KEJADIAN 8:1-5
Apakah yang saudara lakukan apabila selama seminggu daerah tempat tinggal kita tergenang air karena banjir? Anggaplah banjir itu tidak begitu tinggi, mungkin hanya selutut saja. Pasti ada banyak hal berubah dari aktivitas sepekan hidup kita karena banjir itu. Alat2 rumah tangga beberapa pasti rusak; ada alasan cukup kuat untuk tidak ke sekolah atau pergi bekerja; dan fatalnya lagi akan semakin banayak penyakit. Syukur itu hanya terjadi dalam waktu seminggu.
Namun, walau hanya seminggu pasti ada dampak yang terjadi di dalam bagunan rumah maupun sekitar lingkungan tempat kita tinggal. Sampah berserakan di mana-mana; pakaian bersih hampir tidak bisa dipergunakan karena lembab; tembok dan lantai rumah penuh lumpur; dan barangkali kendaraan milik kita ada kerusakan besar atau kecil. Yang pasti, seminggu banjir akan memberik dampak sulit ke beberapa bulan ke depan.
Saudara, contoh di atas hanyalah dampak dari banjir selama sepekan. Bagaimana dengan dampak air bah yang dialami oleh manusia dan bumi pada jaman Nuh? Saya yakin kita tidak dapat membayangkan dampak kerusakannya. Dalam pasal 7 hingga pasal 8 bacaan kita, ada beberapa pentunjuk tentang peristiwa air bah tersebut. Di bawah ini sedikit uraian tentang peristiwa tersebut:
1. Perhatikan 7:11. Pada bulan ke-2 di hari ke-17 terbelahlah segala mata air samudera raya dengan dasyatnya. Dapatkan saudara membayangkan hal itu? Beberapa pakar ilmu bumi dan disiplin ilmu terkait mencoba memprediksi gambaran peristiwa pada ayat ini. Bahwa mata air hanya mungkin terbelah apabila ada ledakan pada titik-titik penyimpanan mata air di bawah tanah (mungkin mirip dengan kasus Lumpur Lapindo di Jawa timur-?).
Hal itu, menurut mereka, hanya terjadi jika ada pemicu utama. Pemicu utama yang paling mungkin adalah gemba bumi dasyat dan gelombang pasang yang besar dari samudra yang membentuk tembok-tembok air. Kita menyebutnya dengan gelombang tsunami. Kondisi gabungan seperti inilah, yang disebut air bah sebagai istilah dari penulis kitab Kejadian ini. Mengerikan bukan?
2. Perhatikan 7:12! Kondisi di atas semakin diperparah dengan hujan lebat. Bukan hujan gerimis, namun hujan lebat. Bukan seminggu namun 40 hari dan 40 malam lamanya. Bisakah dibayangkan bagaimana situasi itu? Jadi saat air mengucur dari langit begitu derasnya; gempa bumi menggoyang Nuh dan sekitarnya; tanah mulai terbelah dan mengeluarkan air “mancur” dan dari arah laut gelombang tsunami datang menerjang. Waah… fatal akibatnya dan sulit untuk membayangkannya. Itulah arti air bah pada zaman Nuh saat itu.
3. Berapa lama air bah itu datang terus menerus? Pada 7:17 kita menemukan bahwa air bah itu datang terus menerus hingga air terus naik dan mengangkat bahtera adalah 40 hari lamanya. Bayangkan, bunyi air menderuh dari bawah bumi dan atas bumi terjadi selama 40 hari dan menyapu semua yang hidup.
4. Selama 40 hari itu semua gunung tertinggi sekalipun telah ditutupi air. Tidak ada daratan. Kemudian pada 7:24 kita menemukan bahwa air terus naik dan menggenangi bumi selama 150 hari. Di hari ke-150 itulah air mulai surut. Selanjutnya kita menemukan informasi menarik dalam pasal 8:14 bahwa bumi dinyatakan kering pada bulan ke-2 pada hari ke-27. Artinya, lamanya air menggenangi bumi adalah 376 hari atau lebih dari satu tahun.
Dapatkah saudara bayangkan dampak pada bumi dan tanah yang terus menerus digenangi air tanpa ada kondisi perubahan selama 1 tahun. Unsur hara atau unsur kehidupan pada tanah dipastikan mati dan musnah. Itulah yang terjadi. Itulah dampak Air Bah pada zaman Nuh. Suatu pemusnahan masal terjadi tanpa pilih kecuali 8 orang yang ditentukan selamat.
Saudara, sekarang marilah kita kembali pada Kejadian 8:1-5 untuk melihat dan membayangkan kondisi Nuh dan keluarganya pada hari ke-150 pasca air Bah! Ada beberapa hal real yang perlu diperhatikan:
1. Yang pasti saat itu sudah tidak ada daratan sama sekali.
2. Bahtera itu menurut aklitab tidak dirancang untuk dikemudikan (?); tidak juga dipasang layar; dan pasti tidak ada mesin dengan kecepatan sekian knot waktu itu. Apa yang terjadi dengan kondisi bahtera itu dengan keadaan arus air yang deras tersebut? Hanya satu, yakni TEROMBANG AMBING tanpa arah yang jelas. Artinya, bisa saja menambrak sesuatu atau berpapasan dengan pohon tumbang atau binatang air yg besar dll. Yang pasti SANGAT TIDAK NYAMAN para penumpang dalam bahtera itu selama 5 bulan atau 150 hari itu.
3. Itu baru kondisi diluar. Sekarang, mari menengok kondisi mahkluk hidup di dalam bahtera itu! Pertama, kira-kira bagaimana keadaan ribuan binatang yang ada dalam “kandang raksasa” yang terapung itu? Ribuan binatang yang terdiri dari 7 pasang yang tidak haram; 1pasang yang haram dan 7 pasang burung itu, apakah tahu tentang kondisi yang terjadi sehingga mereka terkurung seperti itu? Perhatikanlah bahwa hampir semuanya “mereka” adalah binatang liar! Artinya “hukum rimba” masih berlaku. Bisa saja naluri kebinatangan mereka memicu untuk saling terkam dan saling buru satu dengan yang lain. Atau anggap saja dengan mujizat Tuhan naluri kebinatangan itu diredam sehingga tidak ada kekacauan dalam bahtera dan suasana tenang.
Namun, setenang apapun, saya yakin semua binatang tersebut tidaklah dibuat bisu oleh TUHAN. Goyangan dan goncangan bahtera akibat arus air atau benturan tertentu diluar, pastilah memicu reaksi suara para satwa tersebut. Ada ayam berkotek; burung berkicau; singa mengaung; anjing menggonggong; serigala melolong; harimau mengaum; dll. Apa artinya? Selama 150 hari itu Nuh dan keluarganya dijamin mengalami kebisingan dan polusi suara diluar ambang batas kemampuan mendengar normalnya manusia. Waw… itu pastilah tidak nyaman. Ya, sungguh tidak kondusif suasana “kapal pesiar” yang ditumpangi Nuh.
4. Hal kedua adalah, bagaimana dengan “aroma” dalam bahtera itu selama 150 hari? Yang pasti tidak mungkin hidung Nuh dan keluarga dapat membaui “aroma terapi” yang harum dan meyegarkan. Tiap binatang memiliki ciri aroma dan bau yang berbeda-beda. Dan hidung normal manusia menyimpulkan bahwa aroma binatang tidak ada yang harum sebab semuanya pasti tidak menyenangkan untuk dihirup dan pastilah sulit untuk bernafas di dalam bahtera.
Apakah sudah cukup kondisi tidak segarnya? Saya rasa belum seberapa! Bayangkan apa yang terjadi jika serentak di hari yang sama ribuan binatang itu “melepaskan” proses akhir dari pencernaan mereka yakni membuang kotoran dalam bantera yang pengap itu? Waw… kapal besar itu pastilah bagaikan WC umum “terapung” tanpa ada sistem sanitasi yang sehat. Ampun, bagaimana mungkin NUh sekeluarga betah selama 150 hari itu dan kemudian merasa nyaman tetap berada di bahtera itu?
Inilah kondisi yang mungkin terjadi selama 150 hari ketika Nuh dalam pelayaran tanpa tujuan dan tanpa kendali tersebut. Sekarang, marilah kita bayangkan kondisi psikologi Nuh dan keluarganya saat itu. Normalnya dalam suasana seperti ini siapapun akan tertekan perasaannya; jika tidak terobati bisa mengarah pada kondisi stres dan mungkin depresi. Nuh adalah manusia normal yang punya kemungkinan mengalami keterpurukan psikologis karena kondisi dan suasana tersebut. Namun bisa saja tidak sebab Nuh bukanlah manusia biasa. Ia adalah pribadi yang memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spirutual yang jempolan. Hal ini terbukti dengan dipilihnya Ia oleh TUHAN sebagai orang yang terkategori benar pada zamannya (bd. 7:1).
Tapi bagaimanapun, Nuh pastilah memiliki kekuatiran yang amat sangat. Pastilah pula ia mulai rapat pikiran untuk mencoba menebak sampai kapan kondisi ini terus terjadi? Kapan air ini akan surut dan bilamanakah ia akan hidup normal kembali. Sebab kenyataan diluar bahtera memmbuktikan bahwa sudah tidak ada kehidupan lagi. Nuh dan keluarga mungkin saling bertanya satu dengan yang lain tentang apa yang akan terjadi kemudian.
Hal ini semakin jelas terlihat sebab selama 150 hari itu, Alkitab tidak menceritakan bahwa Allah menemui Nuh dan berbicara kepadanya. TUHAN seakan MEMBISU san BERDIAM diri meninggalkan NUH selama 150 hari. Apa yang Nuh rasakan? Saya yakin Nuh mulai kuatir dan resah sambil mencari jawab: “dimanakah TUHAN saat ini? Dan mengapa seakan Ia melupakan kami dalam Bahtera ini?” Hal ini menarik untuk direnungkan! Di sinilah kesabaran, kesetiaan dan pengharapan Nuh diuji oleh TUHAN. Nuh mungkin merasakan seakan Allah meninggalkan dia dan keluarganya.
Apakah benar demikian? TIDAK! Pasal 8:1-5 menyebutkan bahwa setelah 150 hari TUHAN keluar dari kebisuan dan aksi diam Nya itu dan kemudian kembali fokus pada Nuh dan penumpang dalam bahtera itu. Ayat 1 pasal 8 bacaan kita menyebut: Allah mengingat Nuh dan segala binatang liar dan segala ternak dalam bahtera itu. Sungguh melegakan bahwa ternyata Nuh tidak ditinggalkan TUHAN, Allahnya. Kita perlu memberi perhatian khusus tentang ayat ini. Mengapa? Karena disinilah letak pemulihan Allah terhadap bumi dan menusia bahwa Allah mengingat Nuh, manusia ciptaanNya bahwa Allah setia dalam memenuhi perjanjianNya.
Kesetiaan Allah dalam memenuhi perjanjianNya sering diungkapkan sebagai perbuatan yang mengingatkan akan perjanjianNya (bnd ump 9:15-16; Kel 2:24; Luk 1:72) atau mengingat siapapun yang kepadanya telah diberikan janji-janji perjanjian, dalam hal ini yakni Nuh (bnd ump 19:29; Kel 32;13). Proses selanjutnya adalah Bahtera terkandas di pegunungan Ararat; puncak gunung mulai kelihatan dan akhirnya pada ayat 22 bumi menjadi kering. Artinya, TUHAN tidak hanya berkuasa untuk menghancurkan namun juga memulihkan ciptaanNya.
Saudara, ada dua hal penting untuk dapat direnungkan dalam bacaan kita hari ini, yakni:
1. Banyak orang berpikir bahwa ketika sudah diselamatkan dan menjadi pengikut Kristus, maka hidupnya akan selalu nyaman, tidak terbentur masalah, selalu sukses dan tidak ada kendala hidup. Nuh dan bahtera-nya ada visualisasi kedepan tentang Bahtera Keselamatan yang dipimpin oleh Yesus Kristus. Kita perlu merenungkan soal ketidak-nyamanan Nuh dan penghuni dalam bahtera itu. Walau mereka ada dalam bahtera, kekuatiran tetap ada dan tatangan tersendiri tetap menjadi bagian hidup mereka. Namun, Nuh tetap setia menunggu hasil akhir hingga TUHAN memulihkan bumi dan menjadikan keadaan layak untuk hidup lagi. Kita memang sudah diselamatkan dan sekarang sedang dalam bahtera itu. Namun tidak berarti tidak akan ada tantangan dan pergumulan. Kita diajak untuk tetap tenang dan setia hingga tiba akhirnya Tuhan menganugerahkan kondisi yang baru itu. Tetap tekun dan setia adalah modal utama bagi kita yang sudah diselamatkan walau menghadapi beberapa ketidaknyaman ataupun persoalan hidup.
2. TUHAN-lah yang bekuasa untuk memulihkan dan juga menghancurkan. Semua hanya karena anugerah TUHAN. Perhatikanlah bahwa NUH tidak dilupakan TUHAN. Ia mengingat Nuh dan penghuni Bahtera itu. Seluruh kehidupan manusia semuanya berasal dari kemurahan Tuhan. Tidak ada satu hal pun yang dapat diupayakan manusia untuk tetap bertahan hidup jika bukan karena kemurahan Tuhan. Selalu ada pemulihan yang Allah buat untuk manusia, sebagai tanda bahwa Allah tidak pernah melupakan umatNya, orang-orang yang dikasihiNya jika kita hidup benar di hadapanNya.