Monday, October 29, 2012

BAHAN RENUNGAN PKP 30 OKTOBER 2012


TITUS 3:8-11

PENGANTAR
Titus adalah seorang pelayan yang dikader oleh Rasul Paulus. Ada banyak kondisi sulit yang dihadapi Titus di Kreta tempat ia melayani. Salah satunya adalah munculnya berbagai ajaran sesat sehingga menjadi perdebatan dalam jemaat. Ada beberapa saran Paulus terhadap kondisi ini yang harus segera dilakukan dan diajarkan Titus kepada jemaatnya yang tertuang dalam suratnya kepada Titus

TELAAH PERIKOP
Paulus menganjurkan kepada Titus untuk memperhatikan beberapa hal penting ketika menghadapi kondisi di Kreta, yakni:
1.      Lakukanlah Pekerjaan Baik (ay.8)
Umat Kristen di Kreta sering diperlakukan kurang baik oleh Pemerintah yang berlaku tidak adil serta pula orang banyak sekitar yang mencemooh iman mereka dan meremehkan mereka di depan umum. Apalagi banyak ajaran sesat yang berusaha untuk menganggu keutuhan jemaat. Paulus menasehati bahwa mereka harus tetap berbuat baik kepada semua orang termasuk kepada yang menjahati mereka sekalipun.

Paulus menekankan bahwa semua perbuatan baik yang dilakukan oleh orang percaya dengan cara tunduk kepada pemerintah ataupun berbuat baik kepada semua orang bukanlah pertama-tama dilakukan atas motivasi demi menyenangkan pemerintah atau sesama manusia, namun sebagai wujud hidup orang percaya yang telah diselamatkan oleh anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus.

Perbuatan baik kepada pemerintah dan sesama haruslah dipahami bukan sebagai syarat untuk dapat diselamatkan. Sebab umat percaya tidak diselamatkan karena perbuatan baik kita (ay.4) namun justru karena anugerah Allah. Karena itu motivasi yang tepat untuk tunduk pada para penguasa dan sesama harus dilakukan sebagai tanda syukur atas kemurahan Allah.

2.      Hindari Pertengkaran (ay.9-11)
Biasanya pertengkaran hanya mungkin terjadi jika melibatkan minimal dua orang atau dua kelompok. Pertengkaran muncul akibat hadirnya aksi yang berlebihan yang dibarengi dengan reaksi yang tidak kalah berlebihan pula. Hal inilah yang dimaksud Paulus dalam ayat 9-10 bacaan kita. Adalah lebih bijak menurut Paulus untuk menghindari pertengkaran dari pada berusaha masuk dan terjun dalam arena pertengkaran tersebut.

Titus dimintakan untuk berani tampil beda dan lebih banyak untuk mengalah. Sebab seorang hamba Tuhan sangat disayangkan jika terlibat dalam pertengkaran dan menghamburkan emosi yang sia-sia itu. Kunci untuk terhindar dari pertengkaran adalah dengan berusaha tetap ramah kepada siapaun termasuk orang yang memusuhinya; dan sabar menghadapi setiap cercaan tersebut. Itulah sebabnya dalam ayat 10 Paulus mengajak Titus untuk meninggalkan si penyesat itu (bidat) supaya tidak lagi ada perdebatan yang membawa perselisihan. Selanjutnya biarlah Tuhan sendiri yang akan berurusan dengan orang itu karena dosanya (ay.11


APLIKASI DAN RELEVANSI
Kekristenan bukan hanya sebuah ajaran ketuhanan (teologi).  Kekristenan adalah sebuah nilai hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata, di tengah masyarakat.  Dari surat Paulus ini kita dapat belajar bagaimana seharusnya orang-orang Kristen bersikap ketika harus hidup sebagai kelompok minoritas, di sebuah masyarakat dan pemerintahan yang tidak mengenal nilai-nilai kekristenan.  Paulus menasihati orang-orang Kristen di pulau Kreta agar mereka tunduk dan taat kepada pemerintah.  Sikap yang serupa juga harus ditunjukkan terhadap masyarakat, yaitu sikap bersahabat dan anti-kekerasan.

Mudahkah bersikap demikian?  Tentu tidak mudah!  Apalagi bila kita hidup di tengah pemerintah dan masyarakat yang tidak bersahabat dengan kekristenan. Namun, orang-orang Kristen mempunyai beberapa alasan (motivasi) yang jelas untuk bersikap demikian.  Pertama, kita harus ingat bahwa kita juga orang-orang berdosa (ay.3).  Firman Tuhan mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati, juga secara rohani.  Bukankah sikap arogan dan merasa diri paling suci (dan orang lain sesat) sering digunakan sebagai alasan untuk memusuhi atau bahkan menganiaya orang lain?  Di Indonesia, kenyaatan semacam ini sangat memprihatinkan.  Kedua, kita harus senantiasa mengingat kasih dan kemurahan Allah yang telah menyelamatkan kita.  Jika kita ingat kasih dan kemurahan Tuhan kepada kita, masih adakah alasan untuk menahan kasih dan kemurahan kita kepada orang lain?  


Selanjutnya kita diajarkan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk percekcokan dan perselisihan yang tidak menguntungkan. Entah itu berhubungan dengan pelayanan ataupun hidup bermasyarakat. Lebih baik hidup berdamai dengan semua orang, dan jika perlu tinggalkan orang-orang termasuk tertangga sekalipun jika ia selalu mencari persoalan atau fitnah dan gosip yang mendatangkan percekcokan. Amin

BAHAN RENUNGAN IBADAH KELUARGA 31 OKTOBER 2012


2 RAJA-RAJA 23:1-14

Jemaat Kekasih Kristus
Siapakah Yosia? Ia adalah salah satu raja Israel, seorang raja yang masih muda. Ia naik tahta pada saat berumur delapan tahun (2 Raj. 22:1), anak dari raja sebelumnya yaitu raja Amon (2 Raj. 21:26). Ayahnya Yosia adalah seorang raja yang melakukan hal-hal yang jahat di mata TUHAN, seperti juga yang telah dilakukan oleh kakeknya, raja Manasye (2 Raj. 21:20). Namun Yosia ternyata berbeda dengan ayah dan kakeknya, ia tidak menjadi seorang raja yang berbuat jahat. Sebaliknya, ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan hidup sama seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. (2 Raj. 22:2). Apa yang hebat tentang Yosia?

Sesungguhnya-lah, Yosia adalah seorang pahlawan. Yosia adalah raja yang juga adalah pahlawan bangsanya.

Jemaat Kekasih Kristus
Seorang pahlawan, yang pertama-tama, adalah seorang yang memberikan hidupnya bagi orang lain. Ia tidak mengutamakan kedudukan, tidak meninggikan kuasa dan wibawa, tidak mencari-cari hormat dari dunia, melainkan berupaya untuk memberikan apa yang terbaik dalam kemampuan-nya kepada banyak orang. Bukankah demikian sosok raja Yosia?

Dalam kemudaannya, ia tidak menjadi raja yang tinggi hati atau mementingkan kuasa yang dimilikinya. Sebaliknya, ketika ia mendengar Firman Tuhan beserta ucapan-ucapan kutuk terhadap bangsanya, raja Yosia begitu menyesal hingga mengoyakkan pakaiannya (2 Raj. 22:11). Ia tahu betul betapa hebat kemarahan Tuhan karena perbuatan orang tua serta bangsa Israel yang tidak setia. Ia begitu prihatin atas nasib bangsanya.

Ia ingin bangsanya terluput, barangkali Tuhan bersedia meredakan murka-Nya yang menyala-nyala. Ia merendahkan dirinya di hadapan Tuhan dengan dilihat oleh seluruh rakyatnya, ia tidak memikirkan bagaimana citra diri serta wibawanya sebagai raja, melainkan ia mengharapkan keselamatan bangsanya yang berdosa itu. Bukankah itu adalah sikap seorang pahlawan yang agung?

Yang kedua, seorang pahlawan juga adalah seorang yang meninggikan kebenaran di atas kepentingan dirinya. Ketika raja Yosia menemukan kebenaran itu dalam Hukum Taurat yang dibacakan padanya, segala kepentingan dirinya disingkirkan ke belakang. Bahkan, segala kepentingan lain disingkirkan ke belakang. Masalahnya jelas: bangsa Israel telah mengkhianati perjanjian yang mereka lakukan dengan Tuhan, bahkan mereka sudah melupakan perjanjian itu. Dengan tidak ragu-ragu, raja Yosia mengumpulkan seluruh orang Yehuda dan penduduk Yerusalem, agar mereka mendengar kembali kitab perjanjian yang telah mereka lupakan. Itu adalah hal yang paling penting, bahkan lebih penting daripada kedudukannya sebagai raja: Yosia membacakan sendiri kitab perjanjian itu (2 Raj. 23:2). Kebenaran bagi Yosia lebih utama daripada status dirinya sebagai raja, sungguh ia seorang pahlawan besar.

Yang ketiga, seorang pahlawan mempunyai komitmen yang kuat atas apa yang harus diperjuang-kannya. Bahkan ia tidak hanya membawa komitmen itu bagi dirinya sendiri, melainkan membawa serta orang-orang di sekelilingnya untuk turut mengambil komitmen yang serupa. Yosia tidak berhenti dengan hanya membacakan kitab perjanjian itu, melainkan menyatakan komitmen, menyatakan diri untuk hidup dengan mengikuti Tuhan, dan tetap menuruti perintah-perintah-Nya, peraturan-peraturan-Nya dan ketetapan-ketetapan-Nya dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan untuk menepati perkataan perjanjian yang tertulis dalam kitab itu. Dan seluruh rakyat turut mendukung perjanjian itu. (2 Raj. 23:3) Kita lihat, sang raja Yosia telah melepaskan kuasanya sebagai raja yang dapat mengatur apapun sesuka hatinya, beralih tunduk pada perintah, peraturan, dan ketetapan Tuhan. Itulah komitmen yang dibuat oleh seorang pahlawan!

Yang keempat, seorang pahlawan adalah seorang yang bekerja sesuai dengan apa yang dinyatakannya. Ketika Yosia selesai menyatakan perjanjian antara dia dengan Tuhan, Yosia segera bertindak. Ia membersihkan Bait Tuhan, membersihkan Yerusalem, bahkan membersihkan seluruh tanah Yehuda dari segala sesembahan yang menjijikan hati Tuhan. Dalam perjalanannya, kelihatannya tidak ada seorang pun yang berani menentang raja Yosia, namun pastilah apa yang dilakukannya itu sama sekali tidak populer bagi penduduk negeri ini yang sudah terbiasa menyembah dewa-dewa serta memuaskan diri dengan nafsu. Lihatlah bagaimana kuatnya intensitas Yosia dalam mentaati Firman yang didengarnya; ia tidak perlahan-lahan, ia tidak ragu-ragu. Ia menghancurkan segala sesuatu yang telah dibangun ayah dan kakeknya serta banyak orang Israel tanpa merasa sayang, tanpa memberi kesempatan lain. Seorang pahlawan yang dengan yakin maju berperang demi apa yang diyakininya.

Walaupun pada akhirnya Yosia tewas dalam pertempuran melawan Mesir serta penerusnya tidak mengikuti komitmen yang sama, melainkan kembali melakukan yang jahat di mata Tuhan, Yosia tetap telah menjadi raja pahlawan bangsanya. Bahkan, sebenarnya ia menjadi pahlawan bagi diri kita juga sekarang.

Jemaat Kekasih Kristus
Dengan memandang kepada raja Yosia, kita juga dapat belajar untuk mengutamakan kebaikan bagi banyak orang, memberi hidup kita bagi orang lain. Jika Yosia yang adalah seorang raja sanggup memberikan hidupnya yang berkelimpahan demi kebaikan bangsanya, bukankah kita juga – yang hanyalah orang biasa -- juga dapat memberikan hidup kita bagi kebaikan banyak orang? Kita dapat membuka mata lebar-lebar, memandang bagaimana keadaan di sekitar kita, apa yang dibutuhkan oleh orang lain, dan terutama, apakah Kristus telah ada dalam hidup mereka. Itulah kebaikan yang terbesar, memberikan keselamatan dalam hidup yang kekal kepada orang lain.

Kita juga dapat belajar untuk mengutamakan kebenaran di atas segala sesuatu, bahkan di atas hidup kita sendiri. Di jaman masa kini, di mana kebenaran yang sungguh-sungguh telah diragukan, bahkan ditolak, orang banyak, kita dapat menyatakan kebenaran itu sebagai hal yang nyata dan utama dalam hidup. Bila raja Yosia menemukan kembali kitab perjanjian, kitab Hukum Taurat, bagi kita sekarang telah tersedia Alkitab, yaitu Firman Allah yang hidup. Dapatkah kita belajar dari raja Yosia untuk meninggikan Alkitab lebih daripada segala sesuatu? Hal ini sangat penting, karena walaupun Alkitab ditulis dengan bahasa yang biasa dipahami manusia, namun isinya berisi kebenaran yang mutlak, baik dalam perintah, penuturan sejarah, karya sastra, maupun surat-surat pengajaran yang diberikan.

Dan bagaimanakah dengan komitmen kita untuk setia kepada Tuhan?
Jika pada Yosia ada Perjanjian Lama, maka pada kita terdapat Perjanjian Baru antara kita dengan Tuhan. Allah telah memberikan Anak-Nya yang tunggal, untuk mati dan bangkit bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Bagian hidup kita adalah bertobat dan percaya pada Tuhan Yesus Kristus serta hidup di dalam-Nya. Ini bukan hal yang mudah atau sederhana, sebab kita harus melepaskan ego dan keakuan diri kita, melepaskan keinginan kita untuk mengatur hidup sesuka hati, untuk hidup menurut perintah yang Tuhan berikan. Ini adalah komitmen yang tidak cukup hanya diucapkan, melainkan harus menjadi dasar dari seluruh kehidupan.

Jemaat Kekasih Kristus
Yang terakhir, dengan belajar dari raja Yosia, apakah yang kita lakukan? Dapatkah kita dengan tegas membuang segala sesuatu yang najis di hadapan Tuhan, seperti kepahitan, dendam, atau iri hati atau keserakahan? Mungkin tindakan kita ini tidak populer bagi dunia, tidak sesuai dengan jalan pikiran dunia yang penuh nafsu dan keserakahan, yang tak berbeda dari penyembahan berhala. Tetapi jika raja Yosia dapat memiliki intensitas penuh untuk menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi bangsanya dengan Tuhan, maka kita pun dapat memiliki intensitas yang serupa untuk menyingkirkan segala sesuatu yang menghalangi hubungan antara kita dengan Tuhan.

Marilah jadikan hidup kita berarti bagaikan hidup seorang pahlawan, yang berjuang dengan gagah berani. Menjadi teguh dalam Tuhan yang telah memampukan kita semua. Amin

BAHAN RENUNGAN PKB 29 OKTOBER 2012


TITUS 3:1-7

PENGANTAR
Titus adalah seorang pelayan yang dikader oleh Rasul Paulus. Ada banyak kondisi sulit yang dihadapi Titus di Kreta tempat ia melayani. Salah satunya adalah perlakuan tidak adil pemerintah terhadap umat waktu itu dan juga sikap dan pola hidup umat Krsiten di Kreta yang tidak mejadi teladan Kristus bagi orang lain. Ada beberapa saran Paulus terhadap kondisi ini yang harus segera dilakukan dan diajarkan Titus kepada jemaatnya yang tertuang dalam suratnya kepada Titus

TELAAH PERIKOP
Paulus menganjurkan kepada Titus untuk memperhatikan beberapa hal penting ketika menghadapi kondisi di Kreta, yakni:
1.      Bagaimanakah Sikap Orang Kristen Kepada Pemerintah? (ay.1)
Umat Percaya dimintakan untuk melakukan ketaatan penuh kepada para penguasa atau pemerintah lewat tunduk kepada setiap perintah yang disampaikan. Mengapa perlu taat kepada pemerintah bahkan tunduk pada kekuasaan mereka. Dalam Roma 13:1-7 kita menemukan alasannya, yakni:

Pertama, pemerintah ada karena perkenan Allah (ayat 1). Entah mereka baik atau buruk, Tuhanlah yang mengizinkan mereka berkuasa. Kepada Pilatus yang menyalibkan-Nya, Yesus berkata: “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yohanes 19:11). Kita tunduk pada pemerintah, bukan berdasarkan baik tidaknya mereka, tetapi karena kita menghormati Allah yang menetapkan mereka.

Kedua, karena pemerintah ditetapkan oleh Allah, maka otoritas tertinggi ada di tangan Allah. Pemerintah yang memimpin menurut cara Allah akan memimpin dengan adil (ayat 3). Jika perintah mereka berlawanan dengan firman Tuhan, yang mutlak harus ditaati adalah Tuhan. Beberapa contoh sikap dalam Alkitab: dua bidan di Mesir yang tidak menaati Firaun; Daniel yang melanggar titah Raja Darius, Petrus dan Yohanes yang menolak perintah mahkamah agama. Mereka tidak kasar berontak, tetapi dengan jelas dan tegas menyampaikan kebenaran apa pun risikonya.

2.      Bagaimanakah Sikap Orang Kristen Kepada masyarakat sekitar? (ay.2)
Paulus berpesan melalui Titus agar jemaat, pengikut Yesus, selalu ramah terhadap semua orang. Berlaku ramah bukan hanya kepada sesama pengikut Yesus, melainkan juga kepada semua orang, kepada mereka yang berlaku baik terhadap jemaat maupun yang tak menyukai jemaat. Kelemah-lembutan adalah suatu karunia Roh Kudus (Gal.5:23). Dengan demikian karena orang percaya telah dikuasai Roh Kudus maka sudah sepatutnya hidup ramah kepada semua orang.

3.      Apakah Motivasi melakukan dua hal di atas? (3-7)
Paulus menekankan bahwa semua perbuatan baik yang dilakukan oleh orang percaya dengan cara tunduk kepada pemerintah ataupun berbuat baik kepada semua orang bukanlah pertama-tama dilakukan atas motivasi demi menyenangkan pemerintah atau sesama manusia, namun sebagai wujud hidup orang percaya yang telah diselamatkan oleh anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus.

Perbuatan baik kepada pemerintah dan sesama haruslah dipahami bukan sebagai syarat untuk dapat diselamatkan. Sebab umat percaya tidak diselamatkan karena perbuatan baik kita (ay.4) namun justru karena anugerah Allah. Karena itu motivasi yang tepat untuk tunduk pada para penguasa dan sesama harus dilakukan sebagai tanda syukur atas kemurahan Allah.


APLIKASI DAN RELEVANSI
Kekristenan bukan hanya sebuah ajaran ketuhanan (teologi).  Kekristenan adalah sebuah nilai hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata, di tengah masyarakat.  Dari surat Paulus ini kita dapat belajar bagaimana seharusnya orang-orang Kristen bersikap ketika harus hidup sebagai kelompok minoritas, di sebuah masyarakat dan pemerintahan yang tidak mengenal nilai-nilai kekristenan.  Paulus menasihati orang-orang Kristen di pulau Kreta agar mereka tunduk dan taat kepada pemerintah.  Sikap yang serupa juga harus ditunjukkan terhadap masyarakat, yaitu sikap bersahabat dan anti-kekerasan.

Mudahkah bersikap demikian?  Tentu tidak mudah!  Apalagi bila kita hidup di tengah pemerintah dan masyarakat yang tidak bersahabat dengan kekristenan. Namun, orang-orang Kristen mempunyai beberapa alasan (motivasi) yang jelas untuk bersikap demikian.  Pertama, kita harus ingat bahwa kita juga orang-orang berdosa (ay.3).  Firman Tuhan mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati, juga secara rohani.  Bukankah sikap arogan dan merasa diri paling suci (dan orang lain sesat) sering digunakan sebagai alasan untuk memusuhi atau bahkan menganiaya orang lain?  Di Indonesia, kenyaatan semacam ini sangat memprihatinkan.  Kedua, kita harus senantiasa mengingat kasih dan kemurahan Allah yang telah menyelamatkan kita.  Jika kita ingat kasih dan kemurahan Tuhan kepada kita, masih adakah alasan untuk menahan kasih dan kemurahan kita kepada orang lain?  Amin