Wednesday, March 4, 2020

2 Tawarikh 6:3-11

Bahan Khotbah Ibadah Keluarga
Rabu, 11 Maret 2020
KEBERHASILAN ADALAH HASIL PERJUANGAN

Oleh: Pdt. Cindy Tumbelaka, MA

Pengantar
Akhirnya, selesailah pembangunan rumah bagi nama TUHAN (6:1-2).  Bacaan ini adalah pidato Salomo, setelah rumah TUHAN atau Bait Allah selesai dibangun tetapi sebelum rumah itu ditahbiskan.

Pemahaman Teks
Ay. 3     Sepertinya, pada waktu mengatakan:  “TUHAN telah memutuskan untuk diam dalam kekelaman. Sekarang aku telah mendirikan ruman kediaman bagi-Mu, tempat Engkau menetap selama-lamanya  (ay. 1-2),” posisi (tubuh) atau gesture Salomo adalah menghadap ke Bait Suci yang baru selesai dibangun. Setelah berkata demikian, barulah ia mengadap jemaah Israel yang sedang berdiri (semula) di belakangnya.
Ay. 4     Tema utama yang diusung Salomo pada pidatonya ini adalah penggenapan janji TUHAN, Allah Israel. Salomo mengakui bahwa Bait Allah ini adalah bukti bahwa Allah sendiri yang mengerjakan sampai selesai apa yang difirmankan = dijanjikan-Nya kepada Daud tentang pendirian rumah untuk nama TUHAN.  Jadi, pembangunan ini diakui Salomo sebagai perbuatan Allah sendiri (bukan dirinya).
Ay. 5-6  Salomo menjelaskan tentang pemillihan Allah. Allah yang memilih tempat di mana rumah bagi nama-Nya harus dibangun dan siapa yang seharusnya menjad raja atas Israel, umat-Nya. Lebih jelasnya, Allah memilih Yerusalem sebagai tempat kediaman bagi nama-Nya dan Daud sebagai raja atas umat-Nya. 
Ay. 7-9  Selanjutnya, Salomo menjelaskan bagaimana bisa, Daud yang dipilih Allah menjadi raja tetapi Salomo-lah yang mendirikan Bait Suci itu, bukan Daud. Salomo menceritakan bahwa Daud bermaksud mendirikan rumah untuk nama TUHAN, Allah Israel.  Walaupun TUHAN melihat maksudnya itu baik namun TUHAN memilih = menentu-kan anak kandung Daud, yaitu Salomo, yang akan mewujudkan maksud baik itu (bukan Daud, 1Taw 17:11-12).
Ay. 10   Salomo memperkenalkan diri sebagai anak kandung Daud, yang dimaksud TUHAN. Dalam hal ini, Salomo menekankan bahwa janji TUHAN kepada Daud, ayahnya, telah ditepati.
Ay. 11   Salomo juga telah menempatkan tabut perjanjian, yang sempat dipindahkan Daud dari kemah kudus ke kemah yang dibuatnya khusus untuk tabut itu di Yerusalem. Secara tidak langsung, ayat ini sedang memperlihatkan andil Daud yang cukup besar dalam membangun Bait Suci yaitu meletakkan tabut perjanjian dalam kemah khusus di Yerusalem, sebagai penanda bahwa rumah bagi nama TUHAN akan dibangun di situ.

Renungan dan Penerapan
            Ketika rumah bagi nama TUHAN ini selesai dibangun, ada pemaknaan teologis yang dilekatkan Salomo pada setiap prosesnya. Mulai dari pemilihan tempat dan siapa yang akan membangun sampai kepada penggenapan janji Allah.
            Dalam melakoni alur kehidupan, kita seringkali memahami setiap hal yang terjadi sebagai yang memang seharusnya terjadi, misalnya: setelah lulus dari jenjang pendidikan yang satu, kita atau anak-cucu kita, berlanjut ke jenjang berikutnya, di lembaga pendidikan yang cocok; Setelah dewasa, kita menemukan jodoh, kawin dan membangun rumah tangga sebagaimana harapan semua orang; Kita bekerja pada bidang yang kita minati, sesuai potensi atau yang dapat memenuhi kebutuhan hidup; Kita bergereja di jemaat yang menurut kita nyaman, terjangkau ataupun sudah sejak lahir kita aktif di situ. Begitu juga dalam pergaulan. Kita seringkali berpikir bahwa kitalah yang memilih teman dan pergaulan. 
            Ketika kita merasa memiliki hak pilih terhadap jalan hidup yang kita lakoni sekarang, dalam bacaan ini, Salomo menyebutkan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita adalah berdasarkan pemilihan atau penentuan Allah. Allah-lah yang memilihkan sekolah, jo-doh, tempat tinggal, tempat kerja bahkan jemaat di mana kita bertumbuh dan brebuah. Allah juga menentukan setiap orang yang hadir dalam hidup kita, baik yang menguntungkan atau-pun merugikan. Jika pemilihan Allah membawa kita kepada keadaan yang menyenangkan (jodoh yang sepadan, sekolah yang membuat kita bergelimang prestasi, bidang pekerjaan yang cocok, pergaulan yang bergengsi, jemaat yang harmonis, dll), tentu kita akan senang hati menikmati pemilihan Allah itu. Sebaliknya, jika penetapan Allah atas hidup kita membawa kita kepada keadaan yang memprihatinkan (kebalikan dari keadaan di atas), kita mungkin akan mengeluh, tidak sabar, marah atau ngambek.
            Dalam hidup, ada banyak maksud baik di dalam niat kita tetapi tidak diizinkan Tuhan untuk terwujud. Tuhan-lah yang menentukan, siapa yang akan mengerjakan maksud baik yang kita pikirkan itu: kalau bukan kita, mungkin keturunan kita yang berikut ataupun yang berikutnya, mis: pembangunan ataupun renovasi gedung gereja digagas oleh kita namun baru dikerjakan oleh angkatan setelah kita dan diselesaikan oleh angkatan berikutnya. Angkatan termuda itulah yang meresmikan dan terpatri tanda-tangannya pada prasasti gereja. Ide untuk membuka usaha sebenarnya dirintis dari kita namun baru berkembang di tangan generasi di bawah kita lalu generasi berikutnyalah yang mendapat penghargaan karena usaha itu telah membawa banyak manfaat bagi masyarakat luas.
            Dalam penghayatan akan minggu prapaskah, pemaknaan teologis Salomo kepada setiap proses pembangunan Bait Allah membuat kita memahami bahwa penderitaan itu seringkali datang dari ketidak-mampuan kita mengikhlaskan orang lain berjaya di atas ide ataupun kerja keras kita. Jika kita tidak ikhlas maka kita akan segera merasa tersingkirkan dan terabaikan. Inilah yang seringkali membuat banyak orang tua tidak siap menghadapi pembaruan/ kemajuan hidup yang dikerjakan oleh generasi yang lebih muda. Daud mungkin bernasib lebih baik dari kita karena Salomo masih menyebut namanya pada upacara penahbisan Bait Allah, sedangkan kita, diingat orang pun tidak. Akan tetapi, ketika maksud baik kita diwujudkan oleh generasi penerus, Salomo melihat hal ini sebagai bukti bahwa pekerjaan Tuhan adalah sesuatu yang lintas generasi.  Tuhan mau kita tahu bahwa keberhasilan dari pekerjaan-Nya tidak tergantung pada kita tetapi pada penentuan atau pemilihan-Nya semata.

No comments:

Post a Comment