KEJADIAN
9:1-7
PENDAHULUAN[1]
Bacaan kita hari ini mengangkat kisah tentang Nuh dan
Perjanjian yang dibuat Allah dengannya setelah airbah dinyatakan surut (8:14). Nuh
(Ibrani, נֹחַ - NOAKH) adalah anak Lamekh (Ibrani, לֶמֶךְ - LEMEKH), berusia 182 tahun sewaktu Nuh
lahir (Kejadian 5:28-29: Lukas 3:36). Asal kata nama Nuh tidak dapat
diselidiki dengan pasti untuk mengetahui arti sebenarnya dari nama itu. Banyak
penafsir menghubungkannya dengan arti 'beristirahat. Dalam Kejadian
5:29 nama itu dihubungkan dengan kata kerja נָחַם - NAKHAM yang berarti “penghiburan”.
Nuh seorang yang benar (Kejadian 6:9, צַדִּיק - TSADIQ , yang memiliki kebenaran
itu yang bersumber dari iman (Ibrani 11:7, της κατα πιστιν δικαιοσυνης -
hê kata pistin dikaiosunês, harfilah "kebenaran sesuai dengan iman'), dan
mempunyat persekutan dengan Allah, seperti dinyatakan oleh uraian 'dia hidup
bergaul dengan Allah' (Kejadian 6:9) Dia juga digambarkan sebagai seorang yang
tidak bercela di antara orang-orang sezamannya' (Kejadian 6:9) yang telah
terbenam dalam taraf hidup moral yang sangat rendah (Kejadian 6:1-5, 11-13;
Matius 24:37-38; Lukas 17:26-27) dan kepada mereka dia memberitakan kebenaran
(2 Petrus 2:5), biarpun tidak berhasil seperti ditunjukkan kejadian-kejadian
berikutnya.
Seperti Bapak leluhur yg lain, Nuh diberkati umur
panjang. Umurnya 500 tahun sewaktu anaknya yang pertama lahir (KejADIAN 5:32),
600 thn sewaktu air bah timbul (Kejadian 7:11), dan meninggal pada usia 950
tahun (Kejadian 9:28, 29). Menurut tafsiran Kejadian 6:3, bersama dengan 1
Petrus 3 :20, sewaktu Nuh berusia 4S0 thn, A Ilah memberitahukan kepadanya,
bahwa Dia akan memusnahkan manusia dari muka bumi, tapi Dia akan memberikan
periode anugerah selama 120 tahun. Waktu itu Nuh harus membangun bahtera yang
di dalamnya Nuh akan menyelamatkan keluarganya yang terdekat, dan hewan pilihan
yg mewakili hewan lainnya (Kejadian 6:13-22). Mungkin sekali pada waktu itulah
Nuh berkhotbah, tapi tidak ada pertobatan maka air bah datang dan memusnahkan
semuanya, kecuali Nuh dan ketiga anaknya dengan istri masing-masing (Kejadian
7:7; 1 Petrus 3:20).
TELAAH TEKS / TAFSIRAN
Kitab Kejadian 9:1-7 ini berisikan Perjanjian Allah
sekaligus perintah kepada Nuh dan keluarganya mengenai apa yang harus mereka
kerjakan saat keluar dari Bahtera tersebut. Pertanyaan penting yang perlu
diuraikan adalah mengapa TUHAN Allah menyampaikan perintah dan perjanjian
tersebut? Ada beberapa alasan yang dapat dimungkinkan untuk itu, yakni:
1.
Dampak kerusakan akibat dari air bah itu sangatlah fatal.
Allah merencanakan pemusnahan masal terhadap segala yang hidup di muka bumi
waktu itu. Sudah pasti tidak ada kehidupan lagi di bumi pasca akibat airbah
yang dasyat itu (7:21-23). Silakan dibayangkan apa yang dialami Nuh bersama
keluarganya ketika menyaksikan kepunahan dasyat itu! Sudah pasti secara
psikologi dan kemampuan nalar Nuh berada pada titik kritis. Ia mungkin bingung;
dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Dalam benak Nuh, mungkin
saja terbersit bahwa masa depannya tidak ada lagi seiring musnahnya segala
bentuk kehidupan di muka bumi. Kondisi ini juga, secara manusiawi, mempengaruhi
iman Nuh dan pengharapannya terhadap masa depan. Apa yang dapat dilakukan
dengan “kehampaan” dunia setelah air bah itu? Sesuatu yang tidak dapat
dipikirkan.
Di sinilah peran Allah
yang luar biasa melalui rahmat dan Kasih KaruniaNya kepada manusia melalui Nuh
dan keluargaNya. Dia sangat mengerti kondisi Nuh dan ketakutannya. Tuhan
memulihkan harapan Nuh dengan memberikan perjanjian dan penguatan menghadapi
dampak dari rencana Allah yang besar itu. Tuhan berjanji bahwa Ia tidak akan
memusnakan bumi dengan air bah lagi (ay.18);
bahkan Tuhan menjamin nyawa dan keselamatan Nuh berserta keluarga
(ay.5-6) yang juga berarti jaminan masa depan untuknya.
2.
Alasan lain mengapa Tuhan membuat perjanjianNya itu adalah Karena ketaatan Nuh dan ibadahnya. Hal ini tersirat
dalam pasal 8:20-22 kitab Kejadian. Pada bagian itu dikisahkah tentang reaksi
awal yang dilakukan Nuh ketika meluar dari Bahtera dan menyaksikan kerusakan
dan kehancuran tersebut. Reaksi yang dibuat Nuh adalah reaksi yang tidak wajar.
Mengapa demikian? Lumrahnya, orang yang melihat kehancuran dan kerusakan
termasuk kondisi tiada berpengharapan adalah mengeluh atau bersungut-sungut dan
bahkan kehilangan iman dan pengharapan. Silakan bayangkan apabila kita berada
pada kondisi Nuh.
Bukannya bersungut atau
menyesalkan perbuatan Allah itu, namun sebaliknya di melihat pada dirinya
sendiri yang masih sehat dan selamat berserta keluarga karena Tuhan yang
menolong. Nuh menemukan alasan untuk bersyukur dari pada melihat alasan di
depan mata untuk bersungut. Ia kemudian membuat mezbah dan mempersembahkan
korban syukur kepada Allah menggunakan binatang2 yang terbaik dan tidak haram
(8:20). Harumnya persembahan Nuh, yang berarti harumnya hati Nuh yang
bersyukur, telah “mempengaruhi” dan “menyentuh” hati Allah yang sedang murka
pada dunia saat itu. Pada pasal 8:21-22 Tuhan berjanji dalam hatiNya untuk
tidak lagi memusnakan dunia ini.
Jadi, kita menemukan
alasan kedua mengapa perjanjian itu dibuat Allah. Perjanjian itu dibuat Allah
disebabkan karena Nuh dan ketaatannya; serta berdasarkan Kasih Karunia Allah
terhadap Nuh dan dunia pasca pemusnahan oleh air bah tersebut.
Selain perjanjian yang Tuhan sampaikan kepada Nuh, Ia
juga menyampaikan beberapa perintah penting pasca airbah itu kepada Nuh dan
keluarga. Perintah tersebut adalah sbb:
1.
Beranak-cucu;
bertambah banyak dan penuhilah bumi (ay.1,7)
Perintah ini adalah
perintah kepada Adam dan Hawa saat dunia diciptakan (Kej. 1:28). Mengapa
perintah yang sama disampaikan juga kepada Nuh? Pada saat dunia diciptakan,
Tuhan menjadikan Adam dan Hawa sebagai kawan sekerjaNya untuk mengkondisikan
hasil ciptaan agar sesuai dengan rencanaNya. Adam dan Hawa dipercayakan untuk
mengatur dan menata bumi dan segala isinya hasil ciptaan Tuhan. Bukan saja itu,
kepada Adam dan Hawa dipercayakan “membuat banyak” gambar dan rupa Allah yakni
manusia itu. Inilah kondisi yang juga sama dialami oleh Nuh.
Tidak ada kehidupan lagi
dibumi. Semua gambar dan rupa Allah (ay.6) telah musnah atau dimusnakan Allah.
Bisa saja Tuhan membuat banyak Adam dan Hawa; dan bisa juga Ia “mencetak” lagi
gambar dan rupanya lewat menghadirkan secara tiba-tiba manusia-manusia lain untuk
memenuhi bumi pada jaman Nuh saat airbah usai. Lalu mengapa Tuhan tidak
melakukannya? Mengapa Adam dan Nuh diberikan perintah seperti itu? Lalu mengapa
perintah Adam dan Nuh sama persis?
Wajar jika perintah
kepada Adam diserahkan kepada Nuh. Sungguh tepatlah jika Nuh mengambil alih
perintah Adam. Sebab kondisi pasca penciptaan hampir sama dengan kondisi pasca
air bah. Manusia musnah! Hanya delapan orang yang selamat. Nuh sekeluarga
mendapat mandat Adam untuk menjadi kawan sekerja Allah melahirkan manusia-manusia
untuk hadirkan gambar dan rupa Allah di bumi ini. Perhatikanlah bahwa hal ini
sangat penting. Ini bukan soal “mencetak foto copy” manusia yang instan menjadi
banyak. Hal ini menyangkut proses yang panjang.
Nuh bukan hanya
diperintahkan beranak cucu yang banyak untuk penuhi bumi, namun Nuh
diperintahkan untuk menghadirkan gambar dan rupa Allah agar terserak dibumi.
Ini tidaklah mudah. Allah menganggap Nuh sebagai pribadi yang benar (7:1) yang
adalah tipe dari rupa dan gambar Allah. Maka beranak-cucu dan bertambah banyak
pada perintah ini bukan hanya melahirkan keturunan dari generasi ke generasi,
melainkan Nuh dianugerahi dan dipercayakan tugas mulia yakni meneruskan tabiat;
pola hidup dan karakternya yang benar itu dari generasi ke generasi.
Dari keluarga Nuh
diharapkan lahir pribadi-badi yang benar juga seperti Nuh. Ini sebuah proses
yang tidak mudah. Nuh bukan hanya asal saja menghadirkan turunan, namun
kepadanya diberikan mandat tersirat agar mendidik; membimbing turunannya bukan
sekedar banyak namun menjadi pribadi yang benar agar terlihat gambar dan rupa
Allah.
2.
Manfaatkan
dan berkuasalah atas mahkluk di bumi (ay.2.3)
Seperti pada Adam, Nuh
juga mendapat kuasa untuk segala ciptaan yang ada yakni hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Hal ini bukan hanya soal memanfaatkan apa yang ada dan
berkuasa atasnya. Namun perintah ini mengandung kewajiban mulia bahwa Nuh
menjadi tangan Tuhan untuk turut mengatur keharmonisan ciptaan sebab hanya
mereka berdelapan saja yang memiliki akal budi di antara segala mahkluk yang
selamat dari air bah itu. Nuh tidak hanya dilihat Allah sebagai pribadi
diselamatkan, namun juga sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap yang
telah diselamatkan. Nuh bukan hanya sekedar objek keselamatan, namun dia juga
harus menjadi alat untuk mengolah keselamatan itu menjadi tertata dengan baik
dan berlangsung terus.
3.
Ketentuan
makanan (ay.4)
Kebebasan Nuh dan kuasa
yang diberikan kepadanya oleh Tuhan bukan berarti menjadi “tuhan kecil” yang
bebas dari segala aturan. Nuh tetap tunduk kepada ketentuan dan aturan Allah,
salah satunya tentang aturan makanan baginya. Hal ini menunjuk tentang hak dan
kewajiban Nuh yang musti seimbang dilakukannya sebagai pribadi yang dibenarkan
Allah. Tuhan tidak hanya bicara soal HAK namun juga menekankan KEWAJIBAN kepada
Nuh sebagai wujud pribadi yang diselamatkan.
APLIKASI DAN RELEVANSI
Silakan dihubungkan uraian2 di atas dalam kehidupan
sehari-hari menyangkut: Harapan selalu ada; menjadi kawan sekerja Allah;
pemanfaatan sumber daya alam; keseimbangan antara hak dan kewajiban, dll,
[1] Emsiklopedi Alkitab Masa Kini-Jilid II. (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 1995), halaman 171-173.