Pengantar
Berbeda dengan Injil Matius, Lukas mencatat bahwa ajaran Yesus tentang hal berdoa disampaikankan ketika dalam suatu perjalanan, Yesus berhenti di suatu tempat untuk berdoa. Dari permintaan seorang murid Yesus ini, kita mendapat gambaran bahwa murid ini minta diajari berdoa karena ia melihat Yesus berdoa. Pada saat itu ada pemahaman yang berkembang, bahwa seorang guru umumnya akan mengajarkan muridnya berdoa, karena itulah murid tersebut menjadikan Yohanes sebagai acuan. Yesus tidak keberatan memenuhi permintaan salah seorang murid-Nya itu, bahkan, dalam doa yang diajarkan Yesus, kita seperti diajak memasuki suatu pemahaman yang kaya mengenai Kerajaan Allah.
Pemahaman Teks
Ay. 2
Sapaan
‘Bapa’ menjadi hal yang ‘mengangkat status’ pendengar (= murid-murid Yesus pada waktu itu)
mengingat bahwa mereka adalah kelompok yang sedang dicari-cari kesalahannya (= ‘dikritisi’) oleh
para pemuka agama pada waktu itu (Luk 5:21, 30). Sebagai manusia pada umumnya, sikap
para pemuka agama itu dapat saja membuat murid-murid Yesus meragukan ‘status’ mereka
di hadapan Allah. Itulah mengapa, ketika Yesus mengajarkan mereka untuk menyapa Allah
dengan sebutan ‘Bapa’ dalam doa, mereka seperti disadarkan bahwa mereka tetap dianggap
‘anak’ oleh Tuhan, Allah yang mereka sembah. Sehubungan dengan itu, ungkapan
“dikuduskanlah nama-Mu” menunjukkan bahwa sekalipun mereka ‘boleh’ memanggil
Tuhan
sebagai ‘Bapa’ namun sapaan itu tidak mengurangi wibawa Allah di hadapan
umat-Nya. Umat yang adalah anak-anak Allah tetap harus mengutamakan kekudusan
nama TUHAN.
Ay. 2
Orang
pada umumnya berpikir bahwa hal Kerajaan Allah adalah sesuatu yang ilahi, yang
akan ‘didatangi’
setelah kematian namun Yesus menghadirkan Kerajaan Allah justeru pada saat mereka masih
hidup. Dampak psikologis dari ungkapan ini adalah murid-murid seperti dibawa kepada ‘nuansa’
yang lain yaitu nuansa ilahi ketika berdoa.
Ay.3
Umumnya
orang berdoa karena ingin untuk meminta sesuatu. Yesus tidak menyalahi maksud itu; kita boleh
meminta, tetapi sebatas pada apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Itu
artinya dalam jumlah yang cukup, tidak kurang supaya kita tidak mengeluh tetapi tidak juga
berlebihan supaya tidak pongah.
Ay. 4
Yesus
mengajarkan murid-murid-Nya untuk minta ampun. Secara tidak langsung, Yesus memberi gambaran
hubungan yang penuh pengampunan dengan Tuhan haruslah juga sejalan dengan hubungan
kita dengan orang lain. Dalam doa, kita dapat menjalin hubungan yang akrab dengan
Tuhan dan hubungan yang sama pun harus terjalin dengan sesama.
Ay. 5-13
Yesus
sedang meyakinkan murid-murid-Nya tentang bagaimana doa yang diajarkan-Nya itu pasti
‘dikabulkan’ oleh Allah.
Ay. 5-10
Hal
pengabulan doa: Yesus mengibaratkan orang yang didatangi sahabatnya untuk
meminta roti, orang itu akan memberikannya karena ia tidak mau malu terhadap
sahabatnya itu. Begitu juga Allah terhadap orang yang meminta kepada-Nya. Mekanismenya sangat
wajar: bahwa orang yang meminta pasti akan menerima.
Ay. 11-13
Yesus
mengibaratkan seorang ayah hanya memberi yang baik kepada anak-anaknya. Sedangkan Allah
lebih dari itu. Roh Kudus, pemberian Allah dapat dikatakan sebagai ‘pemberian serba
guna’ bagi kita anak-anak-Nya.
Renungan dan Penerapan
Wajar
jika kita baru mau melakukan sesuatu setelah diberi jaminan bahwa apa yang kita lakukan itu
akan membawa hasil yang memuaskan atau yang menguntungkan. Demikian juga dengan
berdoa. Banyak orang baru mau berdoa ketika dalam keadaan terdesak atau punya keinginan
tertentu. Berdoa menjadi pilihan terakhir setelah kita kehabisan ide untuk berusaha. Bacaan
ini membawa kita kepada sisi doa yang lain, bahwa doa bukan sekadar tentang ‘meminta’
melainkan:
1. Dalam nuansa doa, diperbolehkannya kita memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’ bukan sekadar untuk ‘menaikkan status’ dari manusia berdosa menjadi anak Allah melainkan memperkenalkan kita kepada cara Allah memperlakukan kita yaitu bagaikan bapa kepada anaknya. Pemahaman ini akan menjadi hal yang sangat menguatkan bagi kita yang sehari-hari seringkali dipersalahkan orang, semua yang kita lakukan tidak ada yang benar, selalu salah di mata orang dan akhirnya menjadi bahan bulan-bulanan. Kita yang mengalami hal itu seringkali menjadi pribadi yang rendah diri, tidak percaya diri bahkan sulit menerima kebaikan orang lain. Kita bahkan menjadi cepat curiga terhadap perlakuan orang yang baik sekalipun. Kepada kita yang demikian, Yesus menyampaikan bahwa ada Allah yang ‘mengangkat’ kita sebagai anak-Nya. Dalam kekudusan-Nya dan demi pembenaran dalam Kristus, Allah tidak mempersalahkan kita karena itu datanglah kepada-Nya dalam doa. Hanya dalam (nuansa) doa kita dapat berdiri sebagaimana adanya di hadapan Allah.
2.
Kita diarahkan untuk
merasakan bahwa kita ini sudah atau sedang berada di dalam Kerajaan Allah. Bagi kita
yang percaya, dunia tempat kita hidup sehari-hari adalah Kerajaan Allah. Jika
demikian maka kita seharusnya hidup berkecukupan dalam hal jasmani dan berkelimpahan
dalam hal rohani. Inilah yang membuat kita tidak perlu meminta yang berlebihan
kepada Bapa melainkan mulai berpikir bahwa di dalam Kerajaan Allah yang
seharusnya terjadi adalah apa yang dikehendaki Allah bukan apa yang kita minta atau
inginkan. Dalam hidup, kita mengalami banyak hal yang mengilhami kita untuk meminta ini itu
kepada Tuhan tetapi dalam doa yang diajarkan Yesus, mari mulai meyakinkan diri
bahwa semua yang kita butuh untuk mengadapi hidup sudah Tuhan sediakan tinggal
kita bertaruh iman dengan selalu melafaskan: “jadilah kehendak-Mu …”
3. Menyadari diri sebagai pendosa yang memerlukan pengampunan, kita sering meminta pengampunan kepada Allah namun pelit dalam memberi ampunan kepada sesama. Secara sederhana, Yesus mengajarkan kita bahwa hubungan yang penuh ampun dari Bapa seharusnya terjadi juga antara kita dengan orang lain. Kita mendambakan suasana yang penuh kasih, penuh maklum, penuh pengertian dan akhirnya ampunan ketika berhubungan dengan Bapa lewat doa. Oleh karena itu ciptakanlah suasana yang sama ketika kita berhubungan dengan orang lain.
Meyakini adanya jawaban terhadap permohonan kita bahwa Allah akan memberi yang baik bagi anak yang meminta kepada-Nya. Namun ada kalanya tidak semua doa dijawab Tuhan sesuai permintaan atau harapan kita. Pertanyaannya: salah di mana? Umumnya, kesalahan terletak pada pemahaman kita tentang doa. Berdoa yang kita pahami adalah tindakan yang untuk ‘meminta dan mendapatkan’ padahal dalam bacaan ini, Yesus mengajak kita terlebih dahulu masuk ke dalam hubungan Bapa – anak, baru setelah itu kita akan mengetahui bagaimana sebenarnya cara atau pertimbangan Tuhan dalam menjawab doa.