Bahan Khotbah Ibadah Minggu
28 OKTOBER 2018
PENGANTAR
Siapa yang tidak ingin bahagia? Setiap orang pasti mengejar kebahagiaan
hidup. Sehingga pertanyaan penting untuk segera menemukan jawababn adalah “bagaimana
supaya beroleh bahagia itu?” Bacaan
kita saat ini adalah jawaban dari pertanyaan tersebut. Ucapan bahagia yang
disampaikan oleh Tuhan Yesus merupakan rangkaian dari keseluruhan Khotbah di
Bukit yakni khotbah yang disampaikan Yesus berupa pengajaranNya tentang
kehidupan beriman, yakni mulai pasal 5 hingga pasal 7.
Istilah berbahagia
dalam kosata kata Yunani memiki arti yang sama dengan bahasa Ibrani. Secara leterer,
“berbahagia”
berasal dari bahasa Yunani μακάριος (makarios) yang
memiliki dua arti yakni “berbahagia” dan “diberkati”.
Hal ini memiliki indikasi yang cukup kuat bahwa “berbahagia” memiliki keeratan
hubungan dengan “diberkati”. Seseorang, dalam pemahaman Kristen, hanya disebut berbahagia jika ia diberkati oleh
Tuhan. Dengan kata lain, pertanyaan pentingnya bukan pada “bagaimana supaya bisa berbahagia”
melainkan “bagaimana caranya menjadi pribadi yang diberkati supaya berbahagia?”
inilah isi dari Ucapan Bahagia yang dikhotbahkan Yesus di atas sebuah bukit.
PENJELASAN TEKS
Pada umumnya, orang berpendapat bahwa untuk bisa berbahagia, maka harus
memperoleh
ini dan itu dalam kehidupan ini. Sehingga, orang bisa berkata setelah
menikah memiliki pasangan hidup (suami atau istri) pastilah akan berbahagia:
jika sudah punya mobil atau rumah pasti akan berbahagia; memiliki anak adalah
sumber bahagia dll. Jika berpikir bahwa kebahagiaan itu identik dengan memiliki
ini dan itu, maka pernyataan ini perlu diragukan. Sebab, apakah setelah
menikah, pasangan itu benar-benar mengalamii kebahagian? Apakah ketika beroleh
anak mereka mengalami kehidupan bahagia yang sejati? Rasanya tidak mungkin. Sebab
banyak orang pula ketika memperoleh sesuatu tidak menjamin dirinya berbahagia,
bahkan sebaliknya memiliki kesusahan hidup juga.
Jika demikian, bagaimana caranya agar berbahagia? Jawababnnya hanya
satu, yakni jadilah pribadi yang diberkati. Pertanyaan selanjutnya adalah:
bagaimana agar menjadi orang yang diberkati oleh Tuhan? 12 ayat yang kita baca
saat ini memberikan jawaban yang menarik, yakni:
1.
Bukan soal memiliki ini dan itu
Perhatikan keseluruhan perikop ini yakni mulai dari
ayat 3-12 bacaan kita. Ada yang menarik di sana! Yesus menyebut kategori orang
yang disebut berbahagialah, yakni: orang yang miskin di hadapan Allah, orang
yang berdukacita, orang yang lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, orang
yang murah hati, suci hatinya, pembawa damai, dan dianiaya oleh sebab
kebenaran. Mereka yang dalam kategori inilah yang disebut berbahagia.
Dalam tradisi Yahudi, seorang yang akan melayani
sebagai pemimpin ibadah, pujian atau doa, akan menghadap Allah dan berkata pada
awal doa dengan konfigurasi kalimat: הִנְנִי הֶעָנִי
מִמַּעַשׂ (Hineni He'ani Mima'as),
artinya: Ini aku, seorang miskin yang melayani (ingin melakukan suatu perbuatan baik). Makna dari pernyataan itu bagi seorang pemimpin
ibadah di hadapan Tuhan berarti: “aku tidak layak di hadapanMu, aku
pendosa, aku tidak layal mendapatkan apa-apa dari padaMu termasuk mendapatkan
pengampunanMu. Dari pengertian di atas, maka jelaslah bahwa kalimat miskin
di hadapan Allah berbicara soal kerendahan hati di ahadapan Allah dengan
cara meninggikan Tuhan. Ia memberikan tahta hatinya untuk Tuhan yang
bersemayam.
Selanjutnya
orang yang berdukacita berarti orang yang kehilangan sesuatu entah sanak
famili ataupun benda; sedangkan orang yang lemah lembut berarti orang
yang memberikan kelembutan kepada orang lain; sedangkan orang yang lapar dan
haus akan kebenaran itu berrati mereka yang membuang segala kejahatan dan keinginan
daging lalu mencari kebenaran.
Jika
memperhatikan teks ini dan secara khusus kita melihat pola ucapan bahagia ini,
maka kita simpulkan bahwa orang-orang yang disebut sebagai orang yang
berbahagia, adalah mereka yang rela memberikan atau melepaskan
sesuatu kepada si penerima. Memberikan atau melepaskan kelembutan bagi
orang lain, membiarkan tahta hati diduduki oleh Allah, melepaskan kejahatan
dalam diri, membawa atau membagi damai bagi orang lain, rela berkorban demi
kebenaran. Maka kita dapat menyimpulkan bahwa untuk diberkati dan selanjutnya
menjadi pribadi berbahagia, hal itu bukan soal menerima atau memiliki ini dan itu. Justru sebaliknya,
orang yang berbahagia adalah orang yang memberi dan melepaskan
ini dan itu. Ini bukan soal menggenggam sesuatu, tetapi soal melepaskan sesuatu;
ini juga bukan soal mempertahankan sesuatu, melainkan membuka tangan untuk
membiarkan sesuatu lepas dari genggaman. Dengan kata lain, kebahagiaan tidak
diukur dari seberapa banyak kita semiliki ini dan itu, melainkan seberapa rela
kita melepaskan ini dan itu.
2.
Lepaskan sesuatu untuk Allah dan sesama
Kepada siapakah kita melepaskan satau memberikan
sesuatu itu agar disebut bahagia? Ada dua tujuan penerima, yakni kepada Allah (misalnya, ay.1, ay.6, ay.8,
ay.10-12), selanjutnya kepada manusia
(misalnya: ay.4, ay.5, ay.7, ay.9). Orang yang diberkati adalah orang yang
bersedia melakukan sesuatu untuk Allah, memberi dan melepaskan sesuatu untuk
kemuliaanNya; hal yang sama juga ditujukan kepada sesama. Mereka yang juga
disebut berbahagia, adalah mererka yang rela melakukan sesuatu untuk orang
lain, melepaskan dan mengorbankan apapun demi kebahagiaan orang lain. Mereka yang
seperti inilah yang terkategori sebagai orang yang diberkati dan kemudian
berbahagia.
3.
Bahagia itu bagai kupu-kupu
Pernahkan kita mengejar kupu-kupu di sebuah taman? Apa
yang terjadi? Pasti sangat sulit ditangkap. Semakin dikejar, kupu2 akan semakin
jauh terbang meninggalkan kita. Tetapi coba sebalikanya, kita duduk diam di sekitar
taman itu, tiba2 ada kupu-kupu yang terbang melintas di dekat kita dan bahkan
hinggap di sekitar tubuh kita. Selanjutnya, silakan coba diam sambil memegang
setangkai bunga yang harum, jangan terkejut, pasti kupu-kupu akan datang
hinggap secara dekat.
Demikian juga kebahagiaan. Semakin kita mengejarnya
untuk mendapatkannya, maka ia semakin jauh. Cobalah justru melepaskan aroma
harum bunga, lalu saksikanlah! Cobalah untuk melepaskan kebahagiaan bagi orang
lain, membawa damai bagi mereka, atau bermurah hati untuk mereka. Jangan lupa
pula untuk menjadi bukan siapa-siapa di ahadap Tuhan dalam kerendahan dan
tunduk padanya, bersedia mengerjakan kebenaran dan bahkan rela untuk menderita
karena kebenaran itu.... wow engkau akan melihat dan merasakan kebahagiaan
karena engkau adalah pribadi yang diberkati.
APLIKASI DAN RELEVANSI