Saturday, November 30, 2019

MALEAKHI 3:1-5


MALEAKHI 3:1-5
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
01 DESEMBER 2019

P E N D A H U L U A N
Kita pasti sering mendengar istilah playing victim atau berperan sebagai korban. Playing victim ini adalah mereka yang menempatkan diri sebagai korban dengan harapan mendapatkan simpati dan rasa belaskasihan orang lain, padahal mereka sesungguhnya yang bersalah. Dengan berperan sebagai korban, maka mereka berharap dapat lari dari tanggung-jawab atas berpuatan salah yang telah diperbuatnya.

Inilah yang terjadi dalam kitab Maleakhi, ketika Israel melakukan playing victim ketika berhadapan dengan Tuhan. Pada 1:2 kita menemukan salah satu contohnya. Mereka yang berbuat dosa dan salah, tetapi mereka pula yang mempertanyakan kasih dan setia Tuhan. Contoh yang lain misalnya kita temukan pada 2:13, mereka menangis dengan airmata palsu di mezbah persembahan korban sambil mempertanyakan mengapa Tuhan menolak persembahan mereka, padahal persembahan mereka sesungguhnya cemar di mata Tuhan (1:6-14) 

EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Kitab Maleakhi ini mengisahkan tentang kondisi riil yang terjadi di Israel pada masa ketika Israel telah kembali dari pembuangan, yakni sekitar tahun 516 sM. Gambaran kondisi mereka dari seluruh kitab Maleakhi ini kira-kira sebagai berikut:
1.      Bait Allah telah dibangun kembali walau tidak semegah dengan bangunan asli yang dulu dihancurkan oleh Babel.
2.      Tahun-tahun berlalu orang Yahudi (suku Yehuda yang kembali dari pembuangan ini) menjadi kecewa karena beberapa alasan:
a.       Kemakmuran yang dijanjikan tidak kunjung datang
b.      Penghidupan mereka semakin sulit.
c.       Musuh-musuh Israel selalu menghalangi upaya untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
d.      Mereka menderita karena kemarau berkepanjangan dan panen yang gagal sehingga bencana kelaparan terjadi (3:11).

Dari kondisi ini, siapakah yang mereka salahkan? Mereka menyalahkan Tuhan (1:2, 2:13). Bahkan dengan polos dan pura-pura tidak tahu dampak dari perbuatan dosa mereka, dengan pongah Israel berkata: “Setiap orang yang berbuat jahat adalah baik di mata TUHAN…”. Betapa bodohnya Israel dengan tanpa malu berberan sebagai korban dari kebengisan Allah.


A.       Sebenarnya apa yang dilakukan Israel?
Apabila kita memperhatikan isi kitab Maleakhi ini, maka kita menemukan berbagai kesalahan fatal dan menjijikkan di lakukan oleh Israel di hadapan Allah. Dan sayangnya, semua dilakukan dengan sadar untuk melanggar kehendak dan perintah Allah. Beberapa pelanggaran itu adalah:
1.      Mencemarkan korban persembahan (1:6-14)
2.      Iman mengajarkan kesesatan dan tidak setia (2:1-9)
3.      Terjadi perkawinan campur dan perceraian (2:10-16)
4.      Mengabaikan kewajiban persepuluhan (3:6-12)

Dari semua daftar kesalahan itu, umat Israel bukan sadar diri melainkan mempertanyakan keadilan Allah dan membela diri seakan tidak bersalah. Bahkan dengan lantang berani meyakini bahwa berbuat jahat tetap dianggap baik oleh Allah (2:17b). Israel (Yehuda) menjadi demikian begitu bebal, bagaikan karat pada logam yang sulit dibersihkan lagi. Tidak heran jika penghukuma mereka alami. Tuhan mengubah berkat menjadi kutuk (3:9). Menariknya, mereka justru berbalik “menyerang” kebenaran Allah dengan cara berperan sebagai korban, dan dengan tanpa malu menyebut bahka kami sudah beribadah malah kami dikutuk. Jika demikian maka sia-sia saja beribadah kepada Allah (3:14). Perhatikanlah Israel bertindak sangat kurang ajar di hadapan Allah terutama mengenai cara mereka berbicara kepadaNya (3:13). Israel sungguh bebal.

B.       Apakah reaksi TUHAN (3:1-5)
Perikop bacaan kita berisikan tentang reaksi TUHAN Allah Israel terhadap segala perbuatan salah yang mereka lakukan. Ketika kesalahan demi kesalahan mereka lakukan, mereka dengan sadar menantang Allah dan mempertanyakan kuasaNya dengan pertanyaan: “di manakah Allah yang menghukum?” Atas pertanyaan itu kemudian, TUHAN menjawab melalui Maleakhi:
1.      TUHAN akan datang dengan mendadak (ay.1-2a)
Ketika para pendosa ini bertanya tentang mana hukuman yang kami terima jika memang kami bersalah, maka TUHAN menjawab tantangan itu dengan tiba-tiba hadir untuk menyatakan kuasaNya. Kehadiran yang tiba-tiba itu bukan berarti tanpa proses. Istilah mendadak bukan dipahami sebagai suasana yang “sekonyong-konyong”, melainkan lebih pada reaksi cepat Tuhan untuk menjawab tantangan sombong umatNya. Mendadak menjawab, tetapi tetap melalui suatu proses.

Apakah prosesnya itu? Menurut ayat 1, TUHAN menyuruh utusanNya untuk menyiapkan jalan bagi kehadiranNya. Menarik sekali jika kita mengkaji istilah “utusanNya” ini. Istilah ini diambil dari kata: מַלְאָךְ (baca: mal'ak) yang berarti suruhan atau pesuruh. Istilah ini kemudian menerjemahkan kata Malaikat. Menariknya, jika istilah ini diberi akhiran i maka memberi arti kepemilikan, yakni : מַלְאָכִי (mal'akhi) yang berarti utusanku atau malaikatku. Istilah inilah yang kemudian dipakai menjadi nama kitab ini yakni kitab Maleakhi (utusanku – malaikatku).

Israel menantang Tuhan. Maka reaksi Tuhan adalah hadir dengan segera (mendadak) untuk menjawab tantangan itu. Sudah pasti hal itu akan sangat mengejutkan bagi mereka. Sebab tidak ada satupun mahkluk hidup yang dapat tahan berdiri di hadapan Allah yang maha hadir itu ketika Ia datang (ay.2)

2.      TUHAN hadir pemurni logan atau perak (ay.2b-3)
Bagian ini menjadi penting sekali ketika dihubungkan dengan perbuatan Yehuda di hadapan Allah. Tugas dari pemurni logam atau perak adalah membersihkan berbagai kotoran yang melekat pada logan atau perak. Kotoran dimaksud bukan saja melekat tetapu telah bercampur dengan logam atau perak. Maka ketika logam atau perak ini dimurnikan dari kotoran, cara satu-satunya dilakukan melalui proses pembakaran dengan suhu yang sangat tinggi.

Mmurnikan logam atau perak, dimaksudkan untuk memperoleh kadar logam sesuai dengan mutu yang baik. Maka ketika Allah hadir sebagai pemurni logam: emas atau perak, ini memberi kesan kuat bahwa Yehuda harus dibersihkan dari segala bentuk kenajisan dan dosa. Membentuk prilakku dan hidup kerohanianaan mereka diubah menjadi baru yakni sebagai umat yang taat dan sebagai yang membersembahkan korban yang benar (ay.3b). Orang yang mempersembahkan korban yang benar adalah mereka yang telah dikuduskan dan dibaharui olehNya. Mereka yang telah mengenal dengan sungguh bagaimana melakoni hidup sebagai umat yang berkenan kepadaNya

3.      TUHAN hadir sebagai Hakim (ay.5)
Perhatikan bunyi ayat 5 bacaan kita. Bahwa sebagai Hakim, TUHAN datang tidak untuk memperbaiki yang rusak sebagaimana poin 2 di atas, melainkan datang sebagai pemberi hukuman. Segala bentuk pendosa yakni: tukang sihir, pezinah, penindas dll tidak diberi ampun. Semua mendapat hukuman yang setimpal.

Dengan kata lain, kehadiran Allah sebagai Hakim tidak sama dengan kehadiranNya sebagai pemurni logam. Sebab jika Ia hadir sebagai pemurni logam, tujuan utama adalah memperbaiki dan mengobah hidup umat yang berdosa yakni Yehuda ini. Tetapi kehadiran sebagai Hakim adalah kehadiran Allah yang mengancungkan Tangan untuk memberikan penghukuman tanpa ampun bagi mereka yang tidak bertobat dan atau tidak bersedia untuk dimurnikan/dipulihkan.

APLIKASI DAN RELEFANSI
Hari ini kita memasuki masa raya adventus. Minggu-minggu advent adalah masa-masa penantian bagi kedatangan TUHAN yakni kedatangan kembali sebagai raja yang berdaulat dan menghakimi. Kedatangan ini sangat dinanti oleh semua orang percaya untuk menerima janji kelegaan yakni dijemput sebagai mempelai perempuan menuju kerajaanNya. Itulah sebabnya simbol minggu advent adalah jangkar sebagai makna pengharapan yakni penantian pada kedatanganNya. Hal penting untuk direnungkan pada bacaan kita adalah:
1.      Saat ini adalah masa-masa kesempatan untuk mengalami pemurnian, yakni ketika Tuhan telah hadir dan datang dalam diri Yesus kristus yang menebus dunia melalui peristiwa natal Kristus yang diawali oleh kehadiran utusanNya yakni Yohanes Pembabtis. Hingga saat ini proses pemurnian menuju pada pengudusan masih berlaku bagi setiap kita dan dunia.

Itulah sebabnya di masa-masa adventus ini kita perlu merenungkan apakah kita telah benar-benar menjalani hidup sebagai pribadi yang telah dimurnikan melaui kelahiran, kematian dan kebangkitan Kristus. Memberi diri untuk diubahkan dan bersedia berubah adalah tanda bahwa kita bersedia untuk dimurnikan lagi. Hal ini ditandai dengan pertobatan kepada Allah. Tanpa pertobatan, tidak ada pengudusan untuk disebut sebagai yang telah dimurnikan.

2.      Selagi ada kesempatan, sebelum Ia datang sebagai Hakim, yakni kedatangan kembali untuk menghukum dan membinasakan mereka yang tidak bertobat, maka penting untuk mengambil sikap kembali kepada Allah. Jika masih ada waktu, jangan bebal seperti Israel. Berubahlah! Hiduplah dalam kekudusan dan alamami pembaharuan hidup supaya hukuman bukan menjadi bagian kita. Selagi masih ada waktu, TUHAN belum datang untuk menghakimi, kiranya dosa tidak menjadi hobby dan gaya hidup kita. Amin.