IBRANI 10:1-7
JEMAAT KEKASIH KRISTUS
Sebagaimana kita tahu bersama, Surat Ibrani ini ditulis bagi orang Kristen Yahudi yang sangat menjunjung tinggi tradisi dan nenek moyang mereka. Tradisi yang dimaksud adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan2 dan pengajaran iman yang tertulis dalam Taurat atau Perjanjian Lama. Itulah sebabnya sangat sulit bagi orang Yahudi menerima Yesus Kristus sebagai sumber keselamatan sebab bagi mereka Hukum Taurat-lah sumber keselamatan itu.
Bacaan kita hari ini merupakan ulasan penulis Ibrani tentang pemahaman imannya mengenai salah satu tradisi Taurat tentang keselamatan dan perbandingannya dengan kuasa keselamatan dari Yesus Kristus sebagai Juruselamat yang sesungguhnya. Ada beberapa pokok penting dari bacaan kita ini, yang disampaikan oleh penulis Surat Ibrani, yakni:
1. Status Hukum Taurat dalam Karya Keselamatan (ay.1-2)
Menurut bacan kita saat ini, Hukum Taurat hanyalah banyangan saja untuk keselamatan yang akan datang. Bagaimana hal ini dipahami? Jika Hukum Taurat hanyalah bayangan untuk apakah dibaca dan dilakukan lagi? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memperhatikan kitab Galatia 3:23-24 yang berbunyi:
“Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman”.
Kitab Galatia ini menegaskan apa yang diungkapkan kitab Ibrani. Status Hukum Taurat sesungguhnya adalah ilusi untuk memberi gambaran tentang keselamatan yang sesungguhnya. Hukum Taurat bukanlah sarana untuk memperoleh keselamatan, namun menurut Galatia status tertinggi dari Hukum Taurat dalam Karya Keselamatan Allah bagi dunia adalah sebagai Penuntun menuju keselamatan itu sesungguhnya, yakni kepada Yesus Kristus.
Hal ini berarti, apabila orang percaya telah menemui keselamatan yang sesungguhnya, yakni Yesus Kristus, maka secara otomatis kuasa dan peran Hukum Taurat sudah tidak berguna lagi dan perannya dalam karya keselamatan tesebut tidak ada lagi. Dengan kata lain, orang Yahudi memahami bahwa sumber keselamatan yang sesungguhnya bukanlah Hukum Taurat, melainkan Yesus Kristus.
2. Peran Korban Bakaran dan Korban Penghapus Dosa dalam Karya Keselamatan (ay.3-4)
Pada ayat 3 bacaan kita, Kitab Ibrani dengan jelas menegaskan bahwa korban bakaran dan korban penghapus dosa itu justru hanya mengingatkan umat akan segala dosa mereka. Pernyataan ini harus dimengerti dalam kerangka berpikir ayat 1-2 sebelumnya. Dalam dua ayat pertama disebutkan bahwa apabila Taurat termasuk aturan tentang korban2 itu adalah korban penghapus dosa yang sesungguhnya, maka seharusnya itu dilakukan sekali untuk selamanya. Namun pada kenyataannya, pada tiap tahun umat wajib mempersembahkan korban untuk dosa-dosa mereka. Logika Firman ini adalah bagaimana mungkin korban penghapus dosa itu telah berfungsi, jika pada kenyataannya tiap saat ada dosa dan tiap waktu terjadwal mereka harus menebus dosanya dengan korban itu.
Selanjutnya, jika korban bakaran bukanlah korban penghapus dosa, lalu korban manakah yang adalah korban penghapus dosa itu? Jawaban atas pertanyaan ini secara samar kita temukan dalam ayat 5-7 yang menunjuk pada peran Yesus sebagai Imam dan Korban itu sesungguhnya.
3. Korban dan Imam untuk Karya Keselamatan yang sesungguhnya (ay 5-7)
Pada ayat 5-7 bacaan kita memanglah tidak menyebutkan tentang Yesus dan perannya sebagai Imam dan Persembahan korban untuk keselamatan manusia. Namun, apabila kita merujuk pada pasal-pasal sebelumnya, secara khusus pasal 7-8 maka kita dapat menemukan secara jelas peran TUHAN Yesus dalam Karya keselamatan itu.
Untuk lebih jelasnya, marilah memperhatikan beberapa peran utama Yesus sebagai imam dan juga korban keselamatan itu dalam pasal 7-8 kitab Ibrani.
a. Yesus berperan sebagai Imam Besar (7:1-28).
Penulis kitab Ibrani ini sangat setuju dan tidak membantah bahwa dari ukuran peraturan Taurat, Tuhahn Yesus tidak memenuhi syarat menjadi seorang Imam karena Dia bukan keturunan Harun dari Suku Lewi, melainkan dari turunan Daud suku Yehuda. Namun, menurut kitab Ibrani ini, penentuan ke-imaman Yesus tidak berdasarkan Taurat melainkan, dalam ayat 15 disebut menurut peraturan Melkisedek. Rupanya ada peraturan lain yang mengatur tentang ke-imaman, selain peraturan menurut Taurat. Peraturan itu adalah peraturan Melkisedek. Berdasarkan peraturan Melkisedek ini, maka jelaslah Yesus Kristus berhak menjadi Imam dan memenuhi syarat keimaman dalam keagamaan Yahudi, yakni bukan berdasarkan peraturan Taurat namun berdasarkan peraturan Melkisedek.
Sebagai seorang Imam Besar, Yesus lebih unggul dan lebih tinggi dari para imam manapun keturunan lewi. Bahkan lebih dari pada itu, Tuhan Yesus lebih sempurna menjalankan fungsi jabatan keimaman-Nya dibanding imam suku lewi. Sehingga sebagai Perantara kepada Bapa, Dia-lah pribadi yang tepat menjadi Juruselamat manusia. Sebab Ia adalah Imam yang bukan saja membersembahkan korban yang suci, namun justru Dia sendiri adalah pribadi tanpa dosa (7:26)
b. Yesus bukan hanya mempersembahkan korban, namun dialah Korban itu (9:11-28).
Tuhan Yesus menurut kitab Ibrani, bukan hanya berperan sebagai Imam Besar yang membawa Korban Bakaran Penghapus dosa, namun Tuhan Yesus sendirilah juga yang merangkap Korban bakaran itu. Jika para Imam Besar berkali-kali datang membawa korban bakaran, maka Yesus mempersembahkan diri sekali saja dan kuasa Korban Penghapus dosa itu berlaku selama-lamanya (9:25-28)
Dari uraian Firman Tuhan ini, ada beberapa hal penting yang dapat kita bawa dalam hidup beriman kita:
1. Tuhan Yesuslah satu-satunya Juruselamat yang dijanjikan kepada umat-Nya itu. Oleh sebab itu kita tidak perlu ragu lagi akan Yesus Kristus yang menjadi perantara, pendamai, dan Juruselamat satu-satunya. Biarlah dengan kebenaran yang sangat agung dari surat Ibrani ini iman kepercayaan kepada Yesus Kristus Juruselamat dan Juru damai satu-satunya itu semakin diteguhkan.
2. Tuhan Yesus mempunyai tahta yang paling tinggi, namun Alkitab mencatat bahwa ia tahta Maha Tinggi itu, untuk bersedia menjadi Korban bagi penebusan dosa manusia, sekali untuk selama-lamanya. Bagaimana dengan kita, sudahkah kita melayani Tuhan dengan baik. Apakah selama ini kita lebih mengharapkan untuk dilayani atau untuk melayani? Ada yang berkata selain melayani bukankah kita juga mesti dilayani? Memang kita harus saling melayani, tetapi bukan berarti selalu menuntut untuk diperhatikan terus dan dilayani terus, malah sebaliknya kita harus memikirkan bagaimana untuk dapat melayani dengan lebih baik lagi. Tuhan Yesus sudah memberi teladan yang indah, di tempat yang sempurna, dengan kedudukan yang agung, Ia justru tetap melayani.
3. Kehadiran Tuhan Yesus, membawa sutu Perjanjian yang baru antara kita dengan Bapa di Sorga. Dengan demikian betapa bahagianya kita yang menerima perjanjian baru ini. Tuhan melalui Roh Kudus hadir di dalam hati kita, kita menerima pengampunan dosa, kita yang bukan bangsa terpilih tapi kini menjadi umat pilihan yang mengenal Tuhan yang sesungguhnya, kita dapat berhubungan langsung dengan Bapa di Sorga melalui Yesus Kristus, betapa baiknya dan luarbiasanya Perjanjian Baru ini