ULANGAN
16:1-4
Jemaat Tuhan,...
Kitab Ulangan merupakan kitab terakhir dari kitab-kitab Musa yang biasa
disebut dengan Pentateukh (latin: 5 kitab/5 wadah/5 gulungan). Itu berarti
Kitab Musa tediri dari lima kitab. Lima kitab dimaksud adalah: Kejadian,
keluaran, imamat, bilangan dan ulangan.
Mengapa kitab kelima ini disebut dengan kitab Ulangan? Nama asli Ibrani
dari kitab ini adalah
‘elleh
haddebarim yang berarti “Inilah perkataan-perkataan” atau,
lebih sederhana, debarim (“perkataan-perkataan; lih. 1:1).
Selanjutnya ketika lima kitab Musa ini ditersemahkan ke dalam bahasa Yunani,
kelima kitab ini kemudian disebut dengan istilah Septuaginta.
Dalam kitab Septuaginta atau biasa
disimbolkan dengan LXX, kitab ini disebut dengan istilah to deuteronomion touto yang
berarti “pemberian hukum yang kedua
ini” yang diambil dari Ulangan 17:18. Penggunaan istilah “pemberian hukum yang kedua ini” didasari
bahwa isi dari kitab ini adalah “Pengulangan”
dari hukum2 yang sudah disampaikan Musa sebelumnya. Itulah sebabnya nama kitab
Musa yang kelima ini dalam terjemahan Indonesia disebut sebagai Kitab Ulangan.
Kitab Ulangan berisi tentang pidato
Musa ketika bangsa Israel sedang berada di wilayah Moab, di daerah di mana
Sungai Yordan mengalir ke Laut Mati (1:5). Sebagai tindakan akhir melimpahkan
kepemimpinannya kepada Yosua, ia memberikan kata-kata perpisahannya yang begitu
emosional kepada bangsa Israel untuk mempersiapkan mereka masuk ke Kanaan. Penekanan
rohani kitab ini adalah panggilan untuk berkomitmen total kepada Allah dalam
ibadah dan ketaatan.
Dengan kata lain kitab ini merupakan
nasehat Musa yang mengulang kembali kisah perjalanan umat selama 40 tahun di
padang gurun dan mengingatkan mereka segala ketetapan –peraturan – hukum TUHAN,
Allah Israel supaya mereka tidak melupakan Firman dan kisah perjalanan mereka
bersama TUHAN ketika sebentar lagi memasuki Tanah Perjanjian yakni Negeri
Kanaan.
Jemaat
Tuhan,...
Bacaan kita hari ini yakni Ulangan 16:1-4 berisi
tentang upaya Musa untuk mengingatkan Israel agar mereka tetap merayakan Paskah
ketika nanti mereka memasuki Tanah Perjanjian atau tanah Kanaan. Bagaimanakah
cara umat Israel merayakan Paskah itu? Dengan sangat detail Musa menyampaikan
tahap demi tahap perayaan Paskah itu harus dilakukan. Dalam bacaan kita,
minimal ada 4 poin utama tetang bagaimana tata cara hari raya Paskah itu harus
dilakukan, yakni:
1.
Kapan dilaksanakan?
Menurut ayat 1 bacaan kita,
hari raya Paskah harus dilaksanakan pada bulan Abib. Namun dalam kitab Bilangan
9:1-5 kita menemukan bahwa Tuhan memerintahkan agar Paskah dirayakan pada bulan
Nisan tanggal 14 atau hari yang ke-14. Mengapa nama bulan ini berbeda? Apakah
Musa menggantikan waktu pelaksanaan?
Bulan Abib maupun bulan Nisan
jatuh pada musim yang sama. Abib berarti gandum menguning; Nisan berarti musim
semi. Baik bulan Abib maupun bulan Nisan sama-sama jatuh pada bulan Maret-April
sesuai penanggalan moderen dan keduanya berada pada musin yang sama, yakni
musim semi, musim panen jelai dan panen rami. Itulah sebabnya orang Kristen
merasayakan paskah disekitar bulam Maret hingga bulan April.
2.
Apa yang dilakukan dalam perayaan
itu?
Menarik untuk ditelusuri bahwa
perayaan Paskah dilakukan dan dihubungkan erat dengan Hari raya Roti tidak
beragi (ayat 2 dan 3). Hari raya Paskah dilakukan pada tanggal 14 sedangkan
hari raya Roti Tidak beragi dirayakan keesokan harinya yakni pada hari ke-15
bulan Abib atau bulan Nisan. Pada Hari Raya Paskah umat harus mempersembahkan
kambing domba dan lembuh sapi; sedangkan pada hari raya Roti tidak beragi
mereka harus memakan roti tidak beragi selama tujuh hari.
Perintah ini sarat dengan makna
pengulangan. Yaitu umat mengenang kembali karya Allah yang luar biasa
melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir melalui darah anak domba yang
dioleskan di tiap tiang rumah. Roti tidak beragi disebut juga roti penderitaan,
karena umat mengalami penderitaan di Mesir sekaligus lambang terburu-burunya
umat meninggalkan Mesir. Dengan melakukan proses perayaan seperti ini
diharapkan umat tidak melupakan karya Tuhan yang besar dalam kehidupan mereka.
Kisah Mesir adalah kisah yang perlu tetap diingat rayakan sebab disitulah umat
melihat TUHAN, Allah mereka berkarya dalam sejarah Israel.
3.
Di manakah Korban Paskah itu
dipersembahkan?
Perhatikanlah perintah pada
ayat 2 bacaan kita. Korban Paskah itu harus dipersembahkan di tempat yang
ditunjuk oleh Tuhan. Mengapa demikian? Sebab Tuhan adalah pribadi yang suci.
Tanah Kanaan menyembah banyak allah dan memiliki banyak mezbah persembahan.
Semua tempat itu najis dan tidak layak. Karena itu penting untuk ditentukan
Tuhan tempat yang nantinya IA khususkan dan kuduskan bagi persembahan Paskah.
Dengan kata lain, tidak
sembarang tempat umat beribadah dan mempersembahkan korban bagi Tuhan. Mereka
harus memilih tempat yang khusus yang disiapkan oleh Allah.
Jemaat Tuhan,...
Berdasarkan Firman Tuhan ini, ada beberapa hal yang perlu kita
renungkan untuk dapat relevansikan dalam kehidupan beriman kita, yakni:
1.
Merayakan
Paskah berarti juga mengingat rayakan dan memberitakan karya Tuhan yang telah
menyelamatkan kita dari Dosa. Allah telah melewatkan (Ibrani: Pesakh = paskah)
kuasa maut dalam hidup kita sehingga kita diselamatkan oleh darah anak domba
Allah yakni Yesus Kristus. Merayakan
Paskah berarti tidak melupakan perbuatan Allah itu, sekaligus menjaga hidup
kita agar tetap dalam karya keselamatan Allah.
2.
Merayakan
Paskah berarti mengingat perbuatan Allah dalam hidup Israel. Kita adalah Israel
baru yang juga mengalami perbuatan Allah yang ajaib dalam hidup kita. Ada
banyak perbuatan Allah yang terkarya dalam hidup beriman kita. Sudahkan kita
tetap mengingatnya? Atau apakah terlalu mudah melupakan semua yang telah Tuhan
lakukan?
Bentuk merayakan Paskah adalah lewat mempersembahkan
korban syukur Paskah. Sudahkah pula kita mengingat perbuatan Allah dengan
selalu bersyukur kepada Tuhan? Apakah yang kita persembahankan kepada Tuhan
sebagai rasa syukur atas perbuatan Allah dalam hidup kita. Persembahan bisa dalam bentuk uang atau materi. Berapa
besar jumlahnya? Itu sangat tergantung pada seberapa besar saudara bersyukur.
Namun yang utama bukan soal nilai besar-kecilnya melainkan ketulusan hati untuk
mempersembahkannya. Paling utama bukanlah materi, namun menurut Roma 12:1 kita
wajib mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup. Artinya,
seluruh hidup kita harusnya dikaryakan sebagai tanda syukur atas anugerah dan
berkat yang Tuhan lakukan dalam hidup ini.