Bahan Bacaan Alkitab Ibadah
Rumah Tangga
Rabu, 15 Agustus 2018
A. LATAR BELAKANG NATS
Surat ini ditujukan kepada orang Kristen Yahudi diaspora yakni mereka
yang tersebar dalam perantauan. Yakobus menujukan surat ini kepada duabelas
suku yang telah percaya kepada Yesus Kristius (1:1).
Sepertinya, Yakobus melihat berbagai persoalan yang sedang dihadapi
oleh jemaat Tuhan ini dengan cara umum, yakni tentang perbagai pencobaan hidup
yang harus mereka alami sebagai kaum pendatang maupun pencobaan iman sehubungan
dengan status mereka sebagai orang percaya (1:2-18); bagaimana seharusnya sikap
orang percaya berhubungan dengan Firman Tuhan yang telah mereka terima
(1:19-27); relasi dan interaksi dalam jemaat maupun di luar jemaat (2:1-13;
3:1-18); iman yang harusnya diejawantahkan dalam perbuatan (2:14-26); dan
beberapa pokok penting yang berhubungan dengan tindakan, cara hidup serta sikap
yang harus dilakukan oleh seorang yang percaya kepada Yesus Kristus (4:1-5:20).
Dengan kata lain, jika tulisan Paulus berbicara tentang begitu banyak
kerygma dan hal-hal yang bersifat doktrin teologis, surat Yakobus justru
menitik beratkan pada aspek lain yakni tindakan nyata dari tiap kerygma yang
telah diimani itu. Bagaimanakah seorang bercaya bersikap? Bagaimana memandang
harta itu? Apa yang dilakukan jika merencanakan hari esok? Jika ada penderitaan
dan persoalan hidup apakah yang harus diperbuat sebagai orang percaya? Dan
masih banyak lagi berbagai hal yang sifatnya tindakan nyata sebagai orang
Kristen yang diajarkan Yakobus.
Pada perikop pasal 4:1-10, Yakobus fokus pada kondisi interaksi umat
dengan sesamanya. Bahwa rupanya terjadi pergesekan, pertengkaran yang diebabkan
oleh upaya orang tertentu untuk mencari keuntungan diri sendiri dan memuaskan
hawa nafsu mereka. Khusus pada ay.7-10, Yakobus memberikan berbagai penjelasan
dan nasehat tentang bagaimana mereka mampu mengalahkan hawa nafsu sebagai
sumber perselisihan tersebut
B. TELAAH PERIKOP
Untuk lebih
memahami ayat 7-10, maka sebaiknya keseluruh perikop ini dipahami sebagai suatu
kesatuan. Terjadi perselisihan dan pertengkaran dalam jemaat (ay.1). Untuk
itulah Yakobus memulai perikop ini dengan suatu pertanyaan, “apa penyebabnya?”.
Menurut Yakobus, penyebab dari pertengkaran itu adalah hawa Nafsu. Istilah yang
dipakai oleh Yakobus adalah ἡδονή (hedone) yang berarti kenikmatan atau kesenangan;
keinginan kuat mendapatkan kesenangan. Istilah ini setara dengan istilah
PL, yakni istilah אָוָה ('avah) yang berarti hasrat untuk memiliki
(lih. Ul.5:21). Memuaskan keinginan untuk menikmati kesenangan terdapat dalam
berbagai aspek kehidupan, misalnya pada harta dan kekayaan, jabatan dan
kedudukan, keinginan seksual, dan atau segala sesuatu yang dikejar demi
menikmati kesenangan. Orang seperti ini kemudian diidentikkan dengan suatu
paham hidup yang disebut dengan hedonisme, yakni paham yang menyebut
bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan hidup manusia.
Yakobus memberikan
peringatan keras tentang hawa nafsu ini. Paling tidak ada dua hal penting yang
akan dialami jika kepuasan hawa nafsu menjadi hal utama yang dipikirkan oleh
orang percaya, yakni:
1. Hawa Nafsu membawa pertengkaran (ay.1-2)
Menurut
Yakobus, kekuatan Hawa Nafsu yang ingin dipuaskan, berada dalam diri sendiri
dan terus berusaha menjatuhkan kehidupan pribadi maupun sesama (ay.1).
Dampaknya adalah pertengkaran dan kerugian bagi orang lain. Sebab demi
mendapatkan sesuatu untuk memuaskan dirinya, tiap orang akan mengupayakan
berbagai cara termasuk membunuh sekalipun. Akibatnya, pertengkaran dan sengketa
dengan orang lain tidak terelakkan lagi, entah karena iri hati ataupun
keinginan tak terbendung untuk kepuasan itu (ay.2).
2. Hawa Nafsu penghalang doa (ay.3)
Selanjutnya,
menurut Yakobus, hawa nafsu menjadi alasan bagi Tuhan untuk tidak menjawab doa dan
permintaan seseorang karena demi memuaskan keinginan dan kenikmatannya saja
(ay.3). Sifat dan sikap seperti ini bertentangan dengan kehendak Allah. Sebab
orientasi dari hawa nafsu adalah keinginan duniawi dan kedagingan. Menuruti
keinginan daging atau duniawi ini setara dengan bersahabat dengan dunia dan
bukan dengan Allah. Itu berarti dengan sengaja merka mau menjadi musuh Allah
(ay.4). Keangkuhan kemudian hadir seakan tidak membutuhkan Tuhan lagi karena
merasa berbagai hal yang diupayak dengan berbagai cara itu dapat diwujudkan.
Itulah mengapa kemudian, Yakobus menyebut dalam ayat 6 bahwa Tuhan Allah
menentang orang yang congkak, yakni yang dikutipnya dari Amsal 3:34.
Begitu berbahayanya mencari kepuasan diri sendiri atau mengejar hawa
nafsu ini, maka pada ay. 7-10, Yakobus memberikan nasehat bagaimana seharusnya
orang percaya bersikap menghadapi keinginan memuaskan hawa nafsu yang begitu
kuat itu. Terdapat tiga hal penting yang harus dilakukan setiap orang
menghadapi godaan hawa nafsunya, yakni:
1. Tunduk kepada Allah
(ay.7)
Langkah pertama menurut Yakobus adalah melawan sumber dari hawa
nafsu, yakni Iblis dengan cara tunduklah kepada Allah (ay.7). Menarik jika
mempelajari istilah “tunduklah” ini. Yakobus menggunakan kata ὑποτάσσω (hupatasso) untuk istilah tunduk yang berarti menempatkan diri di
bawah; dikontrol oleh; taat. Dengan kata lain, untuk mengalahkan hawa
nafsu, seorang percaya bersedia taat pada Allah dan tahu posisinya yakni
dibawah kendali Allah.
Tunduk kepada Allah
bukan saja menyangkut aspek ketaatn, namun juga pengakuan bahwa Dialah Maha
Kuasa. Pengakuan ini penting untuk mengajak orang percaya tidak mengandalkan
diri sendiri ketika menghadapi hawa nafsu. Istilah “hupatasso” di atas
adalah juga suatu kesadaran bahwa orang percaya berada di bawah kendali dan
otoritas Allah. mengakui kuasa Allah berarti juga mengandung pengakuan bahwa
tidak ada kuasa pada diri kita, sehingga orientasi iman tidak lagi pada
ke-Akuan-ku tapi pada Allah saja.
2. Lawanlah Iblis (ay.7)
Langkah Kedua adalah
lawanlah Iblis. Perintah ini mengandung makna penting yang berhubungan
dengan poin pertama di atas. Jika poin pertama berbicara tentang menundukkan
kepala kepada kuasa dan kehendak Allah, maka pada bagian ini justru sebaliknya.
Orang percaya diajak untuk “mengangkat kepala” sebagai simbol perlawanan kepada
Iblis.
Yakobus seakan dengan
gamblang ingin mengingatkan mereka bahwa iblis dan kuasanya telah
dikalahkan dan menjadi tumpuan kaki Allah (bd.Mzm,110:1-2). Sebab
bukankah kebangkitan Kristus adalah juga proklamasi kemenanganNya atas kuasa
Iblis? (Ibr.2:14). Jika Iblis telah dikalahkan (tidak memiliki kuasa lagi) maka
adalah tanggung-jawab orang percaya untuk berjuang dan melawannya tanpa ragu
dan takut lagi. Harus ada perlawanan, dan jangan tinggal diam. Iblis tidak
dimusnakan, ia masih ada menggoda manusia untuk jatuh dalam dosa. Maka orang
percaya perlu bergerak untuk melawan.
3. Mendekatlah kepada
Allah (ay.8,9)
Langkah ketiga
adalah mendekat kepada Allah. Pada ay.8,9 Yakobus memberikan saran
menarik, yakni “mendekatlah kepada Allah” dan “sadarilah keadaanmu”.
Mendekat kepada Allah menunjuk pada suatu pilihan untuk menjadi sekutu Allah.
kepada siapakah engkau berpihak? Kepada Allah atau kepada Iblis? Yakobus
menekankan agar memilih Allah dengan cara mendekatkan diri kepadaNya.
Selanjutnya, pada ayat 9 tidak lupa Yakobus mengajak mereka untuk menyadari
diri. Bahwa hawa nafsu menggiring mereka dalam dosa. Bertobatlah dan rendahkan
diri padaNya.
C. REFLEKSI
Kesenangan dan
kepuasan adalah bagian dari kehidupan ini. Tetapi tidak berarti membuat kita
mengejarnya secara membabi buta. Kesenangan dapat diperoleh di dalam Tuhan.
Kepuasan hidup ada padaNya. Tuhanlah sumber kepuasan (Mzm.103:5) dan bukan
dunia ini. Maka seharusnya pula, Tuhanlah yang kita cari dan bukan kenikmatan
dunia. Jika tidak, kita telah tertawan oleh Hawa Nafsu.
Bagaimanakah kita
menghadapi hawa nafsu dan mengalahkannya? Kita tidak akan pernah mampu
menghadapi godaan hawa nafsu hanya dengan mengandalkan diri. Kita membutuhkan
Tuhan. Perlu bagi kita untuk menyadari diri berdosa dan acap kali kalah
menghadapi keinginan daging melalui godaan memuaskan hawa nafsu itu. Menyadari diri berdosa dan tidak mampu menghadapi
kuasa Iblis dengan godaan hawa nafsu itu rupanya sangat penting. Bahkan lebih
dari itu, ketika kesadaran itu hadir dalam diri, carilah pertolongan pada
Tuhan, mendekatlah kepadaNya maka Ia akan mendekat kepadamu. Ini soal pilihan.
Kepada siapa kita berpihak? Keberpihakan kepada Allah dengan kerendahan hati
dan menjauhi iblis, maka kita akan ditinggikannya dan menang melawan hawa
nafsu.
Mari, buatlah pilihan. Tunduklah kepada Allah. Beradalah dipihakNya, dan
lawanlah Iblis. Engkau akan menang terhadap godaan hawa nafsu.