Sunday, January 15, 2012

MATERI KHOTBAH PKB 16 JANUARI 2012 KEJADIAN 17:15-19


Apakah reaksi saudara ketika rencana rapi yang telah kita buat sedemikian baik tiba-tiba ditolak oleh seseorang, yang kemudian justru menawarkan kepada kita “second plane” (rencana cadangan) yang ia buat dan yang sebenarnya adalah mustahil untuk dilakukan? Jawabnnya, barangkali kita akan kesal’ marah; kecewa; dan atau barangkali meninggalkan ide orang itu.

Tahukan saudara bahwa hal itu pernah juga dialami oleh Abraham? Namun, berbeda dengan kondisi di atas, yang mengusulkan rencana baru dan menolak semua hal menarik yang telah disiapkan Abraham, bukanlah sahabatnya bukan juga orang dari kaumnya, namun TUHAN, Allah-Nya yang baru saja ia kenal. Bagaimana hal itu terjadi? Bagaimana awal kisah itu dimulai? Untuk lebih jelasnya mari kita melihat beberapa poin di bawah ini yang berasa dari pasal sebelumnya hingga bacaan kita hari ini tentang hal-ikwal kisah ini dimulai.

1.       Perhatikan pasal 15:1-3
Abraham sedang mengalami ketakutan, sehingga Tuhan menyapanya dengan ungkapan “janganlah takut” (15:1). Apakah sebenarnya yang ditakutkan Abraham? Bukankan kondisi itu sedang tidak ada perang? Bukankah juga Abraham adalah seorang lelaki kaya dan tidak mengalami kekurangan apapun?

Ternyata ketakutan Abraham bukan soal perang atau kekurangan sesuatu, melainkan hal yang sedang ditakutkannya adalah masalah keturunan dan ahli waris keluarganya. Dalam 15:3 dengan jelas Abraham mengeluh dan berkata kepada TUHAN, Allahnya: “Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku”.

Rupanya, TUHAN tidak menyetujui rencana ini. Dalam 15:4 kita menemukan bahwa ahli waris dari Abraham haruslah anak kandungnya sendiri. Ini merupakan janji TUHAN kepadanya, sekaligus perintah untuk melakukannya.

2.       Perhatikan pasal 16:1-16.
Bagaimanapun Abraham adalah manusia biasa yang walaupun sangat beriman, ternyata melakukan kekeliruan juga. Atas desakan istrinya sediri (Sarai) yang mengerti kegundahan suaminya, maka Sarai memberikan Hagar, pembantunya, untuk menjadi gundik Abraham dan melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Ismail. Sarai melakukan itu sebab ia sendiri mandul dan tidak bisa memperoleh anak.
Dengan lahirnya Ismail, maka Abraham berpikir bahwa masalahnya telah terpecahkan, sebab ia sekarang memiliki anak kandung sebagai ahli waris yakni Ismail.

3.       Perhatikan bacaan kita pasal 17:15-19
Ternyata masalah yang dianggap selesai dan rencana matang yang disiapkan oleh Abraham dan istrinya tidak disetujui oleh Tuhan. Rupanya, TUHAN merencanakan hal lain dalam kehidupan Abraham dan Istrinya. Menurut TUHAN, Ismail tidak akan menjadi ahli waris Abraham; dan sebagai gantinya TUHAN akan menghadirkan seorang anak dari kandungan istrinya yang Sah yakni Sarai atau Sara.

Apakah reaksi Abraham? Tentunya ini merupakan berita baik namun sekaligus menggelikan untuk didengar apalagi dipercaya. Hal ini terlihat jelas dalam ayat 17 bacaan kita ketika Abraham tertawa mendengar pernyataan itu dan bertanya dalam hantinya tentang “kemungkinan yang tidak mungkin” itu.

Mengapa Abraham merasa bahwa rencana TUHAN itu sungguh menggelikan sehingga ia tertawa tanda tidak yakin? Sebab saat itu Abraham telah berumur 99 tahun dan Sara 89 tahun. Maka adalah mustahil baginya untuk beroleh anak pada usia 100 tahun dan istrinya berumur 90 tahun. Keraguan Abraham sangatlah relevan dan logis untuk dipikirkan sebab usia 90 tahun bagi seorang perempuan adalah usia tidak produktif dan mustahil memperoleh keturunan.

4.       Namun, Abraham adalah pribadi yang sungguh taat kepada Allah. Walaupun mustahil ia berusaha untuk percaya. Akhirnya apa yang dinantikan tiba.  Walaupun harus menunggu 1 tahun lagi, dan akhirnya Ishak lahir.


Dari uraian Firman Tuhan ini, ada beberapa hal penting yang kiranya dapat kita pelajari dan renungkan dalam hidup kita sebagai keluarga, istimewa sebagai suami atau istri dalam rumah tangga. Beberapa hal penting itu adalah sebagai berikut:
1.       Segala hal yang berhungan dengan rencana Allah, menurut kesaksian seluruh Alkitab termasuk kisah Abraham ini adalah selalu berada diwilayah “mustahil” dan “tidak mungkin”. Kita diajar untuk memahami bahwa di wilayah “mustahil” dan “tidak mungkin” itulah justru kita dapat melihat kuasanya.

Bukankah Mujizat justru terjadi diwilayah “tidak mungkin” dan “mustahil” itu? Dan di wilayah itulah kita bisa menyaksikan kuasa Tuhan yang ajaib karena mampu mengerjakan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Itu berarti kepada kita diajarkan suatu fakta iman yang menarik, yakni: “jika kita tiba pada hal-hal yang mustahil, maka disitulah peluang mujizat Allah terjadi”.

2.       Bukankah kita lebih cebdrung untuk mengusakan sesuatu menurut cara dan standar kita sendiri yang masuk diakal dan logis? Hal ini pula yang dilakukan dan dipikirkan Abraham mengenai Ismail puteranya darai Hagar. Sebagai manusia, bukankah sering kali banyak orang cendrung membuat rencana tertentu menurut ukuran dan standarnya sendiri? Segala hal yang realistis, logis dan sesuai kenyataan umumnya selalu kita anggap akan berhasil.

Hal ini tidak berlaku dalam kisah bacaan kita. Rencana TUHAN lebih baik dari rencana kita manusia. Sama seperti lebih baiknya rencana TUHAN, dibanding rencana Abraham seorang yang sungguh beriman sekalipun. Oleh karena itu kita diajarkan pada kesempatan ini untuk memepercayai kehendak dan rencana Allah dalam hidup kita. Yeremia 29:11 dengan tegas menyatakan bahwa rencana Allah selalu rancaangan damai sejahtera dan bukan kecelakaan. Kendatipun yang kita hadapi seakan “kecelakaan” sekalipun, Firman TUHAN mengajarkan kita untuk mempercayai Allah dan rencananya.

3.       Dalam Yakubus 4:13-17 kita diajarkan untuk mmbiarkan Tuhan terlibat dalam setiap rencana hidup ini dan bukan hanya mengandalkan ego dan kepinteran sendiri. Abraham kurang sabar untuk menunggu penggenapan rencana TUHAN, Allahnya, sehingga ia dan Istrinya memilih cara lain sehingga Ismail lahir dari Hagar. Abraham membuat rencannya sendiri dan tidak melibatkan TUHAN di dalamnya.

Hasilnya dapat kita tebak, bahwa TUHAN tidak merestui rencana itu sebab ada rencanaNya yang lebih besar bagi Abraham. Hal ini berbicara soal iman, kesabaran dan tentunya Komitmen. Firman Tuhan saat ini mengajarkan kita untuk tetap tekun dalam rencana TUHAN; bersama menanti dengan IMan semua penggenapan JanjiNya itu walau lama sekalipun. Jangan membuat rencana sendiri dalam hidup kita, libatkan selalu TUHAN, sebab seperti Abraham, adalah manusia biasa dan tidak sempurna, maka demikian juga kita. Karena itu tetaplah lakukan segala sesuatu sesuai dengan rencaNya yakni rencana agung yang membuat segalanya menjadi indah pada waktunya. Amin.