Bahan Khotbah Ibadah Minggu
16 September 2018
PENGANTAR
Apa jadinya jika kita membangun rumah dengan beberapa tukang dari
berbagai daerah dan budaya berbeda, lalu komunikasi menjadi penghalang? Ketika
minta palu, yang diantar adalah batu; ketika minta gergaji yang diantar justru
jeruji. Kacau bukan? Sudah pasti semua akan berantakan.
Gambaran di atas hampir sama dengan kisah pembangunan menara tinggi di
Babel yang sering kita kenal dengan istilah menara Babel. Tetapi kisah tentang menara Babel ini mengandung
begitu banyak makna dibanding dengan persoalan kekacauan bahasa yang terjadi
saat itu.
TELAAH PERIKOP
Kisah ini berlatar sesudah peristiwa air bah, yakni dasyatnya hantaman
air yang datang menghancurkan bumi dan genangan yang begitu tinggi sehingga
menenggelamkan bukit dan gunung. Hanya karena air mulai surutlah maka Nuh dan
seisi bahtera terkandas di pengungan Ararat (bd. Kej.8:4). Tinggu gunung ararat
itu sendiri adalah 16.945 kaki atau setara dengan 5.165 meter. Jika airbah
surut lalu gunung Ararat kemudian kelihatan, maka kita dapat membayangkan
tingginya airbah itu. Kisah menara Babel ini juga berlatar pada keinginan Allah
untuk mengembalikan posisi pemukiman manusia di bumi, yakni “penuhilah bumi”
(Kej.1:28) dengan cara mereka berpencar menurut bangsanya (bd.10:32).
Berdasarkan latar pemahaman di atas, maka mari kita memperhatikan isi
perikop ini untuk menemukan pokok-pokok penting dari kisah menara Babel ini:
1. Tujuan manusia membangun Menara Babel? (ay.1-4)
Perhatikanlah bahwa kondisi waktu itu, semua manusia
memiliki satu bahasa dan satu logatnya (ay.1) yang memberikan mereka kesempatan
berada dalam kesatuan dan keutuhan untuk hidup bersama di satu tempat yang
disebut tanah Sinear (ay.2). Dengan kemampuan bersama itu mereka membangun
tempat tinggal dan menemukan cara untuk menyiapkan bahan-bahannya berupa batu
bata dan ter gala-gala (atanh liat) untuk merekatkan (ay.3). Tiba- tiba muncul
ide untuk membangun sebuah menara yang tinggi yang puncaknya sampai ke langit. Apakah
tujuan dari membangun menara yang tinggi itu?
Tujuan pertama,
tentu berkaitan erat dengan peristiwa masa lalu yakni pemusnahan masal
melalui peristiwa airbah. Bisa jadi bahwa ini adalah upaya mereka untuk
menghindari hukuman andai kata dilakukan Tuhan lagi untuk menghukum mereka. Tentu
ini merupakan motivasi yang keliru. Supaya terhindar dari hukuman Allah,
bangunlah alat penangkal hukuman. Dengan kata lain, mereka bukan mencari sebab
mengapa dihukum, yakni karena dosa, tetapi justru merasa perlu menyaingi
kedasyatan hukuman itu.
Tujuan kedua,
puncak menara itu direncanakan dibangun untuk mencapai langit. Dalam teks asli,
istilah langit itu dari kata שָׁמַיִם (shamayim) yang
berarti bukan saja langit tetapi berarti pintu sorga, atau tempat
para ilah atau dewa bersemayam. Istilah ini oleh terjemahkan King James
Version menyebut dengan Heaven. Dalam tradisi keagamaan
kuno, lagit adalah tempat para dewa tinggal. Maka secara tidak langsung tujuan
pembangunan menara Babel adalah untuk mendekati tempat Allah bersemayam. Pendek
kata mereka ingin menyaingi “ketinggian” Allah bersemayam atau mengulang lagi
dosa perdana di taman Eden yakni ingin menjadi seperti Allah (bd.Kej.3:5).
Tujuan ketiga, untuk “mencari nama”. Mereka berkata:
“marilah kita mencari nama”. Istilah “nama” ini dari bahasa Ibrani שֵׁם (shem) yang
memang berarti nama tetapi juga bermakna kemasyuran atau popularitas. Istilah ini juga merupakan nama dari anak pertama
Nuh yakni SEM (Shem) yang berarti masyur atau terkenal. Tujuan membangun menara
Babel untuk “mencari nama” itu setara dengan kesombongan dan keangkuhan untuk menandingi Allah atau berusaha
setingkat dengan Allah.
Tujuan keempat, adalah “jangan terserak ke seluruh bumi”.
Mereka dengan sengaja melawan keinginan Allah untuk membuat manusia memenuhi
bumi dan supaya terjadi penyebaran yang merata di seluruh permukaan bumi,
sebagai tujuan awal pasca airbah (bd. Kej.10:32). Keangkuhan membawa mereka
menjadi pemberontak dan gagal memaknai peristiwa air bah sebagai cara Tuhan
menghukum akibat pemberontakan manusia. Menara Babel adalah simbol kesombongan,
tegar tengkuk dan jiwa pemberontakan umat manusia pada waktu itu.
2. TUHAN menggagalkan pembangunan menara Babel
(ay. 5-9)
Apakah reaksi Tuhan atas giat kerja yang dilakukan
manusia di bawah sana? Apa yang Tuhan perbuat terhadap rencana manusia dikolong
langit itu? Ada beberapa hal menarik yang terjadi, yakni:
Pertama,
Tuhan “turun” untuk melihat
kota dan menara yang sedang dibangun itu (ay.5). Menara yang dibangun tinggi
dengan rencana hingga sampai ke “sorga” supaya anak-anak manusia dapat “naik”
dan melihat kemuliaanNya, justru disikapi Allah dengan cara “turun”
melihat mereka. Hal ini menarik untuk direnungkan. Bahwa tidak ada yang dapat
menjumpai Kemuliaan, Kekudusan, dan KeMahaan Allah. Siapapun dikolong langit
ini tak kan mampu melakukannya. Justru sebaliknya, TUHAN Allah sendirilah yang “turun”
menjumpai kefanaan, kerendahan, dan kenajisan manusia. Jika Tuhan tidak pernah “turun”, maka manusia tidak bisa menjumpai
Allah. TUHAN Allah-lah yang justru memjumpai manusia (bd. Yoh.3:16).
Kedua, Tuhan “mengacaubalaukan” keseragaman
(ay.7) yang mereka banggakan. Kesatuan bahasa dan logat sebagai anugerah Allah
ternyata disalah-gunakan untuk memberontak kepada Sang Pemberi keseragaman itu.
Maka TUHAN pun membuat keseragaman menjadi keberagaman, keharmonisan menjadi
disharmoni (kacau-balau). Modal utama mereka yang dipakai untuk menyaingi Allah
justru sirna dan hilang lenyap.
Ketiga,
Tuhan “menyerakkan” mereka keseluruh bumi (ay.9). Maksud
hati para manusia itu untuk hidup dan tinggal menetap di satu tempat sebagai
bentuk perlawanan pada rencana Allah yang mula-mula (bd. Kej.1:28; 10:32),
justru gagal. Tuhan membuat merek terserak diberbagai tempat di bumi agar
rencana penuhilah bumi sebagai
tujuan manusia diciptakan Allah dapat tercapai. Mereka berpikir bisa menggalkan
rencana Tuhan, tetapi justru sebaliknya, Tuhanlah yang menggagalkan rencana
mereka,
APLIKASI DAN RELEVANSI
Silakan temukan relavansi dari galian Firman Tuhan ini dalam kehidupan beriman orang percaya dan realitas kongkrit disekitar kita. Keangkuhan dan Kesombongan akan berakhir pada kegagalan atau bencana. Tidak ada yang dapat menggagalkan rencana Tuhan, justru sebaliknya, Tuhan mampu menggagalkan rencana hebat apapun milik manusia di kolong langit ini.