Friday, October 12, 2012

BAHAN RENUNGAN IBADAH MINGGU 14 OKTOBER 2012


 2 TIMOTIUS 2:1-7

A. Pendahuluan
Christian A. Schwarz, peneliti pertumbuhan gereja alamiah, mendapat pertanyaan yang mengubah pemikirannya tentang kehidupan yang berbuah. Donald McGravan, yang dihormatinya sebagai bapak pertumbuhan gereja, suatu ketika menanyainya, "Apakah buah sejati sebatang pohon apel?" Dengan naif Schwarz menjawab, "Tentu saja buah apel." McGravan tampaknya sudah menduga jawaban itu. "Salah, " katanya, kemudian terdiam sejenak penuh arti. "Buah sejati pohon apel bukan buah apel, melainkan bertumbuhnya pohon apel lainnya yang juga menghasilkan." Berbuah, dengan demikian, sebenarnya bukan sekadar menghasilkan buah, melainkan melipatgandakan kehidupan yang serupa.

Paulus pun mengemukakan prinsip pelipat-gandaan tersebut dalam hal pemuridan orang percaya (ayat.2). Ia mendorong Timotius agar tidak berpuas diri hanya dengan mengajarkan kebenaran firman Tuhan kepada jemaat yang dipimpinnya. Anggota jemaat harus diperlengkapi sedemikian rupa, sehingga mereka bukan hanya memahami dengan baik dan menerapkan kebenaran yang diajarkan, melainkan mampu pula mengajarkan lagi kebenaran itu kepada orang lain. Estafet pengajaran ini merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan gereja.

B. Telaah Perikop
Paulus menasihatkan Timotius, anak rohaninya, agar mempercayakan apa yang telah ia peroleh dari Paulus kepada orang lain yang dapat dipercaya, yang juga cakap untuk mengajar orang lain (ay. 2). Paulus ingin agar Timotius mempercayakan Firman Tuhan dan ajaran Tuhan kepada orang lain. Tentunya, Paulus dan juga Tuhan menginginkan agar Firman Tuhan itu tidak berhenti hanya di satu generasi saja, sehingga Paulus mengingatkan Timotius juga mencari orang yang dapat dipercaya dan yang juga cakap mengajar orang lain.

Paulus menekankan agar Timotius melakukan semuanya itu bukan karena terpaksa, tetapi karena Timotius sadar akan panggilannya dalam pelayanan. Paulus mengibaratkan Timotius sebagai seorang yang melaksanakan 3 profesi, yakni sebagai seorang prajurit, olahragawan atau atlet, dan juga sebagai seorang petani. Sebagai seorang prajurit, berarti Paulus ingin agar Timotius hanya memfokuskan diri pada apa yang diinstruksikan oleh komandannya (ayat 4). Ketika bertugas, seorang prajurit seharusnya hanya melakukan instruksi komandannya. Untuk hal-hal lainnya, komandan itulah yang bertanggung jawab, termasuk untuk hal-hal kecil seperti makanan, gaji, dan lain-lain. Apalagi jika komandan kita adalah Tuhan Yesus sendiri (ay. 3), pasti Tuhan akan memberikan yang lainnya ketika kita mau sungguh-sungguh melakukan apa yang Tuhan mau (Mat 5:33).

Sama juga dengan seorang atlet. Ketika akan bertanding, atlet yang baik seharusnya akan berlatih keras serta memfokuskan diri untuk bertanding. Urusan lain-lainnya tentunya bukan menjadi urusan atlet tersebut, tetapi sudah diurus oleh pelatihnya atau panitia pertandingan. Fokus perhatian seorang atlit hanyalah satu yakni melakukan pertandingan dengan baik sehingga memperoleh mahkota (ay.5). Atlit yang baik adalah pribadi yang bukan hanya mencari juara, namun memikirkan dan disiplin dengan cara mencapai juara tersebut, yakni sesuai dengan aturan yang ada. Paulus meminta Timotius bahwa dalam melaksanakan panggilan pelayanannya, ia harus mengerjakan dengan cara yang benar dan sesuai dengan aturan Ilahi.

Seorang petani pasti akan bersukacita ketika tanamannya akhirnya dipanen (ay. 6), dan tentunya ini menggambarkan Paulus yang akan sangat bersukacita jika ia memiliki anak rohani seperti Timotius, dan pastinya akan lebih bersukacita ketika Timotius dapat mempercayakan Firman Tuhan tersebut kepada orang lain. Bagi Paulus, tanggung-jawab pelayanan yang dilakukan Timotius harusnya menggunakan prinsip kerja seorang Petani, yakni bekerja keras dengan pengharapan pasti, yakni dapat melihat hasil panen nantinya. Kerja keras yang disertai harapan inilah yang harusnya menginspirasi pekerjaan pemberitaan Injil oleh Timotius.

Selanjutnya, Paulus memaparkan kepada Timotius tentang 3 (tiga) prinsip pelayanan yang menjadi panduan khusus sehingga anak rohaninya ini dapat menjalani tanggung-jawab pelayanan yang penuh dengan rintangan ini. Tiga Prinsip dimaksud adalah sbb:
1.       Sumber Kekuatan dalam Pelayanan
Tidak mudah bagi Timotius, menurut Paulus, untuk berhasil melaksanakan tanggung-jawab pelayanannya. Pada pasal 1:7-8 kita menemukan kesan bahwa Timotius mengalami tantangan yang berat saat melayani dan memberitakan Injil Kristus. Tekanan pergumulan dalam pelayanan membawa Timotius dalam kondisi takut terhadap ancaman dan atapun malu terhadap begitu banyaknya cibiran dan celaan terhadap tanggung-jawab nya itu.

Itulah sebabnya, Paulus menekankan bahwa Tomotius haruslah kuat untuk dapat melaksanakan panggilan pelayanannya itu. Sumber kekuatan itu, menurut Paulus, hanyalah berasal dari Yesus Kristus melalui Kasih KaruniaNya itu (ay.1). Hal ini berarti, Timotius dinasehatkan untuk tetap berharap kepada kekuatan yang bersumber dari Allah sendiri. Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2Tim 1:7).

2.       Ukuran Keberhasilan Pelayanan
Paulus tidak hanya berpuas diri bahwa apa yang ia ajarkan telah berguna bagi Timotius. Memang benar bahwa pelayanan itu telah berhasil. Namun bagi Paulus, adalah sungguh tidak berfaedah jika Injil itu hanya sampai pada Timotius dan jemaat yang Ia layani. Adalah lebih berhasil jika Injil itu diajarkan kepada para Timotius baru yang juga siap untuk mengajarkan kepada jemaat dan melanjutkan kader yang akan meneruskan berita Injil itu. Timotius di mintakan untuk menyiapkan orang lain agar dapat dipercayakan benih injil untuk diberitakan (ay.2).

Ukuran keberhasilan pelayanan dan pemberitaan injil menurut Paulus bukan hanya membuat orang menjadi percaya pada Yesus Kristus, namun juga mempercayakan benih Injil itu untuk dapat ditaburkan dan diberitakan oleh orang percaya tersebut. Artinya Injil tidak hanya berhenti di suatu tempat, namun tersebar di berbagai tempat melalui terlahirnya para pemberita2 Injil generasi berikut yang melanjutkan estafet penginjilan.

3.       Kepada Siapa pelayanan itu dikerjakan
Penting bagi Paulus untuk menegaskan dan menasehati Timotius bahwa pelayanan yang ia lakukan tidak tergantung pada masalah dan tantangan yang ia hadapi, termasuk reaksi orang terhadap karya yang dikerjakannya. Pelayanan Timotius tidak dikerjakan untuk manusia namun fokus pelayanan itu dikerjakan untuk TUHAN.

Hal inilah yang dimaksud Paulus dalam ayat 3 bacaan kita. Timotius memang akan menderita dalam pelayanannya. Namun penderitaan itu harus diterima sebagai bentuk bakti dan ketaatan seorang prajurit kepada komandannya, yakni Yesus Kristus sang pemilik pelayanan. Pekerjaan memberitakan Injil tidak dilakukan untuk manusia, namun dikerjakan dengan gembira sebagai tugas mulia karena perintah Tuhan Yesus dan demi menyenangkan hatinya.

C. Aplikasi dan Relevansi (perlu dikembangkan sesuai konteks jemaat)

Kita semua juga merupakan orang-orang yang telah dipercayakan Firman Tuhan dari orang lain. Pertanyaan yang penting adalah apakah kita mau mempercayakan Firman Tuhan yang telah kita terima itu kepada orang lain lewat memberitakan itu kepadanya? Mungkin kita mengelak dengan alasan belum siap, tidak berani, atau alasan-alasan yang lainnya. Tetapi ingatlah janji Tuhan bahwa Tuhan akan memberi kekuatan kepada kita melalui kasih karuniaNya (ay. 1), sebagaimana hal itu menjadi sumber kekuatan bagi Timotius.

Memang tidaklah mudah melakukan dan melaksanakan panggilan itu. Ada tantangan dan mungkin juga cemoohan. Namun bukankah seorang prajurit harus siap berkorban? Bukankah seorang prajurit harus patuh dan setia melaksanakan tuntutan komando dari komandan? Kristus adalah pemberi perintah itu dan kita harusnya setia untuk melaksanakannya. Banyak pelayan tersandung dalam pelayanan karena fokus pelayanan telah berubah yakni untuk melayani jemaat dan bukan melayani TUHAN. Efeknya sangat besar. Ukuran keberhasilan dalam pelayanan bukan lagi apakah telah menyenangkan Tuhan, namun lebih pada untuk menyenangkan manusia atau jemaat yang dilayani.

Kita dipanggil untuk melayani dan melaksanakan panggilan itu. Tidak mudah memang karena kebanyakan dari kita lebih banyak merasa tidak siap dan tidak sempurna. Namun, sebagaimana janji untuk Timotius dari Tuhan, demikian pula kita juga dijanjikan sesuatu oleh Tuhan. Bahwa Ia yang memanggil kita akan menyempurnakan dan melengkapi kita, yang salah satunya melalui pemberian pengertian kepada kita dalam segala sesuatu oleh Tuhan yang mengutus kita (ay. 7). Dengan demikian tidak ada alasan bagi kita untuk berkata tidak, melainkan kita harus berkata “Ini aku, utuslah aku” (Yes 6:8). Amin.