TUJUH PERKATAAN YESUS DI KAYU SALIB
“Suatu Upaya Memaknai Tujuh Ucapan Yesus Di Kayu Salib Dan Relevansinya
Bagi Umat Percaya Saat Ini”
Oleh: Pdt. I Nyoman Djepun. S.Th
Pendahuluan
Di atas kayu palang berbentuk salib, tubuh lemah itu terkulai seakan tanpa daya. Tak satupun dari tubuhNya kering tanpa bercak darah yang melekat mengental bersama debu dan tanah. Di kayu palang itulah Sang Penebus dosa mengucapkan tujuh kalimat terakhir sebelum menghembuskan nafasNya. Tersirat banyak makna, terkandung banyak arti dan membawa banyak pesan bagi setiap umat percaya yang mendengarkan. Tujuh perkataan Yesus ini perlu direnungkan dan masih relevan dengan hidup orang beriman dewasa ini.
KATA SALIB 1: YA BAPA AMPUNILAH MEREKA, SEBAB MEREKA TIDAK TAHU APA YANG MEREKA PERBUAT (Luk.23:34)
Di atas kayu salib itu Yesus menyeruhkan pengampunan untuk semua mereka yang terlibat menyakitiNya. Dalam doa yang tulus, di tengah rasa sakit yang ditimpakan mereka justru Yesus berdoa bagi mereka. Adalah sulit untuk mengampuni, apalagi mengampuni mereka yang menghianati kita. Namun doa itu pertama-tama untuk Yudas, Petrus dan selanjutnya orang Yahudi di sekitar Salib Yesus. Pengampunan adalah kunci kelegaan, pengampunan adalah jalan masuk bertemu dengan Kasih Allah.
Dalam suatu kesempatan bersama para muridNya, ketika Yesus sedang mengajar, Petrus datang dan bertanya kepadaNya: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Mat.18:21). Berbicara soal pengampunan bagi sesama, pertanyaan inipun mungkin menjadi pertanyaan banyak orang. Jika harus mengampuni sesama seperti yang dilakukan Yesus, maka pertanyaan yang muncul adalah: sampai kapan hal itu dilakukan? Berapa kali hal itu diberikan kepada orang yang sama jika dia melakukan kesalahan yang berulang? Yesus memberikan jawaban yang menarik. Katanya: “Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat.18:22). Secara matematis, jumlah pengampunan yang diberikan berdasarkan pernyataan Yesus adalah 70x7=490 kali. Namun jika dipahami berdasarkan makna kata, hal itu dapat berarti kegiatan yang berlangsung terus tanpa akhir. Perhatikanlah penggunaan kata “kali” dan konfigurasi 70 dan 7 dalam kalimat itu jika kita tuangkan dalam bentuk angka, akan menjadi 70 x 7 x. Tanda matematis “X” (kali) menjadi penutup dan bukan angka “7” hal ini sekaligus memberi kesan “belum selesai” di situ.
Mengampuni orang yang bersalah adalah sulit, namun lebih sulit lagi ketika kita diminta untuk berdoa bagi mereka. Yesus mengatakan hal itu ketika Ia sedang mengajar. Katanya: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat.5:44). Ia tidak hanya mengajarkan hal itu, namun mempraktekkan perkataan tersebut di atas Kayu Salib. Ia berdoa bagi mereka yang menganiayaNya. Bagaimana dengan kita??
KATA SALIB 2: AKU BERKATA KEPADAMU, SESUNGGUHNYA HARI INI JUGA ENGKAU AKAN ADA BERSAMA-SAMA DENGAN AKU DI DALAM FIRDAUS (Luk. 23:43)
Dalam penyesalan, seorang penjahat yang tersalib bersama Yesus memohon: “Jangan lupakan aku Yesus, jika Engkau datang sebagai Raja”. Kepastian diterimanya ketika Yesus menjanjikan Firdaus saat itu juga bagi ketulusan, penyesalan dan iman orang berdosa itu. Hanya dengan ketulusan dan penyesalan kita mendapatkan pengampunan. Dalam pengampunan itulah kita menemukan Hidup Kekal, Firdaus yang dijanjikan.
Mengapa Firdaus dengan pasti dijanjikan Yesus untuk penjahat itu? Perhatikanlah Luk.23:40-41 tentang ucapan awal penjahat itu. Kesadaran bahwa ia bersalah, rasa sesal atas salah dan tau bahwa ia layak menerima hukuman, hal itulah yang tergambar di sana. Dibutuhkan pengakuan, penyesalah dan permohonan, maka pengampunan Allah diberikan, sehingga hidup kekal menjadi milik kita. Tanpa penyesalah dan pertobatan, mustahail ada pemulihan dan pengampunan. Selama masih mengaggap diri benar tanpa menyadari kesalahan, siapapun tidak akan mendapat pengampunan apalagi janji hidup kekal di Firdaus.
KATA SALIB 3: IBU INILAH ANAKMU! INILAH IBUMU! (Yoh.19:26,27)
Dalam deritaNya di Salib, Yesus menyebut Ibunya untuk sampaikan deritaNya. Kasih dalam ikatan keluarga adalah juga sumber kekuataNya. Ia tahu di derai air mata IbuNya, ada bait Doa yang tak putus dinaikkan. Ia amat tahu bahwa orang tua dan saudaranya yang saat itu tersedu dalam getir, menangis dalam duka, namun justru sedang menopangNya dengan iman. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus sadar Ia memiliki dan dimiliki keluarga. Rasa saling memiliki satu dengan yang lainnya ditunjukkan dalam peristiwa ini. Makna ini semakin jelas kita kita telusuri ulang Kalimat ketiga ini dalam Yoh.19:26-27, yang berbunyi:
“Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia
kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya:
"Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.
Secara tidak langsung Yesus ingin mengatakan “inilah anakmu yang saat ini menderita” dan sekaligus menitipkan kelangsungan hidup ibuNya kepada para murid. Di tengah derita itu, Yesus masih memikirkan keberadaan orang lain dan kebahagiaan mereka. Mungkin ungkapan yang tepat adalah: Yesus bukan tergolong sebagai “kacang yang lupa pada kulitnya”. Penghormatan kepada orang tua Ia junjung teguh sebagaimana Firman BapaNya: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu” (Kel.20:12).
KATA SALIB 4: ALLAHKU ALLAHKU MENGAPA ENGKAU MENINGGALKAN AKU (Mat.27:46)
Pernakah saudara merasa di tinggalkan, seakan seorang diri menghadapi hidup ini? Yesus melihatnya secara berbeda. Ia mewakili seruan manusia yang membutuhkan Allah. Dalam derita yang tak tertahan, dalam hinaan keji, Ia merasa ditinggalkan justru oleh BapaNya. Namun, Sang Bapa tak bergeming. Tak mampu menjawab, air mata kudus membasahi keheningan sorga, namun misi itu harus berlanjut.
Demi sebuah tujuan mulia, Allah mengijinkan suatu peristiwa menimpa kita, walau itu terpahit sekalipun. Dan itu yang dialami Yesus. Kita diajak untuk mengerti “bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,... (Rm.8:28). Segala sesuatu termasuk persoalan hidup, penghianatan dan tantangan. Ia akan turut bekerja dan mengubahnya menjadi sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Kapan? Jawabnya: Sesuai waktu Allah, segala sesuatu itu akan indah akhirnya (Pkh.3:11). Bagaimana cara Allah bekerja di tengah gumul juang hidup yang dialami? Paulus mengatakan: " Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku... Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2Kor.12:9-10).
Persoalan yang amat penting adalah cara pandang situasi itu. Kita bisa bertanya kepada Allah, dan mempetanyakan di mana Dia saat pergumulan dihadapi. Itu hal yang wajar, sebab bukankah Dia adalah Bapa kita. Yang tidak wajat adalah ketika sungut-sungut menjadi yang utama dan bukan penyerahan diri. Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu .... Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya (1Kor.10:13).
KATA SALIB 5: AKU HAUS (Yoh.19:28)
Bukan sekedar haus akan air, ketika dehidrasi Yesus alami dalam penyaliban itu. Namun ia mewakili semua mereka yang menderita, yang butuh pendampingan dan uluran Kasih. Yang Haus perlu di beri minum, yang lapar perlu diberi makan. Ada banyak Yesus lain saat ini yang lapar dan haus, dan berseru di depan mata saya dan saudara... AKU HAUS. Hal ini menjadi suatu peringatan bagi kita untuk belajar peduli bagi orang lain, mengambil bagian dalam pekerjaan Ilahi untuk menjadi kawan sekerjaNya. Bukankah Yesus pernah berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat.25:40).
Kita perlu mengembangkan Sense 0f humanity yntuk orang lain. Mari belajar berbela rasa, dan bukan sekedar simpati melainkan berikan empati yang tulus. Sebuah ungkapan dari bahasa latin berbunyi: sedare dolorem opus divinum est, yang artinya “meringankan penderitaan adalah pekerjaan Ilahi. Itulah tugas kita selanjutnya!
KATA SALIB 6: SUDAH SELESAI (Yoh.19:30)
Misi Kristus di dunia telah selesai. Namun tanggung jawab kita masih perlu dilanjutkan. Salib masing-masing kita masih harus dipikul. Ikut Dia adalah pilihan yang tepat. Lanjutkan karyaNya di dunia adalah panggilanNya bagi kita yang telah ditebus.
Misi itu perlu dilanjutkan sebagaimana amant agung yang pernah Ia sampaikan: “...Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu (Mat.28:19-20). Lanjutkan misi Kristus sebab Yesus telah selesai. Kita baru memulai....
KATA SALIB 7: YA BAPA, KE DALAM TANGANMU ‘KU SERAHKAN NYAWAKU (Luk.23:46)
Dalam kepasrahan diri dan penyerahan hidup Yesus mengakhiri dan menyelesaikan misiNya. Ke dalam tangan BapaNya Yesus akhir hidup dan pelayananNya. Perlu penyerahan diri di hadapan Allah. Rela menanggalkan kepentingan dunia, untuk jalankan kehendakNya. Serahkan hidup padaNya untuk lanjutkan hidup yang lebih mulia.
Selamat Paskah 2006