Sunday, November 19, 2023

Tembok Berapi Zakharia 2:1-5

 ZAKHARIA 2:1-5

 


Pendahuluan

Tembok Besar Cina mulai didirikan pada abad ke-3 SM. Tembok yang kerap disebut sebagai "keajaiban dunia kedelapan" itu memiliki panjang sekitar 1.500 mil (2.400 kilometer). Tembok Besar tersebut dibangun untuk melindungi rakyat dari serbuan mendadak para pengembara dan menjaga mereka dari penyerangan yang dilakukan oleh negara-negara musuh. Bacaan kita hari ini berbicara juga tentang pembangunan tembok dan kota Yerusalem pasca pembuangan di Babel. Waktu itu, masih sangat sedikit orang yang kembali dari pembuangan, sehingga Yerusalem belum dapat dibangun kembali. Kota itu masih berupa puing-puing,


Dalam kondisi inilah Nabi Zakharia menerima penglihatan dari TUHAN tentang bagaimana nantinya TUHAN, Allah Israel akan terlibat dalam pemulihan umatNya yang mengalami penderitaan karena pembuangan akibat dosa kesalahan dan hukuman yang diberikan TUHAN bagi mereka.


Telaah Perikop (Tafsiran)

Sebutan "Zakharia" menunjuk kepada Zakharia anak dari Berekhya dan cucu dari Ido (1:1.7). Nama "Zakharia" adalah nama yang populer. Dalam Perjanjian Lama, ada sekitar 27-30 orang yang memakai nama "Zakharia". Sebutan "Zakharia" berarti Allah mengingat atau Allah telah mengingat. Nama "Zakharia" menjelaskan bahwa Allah mengingat umat-Nya dan Ia mengingat (setia terhadap) janji-Nya terhadap bangsa Israel. Mungkin nama ini mengungkapkan rasa syukur orang tua Zakharia karena mereka dikaruniai anak laki-laki. Seperti Yeremia dan Yehezkiel, Zakharia adalah seorang nabi sekaligus seorang imam (Nehemia 12:16). Ido (kakek Nehemia) juga seorang imam (Nehemia 12:1,4). Zakharia dilahirkan di Babel.

 

Saat orang Yahudi kembali ke Palestina di bawah pimpinan Zerubabel dan Imam Besar Yosua, dia ikut dengan kakeknya kembali ke Palestina. Bila yang dimaksud dengan "orang muda" dalam Zakharia 2:4 adalah Zakharia, maka berarti bahwa Zakharia dipanggil untuk bernubuat pada tahun 520/519 BC (sebelum Masehi), saat usianya masih muda. 

 

Terdapat delapan penglihatan yang dialami oleh Zakharia mulai dari pasal 1-6 kitab ini. Khusus pasal 2:1-5 adalah penglihatan ketiga tentang: “Seorang Yang Sedang Memegang Tali Ukur”. Isi dari penglihatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:


1.     Pada ayat 1-2, Zakharia melihat ada seorang malaikat yang sedang memegang tali pengukur. Tujuan dari malaikat pemegang tali pengukur itu hadir adalah untuk mendapatkan ukuran panjang dan lebar dari kota Yerusalem yang hancur tersebut. Penglihatan ini memberi makna penting bagi Zakharia yang saat itu sedang berada di tengah reruntuhan Yerusalem ketika ia dan kakeknya kembali dari pembuangan. Bagi Israel dan Zakharia, penglihatan itu memberikan suatu harapan bahwa Kota Yerusalem yang akan diukur berarti itu akan segera dibangun, sebagaimana halnya dalam Yeh 41:13.

 

Hadirnya malaikat Tuhan yang turun tangan mengukur dan memulai persiapan pembangunan itu, hendak menyatakan bahwa TUHAN akan terlibat langsung  dalam pembangunan itu. Penglihatan ini juga memberikan makna bahwa Allah memberikan semangat kepada mereka untuk terus bekerja dan berusaha memulihkan Yerusalem karena DIA sendiri menyertai umatNya itu.

 

2.     Perhatikan ayat 3-5 bacaan kita. Terdapat kontradiksi antara ayat 1-2 dengan ayat 3-5 pada perikop ini. Pada ayat 1-2 pembangunan Yerusalem dan terutama temboknya akan segera dimulai. Namun justru pada ayat 3-4 kita menemukan bahwa malaikat TUHAN menubuatkan bahwa Yerusalem itu tidak akan didirikan tembok dan dibiarkan seperti padang terbuka. Bagaimanakah hal ini dipahami?

 

Penglihatan pada bagian ini membicarakan kota Yerusalem namun dengan kondisi waktu yang berbeda. Ayat 1-2 memberikan penguatan untuk pembangunan ulang kota Yerusalem di Palestina pada zaman Zakharia yaitu Yerusalem lama. Namun pada ayat 3-4 membicarakan tentang Yerusalem baru yakni Yerusalem di masa kerajaan 1000 tahun, ketika kota ini tidak akan bertembok lagi dan penuh sesak dengan orang banyak. Jadi ada dua Yerusalem yang disebutkan secara bersamaan dalam perikop ini.

 

Itulah sebabnya dalam ayat 5 bacaan kita menegaskan bahwa TUHAN, Allah Israel sendirilah yang akan mejadi Tembok Berapi yang mengelilingi dan memagari Yerusalem. Walaupun janji ini berbicara tentang Yerusalem baru, namun juga memberikan makna yang penting bahwa Israel di masa Zakharia pun akan menjadi tempat kediaman umat yang dilindungi oleh TUHAN bagaikan tembok berapi itu.

 

Relevansi dan Aplikasi

Berdasarkan kisah yang ada dalam bacaan kita ini, maka ada beberapa hal pokok yang dapat kita relevansikan dalam hidup beriman kita, yakni:

1.     Setiap hal yang kita alami dan jalani dalam hidup ini telah disiapkan dan direncanakan oleh TUHAN. Entah hal itu kelihatannya baik maupun kelihatannya buruk. Pemulihan pasti terjadi. Pada ayat 1-2 janji TUHAN akan memulihkan umat TUHAN melalui pembangunan kota dan tembok Yerusalem setelah mereka selesai menjalani penghukuman akibat dosa dan kejahatan mereka. Dengan ini pun kita harus mengimani bahwa TUHAN maha pengampun dan tidak selamanya menghukum umatNya. Ia akan memulihkan setiap pribadi yang mengalami kegagalan hidup karena dosa dan kesalahan. Sudah pasti, dibalik murka TUHAN akan ada pengampunan dari TUHAN.

 

2.     Jika di kota-kota besar di Indonesia mengalami masalah dengan padatnya penduduk, maka pada penglihatan ke tiga Zakharia, kita diperhadapkan pada sesuatu hal yang berbeda. Zakharia melihat dalam penglihatannya ada seorang pemuda  berlari untuk mengukur panjang dan lebarnya kota Yerusalem dengan menggunakan tali pengukur, tetapi kemudian dihentikan oleh seorang malaikat yang mengatakan bahwa Yeruselem akan menjadi seperti padang yang terbuka. Perkataan malaikat ini berarti Yerusalem yang akan dibangun kembali bukanlah sebuah kota yang sempit dan terbatas seperti kota Yerusalem sebelumnya, melainkan sebuah kota yang besar dan megah yang mampu menampung berapapun banyaknya manusia (lih zak 2: 4). Dan kota itu di jaga oleh Allah sendiri sehingga menjadi sebuah kota yang benar-benar aman dari segala musuh-musuh dan Allah akan dimuliakan di dalam kota tersebut (Zak 2:5).

 

Di bagian lainnya nast ini mengingatkan kita pada penglihatan Yohanes di kitab Wahyu tentang Yerusalem Baru sebagai kota kudus…”kota itu penuh dengan kemulian Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah….”(Why 21:11). Dan sesuatu hal yang menarik tentang kota Yerusalem Baru bahwa tidak ada Bait Suci di dalamnya, sebab Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa adalah Bait Suci-Nya (lih. Why 21:22) orang-orang dapat langsung menyembah dan memuliakan-Nya (bnd Zak 2:5). Mereka yang akan tinggal di kota tersebut adalah orang-orang percaya dan yang telah melakukan firman-Nya. Istilah lain untuk mereka yang tinggal di Yerusalem Baru adalah para mempelai-Nya atau anak-anak Allah, yang berarti mereka yang benar-benar memiliki hubungan yang sangat dekat yang dapat menjadi keluarga Allah. Jika keadaannya seperti itu, siapakan di antara kita yang tidak menghendaki kota yang seperti ini? Siapakah yang tidak ingin akan adanya suatu jaminan kesejahteraan dan keamanan? Sebuah kota yang indah, sebuah kota idaman!? Semua manusia pasti mengingininya. Kiranya kita kelak pun akan Yerusalem Baru itu apabila hidup kita berkenan kepadanya selalu. Amin.

Pdt. I Nyoman Djepun

Thursday, March 2, 2023

EFESUS 2:4-10

 

EFESUS 2:4-10
ANUGERAH YANG LUAR BIASA
 
 
PENGANTAR

Surat kepada jemaat di Efesus ini ditulis oleh Rasul Paulus ketika ia sedang berada dalam penjara di Roma sekitar tahun 60-61 M. Surat ini dikirim Paulus ke Efesus melalui seorang yang bernama Tikhikus (6:21,22) yang juga adalah orang yang sama menyampaikan surat kepada jemaat Kolose. Hal ini terlihat dengan jelas pada kesamaan atau kemiripan redaksional penutup kedua surat ini yakni pada Kol.4:7 dan Ef.6:21-22.
 
Pada saat itu Efesus dan masyarakatnya dari sisi keagamaan masih sangat dipengaruhi pada penyembahan terhadap dewi Artemis. Penyembahan terhadap dewi ini menjadi hal pokok dan utama bukan saja karena ia dianggap sebagai demi kesuburan dan kemakmuran, namun juga karena di beberapa tempat pada budaya Yunani Kuno, dewi Artemis dipandang sebagai Soteira (penyelamat) dan Agrotera (pemburu) dan merupakan dewi pemimpin para penjaga dari segala hal yang ada di alam liar seperti pohon dan sungai. Bagi Efesus, dewi Artemis sangat dipuja karena ia dianggap menjamin keselamatan dan kehidupan mereka.
 
Itulah sebabnya isi surat Efesus yang dituliskan Paulus ini berintikan ajaran tentang bagaimana memperoleh keselamatan yang sejati dalam diri orang percaya. Hal ini dengan sengaja dutulis untuk mematahkan pemahaman keselamatan yang muncul diberbagai budaya dan bangsa termasuk Efesus.
 
TELAAH PERIKOP
Bacaan kita saat ini merupakan bagian dari satu perikop (ay.1-10) yang berbicara tentang keselamatan oleh karena Kasih karunia Allah. Paulus memulai dengan siapa jemaat Efesus dan siapa dirinya ketika belum mengecap kasih Kristus. Paulus menyebut bahwa Efesus dan dirinya terkategori “mati” karena perbuatan dosa dan pelanggaran kepada Allah (ay.1-2). Label yang tepat bagi mereka yang berbuat dosa adalah “orang-orang yang dimurkai” karena hidup dalam hawa nafsu daging dan pikiran yang jahat (ay.3). Tetapi status itu berubah oleh karena Kasih Allah yang besar dan penuh rahmat, yang mengubah “status mati” menjadi hidup bersama Kristus karena kematian dan kebangkitan-Nya (ay.4-7). Keselamatan kemudian menjadi milik kita. Selanjutnya, bagaimana memandang keselamatan tersebut? Ayat 8-10 memberikan beberapa jawaban yang harus dilihat secara iman.
 
1.     Keselamatan adalah Pemberian Allah (ay.8)
Bagaimana sesungguhnya keselamatan itu diperoleh? Secara tegas, Paulus menyatakan bahwa keselamatan itu bukan hasil usaha manusia. Sebaliknya itu merupakan pemberian Allah karena Kasih KaruniaNya. Terdapat dua kata kunci mengenai keselamatan itu, yakni Kasih Karunia dan Pemberian Allah. Terkesan bahwa dua istilah ini mirip. Tapi benarkah demikian? Mari lihat penjelasan berikut:
 
a.  Tentang Kasih Karunia.
Kasih Karunia berasal dari kata χάρις (kharis) yang berarti “anugerah Allah” dan atau juga bermakna pemberian cuma-cuma dari Allah tanpa usaha dari pihak manusia. Istilah ini sepadan dengan istilah PL yakni Bah. Ibrani: חָנַן (Khanan) yang berarti sama dengan istilah karunia dengan penekanan khusus bahwa pemberian itu diberikan oleh sesorang yang kedudukannya lebih tinggi yang sebenarnya tidak layak diterima bawahannya karena terlalu berharga, misalnya Kejadian 6:8; Kejadian 6:7; Keluaran 33:17.
 
Dengan demikian, Kasih Karunia bukan hanya dipandang sebagai pemberian gratis atau cuma-Cuma, melainkan sesuatu yang sebenarnya tidak layak kita terima namun denga rela dan tulus diberikan oleh Allah. Dengan kata lain, keselamatan itu disebut sebagai bentuk kasih karunia Allah, sebab sesungguhnya kita tidak layak untuk diselamatkan.
 
b.  Tentang Pemberian Allah.
Istilah Pemberian Allah yang dipakai Paulus dalam surat ini berasal dari istilah PB atau bahasa Yunani: δῶρον (doron) yang berarti hadiah, dan atau sesuatu yang sudah terhidang di depan mata tanpa perlu diusahakan. Hal ini bermakna bahwa keselamatan disebut pemberian Allah, karena proses hadirnya pemberian itu, dan bagaimana hingga hadir tidak ada campur tangan manusia. Pihak penerima hanya “terima bersih” tanpa ribet atau repot.
 
2.     Bagaimana menyikapi pemberian itu (ay.9)
Tidak tepat jika seseorang tidak mengusakan sesuatu dari suatu hasil kerja, kemudian menyombongkan dan memamerkan bahkan mengkalim hal itu sebagai usahanya. Demikian juga dengan keselamatan. Produk ini murni karya kasih karunia Allah, dan manusia menerimanya sebagai hadian alias pemberian “terima jadi” tanpa usaha.
 
Maka tidak tepat jika kemudian menyebut dengan bangga bahwa “karena saya lakukan hal baik, maka saya diselamatkan” dan atau bagian lain misalnya: merendahkan orang lain dan dengan lantang berkata: “kamilah yang paling benar, yang punya Sorga dan yang diselamatkan, tetapi kamu tidak. Langkah tepat menyikapi pemberian itu adalah dengan bersyukur.
 
3.     Apa yang harus dinampakkan sebagai penerima (ay.10
Bersyukur adalah cara yang tepat untuk merespon pemberian gratis yang besar jumlahnya itu. Namun, jika hanya bersyukur namun tetap berada di dalam dosa, itu namanya tidak tahu bersyukur. Orang yang bersyukur atas keselamatan yang ia terima, segera berubaya hidup dan melakukan berbagai pekerjaan baik (ay.10). Berbuat baik bukan supaya diselamatkan. Sebab perbuatan baik apapun tidak akan menyelamatkan siapapun.
 
Berbuat baik adalah cara kita menunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah pribadi yang telah diselamatkan. Dengan berbuat baik, akan menjadi kesaksian bahwa karya keselamatn Allah telah kita kecap dalam hidup ini.
 
 
RELEVANSI DAN APLIKASI
 (silakan tambahkan aplikasi firman ini sesuai dengan tafsiran di atas yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari dan kebutuhan warga di tempat saudara melayani)
 
 
 
 
 

Wednesday, March 1, 2023

LUKAS 11:1-13

 Lukas 11:1-13
Pdt. Cindy Tumbelaka

Pengantar

Berbeda dengan Injil Matius, Lukas mencatat bahwa ajaran Yesus tentang hal berdoa disampaikankan ketika dalam suatu perjalanan, Yesus berhenti di suatu tempat untuk berdoa. Dari permintaan seorang murid Yesus ini, kita mendapat gambaran bahwa murid ini minta diajari berdoa karena ia melihat Yesus berdoa. Pada saat itu ada pemahaman yang berkembang, bahwa seorang guru umumnya akan mengajarkan muridnya berdoa, karena itulah murid tersebut menjadikan Yohanes sebagai acuan. Yesus tidak keberatan memenuhi permintaan salah seorang murid-Nya itu, bahkan, dalam doa yang diajarkan Yesus, kita seperti diajak memasuki suatu pemahaman yang kaya mengenai Kerajaan Allah.

 

Pemahaman Teks

Ay. 2

Sapaan ‘Bapa’ menjadi hal yang ‘mengangkat status’ pendengar (= murid-murid Yesus pada waktu itu) mengingat bahwa mereka adalah kelompok yang sedang dicari-cari kesalahannya (= ‘dikritisi’) oleh para pemuka agama pada waktu itu (Luk 5:21, 30). Sebagai manusia pada umumnya, sikap para pemuka agama itu dapat saja membuat murid-murid Yesus meragukan ‘status’ mereka di hadapan Allah. Itulah mengapa, ketika Yesus mengajarkan mereka untuk menyapa Allah dengan sebutan ‘Bapa’ dalam doa, mereka seperti disadarkan bahwa mereka tetap dianggap ‘anak’ oleh Tuhan, Allah yang mereka sembah. Sehubungan dengan itu, ungkapan “dikuduskanlah nama-Mu” menunjukkan bahwa sekalipun mereka ‘boleh’ memanggil

Tuhan sebagai ‘Bapa’ namun sapaan itu tidak mengurangi wibawa Allah di hadapan umat-Nya. Umat yang adalah anak-anak Allah tetap harus mengutamakan kekudusan nama TUHAN.

 Ay. 2

Orang pada umumnya berpikir bahwa hal Kerajaan Allah adalah sesuatu yang ilahi, yang akan ‘didatangi’ setelah kematian namun Yesus menghadirkan Kerajaan Allah justeru pada saat mereka masih hidup. Dampak psikologis dari ungkapan ini adalah murid-murid seperti dibawa kepada ‘nuansa’ yang lain yaitu nuansa ilahi ketika berdoa.

Ay.3

Umumnya orang berdoa karena ingin untuk meminta sesuatu. Yesus tidak menyalahi maksud itu; kita boleh meminta, tetapi sebatas pada apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Itu artinya dalam jumlah yang cukup, tidak kurang supaya kita tidak mengeluh tetapi tidak juga berlebihan supaya tidak pongah.

 Ay. 4

Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk minta ampun. Secara tidak langsung, Yesus memberi gambaran hubungan yang penuh pengampunan dengan Tuhan haruslah juga sejalan dengan hubungan kita dengan orang lain. Dalam doa, kita dapat menjalin hubungan yang akrab dengan Tuhan dan hubungan yang sama pun harus terjalin dengan sesama.

 Ay. 5-13

Yesus sedang meyakinkan murid-murid-Nya tentang bagaimana doa yang diajarkan-Nya itu pasti ‘dikabulkan’ oleh Allah.

 Ay. 5-10

Hal pengabulan doa: Yesus mengibaratkan orang yang didatangi sahabatnya untuk meminta roti, orang itu akan memberikannya karena ia tidak mau malu terhadap sahabatnya itu. Begitu juga Allah terhadap orang yang meminta kepada-Nya. Mekanismenya sangat wajar: bahwa orang yang meminta pasti akan menerima.

 Ay. 11-13

Yesus mengibaratkan seorang ayah hanya memberi yang baik kepada anak-anaknya. Sedangkan Allah lebih dari itu. Roh Kudus, pemberian Allah dapat dikatakan sebagai ‘pemberian serba guna’ bagi kita anak-anak-Nya.

 

Renungan dan Penerapan

Wajar jika kita baru mau melakukan sesuatu setelah diberi jaminan bahwa apa yang kita lakukan itu akan membawa hasil yang memuaskan atau yang menguntungkan. Demikian juga dengan berdoa. Banyak orang baru mau berdoa ketika dalam keadaan terdesak atau punya keinginan tertentu. Berdoa menjadi pilihan terakhir setelah kita kehabisan ide untuk berusaha. Bacaan ini membawa kita kepada sisi doa yang lain, bahwa doa bukan sekadar tentang ‘meminta’ melainkan:

 1.       Dalam nuansa doa, diperbolehkannya kita memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’ bukan sekadar untuk ‘menaikkan status’ dari manusia berdosa menjadi anak Allah melainkan memperkenalkan kita kepada cara Allah memperlakukan kita yaitu bagaikan bapa kepada anaknya. Pemahaman ini akan menjadi hal yang sangat menguatkan bagi kita yang sehari-hari seringkali dipersalahkan orang, semua yang kita lakukan tidak ada yang benar, selalu salah di mata orang dan akhirnya menjadi bahan bulan-bulanan. Kita yang mengalami hal itu seringkali menjadi pribadi yang rendah diri, tidak percaya diri bahkan sulit menerima kebaikan orang lain. Kita bahkan menjadi cepat curiga terhadap perlakuan orang yang baik sekalipun. Kepada kita yang demikian, Yesus menyampaikan bahwa ada Allah yang ‘mengangkat’ kita sebagai anak-Nya. Dalam kekudusan-Nya dan demi pembenaran dalam Kristus, Allah tidak mempersalahkan kita karena itu datanglah kepada-Nya dalam doa. Hanya dalam (nuansa) doa kita dapat berdiri sebagaimana adanya di hadapan Allah.

2.       Kita diarahkan untuk merasakan bahwa kita ini sudah atau sedang berada di dalam Kerajaan Allah. Bagi kita yang percaya, dunia tempat kita hidup sehari-hari adalah Kerajaan Allah. Jika demikian maka kita seharusnya hidup berkecukupan dalam hal jasmani dan berkelimpahan dalam hal rohani. Inilah yang membuat kita tidak perlu meminta yang berlebihan kepada Bapa melainkan mulai berpikir bahwa di dalam Kerajaan Allah yang seharusnya terjadi adalah apa yang dikehendaki Allah bukan apa yang kita minta atau inginkan. Dalam hidup, kita mengalami banyak hal yang mengilhami kita untuk meminta ini itu kepada Tuhan tetapi dalam doa yang diajarkan Yesus, mari mulai meyakinkan diri bahwa semua yang kita butuh untuk mengadapi hidup sudah Tuhan sediakan tinggal kita bertaruh iman dengan selalu melafaskan: “jadilah kehendak-Mu …”

 3.    Menyadari diri sebagai pendosa yang memerlukan pengampunan, kita sering meminta pengampunan kepada Allah namun pelit dalam memberi ampunan kepada sesama. Secara sederhana, Yesus mengajarkan kita bahwa hubungan yang penuh ampun dari Bapa seharusnya terjadi juga antara kita dengan orang lain. Kita mendambakan suasana yang penuh kasih, penuh maklum, penuh pengertian dan akhirnya ampunan ketika berhubungan dengan Bapa lewat doa. Oleh karena itu ciptakanlah suasana yang sama ketika kita berhubungan dengan orang lain.

 

Meyakini adanya jawaban terhadap permohonan kita bahwa Allah akan memberi yang baik bagi anak yang meminta kepada-Nya. Namun ada kalanya tidak semua doa dijawab Tuhan sesuai permintaan atau harapan kita. Pertanyaannya: salah di mana? Umumnya, kesalahan terletak pada pemahaman kita tentang doa. Berdoa yang kita pahami adalah tindakan yang untuk ‘meminta dan mendapatkan’ padahal dalam bacaan ini, Yesus mengajak kita terlebih dahulu masuk ke dalam hubungan Bapa – anak, baru setelah itu kita akan mengetahui bagaimana sebenarnya cara atau pertimbangan Tuhan dalam menjawab doa.