Monday, March 12, 2012

MATERI KHOTBAH IBADAH KELUARGA 14 MARET 2012

(by: Pdt. Arie Ihalouw)
IBRANI 10-32-39


Saudara – saudara yang dikasih Yesus Kristus !

Keputusan untuk menjawab ajakan Yesus Kristus sebagaimana dituliskan oleh penulis Injil Matius, yang berbunyi : “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan” (Mat. 11:28-30),tidak menempatkan kehidupan kristen seperti yang dibayangkan seorang manusia duniawi. Justru sebaliknya orang-kristen-yang-setia mengalami banyak kesengsaraan oleh karena imannya. Banyak pergumulan Gereja dan orang-kristen-yang-setia setiap saat dapat dibaca dan didengar melaui media cetak dan elektronik, seperti :

1.   Perkembanngan lima belas tahun terakhir ini, di mana Gereja dan orang-kristen-yang-setia dilanda berbagai penderitaan di Indonesia, sejak UUD 1945 diamandemen dan otonomi daerah diperluas. Misi Gereja dan orang-kristen-yang-setia mengalami penghambatan di mana-mana oleh sekelompok orang yang memakai agama sebagai senjata pembunuh masal. Kita menyaksikan dan merasakan tekanan luar biasa karena perlakukan diskriminatif pada banyak bidang pekerjaan. Seakan-akan orang-kristen-yang-setia adalah warga Negara Indonesia kelas dua.

2.   Kita menyaksikan beberapa orang-kristen-yang-tidak-setia meninggalkan / melepaskan kepercayaan imannya kepada Yesus Kristus, hanya dikarenakan ingin memuaskan diri oleh dorongan hawa-nafsu kedagingan dengan alasan perkawinan (cinta), pekerjaan, status sosial, pangkat, jabatan dan lain-lain sejenisnya.

3.   Ada pula yang mengundurkan diri dari persekutuan, dan juga melepaskan / meninggalkan jabatan pelayanan, hanya dikarenakan alasan-alasan pribadi, tersinggung, tidak senang atau tidak suka terhadap rekan sepelayanan, benci kepada rekan sepersekutuan, dan lain-lain sebagainya.

Pergumulan atas penderitaan tersebut memunculkan pertanyaan : APAKAH MAKSUD YANG TERKANDUNG DALAM RENCANA Allah bagi Gereja dan orang-kristen-yang-setia di Indonesia ? Kadang kita menjadi bingung dan putus, karena tidak menemukan jawaban Allah.  Marilah kita menyimak kesaksian penulis Surat Ibrani tentang pergumulan orang kristen-israeli pada awal sejarah pertumbuhan Jemaat Kristus.

Saudara-saudara yang dikasihi Yesus Kristus,

Penulis surat Ibrani mencatat sejarah pertumbuhan Jemaat Kristus Abad I, di mana orang-kristen-yang-setia diburu dan dibantai serta kekristenan mengalami penghambatan. Ia menuliskan : “Ingatlah akan masa yang lalu. Sesudah kamu menerima terang, kamu banyak menderitadalam perjuangan yang berat, … kamu dijadikan tontonan oleh cercaan dan penderitaan,… ketika harta kamu dirampas ...” (10:32-34). Menghadapi masalah tersebut, penulis surat Ibrani menasihati : “Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya" (Ibr. 10:38). Oleh karena itu, Gereja dan orang-kristen-yang-setia tetap berjuang mempertahankan pengakuan imannya kepada Allah dalam nama Yesus Kristus.

Penulis surat Ibrani menganjurkan kita untuk mempelajari pertumbuhan Jemaat Kristus “masa yang lalu.”(10:32). Ada beberapa orang-kristen-yang-tidak-setia. Mereka mencari keuntungan sendiri, mencari jalan keluar atas penderitaan, lalu melepaskan kepercayaan imannya. Orang-orang kristen seperti ini tidak berkenan kepada Allah (10:38). Orang-orang kristen seperti ini kurang belajar mengenai pengorbanan Yesus Kristus. Rasul Petrus mengatakan : “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian…” (I Pet. 4:1a). Artinya, jika kita mengambil keputusan untuk percaya kepada Yesus Kristus, maka kita juga selayaknya belajar meneladani Dia. Kita belajar memikul salib seperti yang diperlihatkan oleh Dia. Kita belajar menjalani jalan salib yang pernah dilalui Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita.

Kita harus belajar dari Yesus Kristus. Semasa hidupnya Ia mengalami berbagai keadaan berbahaya : dibenci, dikejar untuk dibunuh, diusir dari kampung halaman, hidup berpindah-pindah tempat dan sebagainya. Keadaan bahaya itu tidak menciutkan hati dan meresahkan pikiranNya. Justru di dalam ketegangan jiwaNya, Yesus semakin memperlihatkan kesetiaan kepada Allah. Ia taat memberitakan kehendak BapaNya baik dalam perbuatan maupun perkataan, sekalipun di bawah ancaman kematian. Ia tidak meninggalkan kepercayaanNya kepada Allah, sebab Yesus yakin benar, bahwa Allah Bapa memeliharaNya.

Kita juga harus percaya, bahwa perjuangan menghadapi sengsara memerlukan kekuatan spiritual yang kokoh. Dan, hal itu hanya dapat ditemukan, jika kita bergaul akrab dengan Allah. Dia akan memberikan kekuatan spiritual, sehingga kita mampu menanggung kesengsaraan bagi kemuliaan-Nya (bd. Plp. 3:11 -> “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”). Dia, TUHAN, Allah kita, akan memberikan jalan keluar dari masalah hidup kita (I Kor.10:13c -> “Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”).

MATERI KHOTBAH IBADAH PKP 13 MARET 2012

IBRANI 10:19-25


Ibu-ibu Kekasih Kristus
Masih jelas dalam ingatan kita tentang berbagai peristiwa yang menimpa orang percaya di negeri ini selama 5 tahun terakhir ini, yakni: beberapa gereja di bakar, gedung gereja yang dibom, umat yag beribadah diusik ketenangannya, segel gedung gereja yang dilakukan oleh beberapa oramas tertentu dalam masyarakat, juga sulitnya mendapat ijin membangun gedung gereja. Semua contoh di atas menunjukkan bahwa di beberapa tempat dan daerah tertentu sangatlah sulit untuk dapat dengan mudah, bebas dan merdeka beribadah kepada Tuhan dalam suatu persekutuan.

Kesulitan beribadah dan menemui kasih Karunia Tuhan itu juga sering kali oleh karena birokrasi tertentu dan aturan tertentu dalam kehidupan keagamaan. Hal ini terlihat jelas dalam sistem peribadahan agama Yahudi. Dalam tradisi Yahudi, tempat ibadah bernama Bait Allah itu terbagi atas ruang kudus dan ruang maha kudus. Ruang maha kudus dipisahkan oleh tirai dan hanya Imam lah yang diperbolehkan masuk ke sana. Di tempat itulah seorang imam berbicara kepada Tuhan mewakili umatNya.

Dengan kata lain, umat tidak boleh menemui TUHAN, Allah mereka secara langsung. Mereka butuh perantara yakni Imam Besar. Apabila melakukan dosa dan ingin membersembahkan Korban Bakaran dan Korban Penghapus Dosa, maka korban itu tidak boleh dibakar oleh si umat itu. Imam Besar lah yang diberi hak untuk masuk menemui TUHAN di ruang Maha Kudus dan mempersembahkan korban itu mewakili si umat yang membawa korban tersebut. Bayangkanlah bahwa betapa sulitnya untuk berdoa sendiri dan menemui TUHAN, Allah yang Maha pengampun itu. Kisah inilah yang digambarkan dalam bacaan sebelumnya yakni pada pasal 10 ayat 1-18 kitab Ibrani.


Ibu-Ibu Kekasih Kristus
Bacaan kita hari ini memberikan berita sukacita, bahwa kondisi ini tidak akan dialami oleh orang percaya yang menerima TUHAN Yesus sebagai Juruselamat pribadinya. Mengapa? Sebab dalam ayat 19-21 kita menemukan alasan yang kuat untuk menemui TUHAN, Allah tanpa melalui seorang Imam Besar  dalam budaya Yahudi, namun dapat bertemu dengan bebas menikmati Kasih Bapa lewat peran TUHAN Yesus yang telah membuka jalan itu bagi kita. Bagaimana peran Tuhan Yesus itu dilakukan? Ada beberapa hal, yakni:
1.       Perhatikan ayat 19. Tuhan Yesus menyucikan kita dengan darahNya sehingga kita menjadi kudus. Kekudusan kita terjadi bukan karena kita kudus namun karena anugerah pengudusan melalui pengorbanan Tuhan Yesus dan curahan darahNya. Otomatis, jika kita sudah kudus, maka kita dengan bebas dapat menjumpai Bapa yang Mahakudus itu tanpa perlu diwakili lagi.

2.       Perhatikan ayat 20. Tuhan Yesus bukan hanya menguduskan kita, namun Ia telah merobek tirai pemisah kepada TUHAN, Allah lewat menjadikan diriNya sebagai jalan masuk atau akses masuk kepada Bapa. Tuhan Yesus pernah berkata: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Hal ini berarti, bahwa kita dapat menjumpai BAPA kapan pun dan dimanapun melalui TUHAN Yesus.

3.       Perhatikan ayat 21.  Alasan mengapa hal itu terjadi karena Tuhan Yesus telah berperan sebagai Seorang Imam besar yang bersaksi kepada Bapanya bahwa kita layak untuk mmperoleh kasih karunia itu dan menemui anugerah kasihNya. Bukankah ketiga hal ini adalah anugerah besar dalam hidup kita?

Bedasarkan anugerah istimewa yang dilakukan Kristus di ayat 19-21, penulis kitab Ibrani mengajak kita meresponi hal itu dengan tiga langkah praktis, yakni: 
1.       Menghadap Allah dengan hati tulus dalam iman yang teguh (ayat 22)
Kata “menghadap Allah” dalam teks Yunani secara hurufiah berarti “datang menuju”. Karena menggunakan tensis “present Tense” istilah menghadap Allah ini bermakna: “Datang  terus-menerus kepada Allah” (band. Ibr 10:25). Kalau bangsa Israel dahulu tidak bisa langsung masuk ke ruang maha kudus dan hanya diwakili oleh imam besar setahun sekali, sekarang kita harus menghargai jalan yang baru dan yang hidup dengan cara terus-menerus mendekat pada Allah.

Bagaimana cara menghadap Allah itu? Akses yang sudah dibuka oleh Yesus bukan berarti membuat kita boleh sembarangan mendekat kepada Allah. Setiap kali ibadah kita mendekat kepada Allah yang kudus di tempat yang maha kudus, karena itu kita harus mendekat dengan “hati yang tulus ikhlas” atau dengan hati yang benar. Artinya ibadah harus dilakukan dengan penuh ketulusan dan kebenaran bukan hanya karena suatu kewajiban dan rutinitas semata.
2.       Memegang teguh pengakuan pengharapan (ayat 23)
Hal ini mau ditegaskan oleh kitab Ibrani, sebab pada zaman itu banyak sekali ajaran sesat dan tidak benar yang membingungkan mereka. Karena itu umat diminta untuk tatap teguh dalam ajaran Kristus; tidak tergoyahkan oleh berbagai ajaran yang menyesatkan.

Selanjutnya apabila umat Tuhan mengalami ketidak-nyamanan oleh karena berbagai perlakukan buruk; tekanan; dan ketidak-adilan akibat iman percaya mereka, maka keteguhan iman mereka itu haruslah ditopang dengan pengharapan bahwa TUHAN, Allah mereka adalah Pribadi Mahakuasa yang setia dan tidak akan meninggalkan mereka.

3.       Saling memperhatikan antar saudara seiman (ayat 24-25)
Pada ayat 25 kitab Ibrani menyatakan bahwa menghadap Allah itu juga harus dilakukan dengan cara saling memperhatikan orang lain (ay.24). Ayat ini mau menegaskan bahwa kita harusnya ketika menghadap Allah tidak hanya memandang Kristus saja (3:1), melainkan juga perlu memperhatikan satu dengan yang lain (10:24). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mendorong dalam kasih dan perbuatan baik. Banyak orang memahami bahwa menghadap Allah berarti memberikan perhatian khusus kepada Allah saja. Namun bacaan kita saat ini mengingatkan bahwa barang siapa menghadap Allah, ia juga harus tidak mengabaikan sesama dalam hal berbuat baik kepada mereka.

Di sisi lain, ayat 25 juga menyatakan bahwa tindakan saling memperhati-kan satu dengan yang lain untuk membangkitkan kasih dan perbuatan baik itu tidak akan tercapai apabila kita menjauhkan diri dari pertemuan ibadah. Banyak orang melakukan kebajikan dan kebaikan kepada sesama, namun apakah juga dia melakukan kebaikan lewat cara beribadah kepada Allah? Hal ini perlu menjadi perhatian penting. Ayat 24 dan 25 ini memberi definisi baru tentang Ibadah, yakni: Ibadah bukan hanya terjalin hubungan dengan Allah, tapi juga hubungan baik dengan sesama.

Ibu-ibu Kekasih Kristus
Berdasarkan Firman Tuhan ini, maka ada beberapa hal penting yang dapat kita renungkan dan terapkan dalam hidup beriman kita, yakni:
1.       Kita harusnya bersyukur bahwa karena Kristus kita beroleh kesempatan dengan bebas dan tanpa halangan untuk menghadap dan menjumpai Allah. Semua itu terjadi dengan Gratis dan Cuma-Cuma namun mahal harganya. Harga yang mahal itu senilai dengan Nyawa Putera Allah yakni Yesus Kristus, Tuhan kita. Namun sayangnya, banyak orang menganggap sesuatu yang gratis itu berarti tidak bernilai. Kalaupun bernilai namun kadarnya murahan saja. Sehingga dapat ditebak, bahwa sering kali pengorbanan Kristus kurang dihargai.

Kita lebih menghargai waktu sibuk kita dibandingkan dengan waktu beribadah kita; kita cendrung menilai waktu adalah uang dan bukan waktu adalah untuk Tuhan. Banyak orang sangat betah membaca novel atau buku cerita dibanding membaca dengan tekun Firman Allah. Bahkan harus diakui, setuju atau tidak, kita lebih betah becakap dan berbagi cerita dengan sahabat dan teman dari pada berbagi waktu untuk TUHAN lewat bercakap-cakap dengaNya dalam doa pribadinya.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa kita dapat dengan bebas menghadap TUHAN oleh karena anugerahNya. Karena itu, marilah kita untuk tidak menyia-nyiakan anugerah itu.

2.       Menghadap Tuhan, bukan hanya berarti menjalin hubungan secara vertikal dengan Allah; namun juga harusnya membangun hubungan dengan sesama kita. Ibadah yang benar bukan soal hubungan dengan TUHAN yang harmonis, namun apakah juga hubungan kita dengan suami, anak2 dan orang lain juga adalah hubungan yang harmonis.

Walaupun kita begitu rajin dan taat datang beribadah kepada Tuhan; membaca alkitab dengan sungguh; dan doa khusuk pada TUHAN, namun masih ada perselisihan dengan sesama yang belum diselesaikan; tidak peduli pada orang lain, maka sesungguhnya kita gagal menghadap TUHAN dengan sempurna dan benar.

Karena itu, marilah menjadi pribadi yang elah ditebus dan dianugerahi Tuhan, lewat beribadah kepadaNya dan membangun hidup benar dengan sesama, menopang dan menolong orang lain sehingga kita menjadi orang yang berkenan kepada TUHAN. Selamat merespon anugerah Tuhan ini dalam hidup beriman kita. Amin

Friday, March 9, 2012

MATERI KHOTBAH MINGGU 11 MARET 2012

IBRANI 10:1-7

JEMAAT KEKASIH KRISTUS
Sebagaimana kita tahu bersama, Surat Ibrani ini ditulis bagi orang Kristen Yahudi yang sangat menjunjung tinggi tradisi dan nenek moyang mereka. Tradisi yang dimaksud adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan2 dan pengajaran iman yang tertulis dalam Taurat atau Perjanjian Lama. Itulah sebabnya sangat sulit bagi orang Yahudi menerima Yesus Kristus sebagai sumber keselamatan sebab bagi mereka Hukum Taurat-lah sumber keselamatan itu.

Bacaan kita hari ini merupakan ulasan penulis Ibrani tentang pemahaman imannya mengenai salah satu tradisi Taurat tentang keselamatan dan perbandingannya dengan kuasa keselamatan dari Yesus Kristus sebagai Juruselamat yang sesungguhnya. Ada beberapa pokok penting dari bacaan kita ini, yang disampaikan oleh penulis Surat Ibrani, yakni:

1.       Status Hukum Taurat dalam Karya Keselamatan (ay.1-2)

Menurut bacan kita saat ini, Hukum Taurat hanyalah banyangan saja untuk keselamatan yang akan datang. Bagaimana hal ini dipahami? Jika Hukum Taurat hanyalah bayangan untuk apakah dibaca dan dilakukan lagi? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memperhatikan kitab Galatia 3:23-24 yang berbunyi:

Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman”.

Kitab Galatia ini menegaskan apa yang diungkapkan kitab Ibrani. Status Hukum Taurat sesungguhnya adalah ilusi untuk memberi gambaran tentang keselamatan yang sesungguhnya. Hukum Taurat bukanlah sarana untuk memperoleh keselamatan, namun menurut Galatia status tertinggi dari Hukum Taurat dalam Karya Keselamatan Allah bagi dunia adalah sebagai Penuntun menuju keselamatan itu sesungguhnya, yakni kepada Yesus Kristus.

Hal ini berarti, apabila orang percaya telah menemui keselamatan yang sesungguhnya, yakni Yesus Kristus, maka secara otomatis kuasa dan peran Hukum Taurat sudah tidak berguna lagi dan perannya dalam karya keselamatan tesebut tidak ada lagi. Dengan kata lain, orang Yahudi memahami bahwa sumber keselamatan yang sesungguhnya bukanlah Hukum Taurat, melainkan Yesus Kristus.

2.       Peran Korban Bakaran dan Korban Penghapus Dosa dalam Karya Keselamatan (ay.3-4)

Pada ayat  3 bacaan kita, Kitab Ibrani dengan jelas menegaskan bahwa korban bakaran dan korban penghapus dosa itu justru hanya mengingatkan umat akan segala dosa mereka. Pernyataan ini harus dimengerti dalam kerangka berpikir ayat 1-2 sebelumnya. Dalam dua ayat pertama disebutkan bahwa apabila Taurat termasuk aturan tentang korban2 itu adalah korban penghapus dosa yang sesungguhnya, maka seharusnya itu dilakukan sekali untuk selamanya. Namun pada kenyataannya, pada tiap tahun umat wajib mempersembahkan korban untuk dosa-dosa mereka. Logika Firman ini adalah bagaimana mungkin korban penghapus dosa itu telah berfungsi, jika pada kenyataannya tiap saat ada dosa dan tiap waktu terjadwal mereka harus menebus dosanya dengan korban itu.

Selanjutnya, jika korban bakaran bukanlah korban penghapus dosa, lalu korban manakah yang adalah korban penghapus dosa itu? Jawaban atas pertanyaan ini secara samar kita temukan dalam ayat 5-7 yang menunjuk pada peran Yesus sebagai Imam dan Korban itu sesungguhnya.

3.       Korban dan Imam untuk Karya Keselamatan yang sesungguhnya (ay 5-7)

Pada ayat 5-7 bacaan kita memanglah tidak menyebutkan tentang Yesus dan perannya sebagai Imam dan Persembahan korban untuk keselamatan manusia. Namun, apabila kita merujuk pada pasal-pasal sebelumnya, secara khusus pasal 7-8 maka kita dapat menemukan secara jelas peran TUHAN Yesus dalam Karya keselamatan itu.

Untuk lebih jelasnya, marilah memperhatikan beberapa peran utama Yesus sebagai imam dan juga korban keselamatan itu dalam pasal 7-8 kitab Ibrani.
a.       Yesus berperan sebagai Imam Besar (7:1-28). 
Penulis kitab Ibrani ini sangat setuju dan tidak membantah bahwa dari ukuran peraturan Taurat, Tuhahn Yesus tidak memenuhi syarat menjadi seorang Imam karena Dia bukan keturunan Harun dari Suku Lewi, melainkan dari turunan Daud suku Yehuda. Namun, menurut kitab Ibrani ini, penentuan ke-imaman Yesus tidak berdasarkan Taurat melainkan, dalam ayat 15 disebut menurut peraturan Melkisedek. Rupanya ada peraturan lain yang mengatur tentang ke-imaman, selain peraturan menurut Taurat. Peraturan itu adalah peraturan Melkisedek. Berdasarkan peraturan Melkisedek ini, maka jelaslah Yesus Kristus berhak menjadi Imam dan memenuhi syarat keimaman dalam keagamaan Yahudi, yakni bukan berdasarkan peraturan Taurat namun berdasarkan peraturan Melkisedek.

Sebagai seorang Imam Besar, Yesus lebih unggul dan lebih tinggi dari para imam manapun keturunan lewi. Bahkan lebih dari pada itu, Tuhan Yesus lebih sempurna menjalankan fungsi jabatan keimaman-Nya dibanding imam suku lewi. Sehingga sebagai Perantara kepada Bapa, Dia-lah pribadi yang tepat menjadi Juruselamat manusia. Sebab Ia adalah Imam yang bukan saja membersembahkan korban yang suci, namun justru Dia sendiri adalah pribadi tanpa dosa (7:26)

b.      Yesus bukan hanya mempersembahkan korban, namun dialah Korban itu (9:11-28).
Tuhan Yesus menurut kitab Ibrani, bukan hanya berperan sebagai Imam Besar yang membawa Korban Bakaran Penghapus dosa, namun Tuhan Yesus sendirilah juga yang merangkap Korban bakaran itu. Jika para Imam Besar berkali-kali datang membawa korban bakaran, maka Yesus mempersembahkan diri sekali saja dan kuasa Korban Penghapus dosa itu berlaku selama-lamanya (9:25-28)

Dari uraian Firman Tuhan ini, ada beberapa hal penting yang dapat kita bawa dalam hidup beriman kita:
1.       Tuhan Yesuslah satu-satunya Juruselamat  yang dijanjikan kepada umat-Nya itu.  Oleh sebab itu kita tidak perlu ragu lagi akan Yesus Kristus yang menjadi perantara, pendamai, dan Juruselamat satu-satunya.  Biarlah dengan kebenaran yang sangat agung dari surat Ibrani ini iman kepercayaan kepada Yesus Kristus Juruselamat dan Juru damai satu-satunya itu semakin diteguhkan.

2.       Tuhan Yesus mempunyai tahta yang paling tinggi, namun Alkitab mencatat bahwa ia tahta Maha Tinggi itu, untuk bersedia menjadi Korban bagi penebusan dosa manusia, sekali untuk selama-lamanya.  Bagaimana dengan kita, sudahkah kita melayani Tuhan dengan baik.  Apakah selama ini kita lebih mengharapkan untuk dilayani atau untuk melayani?  Ada yang berkata selain melayani bukankah kita juga mesti dilayani? Memang kita harus saling melayani, tetapi bukan berarti selalu menuntut untuk diperhatikan terus dan dilayani terus, malah sebaliknya kita harus memikirkan bagaimana untuk dapat melayani dengan lebih baik lagi.  Tuhan Yesus sudah memberi teladan yang indah, di tempat yang sempurna, dengan kedudukan yang agung, Ia justru tetap melayani.
  
3.       Kehadiran Tuhan Yesus, membawa sutu Perjanjian yang baru antara kita dengan Bapa di Sorga. Dengan demikian betapa bahagianya kita yang menerima perjanjian baru ini.  Tuhan melalui Roh Kudus hadir di dalam hati kita, kita menerima pengampunan dosa, kita yang bukan bangsa terpilih tapi kini menjadi umat pilihan yang mengenal Tuhan yang sesungguhnya, kita dapat berhubungan langsung dengan Bapa di Sorga melalui Yesus Kristus, betapa baiknya dan luarbiasanya Perjanjian Baru ini

Karena itu kita harus bersyukur lewat bertekad untuk melakukan yang lebih baik kepada Tuhan, sebagaimana Tuhan telah melakukan yang paling baik untuk kita. Tetaplah mengerjakan keselamatan yang sudah Tuhan anugerahkan bagi kita. Jadikan Tuhan Yesus sebagai Imam Besar yang memimpin hidup rohani kita, dan juga sebagai Pengantara kepada Bapa, agar kita tetap menjadi anak-anak Allah yang diberkati. Amin.

Monday, March 5, 2012

RENUNGAN SEKTOR 7 MARET 2012 (oleh: Pdt. Pendeta ARIE A. R. IHALAUW

MATERI KHOTBAH SEKTOR 7 MARET 2012
LUKAS 14:15-24

Saudara – saudara seiman !

Marilah kita membayangkan kekecewaan yang menimbulkan kemarahan dari seorang komisaris (Pemilik) perusahan, ketika para karyawannya tidak menghadiri pesta jamuannya. Makanan dan minuman telah disediakan. Undangan telah dibagikan, bahkan telah diumumkan di kantor; akan tetapi seorangpun tidak datang ke restoran di mana pesta diselenggarakan. Apakah keputusan yang akan diberikan kepada karyawan-karyawannya ? Bagaimanakah sikapnya atas makanan-minuman yang telah dipesan ?  So pasti, ia akan menghukum karyawan-karyawan yang tidak menghormati undangannya. Dan, ia akan membagi-bagikan makanan-minuman kepada siapapun yang ditemui sepanjang perjalanan pulang ke rumah.

Saudara-saudara seiman !

Cerita perumpamaan yang diucapkan Yesus dituliskan oleh Lukas sebagai pembelajaran bagi orang kristen dalam Jemaat Abad I. Yesus mengumpamakan KERAJAAN ALLAH bagaikan JAMUAN MAKAN KHUSUS yang diadakan Allah bagi orang Israel sebagai tamu khusus (para pemuka agama). Mendahului pesta itu, Allah telah menyuruh utusan (nabi-nabi) untuk memanggil Israel kembali masuk ke dalam persekutuan hidup bersama Dia. Akan tetapi Israel menampik dan menolak ajakan Allah. Israel sebagai umat pilihan mengada-adakan alasan, karena mereka tidak mau mengikuti perayaan pesta keselamatan yang diselenggarakan. Allah kecewa dan marah. Mengapakah orang-orang terpandang itu mencari-cari alasan untuk tidak menghadiri pesta jamuan makan ? Mereka mendahulukan urusan pribadi, urusan pekerjaan dan urusan keluarga. Mereka menomor satukan kepentingannya sendiri.

Oleh karena kekecewaan dan kemarahannya, tuan pemilik pesta itu menyuruh utusan untuk mengundang orang berdosa, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh, orang-orang miskin dan orang-orang buta. Meskipun mereka ini adalah umat Allah (Israel), tetapi mereka bukanlah warga kelas satu dan tidak terpandang dalam masyarakat.

Bukan hanya orang-orang itu saja; tetapi ketika tuan pemilik pesta melihat masih banyak tempat yang kosong, ia menyuruh utusannya “pergi ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh” untuk memanggil siapapun yang ditemui, supaya datang ke dalam pesta itu. Barulah pesta itu dilaksanakan.

Saudara – saudara seiman !

Perumpamaan itu melukiskan perangai orang Israel. Mereka menyombongkan diri selaku umat pilihan Allah. Mereka berpndangan bahwa TUHAN Allah akan menyelamatkan orang-orang yang melakukan Hukum Taurat. Oleh karena alasan seperti itu, Israel berpendapat akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Padahal banyak di antara umat dan pemimpin Israel yang melakukan Hukum Taurat itupun berbuat jahat secara sembunyi-sembunyi. Allah mengetahui perbuatan mereka yang jahat dan tidak benar. Oleh karena itu, Dia sendiri datang dengan maksud untuk menyelamatkan Israel. Ia mengutus utusanNya untuk membagikan undangan. Akan tetapi karena keangkuhan dan ketegaran hati, Israel tidak memenuhi undangan Allah.

Allah tidak berhenti bekerja untuk mewujudkan maksudNya atas manusia. Dia menyuruh utusannya memanggil orang-orang berdosa, orang-orang yang tidak memiliki harapan akan masa depan; malahan bangsa-bangsa non-Israelipun diundangNya, agar mereka semua datang dan menikmati rachmat kebaikan yang diberikanNya di dalam persekutuan jamuan makan bersama Dia. Ketika orang-orang terpandang dari umat Israel tidak menjawab undanganNya, Allah membuka kesempatan kepada orang lain untuk menikmati anugerah keselamatanNya.

Saudara – saudara seiman !

Melalui cerita perumpamaan yang diucapkan Yesus, kita sebagai orang kristen diingatkan, pertama, kita tidak boleh berpandangan dan bersikap seperti umat Israel. Kita tidak boleh menyombongkan diri, karena kedudukan sebagai anak-anak Allah. Tidak boleh sombong rohani. Sebaliknya kita diajak untuk mewaspadai diri sendiri melalui pendengaran akan firman Allah. Tuhan Allah mengasihi kita, Dia mengutus hamba-hamba/pelayan-pelayanNya untuk memberitakan Injil keselamatan. Injil itu merupakan undangan Allah bagi kita yang sedang berada dalam belenggu dosa dan penderitaan. Oleh karena itu, janganlah kita mencari-cari alanan supaya tidak memenuhi undangan Allah. Selayaknya kita membuka telinga dan hati untuk mendengarkan suaraNya yang akan selalu membebaskan hidup kita dari penderitaan. SuaraNya adalah firman yang akan menuntun kita menuju rachmatNya.

Kedua, kita sebagai orang kristen patut bersekutu bersama Allah dan saudara seiman, sama seperti orang-orang yang duduk semeja dan makan bersama. Di atas meja makan Allah memberikan rachmat kebaikanNya, yaitu : anugerah keselamatan, untuk dinikmati bersama. Kita tidak boleh mendahulukan kebutuhan dan kepentingan sendiri lebih dari pada saudara-saudara seiman. Di dalam persekutuan makan semeja dengan Allah tiap orang kristen berbagi kesenangan bersama saudaranya seiman, supaya ada keselamatan.

Ketiga, kita sebagai orang kristen dipanggil untuk meperoleh rachmatNya, dan diutus untuk membawa berkat kepada semua kaum di muka bumi (bd. Kej. 12:3b; I Pet. 3:9). Sesudah makan-minum bersama, Tuhan Yesus mengutus kita untuk memberitakan Injil pembebasan kepada siapapun yang masih dikuasai dosa dan bergumul dalam kondisi sengsara.  

SELAMAT MENYUSUN PEMBERITAAN !

SALAM DAN DOAKU

PUTRA SANG FAJAR
Pendeta ARIE A. R. IHALAUW

MATERI KHOTBAH PKP 6 MARET 2012


LUKAS 14:12-14

Ibu2 kekasih Kristus
Kisah ini dimulai ketika Tuhan Yesus dan murid-muridnya diundang makan bersama oleh seorang Farisi dalam pesta jamuan yang mewah (14:7-11). Tuhan Yesus melihat dan menyaksikan banyak tamu yang berebutan untuk duduk ditempat terhormat dengan cara mengambil tempat paling depan. Itulah sebabnya Ia mengajar para murid tentang kenyataan ini dan menyampaikan inti pengajarannya di ayat 11 yakni:  barangsiapa meninggikan diri, akan direndakan dan barang siapa merendahkan diri akan ditinggikan. Selesai mengajarkan itu, Tuhan Yesus mengajarkan atau lebih tepat menyarankan sesuatu kepada tuan rumah tentang bagaimana cara mengundang orang ketika membuat pesta.

Inti dari pengajaran Yesus kepada tuan rumah yang mengundangnya adalah: sesungguhnya lebih baik mengundang orang miskin dan terlantar dari pada mengundang orang kaya. Sebab dengan mengundang orang terhormat atapun kaya, mereka pasti membalas kebaikannmu. Namun jika mengundang orang susah dan miskin, mereka sudah pasti tidak mampu membalasnya, Namun Tuhan sendiri yang akan membalas kebaikanmu itu.

Bagaimana memahami ucapan Yesus itu? Sebelumnya marilah kita melihat dan memahami kondisi real zaman Yesus sehubungan dengan status sosial orang2 yang miskin dan susah itu. Di Israel kala itu, orang miskin, orang cacat, orang lumpuh dan orang buta tidak mendapat tunjangan sosial karena masalah tunjangan sosial memang belum terpikirkan oleh pemerintah pada jaman itu. Jadi di tengah-tengah masyarakat jaman itu ada cukup banyak orang miskin yang terlantar.

Mereka umumnya adalah orang-orang cacat yang tidak dapat bekerja, dan dengan demikian tidak memiliki penghasilan. Mereka biasanya bergantung pada sedekah untuk bisa bertahan hidup. Dan Tuhan Yesus, pada jaman itu, berkata, "Undanglah orang-orang miskin." Mengapa? Karena mereka tidak akan mampu untuk balas menjamu kita! Lalu apa keuntungan buat kita dengan mengundang para gelandangan yang tidak akan mampu membalas jamuan saya? Banyak orang berpikir bahwa seharusnya yang kita undang adalah mereka yang mampu untuk balik menjamu kita. Begitulah, cara Allah berpikir bertentangan dengan cara manusia berpikir.

Ini adalah teguran yang jauh lebih sering kita langgar ketimbang kita jalankan, kita mengundang teman-teman, saudara, kerabat atau juga tetangga kita yang mampu, orang-orang yang ingin kita dekati demi suatu hubungan yang saling menguntungkan, bukankah begitu? Ini adalah suatu praktek yang sudah umum dijalankan oleh orang dunia. Untuk apa anda mengundang seseorang tertentu? Karena pada umumnya setiap orang ingin membangun suatu hubungan yang baik dengan orang itu dan berharap dapat memperoleh manfaat dari hubungan ini.

Kenyataan yang sering kita jumpai dalam dunia ini adalah:
-  Banyak orang mengundang orang-orang tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat bagi diri sendiri.
- Banyak memberi dengan harapan untuk dapat menuai suatu hasil dari orang yang menerima pemberian itu. Mengapa? Karena perhatian sering hanya tertuju pada urusan kehormatan ataupun keuntungan.

Akan tetapi Tuhan Yesus berkata, "Jika engkau mengejar hasil langsung dari dalam hidup ini dan dari orang-orang di sekitarmu, maka engkau tidak akan memperoleh upah dari Allah." Ajaran Tuhan terasa sulit karena kita tidak berpikir seperti Dia. Cara kita berpikir condong kepada cara pikir dunia. Kita terikat dalam cara pikir dunia. Dalam benak kita, maka tindakan yang pantas dilakukan adalah tindakan yang memberi keuntungan bagi kita. Prinsip yang sering dibangun dalam dunia ini adalah: “Jika saya mengundang seseorang, saya perlu menghitung manfaat apa yang bisa saya dapatkan dengan mengundang orang itu”. Apakah itu keliru? Tentu saja TIDAK. Sebab bukankah demikian seharusnya terjadi dalam hal memberi dan menerima? Namum pemikiran itu walau kelihatan BENAR, akan menjadi berbeda dengan ajaran Firman Tuhan. Yakni cara dan prinsip memberi berbuat kebajikan menurut Tuhan Yesus.

Ibu2 kekasih Kristus
Bagaimana jalan pikiran Tuhan Yesus? Ia memberitahukannya di ayat 13, "Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan," bukan sekadar acara makan bersama akan tetapi suatu perjamuan, pesta makan yang tentunya perlu biaya besar, apa yang harus anda lakukan? Ia berkata, "Undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu." Ingatlah pada ucapan Tuhan Yesus yang tercatat di dalam Kisah 20:35, Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.

Dalam ayat-ayat yang kita bahas hari ini, Tuhan Yesus berkata, "Jika kamu mengundang seseorang, tanyakanlah pada dirimu sendiri, apa yang engkau inginkan? Apakah engkau mengundangnya supaya nanti ia mengundangmu juga sebagai balasannya? Dengan cara berpikir seperti itu, kita sudah mendapatkan upah. Upah untuk kita langsung lunas terbayar. Akan tetapi jika kita melakukan kebaikan kepada orang2 yang tidak mampu membalas kebaikan kita, maka akan muncul suatu ketidakseimbangan. Kita memberi sesuatu dan tidak mendapatkan balasan langsung. Allah adalah Allah yang adil dan Ia akan bertindak untuk mengembalikan keseimbangan itu. Dengan demikian, Allahlah yang akan membalas perbuatan baik yang sudah kita kerjakan itu.

Pertanyaan penting yang perlu direnungkan adalah, Balasan dari siapakah yang kita inginkan? Dari manusia ataukah dari Allah? Saya yakin bahwa semua kita yang hadir saat ini akan lebih memilih menerima balasan dari Allah ketimbang dari manusia, bukan? Akan tetapi kita juga perlu menyadari bahwa untuk dapat melakukannya tentu tidaklah mudah, dan sudah pasti sangat berat.

Dari bacaan Firman Tuhan hari ini, ada beberapa hal yang perlu kita renungkan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni:

1.       Apabila kita mengerjakan suatu kebaikan kepada orang lain, apakah motivasi dibalik perbuatan kita ini? Banyak orang melakukan kebaikan agar beroleh kebaikan pula dari orang lain. Itu sungguh manusiawi dan wajar. Namun sebagai orang percaya kita diajarkan bahwa perlu cara pandang ini kita naikkan ke level yang lebih mulia sesuai kemauan Tuhan. Apakah kemauan Tuhan itu?

Kita harus berbuat baik kepada semua orang walaupun kita tahu bahwa kelak nanti kita tidak memperoleh balasan setimpal dari orang itu. Motivasi kebaikan yg kita buat harusnya menjadi kesaksian iman kita, sehingga tidak harus beroleh balasan baik juga dari orang lain. Itulah yang dituntut dari Tuhan untuk kita kerjakan.

2.       Apakah keuntungan dari mengerjakan kebaikan tanpa berharap balasan dari orang lain? Jawabnya adalah Tuhan sendirilah yang akan membalas kebaikan itu. Ini memberikan suatu hal yang lebih sukacita sebab bukan manusia yang membalas kebaikan kita, namun Tuhan sendiri yang turun tangan untuk membalas semua perbuatan mulia itu. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus seorang istri dan ibu bagi anak2 tidaklah mudah. Namun justru barangkali seluruh kegiatan itu seakan tidak dihargai. Lelah melayani suami dan anak2 termasuk mengurus rumah tangga seringkali bukan kebaikan yang kita terima sebagai balasan, namun justru beberapa perkataan yang tidak menyenangkan dan jauh dari suatu penghargaan apapun. Mungkin terbersit dalam pikiran kita: “mengapa saya tidak dihargai?”; “Mengapa justru orang lain yang lebih di hormati?” Fatalnya lagi kitapun tanpa sadar menjadikan masalah itu sebagai suatu “hal yang besar” dan memicu perselisihan. Atau berbagai contoh lainnya.


Hari ini Firman Tuhan meneduhkan kita untuk merubah cara pandang atas segala kebaikan yang kita kerjakan. Berbuatlah terus kebaikan, walaupun mungkin tidak mendapatkan balasan. Sebab sesuai Firman Tuhan hari ini, suatu saat nanti Tuhan sendirilah yang akan membalas semua kebaikan yang kita lakukan tanpa pamrih itu. Kerjakanlah semua hal seakan untuk Tuhan dan bukan kepada manusia. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk melakukannya. Amin.