Wednesday, September 11, 2019

YAKOBUS 3:7-2

YAKOBUS 3:7-2
MENJINAKKAN LIDAH
Bahan Bacaan Alkitab Ibadah Rumah Tangga
Rabu, 18 September 2019

PENGANTAR (Latar Belakang Kitab)
Surat ini ditujukan kepada orang Kristen Yahudi diaspora yakni mereka yang tersebar dalam perantauan. Yakobus menujukan surat ini kepada duabelas suku yang telah percaya kepada Yesus Kristius (1:1).

Sepertinya, Yakobus melihat berbagai persoalan yang sedang dihadapi oleh jemaat Tuhan ini dengan cara umum, yakni tentang perbagai pencobaan hidup yang harus mereka alami sebagai kaum pendatang maupun pencobaan iman sehubungan dengan status mereka sebagai orang percaya (1:2-18); bagaimana seharusnya sikap orang percaya berhubungan dengan Firman Tuhan yang telah mereka terima (1:19-27); relasi dan interaksi dalam jemaat maupun di luar jemaat (2:1-13); termasuk cara menggunakan lidah (3:1-18); iman yang harusnya diejawantahkan dalam perbuatan (2:14-26); dan beberapa pokok penting yang berhubungan dengan tindakan, cara hidup serta sikap yang harus dilakukan oleh seorang yang percaya kepada Yesus Kristus (4:1-5:20).

Dengan kata lain, jika tulisan Paulus berbicara tentang begitu banyak kerygma dan hal-hal yang bersifat doktrin teologis, surat Yakobus justru menitik beratkan pada aspek lain yakni tindakan nyata dari tiap kerygma yang telah diimani itu. Bagaimanakah seorang bercaya bersikap? Bagaimana memandang harta itu? Apa yang dilakukan jika merencanakan hari esok? Jika ada penderitaan dan persoalan hidup apakah yang harus diperbuat sebagai orang percaya? Dan masih banyak lagi berbagai hal yang sifatnya tindakan nyata sebagai orang Kristen yang diajarkan Yakobus.

PENJELASAN NATS

Pasti diantara kita mengenal lagu rohai untuk anak-anak, yang penggalan syairnya berbunyi: “hati-hati gunakan lidah, karena Bapa di Sorga melihat penuh cinta, hati-hati gunakan lidahmu”. Syair ini menegaskan tentang pentingnya mengatur cara bicara dan bertutur atau menggunakan lidah ketika mengucapkan sesuatu tentang apapun kepada sesama bahkan juga kepada Tuhan.

Sepertinya, Yakobus melihat bahwa terjadi persoalan internal dalam kehidupan jemaat, bukan saja mengenai iman jemaat tapi interaksi antar mereka terutama berhubungan dengan menggunaan lidah. Salah satu yang disoroti oleh Yakobus adalah pengunaan lidah untuk mengajar namun dilakukan dengan cara yang tidak benar. Itulah sebabnya ia menekankan soal janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru (ay.1). Hal ini berhubungan dengan perkataan tidak benar seorang pengajar tentang iman Kristen berupa ajaran sesat dan atau pengertian yang salah namun berapi-api mengajarkan yang salah itu. Sebab tidak ada satupun yang luput dari kesalahan dalam hal berkata-kata (ay.2).

Yakobus menyebut tenang betapa “berkuasanya” lidah untuk menentukan kehidupan orang sebagaimana hebatnya kemudi kecil yang mampu mengendalikan kapal yang besar ataupun bagai lidah api yang kecil dapat membakar hutan (ay.3-5). Karena begitu besarnya pengaruh lidah bagi kehidupan seorang percaya, maka pada ayat-ayat selanjutnya Yakobus menekankan soal berhati-hati menggunakan lidah (berkata).

Dalam rangka kehati-hatian terhadap lidah, Yakobus pada ayat 7-10 memaparkan secara dalam tentang lidah ini dalam hubungannya dengan dosa, yakni:
1.      Apa lidah itu (ay.7,8)
Yakobus menyebut bahwa tidak ada seorangpun dapat menjinakkan lidah. Kalimat ini terkesan berlebihan, tapi yang dimaksud oleh Yakobus adalah “sulit untuk menahan mulut untuk tidak berbicara”. Dan jika sudah berbicara, lidah akan terkesan menjadi sesuatu yang buas, tidak terkuasai dan menjadi racun. Bagaimana hingga lidah bisa menjadi buas, racun dan tidak terkuasai itu. Paling tidak ada dua hal (bahkan lebih) untuk dijadikan contoh:
  1. Memuji diri sendiri
Tindakan “Memuji diri sendiri” atau membangga-banggakan diri banyak dilakukan oleh orang-orang yang merasa membutuhkan “pengakuan” dan “eksistensi.” Tak jarang, tindakan ini dilakukan dengan jalan merendahkan orang lain. Kalaupun tidak merendahkan orang lain, motif memuji diri sendiri  ini umumnya dilakukan dengan perkataan tidak benar atau dusta yang tersembunyi.

  1. Gosip
Istilah ini berrati “Menyebarkan berita-berita atau isu-isu yang tidak benar” tentang orang lain atau biasa disebut dengan fitnah. Hal ini dapat dipicu oleh rasa kecewa, tidak dihargai, tersingkir, atau tidak mendapat tempat dalam jemaat atau di tengah masyarakat dsb. Semua yang diucapkan oleh mulut melalui lidah sebagai alat ucap itu adalah perkataan yang tidak benar dan juga dusta yang tersembunyi.

Dampak dari kedua contoh diatas hanyalah satu yakni merusak. Jika seseorang sudah memulai dengan kebohongan atau dusta, maka ia akan ”membenarkan” dustanya itu dengan ”menggunakan” dusta yang lain, dan kemudian berlanjut terus. Di sisi lain, dua hal ini kemudia merusak hidup persekutuan dan menghancurkan ikatan indah di dalamnya (perkawinan, pertemanan, dll). Tidak heran jika Yakobus menyebut bahwa lidah itu liar atau buas (tidak terkendali) dan menjadi racun dalam persekutuan.

2.      Dua fungsi lidah (9-10)

Tidak selamanya lidah itu merusak. Itu juga menjadi penekanan Yakobus pada ayat 9. Lidah dapat juga dugunakan untuk hal-hal yang baik berupa mengucapkan kebenaran dan terutama dipakai untuk memuji Allah. Namun lidah juga bisa digunakan secar atidak benar sebagaimanan disebutkan di atas yakni menjadi kutuk bagi sesama. Sumpah serapah, ucapan yang menyakitkan berupa kata-kata kasar dan kotor adalah poin yang dimaksud oleh Yakobus tentang dengan lidah kita mengutuk manusia.

Hanya ada dua pilihan saja tentang lidah, yakni menjadikan itu sebagai alat kebenaran ataukah alat kejahatan. Menjadikan itu untuk kemuliaan Tuhan atau justru sebaliknya menjadi alat untuk mendatangkan dosa dan kutuk. Pilihan ini ada pada manusia. Manusia yang memiliki lidah punya kewajiban untuk memilihnya.


Pada bagian akhir perikop ini, yakni ayat 11 dan 12, Yakobus memberikan penekanan soal dua pilihan pemanfaatan lidah itu. Pilihan itu mementukan siapa sesungguhnya orang tersebut. Orang yang banyak diam, sering dianggap bijaksana, berhikmat, pandai, dan sebagainya. Mungkin karena pengaruh suatu pepatah “diam itu emas.” Di sisi lain, orang yang banyak bicara sering dianggap luwes, mudah akrab, terbuka, dan sebagainya. Tetapi sebetulnya, yang paling utama bukanlah seberapa banyaknya dia diam atau seberapa banyaknya dia berbicara, melainkan seberapa bernilainya ucapan yang ia ucapkan!

Bagi Yakobus, tidak ada sumber mata air yang baik (tawar) memancarkan air yang buruk (pahit) dan atau pohon ara berbuah zaitun. Siapakah seseorang itu ditentukan dari bagaimana ia mengendalikan lidahnya, atau bagaimana ia berucap dan berkata-kata. Sebab dari ucapannya kita dapat mengetahui siapa sesuangguhnya orang itu.


REFLEKSI
Kendalikan lidah kita masing-masing dengan cara mengatur apa yang akan diucapkan mulut dan apa yang akan dikatakan kepada sesama. Tidak mudah mengendalikan lidah sebagaimana Yakobus katakan. Tetapi dengan hikmat Tuhan kiranya kita dimampukan. Sebab bagaimana mungkin kita berani mengatakan bahwa kita adalah pribadi yang takut akan Tuhan, namun tutur kata dan ucapan kita tidak mampu mencerminkan hal tersebut.

Perhatikanlah bahwa sumber mata air tawar tidak mungkin memancarkan air pahit. Orang percaya yang telah dibenarkan seharusnya mampu mengucapkan setiap perkataan yang benar untuk meuliaan Tuhan dan membangun sesama. Amin.

No comments:

Post a Comment