Saturday, November 30, 2019

MALEAKHI 3:1-5


MALEAKHI 3:1-5
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
01 DESEMBER 2019

P E N D A H U L U A N
Kita pasti sering mendengar istilah playing victim atau berperan sebagai korban. Playing victim ini adalah mereka yang menempatkan diri sebagai korban dengan harapan mendapatkan simpati dan rasa belaskasihan orang lain, padahal mereka sesungguhnya yang bersalah. Dengan berperan sebagai korban, maka mereka berharap dapat lari dari tanggung-jawab atas berpuatan salah yang telah diperbuatnya.

Inilah yang terjadi dalam kitab Maleakhi, ketika Israel melakukan playing victim ketika berhadapan dengan Tuhan. Pada 1:2 kita menemukan salah satu contohnya. Mereka yang berbuat dosa dan salah, tetapi mereka pula yang mempertanyakan kasih dan setia Tuhan. Contoh yang lain misalnya kita temukan pada 2:13, mereka menangis dengan airmata palsu di mezbah persembahan korban sambil mempertanyakan mengapa Tuhan menolak persembahan mereka, padahal persembahan mereka sesungguhnya cemar di mata Tuhan (1:6-14) 

EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Kitab Maleakhi ini mengisahkan tentang kondisi riil yang terjadi di Israel pada masa ketika Israel telah kembali dari pembuangan, yakni sekitar tahun 516 sM. Gambaran kondisi mereka dari seluruh kitab Maleakhi ini kira-kira sebagai berikut:
1.      Bait Allah telah dibangun kembali walau tidak semegah dengan bangunan asli yang dulu dihancurkan oleh Babel.
2.      Tahun-tahun berlalu orang Yahudi (suku Yehuda yang kembali dari pembuangan ini) menjadi kecewa karena beberapa alasan:
a.       Kemakmuran yang dijanjikan tidak kunjung datang
b.      Penghidupan mereka semakin sulit.
c.       Musuh-musuh Israel selalu menghalangi upaya untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
d.      Mereka menderita karena kemarau berkepanjangan dan panen yang gagal sehingga bencana kelaparan terjadi (3:11).

Dari kondisi ini, siapakah yang mereka salahkan? Mereka menyalahkan Tuhan (1:2, 2:13). Bahkan dengan polos dan pura-pura tidak tahu dampak dari perbuatan dosa mereka, dengan pongah Israel berkata: “Setiap orang yang berbuat jahat adalah baik di mata TUHAN…”. Betapa bodohnya Israel dengan tanpa malu berberan sebagai korban dari kebengisan Allah.


A.       Sebenarnya apa yang dilakukan Israel?
Apabila kita memperhatikan isi kitab Maleakhi ini, maka kita menemukan berbagai kesalahan fatal dan menjijikkan di lakukan oleh Israel di hadapan Allah. Dan sayangnya, semua dilakukan dengan sadar untuk melanggar kehendak dan perintah Allah. Beberapa pelanggaran itu adalah:
1.      Mencemarkan korban persembahan (1:6-14)
2.      Iman mengajarkan kesesatan dan tidak setia (2:1-9)
3.      Terjadi perkawinan campur dan perceraian (2:10-16)
4.      Mengabaikan kewajiban persepuluhan (3:6-12)

Dari semua daftar kesalahan itu, umat Israel bukan sadar diri melainkan mempertanyakan keadilan Allah dan membela diri seakan tidak bersalah. Bahkan dengan lantang berani meyakini bahwa berbuat jahat tetap dianggap baik oleh Allah (2:17b). Israel (Yehuda) menjadi demikian begitu bebal, bagaikan karat pada logam yang sulit dibersihkan lagi. Tidak heran jika penghukuma mereka alami. Tuhan mengubah berkat menjadi kutuk (3:9). Menariknya, mereka justru berbalik “menyerang” kebenaran Allah dengan cara berperan sebagai korban, dan dengan tanpa malu menyebut bahka kami sudah beribadah malah kami dikutuk. Jika demikian maka sia-sia saja beribadah kepada Allah (3:14). Perhatikanlah Israel bertindak sangat kurang ajar di hadapan Allah terutama mengenai cara mereka berbicara kepadaNya (3:13). Israel sungguh bebal.

B.       Apakah reaksi TUHAN (3:1-5)
Perikop bacaan kita berisikan tentang reaksi TUHAN Allah Israel terhadap segala perbuatan salah yang mereka lakukan. Ketika kesalahan demi kesalahan mereka lakukan, mereka dengan sadar menantang Allah dan mempertanyakan kuasaNya dengan pertanyaan: “di manakah Allah yang menghukum?” Atas pertanyaan itu kemudian, TUHAN menjawab melalui Maleakhi:
1.      TUHAN akan datang dengan mendadak (ay.1-2a)
Ketika para pendosa ini bertanya tentang mana hukuman yang kami terima jika memang kami bersalah, maka TUHAN menjawab tantangan itu dengan tiba-tiba hadir untuk menyatakan kuasaNya. Kehadiran yang tiba-tiba itu bukan berarti tanpa proses. Istilah mendadak bukan dipahami sebagai suasana yang “sekonyong-konyong”, melainkan lebih pada reaksi cepat Tuhan untuk menjawab tantangan sombong umatNya. Mendadak menjawab, tetapi tetap melalui suatu proses.

Apakah prosesnya itu? Menurut ayat 1, TUHAN menyuruh utusanNya untuk menyiapkan jalan bagi kehadiranNya. Menarik sekali jika kita mengkaji istilah “utusanNya” ini. Istilah ini diambil dari kata: מַלְאָךְ (baca: mal'ak) yang berarti suruhan atau pesuruh. Istilah ini kemudian menerjemahkan kata Malaikat. Menariknya, jika istilah ini diberi akhiran i maka memberi arti kepemilikan, yakni : מַלְאָכִי (mal'akhi) yang berarti utusanku atau malaikatku. Istilah inilah yang kemudian dipakai menjadi nama kitab ini yakni kitab Maleakhi (utusanku – malaikatku).

Israel menantang Tuhan. Maka reaksi Tuhan adalah hadir dengan segera (mendadak) untuk menjawab tantangan itu. Sudah pasti hal itu akan sangat mengejutkan bagi mereka. Sebab tidak ada satupun mahkluk hidup yang dapat tahan berdiri di hadapan Allah yang maha hadir itu ketika Ia datang (ay.2)

2.      TUHAN hadir pemurni logan atau perak (ay.2b-3)
Bagian ini menjadi penting sekali ketika dihubungkan dengan perbuatan Yehuda di hadapan Allah. Tugas dari pemurni logam atau perak adalah membersihkan berbagai kotoran yang melekat pada logan atau perak. Kotoran dimaksud bukan saja melekat tetapu telah bercampur dengan logam atau perak. Maka ketika logam atau perak ini dimurnikan dari kotoran, cara satu-satunya dilakukan melalui proses pembakaran dengan suhu yang sangat tinggi.

Mmurnikan logam atau perak, dimaksudkan untuk memperoleh kadar logam sesuai dengan mutu yang baik. Maka ketika Allah hadir sebagai pemurni logam: emas atau perak, ini memberi kesan kuat bahwa Yehuda harus dibersihkan dari segala bentuk kenajisan dan dosa. Membentuk prilakku dan hidup kerohanianaan mereka diubah menjadi baru yakni sebagai umat yang taat dan sebagai yang membersembahkan korban yang benar (ay.3b). Orang yang mempersembahkan korban yang benar adalah mereka yang telah dikuduskan dan dibaharui olehNya. Mereka yang telah mengenal dengan sungguh bagaimana melakoni hidup sebagai umat yang berkenan kepadaNya

3.      TUHAN hadir sebagai Hakim (ay.5)
Perhatikan bunyi ayat 5 bacaan kita. Bahwa sebagai Hakim, TUHAN datang tidak untuk memperbaiki yang rusak sebagaimana poin 2 di atas, melainkan datang sebagai pemberi hukuman. Segala bentuk pendosa yakni: tukang sihir, pezinah, penindas dll tidak diberi ampun. Semua mendapat hukuman yang setimpal.

Dengan kata lain, kehadiran Allah sebagai Hakim tidak sama dengan kehadiranNya sebagai pemurni logam. Sebab jika Ia hadir sebagai pemurni logam, tujuan utama adalah memperbaiki dan mengobah hidup umat yang berdosa yakni Yehuda ini. Tetapi kehadiran sebagai Hakim adalah kehadiran Allah yang mengancungkan Tangan untuk memberikan penghukuman tanpa ampun bagi mereka yang tidak bertobat dan atau tidak bersedia untuk dimurnikan/dipulihkan.

APLIKASI DAN RELEFANSI
Hari ini kita memasuki masa raya adventus. Minggu-minggu advent adalah masa-masa penantian bagi kedatangan TUHAN yakni kedatangan kembali sebagai raja yang berdaulat dan menghakimi. Kedatangan ini sangat dinanti oleh semua orang percaya untuk menerima janji kelegaan yakni dijemput sebagai mempelai perempuan menuju kerajaanNya. Itulah sebabnya simbol minggu advent adalah jangkar sebagai makna pengharapan yakni penantian pada kedatanganNya. Hal penting untuk direnungkan pada bacaan kita adalah:
1.      Saat ini adalah masa-masa kesempatan untuk mengalami pemurnian, yakni ketika Tuhan telah hadir dan datang dalam diri Yesus kristus yang menebus dunia melalui peristiwa natal Kristus yang diawali oleh kehadiran utusanNya yakni Yohanes Pembabtis. Hingga saat ini proses pemurnian menuju pada pengudusan masih berlaku bagi setiap kita dan dunia.

Itulah sebabnya di masa-masa adventus ini kita perlu merenungkan apakah kita telah benar-benar menjalani hidup sebagai pribadi yang telah dimurnikan melaui kelahiran, kematian dan kebangkitan Kristus. Memberi diri untuk diubahkan dan bersedia berubah adalah tanda bahwa kita bersedia untuk dimurnikan lagi. Hal ini ditandai dengan pertobatan kepada Allah. Tanpa pertobatan, tidak ada pengudusan untuk disebut sebagai yang telah dimurnikan.

2.      Selagi ada kesempatan, sebelum Ia datang sebagai Hakim, yakni kedatangan kembali untuk menghukum dan membinasakan mereka yang tidak bertobat, maka penting untuk mengambil sikap kembali kepada Allah. Jika masih ada waktu, jangan bebal seperti Israel. Berubahlah! Hiduplah dalam kekudusan dan alamami pembaharuan hidup supaya hukuman bukan menjadi bagian kita. Selagi masih ada waktu, TUHAN belum datang untuk menghakimi, kiranya dosa tidak menjadi hobby dan gaya hidup kita. Amin.


Friday, November 22, 2019

RUT 4:11-14


SELALU ADA BOAS UNTUK RUT
BAHAN KHOTBAH IBADAH HARI MINGGU
24 NOVEMBER 2019
PENDAHULUAN
Kisah ini bermula ketika di Israel mengalami kelaparan. Kuat kemungkian disebabkan hukuman dari Tuhan, ketika berbagai dosa Israel di jaman Hakim-Hakim itu (bd. Hakim-Hakim 6:1). Disebutlah seorang bernama Elimelekh (arti: Allah adalah Raja) membawa Naomi (arti: orang yang meyenangkan) istrinya, dan kedua anaknya laki-laki yang bernama Mahlon (arti: memiliki sifat lemah) dan Kilyon (arti: Merindukan) menuju ke Moab untuk mencari kehidupan di sana. Menurut 1:1-5 anak-anak Naomi menikahi perempuan Moab sebagai Istri mereka masing-masing. Kilyon menikahi Opra; dan Mahlon menikahi Rut.

Kisah Elimelekh yang pergi menuju Moab adalah kisah “lari dari hukuman” dan “membelakangi” TUHAN, Allah Israel. Demi menghindari hukuman bencana kelaparan, mereka mencari kehidupan di negeri penyembah berhala dan bahkan mengawinkan anak-anak mereka dengan “orang asing”. Tindakan inipun melanggar Taurat. Bermaksud untuk mengubah nasib, ternyata keadaan yang terjadi justru terbalik. Seluruh laki-laki dalam keluarga itu akhirnya meninggal di tanah rantau (1:3,5).

Kisah berlanjut ketika Naomi memutuskan untuk kembali ke Betlehem yang ditemani oleh Rut anak menantunya, dan kemudian menjalani kehidupan yang serba kekurangan. Di Betlehem kita menemukan kisah menarik tentang perjuangan Rut untuk menghidupi dirinya dan mertuanya, lalu kemudian bertemu dengan Boas (2:1-3:18). Boas sangat berbaik hati untuk menolong mereka berdua yang berakhir dengan mengawini Rut.

TAFSIRAN / TELAAH PERIKOP
Pada bacaan kita kali ini yakni 4:11-14 kita menemukan ending yang menarik dari kisah Rut ini, yakni ia kemudian dinikahi oleh Boas. Bagaimana kisah ini mesti dipahami? Ada baiknya kita membaca mulai dari ayat 1 pasal 4 ini untuk menemukan beberapa pokok pikiran yang menarik:
1.       Siapakah Rut?
Dari awal kisah, kita hanya disuguhkan bahwa Rut adalah seorang bangsa Moab dan menantu dari Naomi yang menikah dengan Kilyon. Mari kita mengenal Rut lebih jauh. Nama Rut dari bahasa Ibrani: רוּת (baca: RUT) yang bisa berarti "tindakan melihat," atau "pantas dilihat". Ia disebut berkebangsaan Moab.

Tahukah saudara bahwa bangsa Moab masih memiliki hubungan kekerabatan dengan bangsa Israel? Menurut Kej.19:30-37, Moab adalah anak laki-laki dari Lot hasil hubungan sedarah dengan puterinya. Sedangkan bangsa Israel berasal dari turunan Yakub, yang adalah cucu dari Abraham. Abraham dan Lot masih ada pertalian darah yakni antara paman dan ponakan (Kej.11:27). Dengan demikian Israel dan Moab berasal dari jalur turunan yang sama yakni dari Terah (ayah Abraham). Dikemudian hari Moab dibedakan statusnya dengan Israel oleh Tuhan dan dianggap sebagai yang tidak layak dihadapan Allah dan tidak berhak menjadi anggota jemaah karena mereka menyembah berhala dan menolak menolong Israel ketika menjadi pengembara di gurun (bd. Ul,23:3-6). Moab selanjutnya disebut bangsa asing oleh Israel.

Maka kita simpulkan: karena Ruta berkebangsaan Moab, maka ia dianggap sebagai orang asing di negeri Israel. Dengan kata lain, Rut adalah seorang goyim. Istilah goyim berasal dari bahasa Ibarni גֹּויִם (baca: goyim) yang berarti “bangsa-bangsa asing” di luar Israel. Selanjutnya ketika dia berkata: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahkukepada Naomi (1:16), itu berarti bahwa Rut beralih keyakinan. Dalam tradisi Israel, seorang non Yahudi yang beralih keyakinan dan kemudian menyembah TUHAN, Allah Israel disebut sebagai kaum proselit. Istilah ini sejajar dengan istilah mualaf yang ditujukan kepada seorang non muslim yang menjadi muslim. Hal itu berarti, Rut adalah seorang Goyim yang Proselit (bangsa asing yang menyembah Yahwe).

Alkitab dengan terang memberi predikat baru bagi Rut, yakni ia disebut sebagai “seorang perempuan baik-baik” (3:11). Istilah ini muncul dari terjemahan menarik dalam bahasa Ibrani yakni: אֵֽשֶׁת־חַיִל (baca:-'Eshet Khayil), yang berarti istri / perempuan yang cakap (a woman of valor). Perhatikanlah bahwa seorang goyim yang proselit ini kemudian mendapat julukan sebagai perempuan yang cakap atau istri yang cakap. Raja Salomo kemudian mengabadikan buyut dari buyutnya ini dalam suatu syair terkenal pada Amsal 31:10 “Istri yang cakap, siapakah yang akan mendapatkannya?”. Silakan bayangkan, seorang asing yang proselit ini mendapat gelar tinggi dan dikenang oleh raja sebesar Raja Salomo. Ya, itulah Rut yang sesungguhnya.

2.       Siapakah Boas ?
Nama Boas dari bahasa Ibrani: בֹּעַז (baca: BO'AZ) yang berarti: keuletan atau kekuatan. Ia adalah seorang petani yang kaya. Menurut 2:1, Boas disebut sebagai seorang yang kaya raya. Istilah ini sebenarnya merupakan gelar dari Boas, yang sayangnya kurang ditekankan dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia. Istilah seorang yang kaya raya berasal dari istilah Ibrani אִישׁ גִּבֹּור חַיִל (baca: Ish Gibor Khayil). Ish= seorang, Gibor= besar, kaya, terhormat; Khayil= cakap, pahlawan, perkasa. Maka secara etimologi, kita menemukan gelar yang luar biasa dari Boas, yakni terhormat (karena kekayaan dan kebesarannya) sekaligus dianggap pahlawan yang perkasa oleh kaumnya.

Selanjutnya apakah hubungan antara Naomi dan Boas? Menurut pasal 2:1, disebutkan bahwa Boas adalah sanak (keluarga) dari pihak suami Namomi (Elimelekh). Apabila merujuk 3:10-11, Rut disapa oleh Boas dengan sebutan “anakku”, maka kita dapat berasumsi bahwa Elimelekh dan Boas memiliki “kepangkatan” yang sama dalam jalur keluarga yakni sebagai orangtua (paman) dari Mahlon dan Kilyon. Paling tidak, Boas adalah sepupuh jauh dari Elimelekh.

3.       Mengapa Boas dan Rut menikah
Menurut pasal 4:13 bacaan kita, Boas mengambil Rut sebagai istrinya. Pernikahan antara Boas dan Rut ini disebut dengan pernikahan Levirat. Istilah ini berasal dari bahasa latin: levir yang berarti Ipar: dalam hal ini  saudara laki-laki dari suami. Hukum ini mengatur bahwa “jika suami meninggal tanpa anak, maka adiknya diharapkan akan menikahi istrinya. Anak-anak yg lahir dari pernikahan ini dianggap anak dari suami pertama. Dalam tradisi Yahudi, hukum levirat ini disebut dengan יִבוּם (baca: Yibum) yang berasal dari istilah יָבָם (baca: Yabam) yang berarti husband's brother” (saudara dari suami). Menurut Ulangan 25:5, diatur hukum Levirat :

"Apabila orang-orang yang bersaudara tinggal bersama-sama dan seorang dari pada mereka mati dengan tidak meninggalkan anak laki-laki, maka janganlah isteri orang yang mati itu kawin dengan orang di luar lingkungan keluarganya; saudara suaminya haruslah menghampiri dia dan mengambil dia menjadi isterinya dan dengan demikian melakukan kewajiban perkawinan ipar…

Dengan demikian, Boas mengawini Rut dalam konteks hukum Yibum atau Levirat tersebut sebagai kewajiban untuk menjalankan perintah Allah dalam hukum taurat. Kendatipun demikian ada beberapa hal yang perlu dijelaskan pada bacaan kita mengenai perkawinan mereka itu:
  1. Naomi sangat memahami tentang hukum Levirat. Itulah sebabnya sejak pertemuan perdana antara Rut dan Boas, Naomi dengan sengaja mengenalkan siapa sesungguhnya Boas kepada Rut, yakni orang yang baik hati, masih kerabat dan memiliki kewajiban untuk menebus. Istilah menebus atau qaal dalam bahasa Ibrani ini, harus dilakukan oleh yang memiliki hubungan darah dengan yang akan ditebus (suami yang meninggal). Barang yang ditebus adalah hak warisan yang ditinggalkan oleh yang meninggal dengan jumlah tebusan yang tinggi (bd. 4:3,4).

Bukan saja menebus harta warisan, namun juga wajib untuk melangsungkan keturunan dari yang meningal (dalam hal ini Elimelekh). Karena kedua anak Elimelek telah meninggal dan Naomi terlalu tua untuk melahirkan, maka Rut adalah pilihan untuk dinikahi (ay.5). Menikahi Rut setara dengan menikahi istri (Naomi) dari saudara yang meninggal (Elimelekh). Itulah sebabnya anak Rut disebut sebagai anak Naomi (ay.14-16).  

  1. Sebenarnya, Boas tidak memiliki keinginan untuk mengawini Rut. Ide awal justru datang dari Naomi yang sengaja meminta Rut agar memohon Boas menebusnya (3:1-4). Boas tahu bahwa ada kerabat (sipenebus) yang lebih dekat dan yang lebih punya kewajiban qaal (menebus) dibanding Boas.  Hal ini terlihat dalam percakapan Boas dan Rut pada pasal 3:10-13. Bahkan Boas sangat tahu etika dan meminta Rut tidur dan segera bangun agak pagi agar tidak diketahui orang bahwa ada perempuan di tempat itu (3:14-15).

Namun tergerak oleh belas kasihan dan supaya harta kekayaan Elimelekh dapat kembali kepada Naomi dan demi kelanjutan keturunan saudaranya itu, Boas kemudian membuat rencana cadangan dengan penuh ketulusan dan melibatkan Tuhan (3:12-13). Boas menjanjikan sesuatu yang sangat penting bagi Rut, yakni kelanjutan hidup dan masa depanya.

Maka benarlah, ketika “si penebus yang sebenarnya” untuk Rut keberatan mengawini Rut, sebagai kewajiban kedua setelah menebus harta warisan (4:6-10), maka Boas menepati janjinya. Disaksikan oleh sepuluh orang tua-tua dan orang banyak, Boas menyatakan sikap bersedia melaksanakan hukum Levirat tersebut (ay.11) dan kemudian mengawini Rut (ay.13).

4.       Rancangan Tuhan Tidak Terselami
Perhatikanlah, bawa menurut catatan ayat 14 dan bahkan hingga akhir perikop, anak dari Rut ternyata harus diakui sebagai anak dari Naomi. Dengan demikain turunan Elimelekh tetap berlangsung. Anak itu kemudian diberi nama Obed yang berarti pelayan.

Hal yang menarik dari ending kitab Rut ini adalah penulis kitab Rut menyebut nama Daud (ay.17-22) yang belum dilahirkan di jaman Rut. Seakan mau memberi penekanan penting bagi pembaca, bahwa justru melalui kehadiran Rut dan pengorbanan Boas, bangsa Israel akan memiliki seorang Raja besar yang hebat dan dikasihi Allah.

Jika silsilah ini dilanjutkan maka kita akan menemukan pada Injil Matius 1:5-16 bahwa dari kehidupan Rut dan Boas-lah Tuhan merancangkan suatu rancangan besar yang tidak bisa dipikirkan akal. Lebih dari 1000 tahun, Tuhan menyiapkan melalui Rut untuk hadirnya Juruselamat yakni Yesus Kristus Tuhan. Peristiwa Elimelekh yang cari selamat dari hukuman kelaparan dan meninggalkan Israel, justru dengan “paksa” Tuhan pulangkan “darah elimelekh” kembali ke Betlehem melalui Naomi dan Rut agar kehadiran raja Daud dapat diwujudkan yang selanjutnya memungkinkan kelahiran Yesus Kristus pada target akhir.

Rut yang hanya seorang Goyim dengan status proselit, justru dipakai Tuhan untuk rancangan maha agungNya. Siapapun tidak akan menyangkah bahwa penderitaan Rut dan Naomi, pengorbanan perempuan Moab penyembah berhala ini, justru berakhir indah dalam rancangan Tuhan. Maka benarlah bahwa rancangan Tuhan tidak terselami.

APLIKASI DAN RELEVANSI
1.       Hari ini kita belajar pertama-tama bukan tentang sepak terjang Rut, melaikan tentang ketulusan dan pengorbanan seorang kaya, terhomat, perkasa dengan status pahlawan, yang bernama Boas. Ia dengan rela dan sukacita mengambil tangung-jawab yang bukan tanggung jawab utama untuk menebus harta warisan Elimelekh dan kemudian melanjutkan keturunan Elimelekh melalui Rut. Siapa yang menyangkah bahw dari ketulusan dan pengorbanan Boas, ada rencana Tuhan yang maha besar bagi dunia.

Kita diajak dan diajar untuk meneladani Boas. Kepeduliannya dan rela berkorbannya perlu untuk menjadi gaya hidup orang percaya. Jangan hanya mau menjadi Rut yang mengalami kisah HAPPY ENDING saja. Kita pun dipanggil menjadi Boas untuk Rut yang lain, agar derita hidup yang dialami para “Rut-Rut yang lain ini” di manapun berada, mengecap nikmatnya happy ending mereka. Ya… jika kita meyakni bahwa selalu ada Boas untuk Rut yang Tuhan akan kirim, maka bergegaslah, sebab barangkali kitalah yang ditunjuk menjadi Boas itu.

2.       Tidak ada seorangpun yang dapat memahami dalamnya rencana Tuhan dalam hidup ini, sebagaimana peristiwa Rut yang kemudian menghadirkan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.

Maka, kita juga perlu untuk merenungkan bahwa jika hal yang besar untuk merancangkan keselamatan dunia, TUHAN tidak pernah gagal, maka bagaimana mungkin kita ragu untuk meyakini bahwa Allah tidak pernah gagal untuk merancangkan hal “indah pada waktunya” dalam hidup kita ini?

Mungkin ada di antara kita yang terpuruk dalam beratnya titian hidup dan sulit memahami kuasa dan kemampuan Tuhan untuk membawamu menemui kelegaan. Kepada saudaralah Firman ini mau disampaikan bahwa kita tidak dapat menyelami pkiran Allah yang merancangkan hidup kita. Hanya saja jangan pernah kehilangan iman dan kemampuan untuk berharap. Sebab Tuhan sangat sanggup membawa kita menemukan kelegaan sebagaimana Ia mampu membawa Rut mencapai kelegaan itu. Bukan itu saja! Jika ia mampu merancangkan hal besar yakni keselamatan dunia melalui Rut yang kecil, maka percayalah Dia pun sanggup melakukan hal yang serupa untuk hidup saudara, yakni rancangan damai sejahtera, walau sekarang belum dapat kita mengerti. Amin.

Saturday, November 16, 2019

I KORINTUS 6 : 12 – 20


MULIAKANLAH ALLAH DENGAN TUBUHMU
Khotbah Ibadah Hari Minggu
Rabu, 20 November 2019

A.     PENGANTAR
Dulunya kota Korintus pernah dihancurkan oleh orang Romawi sekitar th 146 SM. Lalu pada tahun 46 SM oleh seorang bernama Julius Caesar, kota Korintus kembali dibangun. Pembangunan kembali kota ini berhasil, terbukti dikemudian hari Korintus menjadi kota terkenal dari segi perdagangan, politik, pendidikan dan kebudayaan. Bahkan Korintus menjadi pusat perdagangan di Provinsi Romawi bagian Selatan. Letak strategis diantara dua pelabuhan berdampak pada keuntungan pembangunan kota Korintus. Soal latar belakang kota Korintus bukan pembahasan asing, kota ini terkategori populer pada masanya. Setidaknya ada beberapa alasan identitas ‘kota populer’ yang disematkan pada Korintus, yaitu populer dari segi perkembangan pembangunan, budaya, pengetahuan, dan praktek amoral (gaya hidup).

Persoalan timbul ketika jemaat di Korintus salah mengerti perkataan Paulus soal ‘kebebasan Kristen’ yang disorot secara khusus oleh Paulus mengenai ‘perzinahan’ di antara jemaat. Kesalahan fatal jemaat di Korintus tidak hanya terletak pada tindakan perzinahan, tetapi juga pada konsep teologis yang salah yang mendorong jemaat melakukan hal tersebut.

B.     PEMAHAMAN TEKS
Kebobrokan moral masyarakat setempat mempengaruhi cara hidup jemaat di Korintus. Akibatnya hidup lama terulang kembali yaitu penyembahan kepada dewa dewi dan perzinahan dengan pelacur dikuil dianggap hal biasa dan menjadi kebiasaan buruk yang dipertahankan oleh tradisi. Di pasal 5, Paulus mengkritik pola bermasyarakat jemaat. Hidup bergaul dengan orang yang tidak mengenal Allah dan karya Yesus Kristus menjerumuskan jemaat berbuat dosa “percabulan”, fatalnya mereka menyebut diri sebagai jemaat Kristus tapi tidak risih/resah menghadapi situasi saat itu, bahkan jemaat turut serta dalam aksi perzinahan tersebut.

Bagian bacaan ini adalah koreksi paham dari Paulus untuk jemaat di Korintus, secara khusus meluruskan soal ‘kebebasan Kristen’ yang benar. Setidaknya ada 3 poin penting mengenai ‘tubuh’ dan kaitannya dengan kebutuhan makan untuk perut berdasarkan konsep teologis ‘tubuh adalah bait Allah’.
1.      Halal tidak identik dengan makanan (ay. 12)
Perhatikan ayat 12 : “Segala sesuatu halal bagiku” penggalan kalimat ini adalah semboyan orang Korintus yang dikutip dan dikoreksi Paulus. Orang Korintus berpendapat bahwa segala sesuatu adalah halal. Terjemahan LAI mengenai kata halal ini jika disepadankan menurut konteks dan bahasa aslinya ditemukan ketidaksesuaian terjemahan, perhatikan kata halal terkesan yang dibahas hanya seputar makanan, padahal pokok persoalan yang dibahas lebih dari soal makanan. Terjemahan bhs Yunani digunakan kata exestin, berarti diperbolehkan, harusnya terjemahan kalimat begini “segala sesuatu bagiku diperbolehkan (exestin)”. Kata terjemahan exestin ini muncul sebanyak 31 kali di PB dan selalu memiliki arti diperbolehkan (Matius 12:2,4,10 & 12). Terjemahan Inggris (NIV : Permissible = diizinkan ; KJV : Lawful = sah menurut hukum/sah disisi kepemilikan). Kesimpulan menarik berdasarkan pertimbangan beberapa terjemahan, kata halal bukan berbicara soal makanan melainkan suatu konsep boleh atau tidak boleh. Ternyata, jemaat di Korintus salah fokus pada pengertian ‘kebebasan’ yang diajarkan Paulus.
Benar, jemaat Kristen sudah dibebaskan, namun hal yang harus digaris bawahi adalah kebebasan seperti apa yang dimaksud Paulus. Jemaat tidak mampu memahami makna ‘kebebasan Kristani’ dari Paulus, mereka menerima secara mentah paham kebebasan dan bertindak semau hati karena merasa bebas, dampaknya identitas sebagai jemaat Kristus tercoreng.

Lalu apa makna ‘kebebasan Kristiani’ versi Paulus? Ternyata maksud ‘kebebasan’ bukan soal bertindak sesuka hati/kesenangan/kebal hukum. Ini makna bebas yang salah. Paulus memang berulang kali mengatakan bahwa jemaat Kristus berada dibawah kasih karunia, tidak lagi dibawah Taurat atau tradisi (Roma G:14). Penekanan soal tidak terkungkung lagi pada Taurat/tradisi disalah mengerti jemaat, Mengapa? Sebab pola pikir mereka terfokus pada kesimpulan ‘tidak terkungkung = kebebasan’. Ternyata jemaat di Korintus masih mencintai hidup lama mereka, yaitu kesenangan duniawi (perzinahan).

Ayat 12, Paulus belum membahas kesalahan dari perzinahan tapi ia membukanya dengan dasar etika Kristen yang harus dipahami jemaat Kristus di Korintus. Hakekatnya Kebebasan Kristiani tidak merugikan orang lain melainkan harus membangun sesama. itu sebabnya Paulus mengatakan “segala sesuatu diperbolehkan (bertindak), TETAPI tidak semuanya berguna”, artinya bertindak bebas perlu memperhatikan baik buruk dan dampak yang ditimbulkan, menariknya dampak tidak saja yang diri sendiri alami tapi juga dampak bagi orang sekitar. Artinya jemaat Kristus harus berhati-hati dalam menggunakan hak bebas/anugerah kasih karunia Allah. Mengapa harus berhati-hati? Sebab kebebasan seringkali membawa kejatuhan yaitu ‘perbudakan’. Ayat 12b “tetapi aku tidak mau membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun” = kata ‘diperhamba, diperbudak’ berasal dari kata exousiasthesomai (dari kata dasar exousiazo, yang berarti ‘menguasai’).

Perhatikan penggunaan dua kata menurut bhs asli (Yunani), ditemukan maksud Paulus yang benar mengenai ‘kebebasan Kristiani’, yaitu kata exestin (diperbolehkan = halal) dan exousiasthesomai (dikuasai), dari dua kata ini dapat dipahami maksud Paulus di ayat 12, yaitu “segala sesuatu bagiku diperbolehkan, tetapi aku tidak akan dikuasai oleh suatu apapun”. Kalimat ini mau berkata begini : seringkali orang berpikir kebebasan itu adalah hak istimewa masing-masing pribadi termasuk keputusan bertindak, hal penting tapi sering diabaikan adalah ketika tindakan itu menjadi kebisaan. Bukan lagi manusia yang menjadi tuan atas dirinya sendiri, melainkan tindakan karena kebiasaan itulah yang menjadi tuan lalu merampas kebebasan. Awalnya kebebasan adalah anugerah, tapi karena kelalaian manusia menggunakan kebebasan berdampak pada pola hidup justru menjadi budak kebebasan.

2.      Peringatan! ‘Tubuh’ adalah Bait Allah (ay.13-15)
Koreksi bagian kedua adalah soal identitas ‘tubuh’. Jemaat berpegang teguh pada kepuasan tubuh, mereka berpendapat bahwa perut untuk makanan, dan makan untuk perut, sedangkan dua hal ini makanan dan perut akan dibinasakan Allah (ay.13). Maksud Paulus, jemaat harusnya tidak terfokus soal duniawi yang sifatnya sementara, termasuk memuaskan tubuh sebab tubuh akan dibinasakan dan terpisah dari jiwa dan roh. Akan tetapi, selama manusia hidup ia bertanggung jawab atas tubuhnya termasuk penggunaan tubuh. Penyalahgunaan tubuh oleh jemaat Kristen di Korintus, dipengaruhi paham para filsuf Yunani yang hidup berdampingan dengan jemaat. Pengertian filsafat Yunani mengenai ‘tubuh’ adalah sesuatu yang bersifat sementara dan tidak kekal, akan binasa ketika manusia mati.

Dasar pikiran jemaat menghasilkan kesimpulan hal rohani/spiritual (kekal) tidak berhubungan dengan penggunaan tubuh (sementara), akibatnya bersenang-senang dengan cara memuaskan tubuh dianggap baik sebab tubuh akan binasa jadi tidak perlu dijaga. Pola pikir ini yang kemudian diluruskan Paulus, bahwa tubuh memang akan binasa saat manusia mati. Akan tetapi, manusia tidak berhak menggunakan tubuh sesuka hati, tubuh adalah kepunyaan Tuhan artinya Ia berhak penuh atas tubuh ciptaan-Nya. Ayat 14 : ‘Tuhan adalah untuk tubuh’, ungkapan ini berhubungan dengan kebangkitan Kristus dan penebusan. Kristus tidak hanya menebus jiwa dan roh, melainkan juga tubuh, kebangkitan Kristus adalah jaminan bahwa tubuh akan turut bangkit diakhir zaman (Roma 8 :11). Penjelasan soal kebangkitan tubuh dibahas Paulus di Pasal 15 : 35-58 (menarik untuk dibaca).

Jika Allah sebagai Sang Pencipta tubuh saja sangat menghargai karya-Nya, maka tidak ada alasan manusia membeda-bedakan penggunaan tubuh. Manusia wajib menjaga tubuh agar tidak diperbudak dosa, seperti percabulan/perzinahan merupakan dosa yang bersentuhan langsung dengan tubuh. Paulus mengatakan orang-orang yang berbuat  dosa ini adalah mereka yang tidak menghargai tubuh dan Pencipta tubuh.

3.      Tubuh harus kudus (ayat. 1G-20)
Alasan mengapa tubuh harus dijaga ada pada bagian ini : perhatikan pilihan yang diberikan Paulus, Pertama barangsiapa yang mengikat diri dengan kebiasaan memuaskan hawa nafsu, bersetubuh dengan perempuan cabul (tidak sah dihadapan Tuhan, dan hukum) mereka secara tidak sadar sudah mengikat diri dengan dosa (hamba dosa). Kedua, barangsiapa mengikat diri dengan roh Tuhan maka keduanya akan menjadi satu roh. Artinya tubuh yang fana diikat oleh roh Allah, berdampak pada cara menghargai tubuh yang benar sebagai Rumah Allah.

Dua pilihan beserta konsekuensi dipaparkan Paulus dengan sangat jelas soal penggunaan tubuh, Paulus memberikan kebebasan dalam pilihan-Nya namun peringatan keras juga ia sampaikan. Alasan manusia wajib menggunakan tubuh untuk kemuliaan Tuhan adalah sebagai bentuk ungkapan terimakasih, sebab oleh Penebusan Sang Anak, Yesus Kristus, dosa yang mengikat sudah Ia bayar lunas (ayat 20). Hal yang menakjubkan, Allah bersedia membuka ruang bagi manusia untuk menyampaikan ungkapan terimakasihnya. Tidak hanya membuka ruang, tapi Allah juga memberikan cara agar manusia dapat datang menjumpai-Nya. Bersedia menghargai tubuh dan mengikat diri dengan roh Tuhan adalah cara yang ditawarkan kepada manusia, celakanya sisi duniawi (mencari kepuasan) tidak mampu dilepaskan sepenuhnya oleh manusia. Tubuh harus setia pada satu tuan, sebab tidak mungkin tubuh ditempati oleh dua tuan.

C.     RELEVANSI
Beberapa hal untuk direnungkan :
1.      Menjaga kekudusan tubuh adalah cara untuk Tuhan berdiam dalam diri setiap orang. Seringkali menjaga kekudusan tubuh/menghargai tubuh menjadi opsi terakhir, yang dicari pertama kali adalah kepuasan (identik duniawi). Contoh : makan berlebihan untuk memuaskan perut, padahal makan berlebihan dapat memicu penyakit yang merugikan tubuh (kolestrol, darah tinggi dll), jika makan secukupnya dan yang berlebih tadi dibagi untuk sesama, rasanya tidak ada yang akan dirugikan. Tubuh dapat mengelola sesuai kebutuhan, dan berbagi berkat juga terlaksana.

2.      Jangan sekali-kali berniat merusak tubuh, terjerumus sekali akan sulit dan membutuhkan waktu untuk sadar dan berbalik kepada Tuhan. Ibarat meminjam barang, bagi orang yang tahu diri bahwa benda ini bukan kepunyaanku dan aku hanya meminjam, maka akan timbul rasa tanggung jawab untuk menjaga barang tersebut sampai si pemilik mengambilnya. Seperti tubuh dipinjamkan Tuhan untuk manusia gunakan semasa ia hidup, maka manusia yang mengenal dengan baik siapa pemiliknya, pasti punya rasa tanggung jawab untuk menjaga tubuh tersebut. Ia tidak hanya meminjamkan, tetapi fasilitas lengkap juga diberikan.

Bpk/ibu dan saya sudah sangat mengenal siapa pemilik tubuh kita, Ia tidak hanya meminjamkan tubuh, tetapi juga akal budi dan beberapa kelebihan juga kekurangan diberikan. Apa tujuannya? Agar manusia berupaya, berkembang dan saling melengkapi untuk memuliakan Nama-Nya. Mengejar hal duniawi hanya akan berkahir pada kepuasan sementara yang mendatangkan kebinasaan, sedangkan mengejar hal sorgawi akan mendatangkan kepuasan kekal sebab jaminan hidup kekal hanya diberikan kepada mereka yang bersedia mengikat diri dengan roh Tuhan.

Mari, menyediakan tempat dalam diri supaya roh Tuhan bersedia menetap, dan muliakan Nama-Nya selama waktu hidup masih diberikan. Sebab orang yang memuliakan Namanya akan turut dimuliakan bersama-sama dengan Dia. AMIN.

TITUS 3:1-14



Bahan Khotbah Ibadah Minggu
17 November 2019

PENGANTAR
Titus adalah seorang pelayan yang dikader oleh Rasul Paulus. Ada banyak kondisi sulit yang dihadapi Titus di Kreta tempat ia melayani. Salah satunya adalah perlakuan tidak adil pemerintah terhadap umat waktu itu dan juga sikap dan pola hidup umat Krsiten di Kreta yang tidak mejadi teladan Kristus bagi orang lain. Ada beberapa saran Paulus terhadap kondisi ini yang harus segera dilakukan dan diajarkan Titus kepada jemaatnya yang tertuang dalam suratnya kepada Titus.

TELAAH PERIKOP
Paulus menganjurkan kepada Titus untuk memperhatikan beberapa hal penting ketika menghadapi kondisi di Kreta, yakni:
1.    Bagaimanakah Sikap Orang Kristen Kepada Pemerintah? (ay.1)
Umat Percaya dimintakan untuk melakukan ketaatan penuh kepada para penguasa atau pemerintah lewat tunduk kepada setiap perintah yang disampaikan. Mengapa perlu taat kepada pemerintah bahkan tunduk pada kekuasaan mereka. Dalam Roma 13:1-7 kita menemukan alasannya, yakni:

Pertama, pemerintah ada karena perkenan Allah (ayat 1). Entah mereka baik atau buruk, Tuhanlah yang mengizinkan mereka berkuasa. Kepada Pilatus yang menyalibkan-Nya, Yesus berkata: “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yohanes 19:11). Kita tunduk pada pemerintah, bukan berdasarkan baik tidaknya mereka, tetapi karena kita menghormati Allah yang menetapkan mereka.

Kedua, karena pemerintah ditetapkan oleh Allah, maka otoritas tertinggi ada di tangan Allah. Pemerintah yang memimpin menurut cara Allah akan memimpin dengan adil (ayat 3). Jika perintah mereka berlawanan dengan firman Tuhan, yang mutlak harus ditaati adalah Tuhan. Beberapa contoh sikap dalam Alkitab: dua bidan di Mesir yang tidak menaati Firaun; Daniel yang melanggar titah Raja Darius, Petrus dan Yohanes yang menolak perintah mahkamah agama. Mereka tidak kasar berontak, tetapi dengan jelas dan tegas menyampaikan kebenaran apa pun risikonya.

2.    Bagaimanakah Sikap Orang Kristen Kepada masyarakat sekitar? (ay.2)
Paulus berpesan melalui Titus agar jemaat, pengikut Yesus, selalu ramah terhadap semua orang. Berlaku ramah bukan hanya kepada sesama pengikut Yesus, melainkan juga kepada semua orang, kepada mereka yang berlaku baik terhadap jemaat maupun yang tak menyukai jemaat. Kelemah-lembutan adalah suatu karunia Roh Kudus (Gal.5:23). Dengan demikian karena orang percaya telah dikuasai Roh Kudus maka sudah sepatutnya hidup ramah kepada semua orang.

3.    Apakah Motivasi melakukan dua hal di atas? (3-7)
Paulus menekankan bahwa semua perbuatan baik yang dilakukan oleh orang percaya dengan cara tunduk kepada pemerintah ataupun berbuat baik kepada semua orang bukanlah pertama-tama dilakukan atas motivasi demi menyenangkan pemerintah atau sesama manusia, namun sebagai wujud hidup orang percaya yang telah diselamatkan oleh anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus.

Perbuatan baik kepada pemerintah dan sesama haruslah dipahami bukan sebagai syarat untuk dapat diselamatkan. Sebab umat percaya tidak diselamatkan karena perbuatan baik kita (ay.4) namun justru karena anugerah Allah. Karena itu motivasi yang tepat untuk tunduk pada para penguasa dan sesama harus dilakukan sebagai tanda syukur atas kemurahan Allah.

4.     Lakukanlah Pekerjaan Baik (ay.8)
Umat Kristen di Kreta sering diperlakukan kurang baik oleh Pemerintah yang berlaku tidak adil serta pula orang banyak sekitar yang mencemooh iman mereka dan meremehkan mereka di depan umum. Apalagi banyak ajaran sesat yang berusaha untuk menganggu keutuhan jemaat. Paulus menasehati bahwa mereka harus tetap berbuat baik kepada semua orang termasuk kepada yang menjahati mereka sekalipun.

Paulus menekankan bahwa semua perbuatan baik yang dilakukan oleh orang percaya dengan cara tunduk kepada pemerintah ataupun berbuat baik kepada semua orang bukanlah pertama-tama dilakukan atas motivasi demi menyenangkan pemerintah atau sesama manusia, namun sebagai wujud hidup orang percaya yang telah diselamatkan oleh anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus.

Perbuatan baik kepada pemerintah dan sesama haruslah dipahami bukan sebagai syarat untuk dapat diselamatkan. Sebab umat percaya tidak diselamatkan karena perbuatan baik kita (ay.4) namun justru karena anugerah Allah. Karena itu motivasi yang tepat untuk tunduk pada para penguasa dan sesama harus dilakukan sebagai tanda syukur atas kemurahan Allah.

5.     Hindari Pertengkaran (ay.9-11)
Biasanya pertengkaran hanya mungkin terjadi jika melibatkan minimal dua orang atau dua kelompok. Pertengkaran muncul akibat hadirnya aksi yang berlebihan yang dibarengi dengan reaksi yang tidak kalah berlebihan pula. Hal inilah yang dimaksud Paulus dalam ayat 9-10 bacaan kita. Adalah lebih bijak menurut Paulus untuk menghindari pertengkaran dari pada berusaha masuk dan terjun dalam arena pertengkaran tersebut.

Titus dimintakan untuk berani tampil beda dan lebih banyak untuk mengalah. Sebab seorang hamba Tuhan sangat disayangkan jika terlibat dalam pertengkaran dan menghamburkan emosi yang sia-sia itu. Kunci untuk terhindar dari pertengkaran adalah dengan berusaha tetap ramah kepada siapaun termasuk orang yang memusuhinya; dan sabar menghadapi setiap cercaan tersebut. Itulah sebabnya dalam ayat 10 Paulus mengajak Titus untuk meninggalkan si penyesat itu (bidat) supaya tidak lagi ada perdebatan yang membawa perselisihan. Selanjutnya biarlah Tuhan sendiri yang akan berurusan dengan orang itu karena dosanya (ay.11)

APLIKASI DAN RELEVANSI
Kekristenan bukan hanya sebuah ajaran ketuhanan (teologi).  Kekristenan adalah sebuah nilai hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata, di tengah masyarakat. Dari surat Paulus ini kita dapat belajar bagaimana seharusnya orang-orang Kristen bersikap ketika harus hidup sebagai kelompok minoritas, di sebuah masyarakat dan pemerintahan yang tidak mengenal nilai-nilai kekristenan. Paulus menasihati orang-orang Kristen di pulau Kreta agar mereka tunduk dan taat kepada pemerintah. Sikap yang serupa juga harus ditunjukkan terhadap masyarakat, yaitu sikap bersahabat dan anti-kekerasan.

Mudahkah bersikap demikian? Tentu tidak mudah! Apalagi bila kita hidup di tengah pemerintah dan masyarakat yang tidak bersahabat dengan kekristenan. Namun, orang-orang Kristen mempunyai beberapa alasan (motivasi) yang jelas untuk bersikap demikian. Pertama, kita harus ingat bahwa kita juga orang-orang berdosa (ay.3). Firman Tuhan mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati, juga secara rohani. Bukankah sikap arogan dan merasa diri paling suci (dan orang lain sesat) sering digunakan sebagai alasan untuk memusuhi atau bahkan menganiaya orang lain? Di Indonesia, kenyaatan semacam ini sangat memprihatinkan. Kedua, kita harus senantiasa mengingat kasih dan kemurahan Allah yang telah menyelamatkan kita. Jika kita ingat kasih dan kemurahan Tuhan kepada kita, masih adakah alasan untuk menahan kasih dan kemurahan kita kepada orang lain?  

Selanjutnya kita diajarkan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk percekcokan dan perselisihan yang tidak menguntungkan. Entah itu berhubungan dengan pelayanan ataupun hidup bermasyarakat. Lebih baik hidup berdamai dengan semua orang, dan jika perlu tinggalkan orang-orang termasuk tertangga sekalipun jika ia selalu mencari persoalan atau fitnah dan gosip yang mendatangkan percekcokan. Amin