Friday, November 1, 2019

2 SAMUEL 11:1-4


MENGHADAPI GODAAN
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
03 NOVEMBER 2019

P E N D A H U L U A N
Ada pepatah mengatakan: “dari mata turun ke hati”. Umumnya mata disebut sebagai jendela bagi jiwa. Mata meperlihatkan keindahan dan keburukan yang akan direspon oleh jiwa dan kemudian mengolahnya menjadi keinginan, penolakan, kekaguman dsb. Melihat sesuatu yang indah, baik, ataupun bermanfaat, membuat rasa ingin memiliki (mengecap, menikmati dsb) hadir dalam diri. Keinginan itu terolah dengan baik oleh pikiran dan kemudian menjadi suatu rasa yang kuat dalam hati untuk mendapatkannya.

Kasus Daud dan Batsyeba tepat jika dinilai dari pepatah “dari mata turun kehati” ini. Raja Daud, adalah anak bungsu Isai, suku Yehuda, dan raja Israel (12 suku) yang kedua. Nama Daud dari bahasa Ibrani: דָּוִיד Daviyd atau David yang berarti yang dikasihi, beloved. Batsyeba adalah adalah anak dari Eliam yang menikah dengan Uria orang Het. Nama Batsyeba adalah nama asli Ibrani yakni בַּת־שֶׁבַע (baca: Bath-Sheba`) yang berarti Putri Sumpah.

EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Mari melihat peristiwa Daud dan Betsyeba secara detail. Terdapat beberapa telaah penting untuk kita kaji bersama, yakni:

1.      Musim Perang (ay.1)
Perhatikanlah bahwa saat musim perang, Raja Daud tidak pergi ikut bersama dengan pasukannya. Ia menyuruh Yoab, panglimanya, untuk memimpin pasukan. Mengapa demikian? Jika menelusuri kalimat “pada waktu raja-raja biasanya maju berperang”, maka pilihan Daud untuk tinggal di rumah adalah pilihan yang tidak lazim. Istilah  עֵת (Baca:`eth atau ayth) diterjemahkan dengan time of an event atau juga time (usual).
Sehingga kalimat ini mesti dimengerti bahwa sudah sewajarnya Daud pergi ikut berperang, namun tidak melakukannya. Dengan kata lain, apa yang dilakukan oleh yakni sendirian di Yerusalem dan pasukan sedang berperang menghadapi Bani Amon, adalah perkara yang tidak wajar bagi seorang raja.

Catatan penting yang perlu diperhatikan bahwa kisah dalam 2 Samuel 11 ini tidak detailkan tentang proses waktu. Bahwa berperang meninggalkan kerajaan, tidak hanya dilakukan mingguan ataupun bulanan. Kegiatan perang memakan waktu yang cukup lama, bisa jadi bertahun-tahun.

Maka sekarang silakan bayangkan kondisi Daud yang tidak ada keguatan itu. Bisa jadi hari-harinya menjadi membosankan, ataupun menegangkan karena menunggu berita hasil pertempuran. Di kondisi inilah peristiwa Daud dan Batsyeba terjadi.

2.      Bermula dari melihat dan kemudian mengingini (ay.2,3)
Menurut ayat 2, peristiwa ini terjadi pada waktu petang. Istilah bahasa Ibrani yang dipakai adalah  עֶרֶב (baca: `ereb atau eh'-reb) yang berarti menjelang malam saat matahari terbenam. Bisa jadi bahwa Daud baru saja selesai BBS (bobok-bobok sore) dan kemudian bangun pada saat hampir malam. Waktu bangunnya Daud adalah saat bersamaan dengan Batsyeba mandi.

“Pemandangan” yang disajikan oleh indera pelihatnya ini diolah sedemikian rupa menjadi suatu keinginan. Keinginan pertama adalah ingin tahu dan selanjutnya ingin memiliki.

Asal-usul Batsyeba telah dikatehui. Ternyata ia sudah menikah. Tetapi menariknya, suaminya adalah orang Het dan bukan dari bangsa Israel. Mungkin saja adalah tentara bayaran atau orang-orang khusus yang terlatih dan yang berkerja untuk raja. Posisi Uria sangat jauh dari level Daud. Ia bukan siapa-siapa dibanding Daud. Maka kita dapat mengerti mengapa Daud begitu berani mengabaikan status Batsyeba. Sebab wanita cantik ini hanya dimiliki oleh seorang Uria yang tidak selevel dengannya.
3.      Kesempatan + Niat buruk = Kejahatan (ay.4)
Dimana ada niat buruk dan kesempatatan tercipta, maka lahirlah kejahatan. Inilah yang terjadi pada diri Batsyeba sebagai korban kejahatan Daud. Batsyeba tidak mungkin menolak raja yang ini “tidur” dengannya. Ia hanya istri seorang prajurit. Di sisi lain, Daud berada pada posisi menguntungkan. Yakni ia adalah penguasa, wanita ini cantik, dan pemiliknya “bukan” siapa-siapa.

Pahlawan gagah perkasa seperti Daud ternyata kalah oleh nafsu “rendah” miliknya. Ia tidak mampu berperang dan mengalahkan “gejolak” dalam diri. Fokusnya hanya pada “mumpung ada kesempatan” dan “wanita ini sangat elok rupanya”. Daud gagal memenangkan hal yang mulia yakni ketatatan pada hukum Allah daripada memuaskan keinginan lahiriahnya.

Menurut Ul.22:22, dilarang keras seorang laki-laki “tidur” dengan perempuan yang sudah memiliki suami. Hukumannya adalah kematian. Nafsu yang tak terkendali ini telah membutakan akal sehat dan imannya, bahkan kehendak Tuhanpun terabaikan. Lihatlah betapa Daud sangat dikuasai oleh kedagingannya, demi memuaskan keinginannya, Daud mengabaikan TUHAN, Allah yang telah membawanya hingga ke tahta itu.



APLIKASI DAN RELEFANSI
Belajar dari kisah Daud, maka bagaimana caranya supaya mampu menghadapi setiap godaan? Paling tidak ada dua hal yang bisa direnungkan, yakni:

1.      Daud memiliki segala-galanya, itu benar. Namun Daud lupa bahwa tidak semua adalah haknya, termasuk kepada Batsyeba. Kisah Yusuf yang mampu menolak godaan istri Potifar (Kej.39:1-23), adalah satu bukti tentang prinsip hak memiliki itu. Perhatikan jawaban Yusuf kepada perempuan penggoda itu:

"Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya...” (ay.8,9)

Kemenangan Yusuf yang tidak dialami Daud adalah, Yusuf tahu membedakan mana haknya dan mana bukan haknya, mana miliknya dan bukan miliknya. Prinsip utama untuk menolak godaan adalah dengan membedakan apakah itu hak kita ataukah bukan. Ini tidak hanya soal nafsu kedagingan (seksual) pada kasus Daud, namun berlaku pada jenis godaan apapun.

2.      Selanjutnya untuk mampu menghadapi kuatnya godaan berbuat dosa, kita bisa belajar dari kekalahan Daud. Ia lebih mau memilih mengikuti nafsunya, dari pada mentaati kehendak Allah dalam FirmanNya (Hukum tentang tidur dengan istri orang).

Berbeda dengan kasus Yusuf, pada ayat 9 Kejadian 39, pernyataan Yusuf di hadapan istri Potifar sungguh bermakna penting. Yusuf berkata: “… Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" Yusuf membuat pilihan yang tepat. Ia lebih memilih menyenangkan Tuhan lewat taat pada kehendakNya, daripada senangkan diri sendiri lewat pemberontak kepada Tuhan.

Sayang sekali, kisah tentang Yusuf ini tidak menjadi cermin bagi Daud yang sudah sangat tergoda oleh penglihatan dan keinginan nafsunya itu. Ia lebih memilih senangkan dirinya dan memberontak kepada hukum Allah, dari pada bertahan pada kekudusan yang Tuhan kehendaki.

3.      Peristiwa “nonton” Batsyeba mandi, sangat mungkin bukan hanya terjadi sekali. Bisa jadi berulang kali dan kemudian Daud menikmati dan membiasakan matanya terpuaskan dengan pemandangan itu. Seharusnya hal penting yang mesti dilakukan oleh Daud adalah menghindari peristiwa itu.

Daud lebih memilih “mendekatkan” diri pada godaan itu daripada mendekatkan diri kepada Allah. Yakobus 4:7 dengan tegas mengatakan: “…Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!” . Konsep ini sangat penting dalam menghadapi godaan. Dengan memilih mendekat kepada Allah, maka kita berada pada pengakuan bahwa Tuhanlah yang puny kuasa. Sehingga rasa tunduk itu kepadaNya membuat kita memiliki kekuatan untuk mengalahkan godaan Iblis.

Sayang sekali, bahwa Daud justru memilih mendekat pada kolam permandian itu dan bahkan mendekati sangat dekat Batsyeba sehingga ia jatuh pada dosa perzinahan.