Tuesday, October 20, 2009

MADU DALAM KATA

Anthony de Mello dalam bukunya doa sang katak menulis cerita ini: Inilah intrik sebuah jemaah Yahudi untuk mengetahui ketidakmunculan rabbinya setiap minggu pada malam sabat. Mereka menyangka bahwa Sang rabby sedang mengadakan pertemuan dengan Yang Mahakuasa secara sembunyi-sembunyi, sehingga mereka menugaskan salah seorang dari mereka untuk mengikutinya. Inilah yang dilihat petugas itu: sang rabby menyamar dengan pakaian petani dan melayani seorang wanita kafir yang lumpuh di rumahnya, membersihkan kamar dan menyiapkan makanan untuknya di hari sabat serta menemaninya bercakap-cakap hingga larut malam. Ketika mata-mata itu kembali, jemaah bertanya, "Ke mana rabbi pergi? Apakah dia naik ke surga?" "Tidak," jawab orang itu, "Ia pergi bahkan lebih tinggi!!

Dia menemaninya bercakap-cakap sampai jauh malam Pernyataan ini menyisahkan pertanyaan “apa yang mereka cakapkan?” Kalau dihubungkan dengan misi pelayanan, saya yakin isi percakapan itu biasa-biasa saja, namun hasilnya pasti memberi kekuatan, penghiburan dan sukacita bagi wanita yang bernasib malang itu. Wanita ini dapat mencicipi madu yang manis, menguatkan dan memberi kesegaran dari percakapn itu. Ternyata ada madu yang dapat dihasilkan dari perkataan, yakni hal-hal positif yang dimunculkannya. Perhatikan ay.8a bacaan kita: “jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati...”. menasehati berasal dari istilah Yunani paraklhsij (paraklesis) yang berarti memberikan kata penghiburan, pelipur lara; yang memberikan rasa nyaman.

Ternyata, menyampaikan kata-kata penghiburan bagi yang berduka, kata-kata pembangkit semangat bagi yang putus asa dan menderita adalah suatu karunia Tuhan untuk melayaniNya. Kamu bisa menjadi berkat Tuhan bagi sesama lewat tutur katamu yang baik, meneguhkan, dan manis bak madu itu.
Mari layani Tuhan dengan talenta dan karunia ini. Hasilkan madu dari perkataanmu untuk kebahagiaan sesamamu Ingat hasilkan MADU bukan RACUN. AMIN.




WALAU JATUH, GAK DIBIARKAN TERGELETAK KOK !


Dua tahun di tengah hutan, dengan frekuensi pelayanan yang padat berpindah-pindah melayani dua pos sekaligus, “Siloam” Tadoan dan “Bethesda” Tonda, membuat fisikku melemah dan daya tahan tubuh mulai rapuh. Rupanya nyamuk-nyamuk hutan kalimantan melihat peluang itu, darah segar pendeta muda dari kota pasti enak dan manis, apalagi gak doyan makan makanan pahit. Benar juga, saya diserang demam yang tinggi diikuti menggigil kuat seakan gempa bumi menggoyang rumah panggu pastori itu. Aku gak berani keluar dari hutan meninggalkan 2 pos pelkes itu karena sebentar lagi Natal tiba dan butuh persiapan. Akhirnya aku luluh juga karena tangisan istri mengiba memintaku berobat. Katanya, “Aku gak mau menjanda dan ditinggalin sendiri di hutan ini”

Tiba di Sangatta, langsung menuju Rumah Sakit. Hasil laboratorium postif bahwa saya mengidap malaria dan demam berdarah. Malarianya gak enteng, tapi yang paling sakti, malaria tropika. Dokter heran, ketika tahu bahwa sudah seminggu kondisi ini membungkus saya. Katanya: “Pak, terlambat sedikit, bapak gak akan tertolong. Mestinya sudah tidak tertolong lho pak, karena selain malaria Tropika, bapak juga mengidap demam berdarah. Penyakit ini hanya butuh 3-4 hari membunuh korbannya..” Saya terperangah, terimakasih Tuhan.

Saudara, ayat 23-24 Mazmur 37 saya kira adalah alasan kuat mengapa hingga saat ini saya masih bisa melayani Tuhan, walaupun butuh 1,5 tahun untuk tubuh saya terbebas dari Malaria Tropika ini setelah cukup lama mengalami sembuh-kambuh secara berulang. Perhatikan dua ayat ini. Bahwa orang yang berkenan kepadaNya tidak akan dibiarkan tergeletak jika jatuh. Apa artinya? Ternyata orang yang berkenan kepada Allah tidak pernah lepas dari pergumulan dan tantangan, bagaimanapun akan mengalami kejatuhan (musibah, persoalan hidup dll). Namun justru inilah janji indah itu, bahwa adaikan jatuh sekalipun, kita tidak akan dibiarkan hingga tergeletak. Saat ini apakah saudara sedang dalam keadaan “jatuh”, banjir persoalan hidup? Percayalah bahwa Dia, Tuhan kita, tetap setia. Dia tidak akan membiarkan saudara sendiri, apalagi hingga tergeletak.

Memang hidup kadang penuh liku dan “antukan batu”,, termasuk disaat melayani Tuhan sekalipun. Hari ini kita diajak untuk “lebih beriman” dan percaya bahwa Tangan TUHAN yang perkasa itu siap menopang. Walaupun jatuh, kita takkan dibiarkan hingga tergeletak, nantikan tangan TUHAN, jangan pernah meragukan kesigapanNya. AMIN

DI HUTANPUN, TUHAN ADA Lho….! Oleh: Pdt. I Nyoman Djepun Yosua 1:1-9


Dua minggu sebelum kebakaran pastori itu, ada peristiwa “kebetulan” yang terjadi, namun dikemudian hari aku menyebut hal yang “kebetulan” itu sebagai mujizat. Tidak ada penerangan listrik jika malam hari di Pos Pelkes waktu itu dan saya diajari cara sederhana membuat penerangan. Kaleng bekas susu kental manis di isi dengan solar (tidak ada minyak tanah di sana), kemudian secarik kain sejengkal panjangnya dan selebar ibu jari, di gulung memanjang hingga padat dan dibalut dengan seng plat tipis menyerupai sumbu kompor. Itulah yang disulap menjadi pelita. Bisa ditebak, tiap pagi saya dan istri yang waktu itu sedang hamil 3 bulan pasti saling olok dan tertawa melihat wajah kami di bagian hdung hitam pekat menyerupai kumis “Jojon” yang lucu.

Sore itu cadangan solar habis, tinggal ½ isi kaleng susu kental manis banyaknya. Logikaku jalan, itu berarti lewat tengah malam nanti, pelita kami akan padam dan pekatnya gulita menjadi tembok penjara di gelapnya malam nanti. Aku bingung mencari jalan keluar mengingat istriku butuh cahaya penuntun menuju “wc darurat” yang hampir tak tertutup keempat sisi itu, jika ia kebelet ke belakang. Tiba2 menjelang pukul 9 malam, istriku memberi usul “yang aneh”, katanya: “kan Tuhan yang nyuruh kita ke sini, minta dong ke Dia, sebotol solar aja, itu sudah cukup. Lagian kamu kan pendeta?” Aku membatin dalam hati “masa sih mesti minta ke Tuhan soal solar lagi…” Akhirnya di teras depan sambil memandang banyak bintang dilangit, aku bergumam sambil lalu: “Tuhan, bisa gak minta solar untuk malam ini, sebotol aja, pleaseee!!”
Tahukah saudara apa yang terjadi? Tidak lebih dari setengah jam, di balik lebatnya hutan, kami melihat setitik cahaya mendekat, cahaya pelita. Kira2 10 meter dari pastori kami mendengar suara wanita muda menyapa: “pendeta… oh pendeta, di rumah kah?” Suara itu kami kenal, Irus demikian gadis kampung itu sering dipanggil. “Ada apa, Rus?” tanya kami. Ini loh, bapak (papanya-red) nyuruh antar solar, tapi cuman 1 botol, katanya buat bapak pendeta”. Waw, kami terkejut, bener2 1 botol itu yang kami butuhkan, senangnya…! Sambil bercanda aku berbisik ke telinga istriku: “andai tadi aku minta 1 Drum ke Tuhan, hehhe pasti gak sebotol ini datangnya.

Saya ingat ayat 9 Yosua 1, bahwa tidak perlu takut, apalagi tawar hati. Sebab TUHAN menyertai kemanapun kita pergi. Ternyata di hutan Tadoan-pun TUHAN ikut juga dengan kami melayani. Karena itu, mari percaya, Dia ada dan selalu menyertai. Tetaplah maju sebab di hutan-pun TUHAN ada, lho… AMIN

ENGKAU PERLU DIBENTUK


Oleh: Pdt. I Nyoman Djepun
Yeremia 1:4-7

Pada tanggal 25 April 2004 saya diteguhkan sebagai pelayan Firman dan Sakramen GPIB. Seabrek rencana, sejuta angan dan segudang ide kini menari-nari di setiap jaringan saraf seakan siap meledakkan segenggam otakku menembus tengkorak kepala agar segera keluar menjadi “karya gemilang” di “ladang” pelayanan. semangat penuh gairah seorang “pendeta muda” yang kumiliki, membuatku tak sabar lagi menunggu hari untuk menginjakkan kaki di salah satu Pos Pelkes GPIB yang terletak di bagian Timur Kalimantan, Pelkes “Siloam” Tadoan.

Namun apa yang terjadi, semua semangat dan keberanian itu hilang, dan yang ada hanya kedinginan yang membeku ketika saya tiba di lokasi pelayanan. Mengapa tidak? Di tempat kakiku berpijak saat itu hanya ada rimba basah Tadoan, sekumpulan babi hutan dan gelap-gulita tanpa listrik, sepi dan sunyi. Warga Jemaat “hutan” yang 75% tidak kenal huruf itulah yang kini bersamaku. Dengan penuh kecewa batinku meronta, sambil bertanya: “Mengapa di sini Tuhan? Mengapa harus aku? Untuk apa ijasahku dan prestasiku?”. Jangankan mengerti FirmanMU, membaca Alkitab-pun mereka tak mampu. Demikian kesombonganku terus maju dengan angkuhnya.
Dan 3 minggu kemudian, di saat di tengah hutan bersama jemaat untuk menanam padi di ladang, tiba-tiba pastori mungil 4x5 meter itu terbakar. Semuanya lenyap, tidak ada lagi ijazah TK s/d Sarjana, hilang sudah 270-an judul buku2 teologi sbg sumber ilmu, toga baru yang dibanggakan dan tentunya harta benda dari kota. Yang ada hanya sebuah tanya mencari jawab: “mengapa Tuhan?”

Inilah jawaban Tuhan: “Engkau perlu dibentuk, karena Aku mengenalmu dari kandungan ibumu; agar engkau dikhususkan untuk melaksanakan penetapanKu” (bd.ay.5). Saudara, setiap kita perlu dibentuk sesuai kehendak Tuhan agar dapat dengan sempurna melaksanakan panggilanNya. Dibentuk itu tidak enak, pasti sakit dan tidak menyenangkan. Jika saat ini di jalan hidupmu, engkau alami persoalan, tantangan dan “kerikil tajam” barangkali engkau sedang dibentuk. Jangan pernah kecewa, sebab sebagaimana tanah liat di tangan penjunan perlu dibanting, diremas dan dibakar agar terbentuk menjadi bejana indah, demikian pula hidup kita di tangan Allah agar sempurna menjadi Maha KaryaNya.

Masa muda adalah masa mencari identitas diri, sekaligus masa rawan sebagai penentu mau jadi apa engkau nantinya. Akan mudah untuk ditemukan jika bersama Tuhan. Karena itu bersedialah untuk dibentuk Tuhan, sebab kita belum selesai “dicipta” dan masih perlu dibentuk olehNya. Amin