AYUB
4:1-21
Jemat
Tuhan....
Kitab Ayub adalah sebuah
tulisan yang kaya gaya sastranya, oleh karena itu kita akan menemukan beraneka
ragam gaya sastra seperti dialog (pasal 4-27), percakapan seorang diri (pasal 3),
wacana (mis. Pasal 29-41), narasi (pasal
1-2), dan nyanyian pujian (pasal 28). Nama Ayub sendiri dalam bahsa Ibrani
berarti sebagai “Di mana Bapaku?, walaupun memang ada dua tafsiran lain yang menterjemahkan bahwa Arti nama Ayub adalah
“Lawan Allah” dan “orang yang bertobat” (dari bahasa Arab).
Jemat
Tuhan....
Tujuan kitab Ayub ini
adalah menyelidiki keadilan dan perlakuan Allah terhadap orang benar. Dalam
dunia Perjanjian Lama, berkembang pemahaman bahwa kebiasaan Allah untuk
memberkati orang benar dengan berbagai kekayaan dan reputasi, tidaklah
menghalangi pengembangan kebenaran yang sejati. Tetapi dalam situasi Ayub, kenyataan
yang terjadi adalah Allah tidak berkewajiban untuk memastikan bahwa orang benar
menerima berkat dan hanya berkat, seperti yang dipersoalkan Iblis
(dalam Ayub 1:9-11). Tetapi juga bisa melewati suatu fase yang dinamakan dengan
penderitaan.
Sehingga tema pokok yang
didiskusikan dalam kitab Ayub ini
adalah tentang penderitaan orang yang tidak bersalah, berdasarkan suatu kenyataan bahwa orang yang saleh juga hidup menderita. Dan Ayub menjadi pusat pembicaraan dari dialog-dialog yang dilakukan olehnya dengan keempat temannya yang bukan orang Yahudi, yakni Elifas, Bildad, Zofar dan Elihu, di mana mereka yang sebenarnya datang sebagai penghibur, tetapi juga melemparkan tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan terhadap Ayub, dan terkesan menunjukkan sikap permusuhan.
adalah tentang penderitaan orang yang tidak bersalah, berdasarkan suatu kenyataan bahwa orang yang saleh juga hidup menderita. Dan Ayub menjadi pusat pembicaraan dari dialog-dialog yang dilakukan olehnya dengan keempat temannya yang bukan orang Yahudi, yakni Elifas, Bildad, Zofar dan Elihu, di mana mereka yang sebenarnya datang sebagai penghibur, tetapi juga melemparkan tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan terhadap Ayub, dan terkesan menunjukkan sikap permusuhan.
Jemat
Tuhan....
Bagian bacaan kita saat
ini yakni Ayub 4:1-12 adalah salah satu dialog Ayub dengan teman-temannya yang
bernama Elifas, sesudah mereka mendengarkan curahan hati Ayub atas apa yang
dialaminya, yakni kisah penderitaannya yang telah kehilangan segala-galanya,
baik harta kekayaan maupun keluarganya, termasuk penderitaan jasmani yang
sedang dialaminya. Elifas, seorang yang berasal dari Teman (daerah Edom – Yes 49:7)
ia merasa prihatin dengan apa yang dialami oleh Ayub. Bahwa sebagai seorang
yang dulunya menikmati kemakmuran, bahkan selalu membantu orang-orang yang
membutuhkan pertolongan darinya, kini Ayub tidak berdaya.
Dan sekalipun Elifas
tahu bahwa Ayub adalah orang yang takut akan Tuhan, dan yang tidak pernah
berputus asa, termasuk dalam meresponi penderitaan yang sementara ia alami,
maka ia pun menyarankan kepada Ayub bahwa agar terbebas dan keluar dari belenggu
penderitaan ini, maka Ayub harus tetap menyandarkan hidupnya kepada Tuhan dan
hidup terus dalam kesalehan.
Jemat
Tuhan....
Ternyata dalam dunia
Perjanjian Lama teologi tradisional, yaitu: “ORANG YANG MAKMUR, PASTI ORANG
BENAR DAN ORANG YANG MENDERITA PASTI ORANG JAHAT”, cukup banyak mempengaruhi
kehidupan umat manusia. Sehingga Elifas berpikir bahwa bahwa yang menyebabkan
Ayub jatuh di dalam penderitaan yang luar biasa itu tidak datang dari luar,
tetapi datang justru dari dirinya sendiri yang telah berbuat dosa.
Pada satu pihak,
perkataan Elifas tentunya tidak salah bahwa kebinasaan dan kehancuran itu
datang dari berbagai perbuatan jahat yang pernah dilakukan seseorang (ay 7-9).
Dan di samping itu bahwa realitas yang melekat kepada kehidupan manusia bahwa
tidak ada seorang pun yang benar dan tahir di hadapan Tuhan, termasuk
hamba-hamba Tuhan (ay 17-18) tentu lebih menguatkan pendapat Elifas bahwa
Ayublah yang berdosa.
Tetapi pada pihak lain,
Elifas yang semulanya datang untuk menghibur, ternyata juga memojokkan dan
menempatkan Ayub pada posisi yang sangat tidak berdaya. Ungkapan-ungkapannya
justru tidak mendatang-kan penghiburan, apalagi menolong Ayub dalam menghadapi
persoalan yang terjadi, tetapi justru membuat Ayub semakin terpuruk, oleh
karena semuanya itu tidak menjawab dan menyentuh persoalan yang dialami oleh
Ayub sendiri. Bahwa apa yang diperkirakan oleh Elifas tidaklah demikian yang
dilakukan oleh Ayub. Bahwa ternyata dalam kesalehan dan ketaatannya kepada
Allah, dia telah mengalami suatu kehidupan yang berat, yang dinilainya bukan
akibat dari segala perbuatannya selama itu.
Jemat
Tuhan....
Maksud dan tujuan baik kadangkala
belum tentu juga menghasilkan suatu hal yang baik. Menghibur orang yang dekat
dengan kita adalah suatu hal yang pantas dan wajar. Tetapi kadang-kadang kita
harus memikirkan apakah tindakan yang kita lakukan benar-benar menyentuh
ataupun menjawab persoalan yang dialami oleh saudara dan teman kita itu.
Mungkin kita harus lebih hati2 di dalam mengerjakan sesuatu dengan perhitungan
yang matang. Sebab keinginan kita untuk menjadi berkat bagi sesama kita bisa
berubah menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Kisah Ayub yang kita renungkan
kali ini mau memberikan warna yang baru dalam drama kehidupan umat manusia.
Bahwa ternyata tidak selamanya hidup menjadi orang benar di hadapan Allah harus
menikmati berbagai keselamatan yang dinikmati di dunia ini, seperti kemakmuran,
kedamaian, keamanan, kekayaan dan kebahagiaan.
Bahwa ungkapan semakin
dekat dengan Tuhan semakin besar pencobaan itu datang, membuat kita berpikir
apakah Allah itu adil di dalam kehidupan kita. Tetapi mungkin kita bisa
merenungkan sebuah lagu: “Tak pernah Tuhan janji hidupmu takkan berduri tak
pernah Dia janji lautan tenang”. Bahwa ternyata kehidupan manusia itu kadangkala
harus mengalami apa yang dinamakan kesusahan, sesuai dengan kadar dan situasi
yang dialami oleh seseorang. Tetapi itu semuanya itu tidak hanya datang dari
pada manusia, tetapi berasal dari keinginan Iblis yang tidak pernah membiarkan
umat Tuhan dalam keadaan tenang.
Jemat
Tuhan....
Walaupun demikian ternyata
Allah tidak akan pernah meninggalkan umatNya yang mengalami penderitaan. Sebab
ending dari drama kehidupan Ayub menunjukkan keadilan Allah yang tidak dapat
dipahami oleh manusia. Bahwa selagi kita setia dan taat dalam keadaan apapun
maka Allah tidak akan pernah sedetik meninggalkan kita yang mengandalkan Dia.
Ingatlah:
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami
ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab
Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui
kekuatanmu. Pada waktu kamu
dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat
menanggungnya. (1 Kor 10:13). Amin.