Monday, March 5, 2012

RENUNGAN SEKTOR 7 MARET 2012 (oleh: Pdt. Pendeta ARIE A. R. IHALAUW

MATERI KHOTBAH SEKTOR 7 MARET 2012
LUKAS 14:15-24

Saudara – saudara seiman !

Marilah kita membayangkan kekecewaan yang menimbulkan kemarahan dari seorang komisaris (Pemilik) perusahan, ketika para karyawannya tidak menghadiri pesta jamuannya. Makanan dan minuman telah disediakan. Undangan telah dibagikan, bahkan telah diumumkan di kantor; akan tetapi seorangpun tidak datang ke restoran di mana pesta diselenggarakan. Apakah keputusan yang akan diberikan kepada karyawan-karyawannya ? Bagaimanakah sikapnya atas makanan-minuman yang telah dipesan ?  So pasti, ia akan menghukum karyawan-karyawan yang tidak menghormati undangannya. Dan, ia akan membagi-bagikan makanan-minuman kepada siapapun yang ditemui sepanjang perjalanan pulang ke rumah.

Saudara-saudara seiman !

Cerita perumpamaan yang diucapkan Yesus dituliskan oleh Lukas sebagai pembelajaran bagi orang kristen dalam Jemaat Abad I. Yesus mengumpamakan KERAJAAN ALLAH bagaikan JAMUAN MAKAN KHUSUS yang diadakan Allah bagi orang Israel sebagai tamu khusus (para pemuka agama). Mendahului pesta itu, Allah telah menyuruh utusan (nabi-nabi) untuk memanggil Israel kembali masuk ke dalam persekutuan hidup bersama Dia. Akan tetapi Israel menampik dan menolak ajakan Allah. Israel sebagai umat pilihan mengada-adakan alasan, karena mereka tidak mau mengikuti perayaan pesta keselamatan yang diselenggarakan. Allah kecewa dan marah. Mengapakah orang-orang terpandang itu mencari-cari alasan untuk tidak menghadiri pesta jamuan makan ? Mereka mendahulukan urusan pribadi, urusan pekerjaan dan urusan keluarga. Mereka menomor satukan kepentingannya sendiri.

Oleh karena kekecewaan dan kemarahannya, tuan pemilik pesta itu menyuruh utusan untuk mengundang orang berdosa, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh, orang-orang miskin dan orang-orang buta. Meskipun mereka ini adalah umat Allah (Israel), tetapi mereka bukanlah warga kelas satu dan tidak terpandang dalam masyarakat.

Bukan hanya orang-orang itu saja; tetapi ketika tuan pemilik pesta melihat masih banyak tempat yang kosong, ia menyuruh utusannya “pergi ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh” untuk memanggil siapapun yang ditemui, supaya datang ke dalam pesta itu. Barulah pesta itu dilaksanakan.

Saudara – saudara seiman !

Perumpamaan itu melukiskan perangai orang Israel. Mereka menyombongkan diri selaku umat pilihan Allah. Mereka berpndangan bahwa TUHAN Allah akan menyelamatkan orang-orang yang melakukan Hukum Taurat. Oleh karena alasan seperti itu, Israel berpendapat akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Padahal banyak di antara umat dan pemimpin Israel yang melakukan Hukum Taurat itupun berbuat jahat secara sembunyi-sembunyi. Allah mengetahui perbuatan mereka yang jahat dan tidak benar. Oleh karena itu, Dia sendiri datang dengan maksud untuk menyelamatkan Israel. Ia mengutus utusanNya untuk membagikan undangan. Akan tetapi karena keangkuhan dan ketegaran hati, Israel tidak memenuhi undangan Allah.

Allah tidak berhenti bekerja untuk mewujudkan maksudNya atas manusia. Dia menyuruh utusannya memanggil orang-orang berdosa, orang-orang yang tidak memiliki harapan akan masa depan; malahan bangsa-bangsa non-Israelipun diundangNya, agar mereka semua datang dan menikmati rachmat kebaikan yang diberikanNya di dalam persekutuan jamuan makan bersama Dia. Ketika orang-orang terpandang dari umat Israel tidak menjawab undanganNya, Allah membuka kesempatan kepada orang lain untuk menikmati anugerah keselamatanNya.

Saudara – saudara seiman !

Melalui cerita perumpamaan yang diucapkan Yesus, kita sebagai orang kristen diingatkan, pertama, kita tidak boleh berpandangan dan bersikap seperti umat Israel. Kita tidak boleh menyombongkan diri, karena kedudukan sebagai anak-anak Allah. Tidak boleh sombong rohani. Sebaliknya kita diajak untuk mewaspadai diri sendiri melalui pendengaran akan firman Allah. Tuhan Allah mengasihi kita, Dia mengutus hamba-hamba/pelayan-pelayanNya untuk memberitakan Injil keselamatan. Injil itu merupakan undangan Allah bagi kita yang sedang berada dalam belenggu dosa dan penderitaan. Oleh karena itu, janganlah kita mencari-cari alanan supaya tidak memenuhi undangan Allah. Selayaknya kita membuka telinga dan hati untuk mendengarkan suaraNya yang akan selalu membebaskan hidup kita dari penderitaan. SuaraNya adalah firman yang akan menuntun kita menuju rachmatNya.

Kedua, kita sebagai orang kristen patut bersekutu bersama Allah dan saudara seiman, sama seperti orang-orang yang duduk semeja dan makan bersama. Di atas meja makan Allah memberikan rachmat kebaikanNya, yaitu : anugerah keselamatan, untuk dinikmati bersama. Kita tidak boleh mendahulukan kebutuhan dan kepentingan sendiri lebih dari pada saudara-saudara seiman. Di dalam persekutuan makan semeja dengan Allah tiap orang kristen berbagi kesenangan bersama saudaranya seiman, supaya ada keselamatan.

Ketiga, kita sebagai orang kristen dipanggil untuk meperoleh rachmatNya, dan diutus untuk membawa berkat kepada semua kaum di muka bumi (bd. Kej. 12:3b; I Pet. 3:9). Sesudah makan-minum bersama, Tuhan Yesus mengutus kita untuk memberitakan Injil pembebasan kepada siapapun yang masih dikuasai dosa dan bergumul dalam kondisi sengsara.  

SELAMAT MENYUSUN PEMBERITAAN !

SALAM DAN DOAKU

PUTRA SANG FAJAR
Pendeta ARIE A. R. IHALAUW

MATERI KHOTBAH PKP 6 MARET 2012


LUKAS 14:12-14

Ibu2 kekasih Kristus
Kisah ini dimulai ketika Tuhan Yesus dan murid-muridnya diundang makan bersama oleh seorang Farisi dalam pesta jamuan yang mewah (14:7-11). Tuhan Yesus melihat dan menyaksikan banyak tamu yang berebutan untuk duduk ditempat terhormat dengan cara mengambil tempat paling depan. Itulah sebabnya Ia mengajar para murid tentang kenyataan ini dan menyampaikan inti pengajarannya di ayat 11 yakni:  barangsiapa meninggikan diri, akan direndakan dan barang siapa merendahkan diri akan ditinggikan. Selesai mengajarkan itu, Tuhan Yesus mengajarkan atau lebih tepat menyarankan sesuatu kepada tuan rumah tentang bagaimana cara mengundang orang ketika membuat pesta.

Inti dari pengajaran Yesus kepada tuan rumah yang mengundangnya adalah: sesungguhnya lebih baik mengundang orang miskin dan terlantar dari pada mengundang orang kaya. Sebab dengan mengundang orang terhormat atapun kaya, mereka pasti membalas kebaikannmu. Namun jika mengundang orang susah dan miskin, mereka sudah pasti tidak mampu membalasnya, Namun Tuhan sendiri yang akan membalas kebaikanmu itu.

Bagaimana memahami ucapan Yesus itu? Sebelumnya marilah kita melihat dan memahami kondisi real zaman Yesus sehubungan dengan status sosial orang2 yang miskin dan susah itu. Di Israel kala itu, orang miskin, orang cacat, orang lumpuh dan orang buta tidak mendapat tunjangan sosial karena masalah tunjangan sosial memang belum terpikirkan oleh pemerintah pada jaman itu. Jadi di tengah-tengah masyarakat jaman itu ada cukup banyak orang miskin yang terlantar.

Mereka umumnya adalah orang-orang cacat yang tidak dapat bekerja, dan dengan demikian tidak memiliki penghasilan. Mereka biasanya bergantung pada sedekah untuk bisa bertahan hidup. Dan Tuhan Yesus, pada jaman itu, berkata, "Undanglah orang-orang miskin." Mengapa? Karena mereka tidak akan mampu untuk balas menjamu kita! Lalu apa keuntungan buat kita dengan mengundang para gelandangan yang tidak akan mampu membalas jamuan saya? Banyak orang berpikir bahwa seharusnya yang kita undang adalah mereka yang mampu untuk balik menjamu kita. Begitulah, cara Allah berpikir bertentangan dengan cara manusia berpikir.

Ini adalah teguran yang jauh lebih sering kita langgar ketimbang kita jalankan, kita mengundang teman-teman, saudara, kerabat atau juga tetangga kita yang mampu, orang-orang yang ingin kita dekati demi suatu hubungan yang saling menguntungkan, bukankah begitu? Ini adalah suatu praktek yang sudah umum dijalankan oleh orang dunia. Untuk apa anda mengundang seseorang tertentu? Karena pada umumnya setiap orang ingin membangun suatu hubungan yang baik dengan orang itu dan berharap dapat memperoleh manfaat dari hubungan ini.

Kenyataan yang sering kita jumpai dalam dunia ini adalah:
-  Banyak orang mengundang orang-orang tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat bagi diri sendiri.
- Banyak memberi dengan harapan untuk dapat menuai suatu hasil dari orang yang menerima pemberian itu. Mengapa? Karena perhatian sering hanya tertuju pada urusan kehormatan ataupun keuntungan.

Akan tetapi Tuhan Yesus berkata, "Jika engkau mengejar hasil langsung dari dalam hidup ini dan dari orang-orang di sekitarmu, maka engkau tidak akan memperoleh upah dari Allah." Ajaran Tuhan terasa sulit karena kita tidak berpikir seperti Dia. Cara kita berpikir condong kepada cara pikir dunia. Kita terikat dalam cara pikir dunia. Dalam benak kita, maka tindakan yang pantas dilakukan adalah tindakan yang memberi keuntungan bagi kita. Prinsip yang sering dibangun dalam dunia ini adalah: “Jika saya mengundang seseorang, saya perlu menghitung manfaat apa yang bisa saya dapatkan dengan mengundang orang itu”. Apakah itu keliru? Tentu saja TIDAK. Sebab bukankah demikian seharusnya terjadi dalam hal memberi dan menerima? Namum pemikiran itu walau kelihatan BENAR, akan menjadi berbeda dengan ajaran Firman Tuhan. Yakni cara dan prinsip memberi berbuat kebajikan menurut Tuhan Yesus.

Ibu2 kekasih Kristus
Bagaimana jalan pikiran Tuhan Yesus? Ia memberitahukannya di ayat 13, "Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan," bukan sekadar acara makan bersama akan tetapi suatu perjamuan, pesta makan yang tentunya perlu biaya besar, apa yang harus anda lakukan? Ia berkata, "Undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu." Ingatlah pada ucapan Tuhan Yesus yang tercatat di dalam Kisah 20:35, Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.

Dalam ayat-ayat yang kita bahas hari ini, Tuhan Yesus berkata, "Jika kamu mengundang seseorang, tanyakanlah pada dirimu sendiri, apa yang engkau inginkan? Apakah engkau mengundangnya supaya nanti ia mengundangmu juga sebagai balasannya? Dengan cara berpikir seperti itu, kita sudah mendapatkan upah. Upah untuk kita langsung lunas terbayar. Akan tetapi jika kita melakukan kebaikan kepada orang2 yang tidak mampu membalas kebaikan kita, maka akan muncul suatu ketidakseimbangan. Kita memberi sesuatu dan tidak mendapatkan balasan langsung. Allah adalah Allah yang adil dan Ia akan bertindak untuk mengembalikan keseimbangan itu. Dengan demikian, Allahlah yang akan membalas perbuatan baik yang sudah kita kerjakan itu.

Pertanyaan penting yang perlu direnungkan adalah, Balasan dari siapakah yang kita inginkan? Dari manusia ataukah dari Allah? Saya yakin bahwa semua kita yang hadir saat ini akan lebih memilih menerima balasan dari Allah ketimbang dari manusia, bukan? Akan tetapi kita juga perlu menyadari bahwa untuk dapat melakukannya tentu tidaklah mudah, dan sudah pasti sangat berat.

Dari bacaan Firman Tuhan hari ini, ada beberapa hal yang perlu kita renungkan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni:

1.       Apabila kita mengerjakan suatu kebaikan kepada orang lain, apakah motivasi dibalik perbuatan kita ini? Banyak orang melakukan kebaikan agar beroleh kebaikan pula dari orang lain. Itu sungguh manusiawi dan wajar. Namun sebagai orang percaya kita diajarkan bahwa perlu cara pandang ini kita naikkan ke level yang lebih mulia sesuai kemauan Tuhan. Apakah kemauan Tuhan itu?

Kita harus berbuat baik kepada semua orang walaupun kita tahu bahwa kelak nanti kita tidak memperoleh balasan setimpal dari orang itu. Motivasi kebaikan yg kita buat harusnya menjadi kesaksian iman kita, sehingga tidak harus beroleh balasan baik juga dari orang lain. Itulah yang dituntut dari Tuhan untuk kita kerjakan.

2.       Apakah keuntungan dari mengerjakan kebaikan tanpa berharap balasan dari orang lain? Jawabnya adalah Tuhan sendirilah yang akan membalas kebaikan itu. Ini memberikan suatu hal yang lebih sukacita sebab bukan manusia yang membalas kebaikan kita, namun Tuhan sendiri yang turun tangan untuk membalas semua perbuatan mulia itu. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus seorang istri dan ibu bagi anak2 tidaklah mudah. Namun justru barangkali seluruh kegiatan itu seakan tidak dihargai. Lelah melayani suami dan anak2 termasuk mengurus rumah tangga seringkali bukan kebaikan yang kita terima sebagai balasan, namun justru beberapa perkataan yang tidak menyenangkan dan jauh dari suatu penghargaan apapun. Mungkin terbersit dalam pikiran kita: “mengapa saya tidak dihargai?”; “Mengapa justru orang lain yang lebih di hormati?” Fatalnya lagi kitapun tanpa sadar menjadikan masalah itu sebagai suatu “hal yang besar” dan memicu perselisihan. Atau berbagai contoh lainnya.


Hari ini Firman Tuhan meneduhkan kita untuk merubah cara pandang atas segala kebaikan yang kita kerjakan. Berbuatlah terus kebaikan, walaupun mungkin tidak mendapatkan balasan. Sebab sesuai Firman Tuhan hari ini, suatu saat nanti Tuhan sendirilah yang akan membalas semua kebaikan yang kita lakukan tanpa pamrih itu. Kerjakanlah semua hal seakan untuk Tuhan dan bukan kepada manusia. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk melakukannya. Amin.