Showing posts with label Khotbah PKP. Show all posts
Showing posts with label Khotbah PKP. Show all posts

Monday, March 5, 2012

MATERI KHOTBAH PKP 6 MARET 2012


LUKAS 14:12-14

Ibu2 kekasih Kristus
Kisah ini dimulai ketika Tuhan Yesus dan murid-muridnya diundang makan bersama oleh seorang Farisi dalam pesta jamuan yang mewah (14:7-11). Tuhan Yesus melihat dan menyaksikan banyak tamu yang berebutan untuk duduk ditempat terhormat dengan cara mengambil tempat paling depan. Itulah sebabnya Ia mengajar para murid tentang kenyataan ini dan menyampaikan inti pengajarannya di ayat 11 yakni:  barangsiapa meninggikan diri, akan direndakan dan barang siapa merendahkan diri akan ditinggikan. Selesai mengajarkan itu, Tuhan Yesus mengajarkan atau lebih tepat menyarankan sesuatu kepada tuan rumah tentang bagaimana cara mengundang orang ketika membuat pesta.

Inti dari pengajaran Yesus kepada tuan rumah yang mengundangnya adalah: sesungguhnya lebih baik mengundang orang miskin dan terlantar dari pada mengundang orang kaya. Sebab dengan mengundang orang terhormat atapun kaya, mereka pasti membalas kebaikannmu. Namun jika mengundang orang susah dan miskin, mereka sudah pasti tidak mampu membalasnya, Namun Tuhan sendiri yang akan membalas kebaikanmu itu.

Bagaimana memahami ucapan Yesus itu? Sebelumnya marilah kita melihat dan memahami kondisi real zaman Yesus sehubungan dengan status sosial orang2 yang miskin dan susah itu. Di Israel kala itu, orang miskin, orang cacat, orang lumpuh dan orang buta tidak mendapat tunjangan sosial karena masalah tunjangan sosial memang belum terpikirkan oleh pemerintah pada jaman itu. Jadi di tengah-tengah masyarakat jaman itu ada cukup banyak orang miskin yang terlantar.

Mereka umumnya adalah orang-orang cacat yang tidak dapat bekerja, dan dengan demikian tidak memiliki penghasilan. Mereka biasanya bergantung pada sedekah untuk bisa bertahan hidup. Dan Tuhan Yesus, pada jaman itu, berkata, "Undanglah orang-orang miskin." Mengapa? Karena mereka tidak akan mampu untuk balas menjamu kita! Lalu apa keuntungan buat kita dengan mengundang para gelandangan yang tidak akan mampu membalas jamuan saya? Banyak orang berpikir bahwa seharusnya yang kita undang adalah mereka yang mampu untuk balik menjamu kita. Begitulah, cara Allah berpikir bertentangan dengan cara manusia berpikir.

Ini adalah teguran yang jauh lebih sering kita langgar ketimbang kita jalankan, kita mengundang teman-teman, saudara, kerabat atau juga tetangga kita yang mampu, orang-orang yang ingin kita dekati demi suatu hubungan yang saling menguntungkan, bukankah begitu? Ini adalah suatu praktek yang sudah umum dijalankan oleh orang dunia. Untuk apa anda mengundang seseorang tertentu? Karena pada umumnya setiap orang ingin membangun suatu hubungan yang baik dengan orang itu dan berharap dapat memperoleh manfaat dari hubungan ini.

Kenyataan yang sering kita jumpai dalam dunia ini adalah:
-  Banyak orang mengundang orang-orang tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat bagi diri sendiri.
- Banyak memberi dengan harapan untuk dapat menuai suatu hasil dari orang yang menerima pemberian itu. Mengapa? Karena perhatian sering hanya tertuju pada urusan kehormatan ataupun keuntungan.

Akan tetapi Tuhan Yesus berkata, "Jika engkau mengejar hasil langsung dari dalam hidup ini dan dari orang-orang di sekitarmu, maka engkau tidak akan memperoleh upah dari Allah." Ajaran Tuhan terasa sulit karena kita tidak berpikir seperti Dia. Cara kita berpikir condong kepada cara pikir dunia. Kita terikat dalam cara pikir dunia. Dalam benak kita, maka tindakan yang pantas dilakukan adalah tindakan yang memberi keuntungan bagi kita. Prinsip yang sering dibangun dalam dunia ini adalah: “Jika saya mengundang seseorang, saya perlu menghitung manfaat apa yang bisa saya dapatkan dengan mengundang orang itu”. Apakah itu keliru? Tentu saja TIDAK. Sebab bukankah demikian seharusnya terjadi dalam hal memberi dan menerima? Namum pemikiran itu walau kelihatan BENAR, akan menjadi berbeda dengan ajaran Firman Tuhan. Yakni cara dan prinsip memberi berbuat kebajikan menurut Tuhan Yesus.

Ibu2 kekasih Kristus
Bagaimana jalan pikiran Tuhan Yesus? Ia memberitahukannya di ayat 13, "Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan," bukan sekadar acara makan bersama akan tetapi suatu perjamuan, pesta makan yang tentunya perlu biaya besar, apa yang harus anda lakukan? Ia berkata, "Undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu." Ingatlah pada ucapan Tuhan Yesus yang tercatat di dalam Kisah 20:35, Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.

Dalam ayat-ayat yang kita bahas hari ini, Tuhan Yesus berkata, "Jika kamu mengundang seseorang, tanyakanlah pada dirimu sendiri, apa yang engkau inginkan? Apakah engkau mengundangnya supaya nanti ia mengundangmu juga sebagai balasannya? Dengan cara berpikir seperti itu, kita sudah mendapatkan upah. Upah untuk kita langsung lunas terbayar. Akan tetapi jika kita melakukan kebaikan kepada orang2 yang tidak mampu membalas kebaikan kita, maka akan muncul suatu ketidakseimbangan. Kita memberi sesuatu dan tidak mendapatkan balasan langsung. Allah adalah Allah yang adil dan Ia akan bertindak untuk mengembalikan keseimbangan itu. Dengan demikian, Allahlah yang akan membalas perbuatan baik yang sudah kita kerjakan itu.

Pertanyaan penting yang perlu direnungkan adalah, Balasan dari siapakah yang kita inginkan? Dari manusia ataukah dari Allah? Saya yakin bahwa semua kita yang hadir saat ini akan lebih memilih menerima balasan dari Allah ketimbang dari manusia, bukan? Akan tetapi kita juga perlu menyadari bahwa untuk dapat melakukannya tentu tidaklah mudah, dan sudah pasti sangat berat.

Dari bacaan Firman Tuhan hari ini, ada beberapa hal yang perlu kita renungkan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni:

1.       Apabila kita mengerjakan suatu kebaikan kepada orang lain, apakah motivasi dibalik perbuatan kita ini? Banyak orang melakukan kebaikan agar beroleh kebaikan pula dari orang lain. Itu sungguh manusiawi dan wajar. Namun sebagai orang percaya kita diajarkan bahwa perlu cara pandang ini kita naikkan ke level yang lebih mulia sesuai kemauan Tuhan. Apakah kemauan Tuhan itu?

Kita harus berbuat baik kepada semua orang walaupun kita tahu bahwa kelak nanti kita tidak memperoleh balasan setimpal dari orang itu. Motivasi kebaikan yg kita buat harusnya menjadi kesaksian iman kita, sehingga tidak harus beroleh balasan baik juga dari orang lain. Itulah yang dituntut dari Tuhan untuk kita kerjakan.

2.       Apakah keuntungan dari mengerjakan kebaikan tanpa berharap balasan dari orang lain? Jawabnya adalah Tuhan sendirilah yang akan membalas kebaikan itu. Ini memberikan suatu hal yang lebih sukacita sebab bukan manusia yang membalas kebaikan kita, namun Tuhan sendiri yang turun tangan untuk membalas semua perbuatan mulia itu. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus seorang istri dan ibu bagi anak2 tidaklah mudah. Namun justru barangkali seluruh kegiatan itu seakan tidak dihargai. Lelah melayani suami dan anak2 termasuk mengurus rumah tangga seringkali bukan kebaikan yang kita terima sebagai balasan, namun justru beberapa perkataan yang tidak menyenangkan dan jauh dari suatu penghargaan apapun. Mungkin terbersit dalam pikiran kita: “mengapa saya tidak dihargai?”; “Mengapa justru orang lain yang lebih di hormati?” Fatalnya lagi kitapun tanpa sadar menjadikan masalah itu sebagai suatu “hal yang besar” dan memicu perselisihan. Atau berbagai contoh lainnya.


Hari ini Firman Tuhan meneduhkan kita untuk merubah cara pandang atas segala kebaikan yang kita kerjakan. Berbuatlah terus kebaikan, walaupun mungkin tidak mendapatkan balasan. Sebab sesuai Firman Tuhan hari ini, suatu saat nanti Tuhan sendirilah yang akan membalas semua kebaikan yang kita lakukan tanpa pamrih itu. Kerjakanlah semua hal seakan untuk Tuhan dan bukan kepada manusia. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk melakukannya. Amin.

Monday, August 22, 2011

MATERI KHOTBAH PKP SELASA 23 AUG 2011


Pengkhotbah 9:1-10

Kitab Pengkhotbah ini di tulis oleh Raja Salomo yang sangat terkenal dengan pengetahuan dan kebijaksanannya akibat Hikmat yang TUHAN, Allah Israel berikan kepadanya ketika memimpin bangsa itu. Seluruh isi kitab ini mengisahkan tentang pemahaman dan pengetahuan tentang apa sesungguhnya yang terjadi pada manusia di bawah matahari ini.

Pada Perikop bacaan kita, Raja Salomo telah memberikan kepada kita nasehat mengenai menghadapi kematian yang tak terhindarkan. Dia meyakinkan kita bahwa kematian akan datang kepada semua orang tanpa terkecuali. Kematian terjadi baik kepada orang benar maupun orang jahat (Pkh. 9:1-3). Kematian adalah titik nadir, perwujudan dari semua kesia-siaan hidup dalam dunia. Menurut Salomo dalam ayat 1-3, bahwa siapapun kita entah baik atau benar, berdosa atau tidak, pastilah akan tetap menghadapi kematian itu. Dengan kata lain, apapaun yang dikerjakan dalam dunia ini dipandang menjadi sia-sia oleh karena kematian yang pasti datang.

Namun, dalam ayat 4 bacaan kita, Pengkhotbah menyampaikan harapan di tengah kesia-sian akibat kematian yang pasti datang. Apakah harapan itu? Harapan yang dikatakan Salomo adalah harapan terhadap kehidupan. Kematian menjadikan sesuatu sia-sia, namun kehidupan menjadikan sesuatu itu memiliki harapan. Dalam ayat 4 ini, Pengkhotbah mengingatkan kepada kita bahwa ”anjing yang hidup lebih baik daripada singa yang mati.” Ukuran yang terkecil dari keberadaan seekor binatang yang hidup adalah lebih baik daripada ukuran yang terbesar dari sesuatu yang mati.

Mengapa? Pertanyaan dalam ayat 4 ini dijawab Salomo dalam ayat 5 dengan sangat bijak, yakni ”orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati” dan “orang yang mati tak tahu apa-apa.” Artinya selama masih ada kehidupan, masih ada waktu untuk bersiap bagi kematian.  Itulah harapan dalam kehidupan. Dengan kata lain, selama seseorang belum mengalami kematian, ia masih beroleh kesempatan untuk mengisi hidup untuk mencapai harapan yang ada. Mengisi kehidupan dengan baik adalah lebih berguna daripada meratapi kematian. Sekali lagi, ini menunjuk pada pentingyna menggunakan waktu kita di atas bumi untuk bersiap bagi kematian.

Selanjutnya petanyaan yang perlu direnungkan adalah apa yang harus diisi dalam kehidupan ini? Bagaimana memanfaatkan waktu hidup di atas bumi ini sebelum kematian menjemput? Pertanyaan ini juga dengan bijak dijawab Salomo dalam ayat 7-10 bacaan sore SBU hari ini. Minimal ada tiga hal penting yang harus dilakukan oleh setiap orang selama masih ada kesempatan hidup di dunia ini, yakni:

1.      Nikmatilah Hidup ini sebagai berkat dari Tuhan.
Memang benar bahwa hidup di dunia ini seakan menjadi sia-sia karena kematian menjemput. Namun bagi Salomo adalah lebih berguna menikmati hidup sebagai pemberian Allah, dari pada meratap dan mengalami ketakutan menanti kehidupan. Dalam ayat 7 dan ayat 9 Salomo memberikan contoh berkat Tuhan dalam kehidupan. Nikmatilah makanan dan minuman selama ada dalam kehidupan sebab itu adalah pemberian TUHAN Allah pencipta. Nikmatilah dengan penuh kebahagiaan karunia hidup sebagai makluk sosial yang bergaul dan saling membutuhkan satu dengan yang lain dalam dunia, seperti hidup berkeluarga, bermasyarakat dll. Itu juga adalah anugerah dan pemberian TUHAN. Nikmatilah dengan sukacita, nikmatilah dengan kebahagiaan hidup.

2.      Usahakanlah Kebahagiaan dan Sukacita dalam hidup ini.
Dalam ayat 7 dan 9 bacaan kita, Pengkhotbah menyarankan untuk menikmati hidup ini dengan penuh kebahagiaan dan sukacita sebagai pemberiaan atau anugerah dari Tuhan. Namun dalam ayat 10 bacaan kita, pengkhotbah mengingatkan bahwa kebahagiaan dan sukacita dalam hidup sebagai anugerah Tuhan haruslah DIUSAHAKAN. Kebahagiaan tidak jatuh dari langit dan muncul tiba2 di bawah matahari ini. Kebahagiaan harus diusahakan oleh manusia. Itulah sebabnya ia menyarankan bahwa manusia perlu bekerja keras sekuat tenaga untuk menghadirkan kebahagiaan dan sukacita dalam hidup.

Lebih jauh, Pengkhotbah menyatakan dalam ayat 10 bagian akhir bahwa bekerja atau mengusahakan sesuatu adalah ciri dari orang hidup. Sebab orang yang sudah mati tidak mungkin melakukan apa-apa. Selagi masih hidup bekerjalah!! Selagi masih hidup usahakanlah kebahagiaan dan sukacita itu.

3.      Hindarilah Dosa selama menikmati kehidupan ini.
Dalam melaksanakan dua poin di atas, Pengkhotbah menegaskan dalam ayat 8 bacaan kita: “Biarlah selalu putih pakaianmu”. Artinya bahwa selama meniikmati hidup ini sebagai karunia Tuhan; dan selama bekerja dan mengusahakan kebahagiaan hidup, maka usahakanlah kebaikan dan janganlah mengotori putihnya hidup itu dengan kotoran dosa. Hidup disebut bahagia dan dapat diniimati apabila selama menjalani dan mengisi hidup ini, manusia menjaga dirinya dan warna hidupnya agar tidak terkotori oleh dosa.


Dari uraian Pengkhotbah ini, ada beberapa hal penting yang perlu kita renungkan selama menjalani hidup ini, yakni:
1.      Siapapun kita, dan apapun status kehidupan sosial kita dimasyarakat entah sebagai laki-laki atau perempuan, sebagai suami atau istri, sebagai orang tua atau anak, sebagai ibu rumah tangga atau wanita pekerja, sebagai seorang pelayan atau tuan; kita diingatkan bahwa walaupun kelihatannya banyak perbedaan dalam hidup kita masing-masing, namun satu kesamaan yang tak terpungkiri adalah kita semua pastilah akan mengalami kematian.
2.      Kematian adalah simbol kesia-siaan. Namun tidak berarti bahwa kehidupan ini menjadi sia-sia karena kematian. Pengkhotbah mengajak bahwa lebih penting dan berguna melihat kehidupan dari pada meratapi kematiaan. Semua orang pasti akan mengalami kematiaan itu memang benar. Namun selama masih hidup, orang masih memiliki harapan, minimal menyiapkan diri menghadapi kematian. Dengan kata lain, kita perlu mengisi kehidupan ini dengan baik agar jika kematian menjemput kita telah siap menghadapinya.

3.      Bagaimana mengisi kehidupan? Sangatlah sederhana caranya. Pertama, nikmatilah hidup ini. Jika kita sebagai ibu rumah tangga, nikmatilah tanggung jawab itu. Jika kita sebagai istri, nikmatilah hidup sebagai seorang istri. Jika kita sebagai pekerja, nikmatilah juga semua pekerjaan itu. Memang tidak semua dapat dinikmati sebab tidak semua perjalanan hidup itu indah. Namun Penkhotbah mengingatkan bahwa nikmati semua dengan kebahagiaan dan sukacita. Walau tidak selamanya indah menjadi ibu rumah tangga, tidak selamanya nikmat menjalani hidup sebagai seorang istri, atau tidak semua hidup penuh hal baik karena selalau ada pergumulan; bagaimana-pun juga, Pengkhotbah katakan Nikamatilah dengan penuh kebahagiaan dan sukacita.

Kedua, kebahagiaan dan sukacita itu, tidak datang tiba-tiba. Segala sesuatu perlu diusahakan. Pengkhotbah katakan: bekerjalah dengan sekuat tenaga. Untuk misa menikmati kehidupan ini, maka perlu ada sesuatu yang diupayakan. Upayakan utuk menkmati kebahagiaan itu. Jika sebagai istri, kerjakanlah tugas itu dengan sungguh-sungguh; Sebagai istri, lakukan dengan sekuat tenaga tangung-jawab mulia itu; Jika sebagai perkerja, pelayan, jemaat dll kerjakanlah tanggung-jawab itu semampu kita. Kerjakanlah, dan nikmatilah dengan sukacita.

Ketiga, selama masih hidup jagalah agar kehidupan dalam diri masing-masing kita tak ternodai oleh dosa. Pengkhotbah ingin mengatakan kepada kita bahwa kotoran dalam pakaian kehidupan ini seringkali terjadi karena diri kita. Karena itu kitalah yang memili kewajiban penuh menjaga bersihnya hidup dari kotoran dosa itu. Bagaimana caranya? Paulus mengatakan dalam Filip 4:9-10 bahwa kita perlu memikirkan dan melakukan semua yang benar; semua yang baik; semua yang suci; semua yang mulia. Ini adalah ideal menikmati hidup dengan penuh bahagia sambil hindarkan diri dari kotoran doa.

Marilah menikmati hidup ini. Semua orang pastilah akan mengalami kematian. Selama masih hidup isilah, dan maknailah kehidupan ini dengan baik sebagai anugerah dari Tuhan, sehingga jika kematian datang, kita telah siap menghadapinya. Amin.



Monday, June 13, 2011

MATERI KHOTBAH PKP 14 JUNI 2011

KISAH RASUL 13:13-31

Ibu-ibu kekasih Kristus…
Setiap orang perlu untuk jeli memanfaatkan peluang atau kesempatan. Kesempatan perlu dimanfaatkan karena hal itu tidak akan terulang lagi kesempatan yang sama dalam hidup kita.

Demikian juga dengan apa yang dilakukan oleh Paulus ketika mereka tiba di daerah Antiokhia di Pisidia dalam rangka memberitakan injil. Dalam ayat 15 bacaan kita disebutkan bahwa ketika pejabat rumah ibadat selesai membaca bagian Hukum Taurat dalam ibadah Sabat itu, maka mereka memberikan waktu kepada para umat, siapa yang ingin berbicara untuk membagikan kata-kata yang membangun dan menghibur umat. Kondisi ini dilihat sebagai peluang bagi Paulus. Kondisi ini dilihat Paulus dan dianggapnya sebagai kesempatan untuk memberitakan Injil kepada orang banyak tersebut.

Ibu-ibu kekasih Kristus…
Apa reaksi Paulus ketika Ia melihat kesempatan itu? Dalam ayat 16 disebutkan: “Maka bangkitlah Paulus. Ia memberi isyarat dengan tangannya, lalu berkata: ‘Hai orang-orang Israel dan kamu yang takut akan Allah, dengarkanlah!” Paulus sangat peka dan jeli untuk melihat peluang dan kesempatan dalam beritakan Injil Tuhan. Ketika melihat peluang, maka ia segera memanfaatkan kesempatan tersebut. Perhatikan reakasi Paulus dalam bacaan kita: “Maka bangkitlah Paulus”. Ketika peluang itu datang, Paulus langsung bereaksi. Ia segera bangkit berdiri dan memulai berbicara kepada orang banyak. Paulus tidak ingin membiarkan kesempatan itu lewat. Ia tidak membuat alasan apapun untuk menghindar dari peluang memberitakan Injil. Sekali ada kesempatan ia langsung meraihnya untuk bersaksi bagi Tuhan.

Ibu-ibu kekasih Kristus…
Bagaimana cara Paulus memanfaatkan peluang tersebut. Perhatikan ayat 17-31 bacaan kita! Jika kita membaca uraian panjang kesaksian Paulus, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Paulus tidak setengah-setengah memanfaatkan peluang untuk berbicara di rumah ibadat tersebut. Dari uraian ynag panjang lebar tersebut, bahkan hingga ayat 14 kita dapat menyimpulkan bahwa Paulus bersaksi sangat terperinci, dengan detail yang jelas dan tidak ada yang terlewatkan. Ia memulai dari sejarah Israel dibentuk, kemudian hingga mereka dibudak di Mesir sampai kemudian pembebasan mereka dan kembali ke tanah Kanaan. Sejarah Israel dengan pemerintahan para Raja mereka diuraikan dengan begitu jelas oleh Paulus, hingga pada Tokoh Yohanes dan akhirnya munculnya mesias yakni Tuhan Yesus.

Hal ini menandakan bahwa Paulus sangat menguasai bahan kesaksiannya. Ini menunjukkan bahwa Paulus siap-sedia dalam bersaksi. Ini menunjukkan pula bahwa sebelum bersaksi, Paulus melakukan persiapan yang matang terlebih dahulu sehingga kesaksiannya menjadi sempurna dan sangat jelas dimengerti oleh umat. Dengan demikian, ada beberapa hal penting agar dapat sukses untuk memberitakan Injil, yakni:
1. Jeli melihat peluang
2. Tidak ragu memanfaatkan peluang
3. Menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya
4. Menyampaikan dengan rici, jelas dan sempurna.
Inilah konsep cara bersaksi dan memberitakan injil, yang nampak jelas dalam bacaan kita yang dilakukan oleh Paulus dan Barnabas.

Ibu-ibu kekasih Kristus…
Dari beberapa uraian di atas ada pokok-pokok penting yang dapat kita bahwa pulang sebagai orang percaya, yakni:

1. Jelilah melihat peluang untuk bersaksi
Seorang Pendeta yang sedang berkeliling mengunjungi jemaat, mampir di rumah salah satu keluarga. Ia terkesan oleh kepandaian dan sikap ramah sekali dari seorang anak kecil, anak laki-laki satu-satunya dalam rumah itu yang berusia empat tahun. Kemudian ia menemukan satu alasan mengapa anak itu bersikap ramah dan sopan. Ibunya berada di belakang, sedang mencuci pakaian yang cukup banyak dan kelihatan amat melelahkan. Di saat bersamaan anak itu datang kepadanya dengan membawa sebuah majalah, sambil berkata: “Mama, mama..., apa yang sedang dilakukan pria dalam foto ini?” Alangkah kagumnya Pendeta itu ketika melihat ibu anak itu segera mengeringkan tangannya, meninggalkan cuciannya, duduk dikursi, memangku anak itu, dan menghabiskan waktu selama sepuluh menit menjawab beberapa pertanyaan putranya. Setelah anak itu pergi, Pendeta mengomentari perlakuan dan sikapnya yang istimewa untuk menjawab pertanyaan putranya itu, dan mengatakan kepada wanita itu: “Kebanyakan kaum ibu tidak akan mau diganggu”. Ibu itu menjawab: “Saya masih dapat mencuci pakaian ini selama sisa hidup saya, tetapi tidak akan pernah lagi putra saya menanyakan pertanyaan yang sama seperti tadi”. Dan ia melanjutkan lagi: “Mungkin dengan hal sederhana ini, putraku akan semakin mengerti bahwa kami sangat mencintainya.” Pendeta itu menganguguk setuju, sambil menimpali: “dan bukankah itu adalah bentuk pelayanan dalam keluarga?”

Kita harus jeli melihat peluang, bukan sebaliknya mengganggap peluang untuk memberitakan Firman itu sebagai suatu gangguan. Cerita di atas memang bukan kisah nyata, hanya suatu ilustrasi. Namun itu suatu cermin bagi kita dalam melaksnakan Firman Tuhan hari ini. Sebagaimana Paulus sangat jeli melihat peluang itu, demikian ibu tersebut tahu bahwa moment seperti itu hanya datang sekali seumur hidup. Kita dapat mulai melihat peluang untuk mengajarkan Firman Tuhan, melalui keluarga terlebih dahulu. Memberi waktu lewat mengajarkan hal-hal penting kepada anak-anak adalah hal yang sederhana dapat kita lakukan. Supaya mereka-pun dapat mengenal Tuhan Yesus dengan cara sederhana dan justru itu dimulai di dalam rumah.

2. Manfaatkan Peluang untuk Bersaksi.
Sebagaimana Paulus dengan cepat, berekasi dengan cepat memanfaatkan peluang untuk bersaksi tentang Tuhan Yesus, maka demikian juga dengan kita. Paulus harusnya memberikan inspirasi bahwa dalam segala keadaan dan tempat kita dapat bersaksi. Di Antiokhia peluang itu dimanfaatkan Paulus. Kita juga pasti memiliki berbagai Antiokhia baru sebagai tempat dan peluang kita berkesempatan untuk bersaksi. Entah di rumah untk anggota rumah, dikantor untuk sesama karyawan ataupun di sekolah.

3. Perlu menyiapkan diri dulu sebelum bersaksi.
Perhatikan uraian Paulus tentang kesaksiannya itu. Sangat detail dan spesifik. Paulus menguasai benar bahan pembicaraannya dan menyiapkan dengan baik. Mustahil akan begitu bagus yang diucapkan Paulus ini jika ia sendiri tidak menguasainya. Dan tidaklah mungkin menguasai bahan kesaksian tersebut jika ia sendiri tidak mengalaminya dan kemudiaan menyiapkannya.

Bukankah kita juga telah mengalami Tuhan Yesus dan kemurahan Kasihnya itu, sebagaimana Paulus mengalami-Nya di Damsyik? Perbedaannya adalah Paulus pasti menyiapkan semuanya dengan baik. Kita sudah memiliki bahan kesaksian sendiri tentang Tuhan Yesus menurut pengalaman iman masing-masing, sekarang kita perlu menyiapkannya agar menjadi bahan kesaksian kita bagi orang lain. Inilah wujud dari keinginan kita untuk bersedia bersaksi bagi kemuliaan Tuhan.

Marilah menjadi saksi Kristus. Mulailah di rumah kita masing-masing. Tidak harus yang besar dan muluk. Apapun yang kita alami tentang Kasih Tuhan, kita bagikan kepada mereka itu adalah juga suatu kesaksian iman. Selamat bersaksi. Amin.

Sunday, June 5, 2011

MATERI KHOTBAH PKP 07 JUNI 2011

IBRANI 7:25-28

25 Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.
26 Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, 27 yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban. 28 Sebab hukum Taurat menetapkan orang-orang yang diliputi kelemahan menjadi Imam Besar, tetapi sumpah, yang diucapkan kemudian dari pada hukum Taurat, menetapkan Anak, yang telah menjadi sempurna sampai selama-lamanya.

Ibu-ibu kekasih Kristus
Apa yang biasanya dilakukan orang ketika ia sakit? Pastilah, pada umumnya, orang akan segera pergi ke dokter. Dengan demikian fungsi dan peran dokter adalah menyembuhkan orang sakit. Jadi, kehadiran dokter hanya penting jika ada orang yang sakit. Bagaimana dengan orang yang sehat? Sudah pasti ia tidak membutuhkan dokter. Itu berarti kehadiran dokter tidak berguna untuk orang yang sehat. Siapapun yang sakit pasti memerlukan dokter. Itu suatu kenyataan umun yang tidak terbantahkan. Siapakah si sakit itu di hadapan dokter? Si sakit itu pasti disebut pasien. Pasien adalah orang yang berhubungan dgn dokter karena ia seorang yang sakit. Jadi sudah pasti pasien adalah orang yang sakit dan bertemu dengan dokter.

Sekarang bagaimana dengan dokter itu sendiri, jika ia sakit? Walaupun dokter, apabila ia sakit, maka ia tidak disebut “dokter yang sakit”, namun lebih tepat disebut orang yang sakit. Sebab dokter juga adalah orang, yang jabatannya adalah dokter. Karena dokter adalah org yang sakit, dan karena sakit , ia pergi ke dokter yg lain, maka dokter yang sakit ini juga harus disebut PASIEN dan bukan dokter lagi.

Ibu-ibu kekasih Kristus
Mengapa saya menyampaikan istilah pasien, dokter dan orang sakit tadi? Karena khiasan tadi berhubungan dengan pembacaan Alkitab kita yang mengupas tentang Imam besar dan fungsinya. Seseorang mendapatkan jabatan karena ada fungsi jabatan. Demikian juga dengan jabatan imam dalam agama Yahudi. Jabatan imam di Israel diberikan kepada orang-orang keturunan Harun dari suku Lewi. Jabatan imam ini diperlukan dalam rangka melaksanakan fungsi keimaman yakni salah satunya mempersembahkan Korban bakaran bagi Tuhan untuk umatNya.

Apabila ada yang berdosa, maka Imam akan mempersembahkan korban bakaran sebagai korban penghapus dosa bagi orang tersebut. Caranya adalah, orang itu akan membawa seekor domba jantan dan menyerahkan domba itu kepada imam sebagai persembahan dan selanjutnya setelah domba itu disembeli, maka darahnya akan dipercikkan ke Tabut Perjanjian dan dagingnya dibakar sebagai korban bakaran hingga habis terbakar. Dengan demikian maka dosa orang itu dinyatakan telah diampuni oleh Allah.

Namun, sebagaimana yang saya sebutkan tentang dokter tadi, bahwa jika dokter sakit maka ia tidak disebut dokter lagi melainkan pasien, demikian juga dengan seorang imam di Israel. Mari perhatikan ayat 27 bacaan kita. Bahwa imam juga adalah seorang manusia yang pasti akan melakukan kesalahan dan jatuh dalam dosa. Sehingga, ketika ia jatuh dalam dosa, ia tidak layak lagi untuk melaksanakan fungsi keimamannya, yakni perantara umat berdosa kepada Tuhan untuk beroleh pengampunan dosa. Apa yang terjadi dengan imam yang jatuh dalam dosa itu? Ia harus mendapat pengampuan dulu dari Tuhan. Caranya adalah ia harus mempersembahkan korban penghapus dosa juga kepada TUHAN (lih. Ay.27). dengan kata lain, Imam itu sudah berubah status jabatan, yakni dari Imam menjadi umat yang sedang berdosa. Sama dengan dokter yang sakit berubah jabatannya dan satusnya dari dokter menjadi pasien. Keadaan imam seperti itu berarti tidak sempurna dan tidak selalu dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Mengapa? Sebab selain dia suatu saat berbuat dosa, dia juga tidak akan selamanya hidup. Suatu saat dia akan mati, maka fungsi keimamannya tidak dapat dilakukan terus untuk menjadi perantara kepada Allah bagi manusia berdosa.

Ibu-ibu kekasih Kristus
Itulah sebabnya, umat Tuhan memerlukan seorang imam yang dapat dengan sempurna melaksanakan fungsi sebagai perantara kepada Allah untuk diperdamaikan dengan manusia yang berdosa. Agar imam itu sempurna, maka ia harus memiliki kriteria yang ketat. Menurut ayat 26 bacaan kita, kriteria itu adalah: Ia harus saleh, tanpa salah, tanpa noda dan yang terpisah dari orang-orang berdosa. Dengan kata lain, imam yang sempurna adalah seseorang yang tidak pernah berbuat dosa. Siapakah dia? Jawabnya, TIDAK ADA SATU ORANG-PUN. Sebab di dunia ini orang tersaleh sekalipun, pastilah pernah melakukan dosa. Siapapun nabi yang ada di alkitab, semua pernah melakukan dosa.
Sempurna juga berarti hidup selamanya, sehingga selalu hidup untuk terus dapat melakukan tugas keimaman tersebut. Siapakah manusia yang selalu terus hidup? Jawabnya, TIDAK ADA. Sebab semua kita pastilah akan mengalami kematian.

Ibu-ibu kekasih Kristus
Kita patut bersyukur, ternyata ada satu pribadi yang menurut bacaan kita memenuhi syarat sebagai imam yang sempurna, dan tepat mejadi Imam Agung. Pribadi itu menurut ayat 22 bernama Yesus. Mengapa Tuhan Yesus tepat menjadi Imam Agung yang Sempurna untuk menjadi perantara kita kepada Bapa? Perhatikan ayat 24-27 bacaan kita, yakni:

1.Sebab Ia hidup selama-lamanya (ay.24). Sehingga jabatan imam yang Ia pegang tidak perlu di serahkan pada yang lain. Ia telah mengalahkan kematian, sehingga maut dan kematian tidak mampu membatasiNya.

2.Karena Ia hidup selamanya, maka tugas keimamatan-Nya dapat dilakukan dengan sempurna (ay25). TUHAN YESUS tidak memerlukan domba untuk korban penghapus dosa, sebab Dia sendiri adalah Domba itu yang telah menjadi korban penghapus dosa manusia.

3.Ia adalah Pribadi yang tidak berdosa (ay.26-27). Karena itu Ia tidak perlu menanggalkan keimaman-Nya sementara waktu untuk pengampunan dosa-Nya sendiri. Ia tidak perna melakukan dosa, sehingga jabatan imam tetap ada padanya. Sama seperti, andai dokter tidak pernah sakit, maka ia tetap jadi dokter dan tidak pernah jadi pasien. Tapi, dokter pasti pernah sakit dan pasti juga pernah jadi pasien.

Ibu-ibu kekasih Kristus
Berdasarkan firman Tuhan ini, maka ada beberapa hal penting yang perlu kita terapkan dalam hidup kita sehari-hari, yakni:

1.Banyak orang menganggap bahwa semua agama sama. Sama tujuan, sama juga kebenaran. Benarkan demikian? Jawabnya TIDAK SAMA SEKALI. Mengapa? Karena hanya iman Kristenlah yang menjamin tentang keselamatan kekal melalui Yesus Kristus. Ia adalah pribadi Ilahi atau Allah sendiri yang mengfungsikan diri sebagai Imam, sekaligus Korban penebusan bagi dosa manusia. Dengan demikian, hanya Dia yang menjamin keselamatan kita. Jika ada yang mengatakan bahwa semua agama sama, maka itu adalah kekeliruan besar. Sebab selain agama dan iman Kristen, tidak ada yang mengajarkan tentang model keselamatan ini. Itu berarti kita berbeda dari mereka.

2.Jika kita sudah tahu bahwa iman Kristen memiliki keunggulan dengan iman yang lain, maka adalah kebodohan jika kemudian, ada orang Kristen yang meninggalkan Tuha Yesus, dan mencari jalan keselamatan yang lain. Mungkinkah ada jalan keselamatan yang lain? Jawabnya TIDAK ADA. Sebab Yoh.14:16 sudah menegaskan bahwa Yesuslah satu-satunya jalan dan kebenaran dan hidup itu. Ingin mencari jalan keselamatan? Yesuslah jalan itu; ingin mencari kebenaran hidup? Yesuslah Kebenaran itu; ingin memperoleh Hidup kekal? Yesuslah hidup itu. Maka Tuhan Yesus harus menjadi pilihan yang tepat dalam hidup kita.

3.Sebagai ibu rumah tangga dan orang tua bagi anak-anak. Firman Tuhan ini haruslah kita ajarkan kepada anak-anak kita. Berapa banyak anak-anak dari rumah tangga Kristen akhirnya “buang Salib” atau tinggalkan Tuhan Yesus karena ingin memilih jalan keselamatan yang lain disebabkan karena alasan sepele seperti, pasangan hidup; pekerjaan atau jabatan?
Saat ini sebagai ibu rumah tangga dan orang tua bagi anak2, kita memiliki beban dan kewajiban untuk mengajarkan kebenaran ini pada anak-anak kita agar mereka tidak meninggalkan Tuhan Yesus. Pilihan yang kita buat sudah tepat, yakni menjadikan TUHAN YESUS sebagai Imam Besar dan Juruselamat kita. Maka biarlah pula, anak-anak dan seisi rumah kita juga mengimani yang sama dan mempertahankannya. Kita wajib mengajarkan itu pada seisi rumah dan menjaga kehidupan iman mereka supaya Tetap pada Kristus.

Kiranya Roh Kudus memampukan kita melakukannya. Amin.

GALATIA 2:15-21

GALATIA 2:15-21 BAHAN KHOTBAH IBADAH HARI MINGGU 27 APRIL 2025   PENDAHULUAN Jika kita membaca surat Paulus kepada jumat Galatia i...