Thursday, March 2, 2023

EFESUS 2:4-10

 

EFESUS 2:4-10
ANUGERAH YANG LUAR BIASA
 
 
PENGANTAR

Surat kepada jemaat di Efesus ini ditulis oleh Rasul Paulus ketika ia sedang berada dalam penjara di Roma sekitar tahun 60-61 M. Surat ini dikirim Paulus ke Efesus melalui seorang yang bernama Tikhikus (6:21,22) yang juga adalah orang yang sama menyampaikan surat kepada jemaat Kolose. Hal ini terlihat dengan jelas pada kesamaan atau kemiripan redaksional penutup kedua surat ini yakni pada Kol.4:7 dan Ef.6:21-22.
 
Pada saat itu Efesus dan masyarakatnya dari sisi keagamaan masih sangat dipengaruhi pada penyembahan terhadap dewi Artemis. Penyembahan terhadap dewi ini menjadi hal pokok dan utama bukan saja karena ia dianggap sebagai demi kesuburan dan kemakmuran, namun juga karena di beberapa tempat pada budaya Yunani Kuno, dewi Artemis dipandang sebagai Soteira (penyelamat) dan Agrotera (pemburu) dan merupakan dewi pemimpin para penjaga dari segala hal yang ada di alam liar seperti pohon dan sungai. Bagi Efesus, dewi Artemis sangat dipuja karena ia dianggap menjamin keselamatan dan kehidupan mereka.
 
Itulah sebabnya isi surat Efesus yang dituliskan Paulus ini berintikan ajaran tentang bagaimana memperoleh keselamatan yang sejati dalam diri orang percaya. Hal ini dengan sengaja dutulis untuk mematahkan pemahaman keselamatan yang muncul diberbagai budaya dan bangsa termasuk Efesus.
 
TELAAH PERIKOP
Bacaan kita saat ini merupakan bagian dari satu perikop (ay.1-10) yang berbicara tentang keselamatan oleh karena Kasih karunia Allah. Paulus memulai dengan siapa jemaat Efesus dan siapa dirinya ketika belum mengecap kasih Kristus. Paulus menyebut bahwa Efesus dan dirinya terkategori “mati” karena perbuatan dosa dan pelanggaran kepada Allah (ay.1-2). Label yang tepat bagi mereka yang berbuat dosa adalah “orang-orang yang dimurkai” karena hidup dalam hawa nafsu daging dan pikiran yang jahat (ay.3). Tetapi status itu berubah oleh karena Kasih Allah yang besar dan penuh rahmat, yang mengubah “status mati” menjadi hidup bersama Kristus karena kematian dan kebangkitan-Nya (ay.4-7). Keselamatan kemudian menjadi milik kita. Selanjutnya, bagaimana memandang keselamatan tersebut? Ayat 8-10 memberikan beberapa jawaban yang harus dilihat secara iman.
 
1.     Keselamatan adalah Pemberian Allah (ay.8)
Bagaimana sesungguhnya keselamatan itu diperoleh? Secara tegas, Paulus menyatakan bahwa keselamatan itu bukan hasil usaha manusia. Sebaliknya itu merupakan pemberian Allah karena Kasih KaruniaNya. Terdapat dua kata kunci mengenai keselamatan itu, yakni Kasih Karunia dan Pemberian Allah. Terkesan bahwa dua istilah ini mirip. Tapi benarkah demikian? Mari lihat penjelasan berikut:
 
a.  Tentang Kasih Karunia.
Kasih Karunia berasal dari kata χάρις (kharis) yang berarti “anugerah Allah” dan atau juga bermakna pemberian cuma-cuma dari Allah tanpa usaha dari pihak manusia. Istilah ini sepadan dengan istilah PL yakni Bah. Ibrani: חָנַן (Khanan) yang berarti sama dengan istilah karunia dengan penekanan khusus bahwa pemberian itu diberikan oleh sesorang yang kedudukannya lebih tinggi yang sebenarnya tidak layak diterima bawahannya karena terlalu berharga, misalnya Kejadian 6:8; Kejadian 6:7; Keluaran 33:17.
 
Dengan demikian, Kasih Karunia bukan hanya dipandang sebagai pemberian gratis atau cuma-Cuma, melainkan sesuatu yang sebenarnya tidak layak kita terima namun denga rela dan tulus diberikan oleh Allah. Dengan kata lain, keselamatan itu disebut sebagai bentuk kasih karunia Allah, sebab sesungguhnya kita tidak layak untuk diselamatkan.
 
b.  Tentang Pemberian Allah.
Istilah Pemberian Allah yang dipakai Paulus dalam surat ini berasal dari istilah PB atau bahasa Yunani: δῶρον (doron) yang berarti hadiah, dan atau sesuatu yang sudah terhidang di depan mata tanpa perlu diusahakan. Hal ini bermakna bahwa keselamatan disebut pemberian Allah, karena proses hadirnya pemberian itu, dan bagaimana hingga hadir tidak ada campur tangan manusia. Pihak penerima hanya “terima bersih” tanpa ribet atau repot.
 
2.     Bagaimana menyikapi pemberian itu (ay.9)
Tidak tepat jika seseorang tidak mengusakan sesuatu dari suatu hasil kerja, kemudian menyombongkan dan memamerkan bahkan mengkalim hal itu sebagai usahanya. Demikian juga dengan keselamatan. Produk ini murni karya kasih karunia Allah, dan manusia menerimanya sebagai hadian alias pemberian “terima jadi” tanpa usaha.
 
Maka tidak tepat jika kemudian menyebut dengan bangga bahwa “karena saya lakukan hal baik, maka saya diselamatkan” dan atau bagian lain misalnya: merendahkan orang lain dan dengan lantang berkata: “kamilah yang paling benar, yang punya Sorga dan yang diselamatkan, tetapi kamu tidak. Langkah tepat menyikapi pemberian itu adalah dengan bersyukur.
 
3.     Apa yang harus dinampakkan sebagai penerima (ay.10
Bersyukur adalah cara yang tepat untuk merespon pemberian gratis yang besar jumlahnya itu. Namun, jika hanya bersyukur namun tetap berada di dalam dosa, itu namanya tidak tahu bersyukur. Orang yang bersyukur atas keselamatan yang ia terima, segera berubaya hidup dan melakukan berbagai pekerjaan baik (ay.10). Berbuat baik bukan supaya diselamatkan. Sebab perbuatan baik apapun tidak akan menyelamatkan siapapun.
 
Berbuat baik adalah cara kita menunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah pribadi yang telah diselamatkan. Dengan berbuat baik, akan menjadi kesaksian bahwa karya keselamatn Allah telah kita kecap dalam hidup ini.
 
 
RELEVANSI DAN APLIKASI
 (silakan tambahkan aplikasi firman ini sesuai dengan tafsiran di atas yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari dan kebutuhan warga di tempat saudara melayani)