik dan tidak haram (8:20). Harumnya persembahan Nuh, yang berarti harumnya hati Nuh yang bersyukur, telah “mempengaruhi” dan “menyentuh” hati Allah yang sedang murka pada dunia saat itu. Pada pasal 8:21-22 Tuhan berjanji dalam hatiNya untuk tidak lagi memusnakan dunia ini.

Jadi, kita menemukan alasan kedua mengapa perjanjian itu dibuat Allah. Perjanjian itu dibuat Allah disebabkan karena Nuh dan ketaatannya; serta berdasarkan Kasih Karunia Allah terhadap Nuh dan dunia pasca pemusnahan oleh air bah tersebut.

Selain perjanjian yang Tuhan sampaikan kepada Nuh, Ia juga menyampaikan beberapa perintah penting pasca airbah itu kepada Nuh dan keluarga. Perintah tersebut adalah sbb:
1.      Beranak-cucu; bertambah banyak dan penuhilah bumi (ay.1,7)
Perintah ini adalah perintah kepada Adam dan Hawa saat dunia diciptakan (Kej. 1:28). Mengapa perintah yang sama disampaikan juga kepada Nuh? Pada saat dunia diciptakan, Tuhan menjadikan Adam dan Hawa sebagai kawan sekerjaNya untuk mengkondisikan hasil ciptaan agar sesuai dengan rencanaNya. Adam dan Hawa dipercayakan untuk mengatur dan menata bumi dan segala isinya hasil ciptaan Tuhan. Bukan saja itu, kepada Adam dan Hawa dipercayakan “membuat banyak” gambar dan rupa Allah yakni manusia itu. Inilah kondisi yang juga sama dialami oleh Nuh.

Tidak ada kehidupan lagi dibumi. Semua gambar dan rupa Allah (ay.6) telah musnah atau dimusnakan Allah. Bisa saja Tuhan membuat banyak Adam dan Hawa; dan bisa juga Ia “mencetak” lagi gambar dan rupanya lewat menghadirkan secara tiba-tiba manusia-manusia lain untuk memenuhi bumi pada jaman Nuh saat airbah usai. Lalu mengapa Tuhan tidak melakukannya? Mengapa Adam dan Nuh diberikan perintah seperti itu? Lalu mengapa perintah Adam dan Nuh sama persis?

Wajar jika perintah kepada Adam diserahkan kepada Nuh. Sungguh tepatlah jika Nuh mengambil alih perintah Adam. Sebab kondisi pasca penciptaan hampir sama dengan kondisi pasca air bah. Manusia musnah! Hanya delapan orang yang selamat. Nuh sekeluarga mendapat mandat Adam untuk menjadi kawan sekerja Allah melahirkan manusia-manusia untuk hadirkan gambar dan rupa Allah di bumi ini. Perhatikanlah bahwa hal ini sangat penting. Ini bukan soal “mencetak foto copy” manusia yang instan menjadi banyak. Hal ini menyangkut proses yang panjang.

Nuh bukan hanya diperintahkan beranak cucu yang banyak untuk penuhi bumi, namun Nuh diperintahkan untuk menghadirkan gambar dan rupa Allah agar terserak dibumi. Ini tidaklah mudah. Allah menganggap Nuh sebagai pribadi yang benar (7:1) yang adalah tipe dari rupa dan gambar Allah. Maka beranak-cucu dan bertambah banyak pada perintah ini bukan hanya melahirkan keturunan dari generasi ke generasi, melainkan Nuh dianugerahi dan dipercayakan tugas mulia yakni meneruskan tabiat; pola hidup dan karakternya yang benar itu dari generasi ke generasi.

Dari keluarga Nuh diharapkan lahir pribadi-badi yang benar juga seperti Nuh. Ini sebuah proses yang tidak mudah. Nuh bukan hanya asal saja menghadirkan turunan, namun kepadanya diberikan mandat tersirat agar mendidik; membimbing turunannya bukan sekedar banyak namun menjadi pribadi yang benar agar terlihat gambar dan rupa Allah.

2.      Manfaatkan dan berkuasalah atas mahkluk di bumi (ay.2.3)
Seperti pada Adam, Nuh juga mendapat kuasa untuk segala ciptaan yang ada yakni hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hal ini bukan hanya soal memanfaatkan apa yang ada dan berkuasa atasnya. Namun perintah ini mengandung kewajiban mulia bahwa Nuh menjadi tangan Tuhan untuk turut mengatur keharmonisan ciptaan sebab hanya mereka berdelapan saja yang memiliki akal budi di antara segala mahkluk yang selamat dari air bah itu. Nuh tidak hanya dilihat Allah sebagai pribadi diselamatkan, namun juga sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap yang telah diselamatkan. Nuh bukan hanya sekedar objek keselamatan, namun dia juga harus menjadi alat untuk mengolah keselamatan itu menjadi tertata dengan baik dan berlangsung terus.

3.      Ketentuan makanan (ay.4)
Kebebasan Nuh dan kuasa yang diberikan kepadanya oleh Tuhan bukan berarti menjadi “tuhan kecil” yang bebas dari segala aturan. Nuh tetap tunduk kepada ketentuan dan aturan Allah, salah satunya tentang aturan makanan baginya. Hal ini menunjuk tentang hak dan kewajiban Nuh yang musti seimbang dilakukannya sebagai pribadi yang dibenarkan Allah. Tuhan tidak hanya bicara soal HAK namun juga menekankan KEWAJIBAN kepada Nuh sebagai wujud pribadi yang diselamatkan.

APLIKASI DAN RELEVANSI
Silakan dihubungkan uraian2 di atas dalam kehidupan sehari-hari menyangkut: Harapan selalu ada; menjadi kawan sekerja Allah; pemanfaatan sumber daya alam; keseimbangan antara hak dan kewajiban, dll,


[1] Emsiklopedi Alkitab Masa Kini-Jilid II. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995), halaman 171-173.