Dua minggu sebelum kebakaran pastori itu, ada peristiwa “kebetulan” yang terjadi, namun dikemudian hari aku menyebut hal yang “kebetulan” itu sebagai mujizat. Tidak ada penerangan listrik jika malam hari di Pos Pelkes waktu itu dan saya diajari cara sederhana membuat penerangan. Kaleng bekas susu kental manis di isi dengan solar (tidak ada minyak tanah di sana), kemudian secarik kain sejengkal panjangnya dan selebar ibu jari, di gulung memanjang hingga padat dan dibalut dengan seng plat tipis menyerupai sumbu kompor. Itulah yang disulap menjadi pelita. Bisa ditebak, tiap pagi saya dan istri yang waktu itu sedang hamil 3 bulan pasti saling olok dan tertawa melihat wajah kami di bagian hdung hitam pekat menyerupai kumis “Jojon” yang lucu.
Sore itu cadangan solar habis, tinggal ½ isi kaleng susu kental manis banyaknya. Logikaku jalan, itu berarti lewat tengah malam nanti, pelita kami akan padam dan pekatnya gulita menjadi tembok penjara di gelapnya malam nanti. Aku bingung mencari jalan keluar mengingat istriku butuh cahaya penuntun menuju “wc darurat” yang hampir tak tertutup keempat sisi itu, jika ia kebelet ke belakang. Tiba2 menjelang pukul 9 malam, istriku memberi usul “yang aneh”, katanya: “kan Tuhan yang nyuruh kita ke sini, minta dong ke Dia, sebotol solar aja, itu sudah cukup. Lagian kamu kan pendeta?” Aku membatin dalam hati “masa sih mesti minta ke Tuhan soal solar lagi…” Akhirnya di teras depan sambil memandang banyak bintang dilangit, aku bergumam sambil lalu: “Tuhan, bisa gak minta solar untuk malam ini, sebotol aja, pleaseee!!”
Tahukah saudara apa yang terjadi? Tidak lebih dari setengah jam, di balik lebatnya hutan, kami melihat setitik cahaya mendekat, cahaya pelita. Kira2 10 meter dari pastori kami mendengar suara wanita muda menyapa: “pendeta… oh pendeta, di rumah kah?” Suara itu kami kenal, Irus demikian gadis kampung itu sering dipanggil. “Ada apa, Rus?” tanya kami. Ini loh, bapak (papanya-red) nyuruh antar solar, tapi cuman 1 botol, katanya buat bapak pendeta”. Waw, kami terkejut, bener2 1 botol itu yang kami butuhkan, senangnya…! Sambil bercanda aku berbisik ke telinga istriku: “andai tadi aku minta 1 Drum ke Tuhan, hehhe pasti gak sebotol ini datangnya.
Saya ingat ayat 9 Yosua 1, bahwa tidak perlu takut, apalagi tawar hati. Sebab TUHAN menyertai kemanapun kita pergi. Ternyata di hutan Tadoan-pun TUHAN ikut juga dengan kami melayani. Karena itu, mari percaya, Dia ada dan selalu menyertai. Tetaplah maju sebab di hutan-pun TUHAN ada, lho… AMIN