1 PETRUS 2:23-25
Bahan Khotbah Ibadah Keluarga
19 November 2025
PENGANTAR
Para penerima surat 1 Petrus ini, hidup dalam masa-masa sukar. Mereka ada di zaman sulit. Saat dimana Kekristenan alami penganiayaan. Dibenci oleh Kaizar Nero, sang penguasa. Tentu saja, bagi yang memiliki mentalitas cari aman, pilihan mengikuti jejak Yesus, bukanlah keputusan cerdas. Mereka akan memilih menolak salib, sebab itu derita. Terhadap yang setia beriman, namun minim pemahaman, Petrus bukan saja mencerdaskan, namun juga menguatkan melalui suratnya ini.
TELAAH PERIKOP
(Tafsiran)
Untuk dapat memahami aya 23-25, sangat baik untuk membaca
dan menemukan penjelasan keseluruh perikop yakni ay. 18-15. Perikop ini dapat
dibagi dua, yaitu pertama, berisi nasehat tentang
bagaimana bersikap sebagai seorang Kristen dengan status sosial tertentu
ditengah masyarakat (ay.18-20) dan kedua, apa dasar dari atau alasan
dari nasehat-nasehat tersebut (ay.21-25).
1. Isi Nasehat dan Himbauan Petrus (ay.18-20)
Tidak mudah untuk mengerjakan nasehat yang ada pada ayat 18-20 bacaan kita. Bagaimana mungkin menerima begitu saja tiap ancaman dan perlakuan tidak adil sebagai hamba terhadap tuan yang bengis itu? Bahkan dalam ayat 19-20 penderitaan akibat perlakuan buruk itu disebut “kasih karunia pada Allah”. Bagaimana mengerti perintah atau nasehat petrus ini?
Istilah “tunduk” dipakai oleh
LAI untuk menerjemahkan kata “hupotassomai” yang berarti bahwa saya menempatkan diri (membiarkan
diri ditempatkan) di bawah pengaturan atasan. Jadi, kata itu tidak semutlak “menaati”. Misalnya, saya
harus taat kepada Allah, dan anak (kecil) kepada orangtuanya. Tetapi
dalam hubungan hierarkis, seperti pemerintah, tempat kerja dsb, saya harus
mengakui kuasa yang diberikan Allah kepada atasan. Pada umumnya hal itu berarti
bahwa saya menaati atasan, tetapi, seperti Petrus sendiri yang “tidak taat”
kepada Mahkamah Agung Yahudi, ada saatnya juga saya harus menaati Allah daripada
manusia (Kis 4:19).
Kemudian, kata “ketakutan” (Yun: fobos) di sini merujuk pada rasa hormat.
Tentang atasan, kata fobos dapat berarti “takut kena penyiksaan
dari atasan yang bengis”
atau “takut mengecewakan atasan yang ramah dan yang saya hormati”. Ketakutan yang
pertama memang perasaan yang dialami jika ada tuan yang bengis. Tetapi
ketakutan yang kedua, tidak
boleh diabaikan yakni takut
mengecewakan tuan yang ramah. Dengan demikian, “tunduk dengan penuh ketakutan” kepada tuan, harus dipahami dalam dua kategori
tadi.
Tetapi bagaimana jika diperlakukan tidak adil oleh tuan yang
begis? Tentu hal itu tiidaklah mudah, apalagi mesti menganggap bahwa hal itu
adalah anugerah (kasih karunia). Dalam aya.19-20 terjemahan “kasih
karunia” atau “anugerah” harus dimengerti
sesuai dengan pengertian asali dari istilah ini. Kata Kasih Karunia berasal dari istilah
Yunani “kharis” yang berarti sikap yang baik kepada pihak lain. Seringkali kata kharis dipakai
untuk sikap Allah yang baik kepada kita bukan karena perbuatan kita melainkan
karena penebusan dalam Kristus, dan untuk artian itu terjemahan “Anugerah atau kasih
karunia” oleh LAI adalah tepat.
Tetapi di sini Petrus merujuk justru
pada perbuatan atau sikap yang berkenan di hadapan Allah, yaitu menanggung
penderitaan yang tidak adil. Allah melihat perlakuan yang tidak adil itu, dan
memuji kita, bukan memuji tuan yang bengis. Jika kita tetap
menerima dengan rela keburukan itu tanpa bersungut maka di mata Tuhan itu
adalah kasih karunia, atau pada pandangan Allah perbuatan kita itu
adalah perbuatan yang baik (kharis).
2. Landasan dan alasan himbauan itu (ay.21-25)
Bagaimana kita tahu bahwa Allah berkenan
atas penanggungan penderitaan yang tidak adil dan menganggap apa yang kita
lakukan (menerima dengan tunduk pada atasan yang begis) dianggap suatu
perbuatann baik atau kasih karunia? Karena Kristus telah merintis jalan
itu. Perlakuan terhadap Kristus ketika Dia ditangkap dan disalibkan adalah
perlakuan paling tidak adil karena Kristus tidak ada dosa sama sekali (ay.22).
Namun, Kristus tidak membalas tetapi menyerahkan perlakuan itu kepada Sang
Hakim yang adil (ay.23). Jika kita menanggung penderitaan yang tidak adil, itu
bukan suatu kerugian, sebaliknya hal itu adalah kasih karunia atau dianggap
perbuatan baik yang kita lakukan di mata Allah.
Kita diajak untuk meneladani Kristus dalam penderitaanNya dan
menjadikan itu motivasi bagi kita untuk melakukan perbuatan baik walau alami
penderitaan (ay.24-25). Artinya, kita
diajak bahwa andaikata harus menderita karena menjadi orang Kristen
sekalipun, kita harus tetap berbuat baik. Jangan hanya karena kondisi hidup yang tidak baik, kita akhirnya melakukan hal yang tidak benar
dan membawa kita dalam dosa. Pada bagian ini sangatlah penting, yakni Petrus
mengajak kita untuk meninggalkan perbuatan dosa kita agar menjadi kesaksian
bagi banyak orang termasuk mereka yang menista kita sekalipun. Tetap berbuat
baik dalam penderitaan sekalipun adalah suatu kesaksian yang mmeberikan
telandan kepada banyak orang.
RELEVANSI DAN APLIKASI
Apa yang hendak Petrus sampaikan pada para pembaca suratnya kala itu, Untuk
dapat kita aplikasikan dalam hidup beriman kita? Ada beberapa hal penting,
yakni:
1.
Perhatikan ayat 20 yang
berbunyi: “…Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita,
maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil,
karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan
bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” Dengan sangat sederhana, Petrus mau mengatakan,
bahwa dengan mengikuti jejak Yesus, ujungnya adalah hidup! Bukan melulu
penderitaan, apalagi kematian. Dengan demikian, ia secara tegas mengingatkan
kaum beriman di zamannya, bahwa tidak sia-sia setia beriman, dandan
meneladani Kristus. Jika
kita tetap rela menderita karena kebenaran, maka itu dipandang oleh Allah
sebagai perbuatan baik, yakni suatu kasih karunia. Sehingga di masa sukar itupun, kita tetap dapat bersaksi tentang
kebenaran.
2.
Motivasinya jelas,
yaitu menyenangkan hati Allah. Para budak atau hamba pada jaman itu diminta untuk tetap setia, berlaku benar, dan bersikap baik
pada para tuan mereka, bukan untuk menjilat. Bahkan tetap berbuat baik meskipun
diperlakukan jahat. Tujuannya untuk memuliakan nama
Allah! Menjadi teladan hidup bagi dunia sekitar. Lainnya, sebagai wujud
pelaksanaan dari tugas panggilan iman. Jadi entah kita mengalami penderitaan
atau tidak, saudara dan saya diajak meiliki motivasi yang tepat dalam hidup ini
yakni: Menyenangkan Tuhan.
3.
Sebagai orang percaya kita dipanggil untuk meneladani Kristus, yang rela
menderita bahkan hingga mati di kayu salib. Ia tidak melawan, iapun tidak
membalas. Sebab ia tahu kepada siapa ia harus tunduk, yakni pada Sang Bapa dan
misiNya bagi dunia. Kerelaan kita untuk menjalani kehidupan ini dan juga siap
hadapi derita demi suatu kebenaran, hal itu semata karena tunduk dan taat pada
Sang Tuan yang Agung yakni Allah Bapa kita. Kendatipun harus menderita, kita
tetap memilih untuk tetap berbuat baik dan benar. Supaya melalui itu nama Tuhan
tetap dimuliakan.

No comments:
Post a Comment