EFESUS 2:4-10
ANUGERAH YANG LUAR BIASA
PENGANTAR
Surat kepada jemaat
di Efesus ini ditulis oleh Rasul Paulus ketika ia sedang berada dalam penjara
di Roma sekitar tahun 60-61 M. Surat ini dikirim Paulus ke Efesus melalui
seorang yang bernama Tikhikus (6:21,22) yang juga adalah orang yang sama
menyampaikan surat kepada jemaat Kolose. Hal ini terlihat dengan jelas pada
kesamaan atau kemiripan redaksional penutup kedua surat ini yakni pada Kol.4:7
dan Ef.6:21-22.
Pada saat itu
Efesus dan masyarakatnya dari sisi keagamaan masih sangat dipengaruhi pada
penyembahan terhadap dewi Artemis. Penyembahan terhadap dewi ini menjadi hal
pokok dan utama bukan saja karena ia dianggap sebagai demi kesuburan dan kemakmuran,
namun juga karena di beberapa tempat pada budaya Yunani Kuno, dewi Artemis
dipandang sebagai Soteira (penyelamat) dan Agrotera (pemburu) dan
merupakan dewi pemimpin para penjaga dari segala hal yang ada di alam liar
seperti pohon dan sungai. Bagi Efesus, dewi Artemis sangat dipuja karena ia
dianggap menjamin keselamatan dan kehidupan mereka.
Itulah sebabnya isi
surat Efesus yang dituliskan Paulus ini berintikan ajaran tentang bagaimana
memperoleh keselamatan yang sejati dalam diri orang percaya. Hal ini dengan
sengaja dutulis untuk mematahkan pemahaman keselamatan yang muncul diberbagai
budaya dan bangsa termasuk Efesus.
TELAAH PERIKOP
Bacaan kita saat ini merupakan
bagian dari satu perikop (ay.1-10) yang berbicara tentang keselamatan oleh
karena Kasih karunia Allah. Paulus memulai dengan siapa jemaat Efesus dan siapa
dirinya ketika belum mengecap kasih Kristus. Paulus menyebut bahwa Efesus dan dirinya terkategori “mati” karena
perbuatan dosa dan pelanggaran kepada Allah (ay.1-2). Label yang tepat bagi
mereka yang berbuat dosa adalah “orang-orang yang dimurkai” karena hidup dalam
hawa nafsu daging dan pikiran yang jahat (ay.3). Tetapi status itu berubah oleh
karena Kasih Allah yang besar dan penuh rahmat, yang mengubah “status mati”
menjadi hidup bersama Kristus karena kematian dan kebangkitan-Nya (ay.4-7).
Keselamatan kemudian menjadi milik kita. Selanjutnya, bagaimana memandang
keselamatan tersebut? Ayat 8-10 memberikan beberapa jawaban yang harus dilihat
secara iman.
1. Keselamatan
adalah Pemberian Allah (ay.8)
Bagaimana
sesungguhnya keselamatan itu diperoleh? Secara tegas, Paulus menyatakan bahwa
keselamatan itu bukan hasil usaha manusia. Sebaliknya itu merupakan pemberian
Allah karena Kasih KaruniaNya. Terdapat dua kata kunci mengenai keselamatan itu, yakni
Kasih Karunia dan Pemberian Allah. Terkesan bahwa dua
istilah ini mirip. Tapi benarkah demikian? Mari lihat penjelasan berikut:
a.
Tentang Kasih Karunia.
Kasih Karunia berasal dari kata χάρις (kharis) yang berarti “anugerah Allah” dan atau juga
bermakna pemberian cuma-cuma dari Allah tanpa usaha dari pihak manusia. Istilah
ini sepadan dengan istilah PL yakni Bah. Ibrani: חָנַן (Khanan) yang
berarti sama dengan istilah karunia dengan penekanan khusus bahwa pemberian
itu diberikan oleh sesorang yang kedudukannya lebih tinggi yang sebenarnya
tidak layak diterima bawahannya karena terlalu berharga, misalnya Kejadian 6:8; Kejadian 6:7; Keluaran 33:17.
Dengan demikian, Kasih Karunia bukan hanya
dipandang sebagai pemberian gratis atau cuma-Cuma, melainkan sesuatu yang
sebenarnya tidak layak kita terima namun denga rela dan tulus diberikan oleh
Allah. Dengan kata lain, keselamatan itu disebut sebagai bentuk kasih karunia
Allah, sebab sesungguhnya kita tidak layak untuk diselamatkan.
b.
Tentang Pemberian Allah.
Istilah Pemberian Allah yang dipakai
Paulus dalam surat ini berasal dari istilah PB atau bahasa Yunani: δῶρον (doron) yang berarti
hadiah, dan atau sesuatu yang sudah terhidang di depan mata tanpa perlu
diusahakan. Hal ini bermakna bahwa keselamatan disebut pemberian Allah, karena proses hadirnya pemberian itu, dan
bagaimana hingga hadir tidak ada campur tangan manusia. Pihak penerima hanya
“terima bersih” tanpa ribet atau repot.
2. Bagaimana
menyikapi pemberian itu (ay.9)
Tidak tepat jika
seseorang tidak mengusakan sesuatu dari suatu hasil kerja, kemudian
menyombongkan dan memamerkan bahkan mengkalim hal itu sebagai usahanya.
Demikian juga dengan keselamatan. Produk ini murni karya kasih karunia Allah,
dan manusia menerimanya sebagai hadian alias pemberian “terima jadi” tanpa
usaha.
Maka tidak tepat
jika kemudian menyebut dengan bangga bahwa “karena saya lakukan hal baik, maka
saya diselamatkan” dan atau bagian lain misalnya: merendahkan orang lain dan
dengan lantang berkata: “kamilah yang paling benar, yang punya Sorga dan yang
diselamatkan, tetapi kamu tidak. Langkah tepat menyikapi pemberian itu adalah
dengan bersyukur.
3. Apa yang harus
dinampakkan sebagai penerima (ay.10
Bersyukur
adalah cara yang tepat untuk merespon pemberian gratis yang besar jumlahnya
itu. Namun, jika hanya bersyukur namun tetap berada di dalam dosa, itu namanya
tidak tahu bersyukur. Orang yang bersyukur atas keselamatan yang ia terima,
segera berubaya hidup dan melakukan berbagai pekerjaan baik (ay.10). Berbuat
baik bukan supaya diselamatkan. Sebab perbuatan baik apapun tidak akan
menyelamatkan siapapun.
Berbuat
baik adalah cara kita menunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah pribadi yang
telah diselamatkan. Dengan berbuat baik, akan menjadi kesaksian bahwa karya
keselamatn Allah telah kita kecap dalam hidup ini.
RELEVANSI DAN APLIKASI
(silakan tambahkan aplikasi firman ini sesuai
dengan tafsiran di atas
yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari dan
kebutuhan warga di tempat
saudara melayani)