Wednesday, March 4, 2020

2 Tawarikh 1:1-13

MENENTUKAN KEBUTUHAN YANG TEPAT
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
Minggu , 8 Maret 2020

Oleh: Pdt. Cindy Tumbelaka, MA

Pengantar
            Kalau … kitab 1Tawarikh kita berjumpa dengan kisah kepemimpinan Daud se-bagai raja Israel … maka dalam kitab 2Tawarikh, kisahnya bertumpu pada kehidupan Salomo, … raja … yang akan memenuhi kerinduan Daud mendirikan rumah bagi TUHAN. Pembahasan dalam kitab 2Tawarikh, umumnya terkait proses pendirian bait Allah, pentahbisan dan penyelenggaraan ibadah-ibadahnya serta kegemilangan bangsa Israel di bawah kepemimpinan Salomo (kutipan SDGK).

Pemahaman Teks
Ay. 1        Penulis kitab 2Tawarikh memperkenalkan Salomo, sebagai anak Daud yang disertai TUHAN sehingga kedudukannya sebagai raja menjadi kuat dan kekuasaan besar.
Ay. 2-6    Setelah Salomo menjadi raja (1Taw 29:28), ia memerintahkan kepada seluruh Israel (kepala-kepala pasukan seribu dan pasukan seratus, para hakim dan semua pemimpin, yakni para kepala puak) untuk mempersembahkan 1.000 korban bakaran di atas mezbah di Gibeon (di bukit pengorbanan). Pada bagian ini, penulis kitab 2Tawarikh sempat menjelaskan tentang mengapa mereka ke Gibeon, yaitu karena di situlah Ke-mah Pertemuan Allah diletakkan. Kemah suci itu dibuat oleh Musa sewaktu mereka di padang gurun. Kemah itu diletakkan di bukit pengorbanan yang di Gibeon namun tabut Allah, yang semula ada di dalamnya, telah dipindahkan Daud ke kemah lain, yang dibuat Daud khusus untuk tabut itu di Yerusalem (ay. 4). Yang tertinggal pada kemah suci (buatan Musa) di Gibeon adalah mezbah tembaga buatan Bezaleel bin Uri bin Hur (ay. 5). Mezbah itu masih ada di depan Kemah Suci TUHAN (ay. 5). Maka ke sanalah Salomo dan jemaah itu meminta petunjuk TUHAN (ay. 5).
Ay. 7        Ayat ini memper-lihatkan bahwa kepada orang yang meminta petunjuk-Nya (ay. 6), Allah seolah bersedia memberikan apapun yang dimintanya.
Ay. 8-10  Intinya, Salomo meminta hikmat dan pengertian untuk memimpin seluruh bangsa Israel (ay. 10). Dalam pidato pengangkatan Salomo menjadi raja, Daud, yang adalah bapa Salomo sekaligus raja sebelumnya, memperkenalkan Salomo sebagai yang masih muda dan kurang berpengalaman untuk pekerjaan sebesar ini, yaitu memimpin bangsa Israel sekaligus membangun rumah bagi nama TUHAN (1Taw 29: 1). Kemungkinan besar, ‘cap’ yang diberikan Daud terhadap Salomo inilah yang membuat Salomo menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya sekaligus tantangan besar yang segera dihadapinya.  Karena itu, Salomo memohon agar kasih setia TUHAN kepada Daud, juga berlanjut kepada dirinya, sebagai anak Daud dan raja pilihan TUHAN, tidak hanya pada hari ia menjadi raja tetapi sampai ia harus ‘keluar’ (= mengakhiri) masa pemerintahannya.
Ay. 11-3  Berdasarkan jawaban Salomo, Allah memberikan apa yang diminta Salomo, yaitu hikmat dan pengertian, ditambah hal-hal lain, yang bagi Salomo merupakan ‘bonus’ tetapi bagi Allah, itu juga yang diperlukan Salomo untuk melangsungkan pemerintahannya, yaitu kekayaan, harta benda dan kemuliaan.

 Renungan dan Penerapan
            Firman TUHAN yang mengatakan: “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu (ay. 7)” sebenarnya merupakan bentuk lain dari cobaan terhadap ‘kemanusiaan.’  Kemanusia-an kita ‘dicobai’ ketika Allah (seolah) akan memberikan apa saja yang kita minta. Seandainya Salomo meminta kekayaan, harta benda, kemuliaan atau nyawa orang yang membencinya, kemungkinan besar, Allah akan mewujudkannya sesuai dengan firman-Nya sendiri. Akan te-tapi, Salomo berhasil melawan godaan itu karena ia (sebenarnya) sangat dipengaruhi oleh perkataan Daud tentang dirinya, yaitu ia masih sangat muda dan kurang berpengalaman un-tuk menjadi raja Israel.  Dengan kata lain, Salomo berhasil melawan godaan untuk meminta kekayaan, harta dan kemuliaan karena ia harus terlebih dahulu ‘menyelesaikan’ masalah pada dirinya sendiri, yaitu masih terlalu muda dan kurang pengalaman. Dalam hal ini, Salomo mengajarkan kita untuk meminta yang dibutuhkan bukan yang diinginkan.
            Bagaimana menentukan apa yang dibutuhkan dengan yang diinginkan?  Yesus berkata bahwa apa yang keluar dari mulut berasal dari hati (Mat 15:18).  Ketika kita dipercaya untuk mengerjakan suatu tanggung jawab atau dipilih untuk menjabat posisi tertentu, apa yang ada di benak kita akan terungkap lewat permintaan yang kita sampaikan kemudian. Jika benak kita dipenuhi oleh ‘perayaan’ akan tahta dan jabatan maka permintaan kita adalah hal-hal yang diperlukan untuk ‘mengukuhkan’ status kita yang baru, seperti (meminta) fasilitas, tunjangan, bayaran, wewenang, perlakuan khusus, dll.  Sebaliknya, jika benak kita dipenuhi oleh ‘pergumulan’ tentang bagaimana seharusnya kita bekerja supaya dapat ‘keluar masuk se-bagai pemimpin’ maka permintaan kita adalah segala sesuatu yang berguna untuk menyele-saikan masalah dan mengerjakan tanggung jawab itu sampai selesai (purna bakti).  Inilah yang diajarkan Salomo yaitu supaya kita fokus pada tugas dan tanggung jawab supaya kita pun tahu apa yang lebih dibutuhkan daripada yang diinginkan.
            Bacaan ini sangat kuat menggambarkan kebutuhkan Salomo akan petunjuk Allah. Persembahannya itu bukan saja merupakan ungkapan syukur akan pengangkatan dirinya se-bagai raja tetapi ritual meminta petunjuk Allah. Ada banyak orang Kristen memaknai ibadah syukur yang diadakan seseorang (atau keluarga) dalam rangka kenaikan pangkat atau baru menjabat posisi tertentu sebagai ‘perayaan keberhasilan’ padahal, hari itu sebenarnya merupakan langkah awal dari suatu perjalanan selanjutnya. 
Belajar dari Salomo: kenaikan pangkat maupun menjabat posisi tertentu bukanlah akhir dari suatu perjalanan karir maupun pelayanan melainkan awal.  Karena itu, ritual meminta petunjuk Allah harus lebih diutamakan ketimbang perayaan atau jamuan kasih. Salomo pun sadar bahwa untuk sampai mengakhiri masa jabatan ini dengan baik (ditutup dengan keberhasilan), bukanlah hal yang mudah. Segala sesuatu dapat terjadi di tengah jalan: dukungan yang menghilang bahkan berbalik menjadi pengkhianatan, pekerjaan yang bertambah banyak di luar kendali, munculnya masalah-masalah baru, situasi yang menjadi tidak kondusif, dll.  Untuk mengantisipasi apa yang dapat terjadi pada kemudian hari, benarlah permintaan Salomo bahwa kita membutuhkan hikmat dan pengertian. Kita tidak punya jawaban untuk apa yang akan terjadi nanti namun dengan hikmat dan pengertian dari Tuhan, kita akan tahu apa yang tepatnya harus dilakukan kelak.
            ‘Bonus’ yang diberikan Tuhan kepada Salomo pun akan diberikan kepada kita sepan-jang Tuhan melihat bahwa kita juga membutuhkan hal-hal itu untuk menyelesaikan masalah dan mengerjakan banyak hal. Tidak perlu minta ini-itu, Tuhan tahu apa yang kita butuhkan.

2 Tawarikh 6:3-11

Bahan Khotbah Ibadah Keluarga
Rabu, 11 Maret 2020
KEBERHASILAN ADALAH HASIL PERJUANGAN

Oleh: Pdt. Cindy Tumbelaka, MA

Pengantar
Akhirnya, selesailah pembangunan rumah bagi nama TUHAN (6:1-2).  Bacaan ini adalah pidato Salomo, setelah rumah TUHAN atau Bait Allah selesai dibangun tetapi sebelum rumah itu ditahbiskan.

Pemahaman Teks
Ay. 3     Sepertinya, pada waktu mengatakan:  “TUHAN telah memutuskan untuk diam dalam kekelaman. Sekarang aku telah mendirikan ruman kediaman bagi-Mu, tempat Engkau menetap selama-lamanya  (ay. 1-2),” posisi (tubuh) atau gesture Salomo adalah menghadap ke Bait Suci yang baru selesai dibangun. Setelah berkata demikian, barulah ia mengadap jemaah Israel yang sedang berdiri (semula) di belakangnya.
Ay. 4     Tema utama yang diusung Salomo pada pidatonya ini adalah penggenapan janji TUHAN, Allah Israel. Salomo mengakui bahwa Bait Allah ini adalah bukti bahwa Allah sendiri yang mengerjakan sampai selesai apa yang difirmankan = dijanjikan-Nya kepada Daud tentang pendirian rumah untuk nama TUHAN.  Jadi, pembangunan ini diakui Salomo sebagai perbuatan Allah sendiri (bukan dirinya).
Ay. 5-6  Salomo menjelaskan tentang pemillihan Allah. Allah yang memilih tempat di mana rumah bagi nama-Nya harus dibangun dan siapa yang seharusnya menjad raja atas Israel, umat-Nya. Lebih jelasnya, Allah memilih Yerusalem sebagai tempat kediaman bagi nama-Nya dan Daud sebagai raja atas umat-Nya. 
Ay. 7-9  Selanjutnya, Salomo menjelaskan bagaimana bisa, Daud yang dipilih Allah menjadi raja tetapi Salomo-lah yang mendirikan Bait Suci itu, bukan Daud. Salomo menceritakan bahwa Daud bermaksud mendirikan rumah untuk nama TUHAN, Allah Israel.  Walaupun TUHAN melihat maksudnya itu baik namun TUHAN memilih = menentu-kan anak kandung Daud, yaitu Salomo, yang akan mewujudkan maksud baik itu (bukan Daud, 1Taw 17:11-12).
Ay. 10   Salomo memperkenalkan diri sebagai anak kandung Daud, yang dimaksud TUHAN. Dalam hal ini, Salomo menekankan bahwa janji TUHAN kepada Daud, ayahnya, telah ditepati.
Ay. 11   Salomo juga telah menempatkan tabut perjanjian, yang sempat dipindahkan Daud dari kemah kudus ke kemah yang dibuatnya khusus untuk tabut itu di Yerusalem. Secara tidak langsung, ayat ini sedang memperlihatkan andil Daud yang cukup besar dalam membangun Bait Suci yaitu meletakkan tabut perjanjian dalam kemah khusus di Yerusalem, sebagai penanda bahwa rumah bagi nama TUHAN akan dibangun di situ.

Renungan dan Penerapan
            Ketika rumah bagi nama TUHAN ini selesai dibangun, ada pemaknaan teologis yang dilekatkan Salomo pada setiap prosesnya. Mulai dari pemilihan tempat dan siapa yang akan membangun sampai kepada penggenapan janji Allah.
            Dalam melakoni alur kehidupan, kita seringkali memahami setiap hal yang terjadi sebagai yang memang seharusnya terjadi, misalnya: setelah lulus dari jenjang pendidikan yang satu, kita atau anak-cucu kita, berlanjut ke jenjang berikutnya, di lembaga pendidikan yang cocok; Setelah dewasa, kita menemukan jodoh, kawin dan membangun rumah tangga sebagaimana harapan semua orang; Kita bekerja pada bidang yang kita minati, sesuai potensi atau yang dapat memenuhi kebutuhan hidup; Kita bergereja di jemaat yang menurut kita nyaman, terjangkau ataupun sudah sejak lahir kita aktif di situ. Begitu juga dalam pergaulan. Kita seringkali berpikir bahwa kitalah yang memilih teman dan pergaulan. 
            Ketika kita merasa memiliki hak pilih terhadap jalan hidup yang kita lakoni sekarang, dalam bacaan ini, Salomo menyebutkan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita adalah berdasarkan pemilihan atau penentuan Allah. Allah-lah yang memilihkan sekolah, jo-doh, tempat tinggal, tempat kerja bahkan jemaat di mana kita bertumbuh dan brebuah. Allah juga menentukan setiap orang yang hadir dalam hidup kita, baik yang menguntungkan atau-pun merugikan. Jika pemilihan Allah membawa kita kepada keadaan yang menyenangkan (jodoh yang sepadan, sekolah yang membuat kita bergelimang prestasi, bidang pekerjaan yang cocok, pergaulan yang bergengsi, jemaat yang harmonis, dll), tentu kita akan senang hati menikmati pemilihan Allah itu. Sebaliknya, jika penetapan Allah atas hidup kita membawa kita kepada keadaan yang memprihatinkan (kebalikan dari keadaan di atas), kita mungkin akan mengeluh, tidak sabar, marah atau ngambek.
            Dalam hidup, ada banyak maksud baik di dalam niat kita tetapi tidak diizinkan Tuhan untuk terwujud. Tuhan-lah yang menentukan, siapa yang akan mengerjakan maksud baik yang kita pikirkan itu: kalau bukan kita, mungkin keturunan kita yang berikut ataupun yang berikutnya, mis: pembangunan ataupun renovasi gedung gereja digagas oleh kita namun baru dikerjakan oleh angkatan setelah kita dan diselesaikan oleh angkatan berikutnya. Angkatan termuda itulah yang meresmikan dan terpatri tanda-tangannya pada prasasti gereja. Ide untuk membuka usaha sebenarnya dirintis dari kita namun baru berkembang di tangan generasi di bawah kita lalu generasi berikutnyalah yang mendapat penghargaan karena usaha itu telah membawa banyak manfaat bagi masyarakat luas.
            Dalam penghayatan akan minggu prapaskah, pemaknaan teologis Salomo kepada setiap proses pembangunan Bait Allah membuat kita memahami bahwa penderitaan itu seringkali datang dari ketidak-mampuan kita mengikhlaskan orang lain berjaya di atas ide ataupun kerja keras kita. Jika kita tidak ikhlas maka kita akan segera merasa tersingkirkan dan terabaikan. Inilah yang seringkali membuat banyak orang tua tidak siap menghadapi pembaruan/ kemajuan hidup yang dikerjakan oleh generasi yang lebih muda. Daud mungkin bernasib lebih baik dari kita karena Salomo masih menyebut namanya pada upacara penahbisan Bait Allah, sedangkan kita, diingat orang pun tidak. Akan tetapi, ketika maksud baik kita diwujudkan oleh generasi penerus, Salomo melihat hal ini sebagai bukti bahwa pekerjaan Tuhan adalah sesuatu yang lintas generasi.  Tuhan mau kita tahu bahwa keberhasilan dari pekerjaan-Nya tidak tergantung pada kita tetapi pada penentuan atau pemilihan-Nya semata.