YAKOBUS 3:7-2
MENJINAKKAN LIDAH
Bahan Bacaan Alkitab Ibadah Rumah Tangga
Rabu, 18 September 2019
PENGANTAR (Latar Belakang Kitab)
Surat ini ditujukan kepada orang Kristen Yahudi diaspora yakni mereka
yang tersebar dalam perantauan. Yakobus menujukan surat ini kepada duabelas
suku yang telah percaya kepada Yesus Kristius (1:1).
Sepertinya, Yakobus melihat berbagai persoalan yang sedang dihadapi
oleh jemaat Tuhan ini dengan cara umum, yakni tentang perbagai pencobaan hidup
yang harus mereka alami sebagai kaum pendatang maupun pencobaan iman sehubungan
dengan status mereka sebagai orang percaya (1:2-18); bagaimana seharusnya sikap
orang percaya berhubungan dengan Firman Tuhan yang telah mereka terima
(1:19-27); relasi dan interaksi dalam jemaat maupun di luar jemaat (2:1-13); termasuk cara menggunakan lidah (3:1-18);
iman yang harusnya diejawantahkan dalam perbuatan (2:14-26); dan beberapa pokok
penting yang berhubungan dengan tindakan, cara hidup serta sikap yang harus
dilakukan oleh seorang yang percaya kepada Yesus Kristus (4:1-5:20).
Dengan kata lain, jika tulisan Paulus berbicara tentang begitu banyak
kerygma dan hal-hal yang bersifat doktrin teologis, surat Yakobus justru
menitik beratkan pada aspek lain yakni tindakan nyata dari tiap kerygma yang
telah diimani itu. Bagaimanakah seorang bercaya bersikap? Bagaimana memandang
harta itu? Apa yang dilakukan jika merencanakan hari esok? Jika ada penderitaan
dan persoalan hidup apakah yang harus diperbuat sebagai orang percaya? Dan
masih banyak lagi berbagai hal yang sifatnya tindakan nyata sebagai orang
Kristen yang diajarkan Yakobus.
Pasti diantara kita mengenal lagu rohai untuk
anak-anak, yang penggalan syairnya berbunyi: “hati-hati gunakan lidah, karena
Bapa di Sorga melihat penuh cinta, hati-hati gunakan lidahmu”. Syair
ini menegaskan tentang pentingnya mengatur cara bicara dan bertutur atau
menggunakan lidah ketika mengucapkan sesuatu tentang apapun kepada sesama
bahkan juga kepada Tuhan.
Sepertinya, Yakobus
melihat bahwa terjadi
persoalan internal dalam kehidupan jemaat, bukan saja mengenai iman jemaat tapi
interaksi antar mereka terutama berhubungan dengan menggunaan lidah. Salah satu
yang disoroti oleh Yakobus adalah pengunaan lidah untuk mengajar namun
dilakukan dengan cara yang tidak benar. Itulah sebabnya ia menekankan soal janganlah banyak orang di antara kamu mau
menjadi guru (ay.1). Hal ini berhubungan dengan perkataan tidak benar
seorang pengajar tentang iman Kristen berupa ajaran sesat dan atau pengertian
yang salah namun berapi-api mengajarkan yang salah itu. Sebab tidak ada satupun
yang luput dari kesalahan dalam hal berkata-kata (ay.2).
Yakobus menyebut tenang betapa “berkuasanya”
lidah untuk menentukan kehidupan orang sebagaimana hebatnya kemudi kecil yang
mampu mengendalikan kapal yang besar ataupun bagai lidah api yang kecil dapat
membakar hutan (ay.3-5). Karena begitu besarnya pengaruh lidah bagi kehidupan
seorang percaya, maka pada ayat-ayat selanjutnya Yakobus menekankan soal berhati-hati menggunakan lidah (berkata).
Dalam
rangka kehati-hatian terhadap lidah, Yakobus pada ayat 7-10 memaparkan secara
dalam tentang lidah ini dalam hubungannya dengan dosa, yakni:
1.
Apa lidah itu (ay.7,8)
Yakobus
menyebut bahwa tidak ada seorangpun dapat menjinakkan
lidah. Kalimat ini terkesan berlebihan, tapi yang dimaksud oleh Yakobus
adalah “sulit untuk menahan mulut untuk tidak berbicara”. Dan jika
sudah berbicara, lidah akan terkesan menjadi sesuatu yang buas, tidak terkuasai
dan menjadi racun. Bagaimana hingga lidah bisa menjadi buas, racun dan tidak
terkuasai itu. Paling tidak ada dua hal (bahkan lebih) untuk dijadikan contoh:
- Memuji diri sendiri
Tindakan
“Memuji diri sendiri” atau
membangga-banggakan diri banyak dilakukan oleh orang-orang yang merasa
membutuhkan “pengakuan” dan “eksistensi.” Tak jarang, tindakan ini dilakukan dengan jalan merendahkan orang lain.
Kalaupun tidak merendahkan orang lain, motif memuji diri sendiri ini
umumnya dilakukan dengan perkataan tidak benar atau dusta yang tersembunyi.
- Gosip
Istilah
ini berrati “Menyebarkan berita-berita atau isu-isu yang tidak benar”
tentang orang lain atau biasa disebut dengan fitnah. Hal ini dapat dipicu oleh
rasa kecewa, tidak dihargai, tersingkir, atau tidak mendapat tempat dalam
jemaat atau di tengah masyarakat dsb. Semua yang diucapkan oleh mulut melalui
lidah sebagai alat ucap itu adalah perkataan yang tidak benar dan juga dusta
yang tersembunyi.
Dampak dari
kedua contoh diatas hanyalah satu yakni merusak. Jika seseorang sudah memulai dengan kebohongan atau dusta, maka ia
akan ”membenarkan” dustanya itu dengan ”menggunakan” dusta yang lain, dan
kemudian berlanjut terus. Di sisi lain, dua hal ini kemudia merusak hidup
persekutuan dan menghancurkan ikatan indah di dalamnya (perkawinan, pertemanan,
dll). Tidak heran jika Yakobus menyebut bahwa lidah itu liar atau buas (tidak
terkendali) dan menjadi racun dalam persekutuan.
2.
Dua fungsi lidah (9-10)
Tidak
selamanya lidah itu merusak. Itu juga menjadi penekanan Yakobus pada ayat 9.
Lidah dapat juga dugunakan untuk hal-hal yang baik berupa mengucapkan kebenaran
dan terutama dipakai untuk memuji Allah.
Namun lidah juga bisa digunakan secar atidak benar sebagaimanan disebutkan di
atas yakni menjadi kutuk bagi sesama. Sumpah serapah, ucapan yang menyakitkan
berupa kata-kata kasar dan kotor adalah poin yang dimaksud oleh Yakobus tentang
dengan
lidah kita mengutuk manusia.
Hanya ada
dua pilihan saja tentang lidah, yakni menjadikan itu sebagai alat kebenaran
ataukah alat kejahatan. Menjadikan itu untuk kemuliaan Tuhan atau justru
sebaliknya menjadi alat untuk mendatangkan dosa dan kutuk. Pilihan ini ada pada
manusia. Manusia yang memiliki lidah punya kewajiban untuk memilihnya.
Pada bagian
akhir perikop ini, yakni ayat 11 dan 12, Yakobus memberikan penekanan soal dua
pilihan pemanfaatan lidah itu. Pilihan itu mementukan siapa sesungguhnya orang
tersebut. Orang yang banyak
diam, sering dianggap bijaksana, berhikmat, pandai, dan sebagainya. Mungkin
karena pengaruh suatu pepatah “diam itu emas.” Di sisi lain, orang
yang banyak bicara sering dianggap luwes, mudah akrab, terbuka, dan sebagainya.
Tetapi sebetulnya, yang paling utama bukanlah seberapa banyaknya dia diam atau
seberapa banyaknya dia berbicara, melainkan seberapa bernilainya ucapan yang ia ucapkan!
Bagi Yakobus,
tidak ada sumber mata air yang baik (tawar) memancarkan air yang buruk (pahit)
dan atau pohon ara berbuah zaitun. Siapakah seseorang itu ditentukan dari
bagaimana ia mengendalikan lidahnya, atau bagaimana ia berucap dan
berkata-kata. Sebab dari ucapannya kita dapat mengetahui siapa sesuangguhnya
orang itu.
REFLEKSI
Kendalikan lidah kita
masing-masing dengan cara mengatur apa yang akan diucapkan mulut dan apa yang
akan dikatakan kepada sesama. Tidak mudah mengendalikan lidah sebagaimana
Yakobus katakan. Tetapi dengan hikmat Tuhan kiranya kita dimampukan. Sebab
bagaimana mungkin kita berani mengatakan bahwa kita adalah pribadi yang takut
akan Tuhan, namun tutur kata dan ucapan kita tidak mampu mencerminkan hal
tersebut.