Pengkhotbah 9:1-10
Kitab Pengkhotbah ini di tulis oleh Raja Salomo yang sangat terkenal dengan pengetahuan dan kebijaksanannya akibat Hikmat yang TUHAN, Allah Israel berikan kepadanya ketika memimpin bangsa itu. Seluruh isi kitab ini mengisahkan tentang pemahaman dan pengetahuan tentang apa sesungguhnya yang terjadi pada manusia di bawah matahari ini.
Pada Perikop bacaan kita, Raja Salomo telah memberikan kepada kita nasehat mengenai menghadapi kematian yang tak terhindarkan. Dia meyakinkan kita bahwa kematian akan datang kepada semua orang tanpa terkecuali. Kematian terjadi baik kepada orang benar maupun orang jahat (Pkh. 9:1-3). Kematian adalah titik nadir, perwujudan dari semua kesia-siaan hidup dalam dunia. Menurut Salomo dalam ayat 1-3, bahwa siapapun kita entah baik atau benar, berdosa atau tidak, pastilah akan tetap menghadapi kematian itu. Dengan kata lain, apapaun yang dikerjakan dalam dunia ini dipandang menjadi sia-sia oleh karena kematian yang pasti datang.
Namun, dalam ayat 4 bacaan kita, Pengkhotbah menyampaikan harapan di tengah kesia-sian akibat kematian yang pasti datang. Apakah harapan itu? Harapan yang dikatakan Salomo adalah harapan terhadap kehidupan. Kematian menjadikan sesuatu sia-sia, namun kehidupan menjadikan sesuatu itu memiliki harapan. Dalam ayat 4 ini, Pengkhotbah mengingatkan kepada kita bahwa ”anjing yang hidup lebih baik daripada singa yang mati.” Ukuran yang terkecil dari keberadaan seekor binatang yang hidup adalah lebih baik daripada ukuran yang terbesar dari sesuatu yang mati.
Mengapa? Pertanyaan dalam ayat 4 ini dijawab Salomo dalam ayat 5 dengan sangat bijak, yakni ”orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati” dan “orang yang mati tak tahu apa-apa.” Artinya selama masih ada kehidupan, masih ada waktu untuk bersiap bagi kematian. Itulah harapan dalam kehidupan. Dengan kata lain, selama seseorang belum mengalami kematian, ia masih beroleh kesempatan untuk mengisi hidup untuk mencapai harapan yang ada. Mengisi kehidupan dengan baik adalah lebih berguna daripada meratapi kematian. Sekali lagi, ini menunjuk pada pentingyna menggunakan waktu kita di atas bumi untuk bersiap bagi kematian.
Selanjutnya petanyaan yang perlu direnungkan adalah apa yang harus diisi dalam kehidupan ini? Bagaimana memanfaatkan waktu hidup di atas bumi ini sebelum kematian menjemput? Pertanyaan ini juga dengan bijak dijawab Salomo dalam ayat 7-10 bacaan sore SBU hari ini. Minimal ada tiga hal penting yang harus dilakukan oleh setiap orang selama masih ada kesempatan hidup di dunia ini, yakni:
1. Nikmatilah Hidup ini sebagai berkat dari Tuhan.
Memang benar bahwa hidup di dunia ini seakan menjadi sia-sia karena kematian menjemput. Namun bagi Salomo adalah lebih berguna menikmati hidup sebagai pemberian Allah, dari pada meratap dan mengalami ketakutan menanti kehidupan. Dalam ayat 7 dan ayat 9 Salomo memberikan contoh berkat Tuhan dalam kehidupan. Nikmatilah makanan dan minuman selama ada dalam kehidupan sebab itu adalah pemberian TUHAN Allah pencipta. Nikmatilah dengan penuh kebahagiaan karunia hidup sebagai makluk sosial yang bergaul dan saling membutuhkan satu dengan yang lain dalam dunia, seperti hidup berkeluarga, bermasyarakat dll. Itu juga adalah anugerah dan pemberian TUHAN. Nikmatilah dengan sukacita, nikmatilah dengan kebahagiaan hidup.
2. Usahakanlah Kebahagiaan dan Sukacita dalam hidup ini.
Dalam ayat 7 dan 9 bacaan kita, Pengkhotbah menyarankan untuk menikmati hidup ini dengan penuh kebahagiaan dan sukacita sebagai pemberiaan atau anugerah dari Tuhan. Namun dalam ayat 10 bacaan kita, pengkhotbah mengingatkan bahwa kebahagiaan dan sukacita dalam hidup sebagai anugerah Tuhan haruslah DIUSAHAKAN. Kebahagiaan tidak jatuh dari langit dan muncul tiba2 di bawah matahari ini. Kebahagiaan harus diusahakan oleh manusia. Itulah sebabnya ia menyarankan bahwa manusia perlu bekerja keras sekuat tenaga untuk menghadirkan kebahagiaan dan sukacita dalam hidup.
Lebih jauh, Pengkhotbah menyatakan dalam ayat 10 bagian akhir bahwa bekerja atau mengusahakan sesuatu adalah ciri dari orang hidup. Sebab orang yang sudah mati tidak mungkin melakukan apa-apa. Selagi masih hidup bekerjalah!! Selagi masih hidup usahakanlah kebahagiaan dan sukacita itu.
3. Hindarilah Dosa selama menikmati kehidupan ini.
Dalam melaksanakan dua poin di atas, Pengkhotbah menegaskan dalam ayat 8 bacaan kita: “Biarlah selalu putih pakaianmu”. Artinya bahwa selama meniikmati hidup ini sebagai karunia Tuhan; dan selama bekerja dan mengusahakan kebahagiaan hidup, maka usahakanlah kebaikan dan janganlah mengotori putihnya hidup itu dengan kotoran dosa. Hidup disebut bahagia dan dapat diniimati apabila selama menjalani dan mengisi hidup ini, manusia menjaga dirinya dan warna hidupnya agar tidak terkotori oleh dosa.
Dari uraian Pengkhotbah ini, ada beberapa hal penting yang perlu kita renungkan selama menjalani hidup ini, yakni:
1. Siapapun kita, dan apapun status kehidupan sosial kita dimasyarakat entah sebagai laki-laki atau perempuan, sebagai suami atau istri, sebagai orang tua atau anak, sebagai ibu rumah tangga atau wanita pekerja, sebagai seorang pelayan atau tuan; kita diingatkan bahwa walaupun kelihatannya banyak perbedaan dalam hidup kita masing-masing, namun satu kesamaan yang tak terpungkiri adalah kita semua pastilah akan mengalami kematian.
2. Kematian adalah simbol kesia-siaan. Namun tidak berarti bahwa kehidupan ini menjadi sia-sia karena kematian. Pengkhotbah mengajak bahwa lebih penting dan berguna melihat kehidupan dari pada meratapi kematiaan. Semua orang pasti akan mengalami kematiaan itu memang benar. Namun selama masih hidup, orang masih memiliki harapan, minimal menyiapkan diri menghadapi kematian. Dengan kata lain, kita perlu mengisi kehidupan ini dengan baik agar jika kematian menjemput kita telah siap menghadapinya.
3. Bagaimana mengisi kehidupan? Sangatlah sederhana caranya. Pertama, nikmatilah hidup ini. Jika kita sebagai ibu rumah tangga, nikmatilah tanggung jawab itu. Jika kita sebagai istri, nikmatilah hidup sebagai seorang istri. Jika kita sebagai pekerja, nikmatilah juga semua pekerjaan itu. Memang tidak semua dapat dinikmati sebab tidak semua perjalanan hidup itu indah. Namun Penkhotbah mengingatkan bahwa nikmati semua dengan kebahagiaan dan sukacita. Walau tidak selamanya indah menjadi ibu rumah tangga, tidak selamanya nikmat menjalani hidup sebagai seorang istri, atau tidak semua hidup penuh hal baik karena selalau ada pergumulan; bagaimana-pun juga, Pengkhotbah katakan Nikamatilah dengan penuh kebahagiaan dan sukacita.
Kedua, kebahagiaan dan sukacita itu, tidak datang tiba-tiba. Segala sesuatu perlu diusahakan. Pengkhotbah katakan: bekerjalah dengan sekuat tenaga. Untuk misa menikmati kehidupan ini, maka perlu ada sesuatu yang diupayakan. Upayakan utuk menkmati kebahagiaan itu. Jika sebagai istri, kerjakanlah tugas itu dengan sungguh-sungguh; Sebagai istri, lakukan dengan sekuat tenaga tangung-jawab mulia itu; Jika sebagai perkerja, pelayan, jemaat dll kerjakanlah tanggung-jawab itu semampu kita. Kerjakanlah, dan nikmatilah dengan sukacita.
Ketiga, selama masih hidup jagalah agar kehidupan dalam diri masing-masing kita tak ternodai oleh dosa. Pengkhotbah ingin mengatakan kepada kita bahwa kotoran dalam pakaian kehidupan ini seringkali terjadi karena diri kita. Karena itu kitalah yang memili kewajiban penuh menjaga bersihnya hidup dari kotoran dosa itu. Bagaimana caranya? Paulus mengatakan dalam Filip 4:9-10 bahwa kita perlu memikirkan dan melakukan semua yang benar; semua yang baik; semua yang suci; semua yang mulia. Ini adalah ideal menikmati hidup dengan penuh bahagia sambil hindarkan diri dari kotoran doa.
Marilah menikmati hidup ini. Semua orang pastilah akan mengalami kematian. Selama masih hidup isilah, dan maknailah kehidupan ini dengan baik sebagai anugerah dari Tuhan, sehingga jika kematian datang, kita telah siap menghadapinya. Amin.