AMSAL 10:15-18
MENGINDAHKAN DIDIKAN TUHAN
Ibadah Keluarga Rabu, 11 September
2019
Pengantar
Kitab Amsal adalah buku
kumpulan ajaran moral dan pandangan hidup yang luas dalam corak puitis. Mereka
yang mendalami karya Salomo ini dapat memperoleh petunjuk-petunjuk praktis
tentang bagaimana cara hidup orang beriman menghadapi persoalan dan tantangan
hidup yang keras dan kejam. Salomo sendiri telah menulis 3000 amsal (1
Raja-raja 4:32) dan terdapat 35 kutipan amsal dalam Perjanjian Baru.
Pasal 10-22 adalah kumpulan dari
Amsal Salomo yang berisikan tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan di
hadapan Allah dan sesama, serta menjalani kehidupan sukses di tengah kehidupan.
Amsal selalu membandingkan tentang orang benar dan orang fasik; orang saleh dan
orang munafik; serta kebenaran dan kejahatan. Dua kubu ini hampir selalu muncul
dalam wejangan hikmatnya.
Pada bacaan kita saat ini yakni
Amsal 10:15-18, terdapat 4 (empat) tema yang muncul yakni mengenai kekayaan dan
kemiskinan, upah yang benar dan yang fasik, didikan dan teguran, serta yang
terakhir tentang menyembunyikan kebencian vs mengumpat.
Telaah Perikop (exsegese teks)
Empat tema tersebut, yang diangkat oleh Salomo
pada ayat 15-18 ini akan kita bahas berdasarkan beberapa pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Mengupayakan kehidupan melalui
harta benda
Apabila kita membaca ayat 15 bacaan kita, maka
kita menemukan sesuatu yang “seakan bertentangan” dengan konsep Salomo mengenai
harta dan kekayaan. Misalnya silakan lihat redaksi Amsal 18:11 dan bandingkan juga
dengan bunyi Amsal 10:15.
Kota
yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut
anggapannya. (Amsal 18:11)
Kota
yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya, tetapi yang menjadi kebinasaan bagi
orang melarat ialah kemiskinan. (Amsal
10:15)
Amsal 18:11 dengan jelas berbicara tentang
jebakan harta dan kekayaan ketika dijadikan sebagai tembok tinggi atau tempat berlindung dari segala
kehancuran. Harta menjadi pertahanan menghadapai segala sesuatu, sehingga
secara tidak langsung harta telah “mengantikan posisi” Tuhan. Padahal dengan
jelas, Salomo mengkritik kehidupan model seperti itu dan kemudian menyatakan
bahwa TUHAN adalah Menara yang kuat dan di sanalah orang
mencari keselamatan (lihat 18:10).
Jika merujuk pada penjelasan di atas, lalu
mengapa kemudian kalimat “Kota yang kuat bagi orang kaya ialah
hartanya” pada Amsal 10:15 terkesan positif dituturkan Salomo dan
berbeda suasananya ketika membaca Amsal 18:11?
Dualisme pemahaman ini menjadi jelas jika kita
membaca dua ayat di awal pasal 10 kitab Amsal, secara khusus ayat 4,5 yakni:
4
Tangan
yang lamban membuat miskin,
tetapi
tangan orang rajin menjadikan kaya.
5
Siapa mengumpulkan pada musim panas, ia berakal budi;
siapa
tidur pada waktu panen membuat malu.
Pada bagian ini, Salomo berbicara twntang usaha
dan kerja untuk memperoleh kekayaan atau harta bendawi demi melangsungkan
kehidupan. Dengan demikian, jika membaca ayat 15 pasal 10 dalam terang ayat 4
dan 5 kita menemukan keterkaitan yang sangat penting yakni: apabila
seorang malas dan lamban dalam mengupayakan kehidupan, sertatidak menyiapkan
diri menghadapi tiap musim kehidupan memlaui akalbudinya, maka kemiskinan akan
menjadi warna kehidupannya. Hasil akhir adalah kebinasaan karena kemelaratan
hidup yang ia terima karena bermalas-malasan.
Selanjutnya, Salomo menekankan tentang,
pentingnya untuk memilah sumber penghaslan yang diperoleh ketika mengupayakan
harta dankekayaan melalui bekerja. Menurut Salomo ada dua sumber upah dari
kerja, yakni yang dilakukan secara benar oleh orang benar dan yang dilakukan dengan cara tidak benar oleh orang fasik (ay.16). Dua asal upah ini
mengarah pada dua tujuan akhir yakni kehidupan
dan dosa.
Pernyataan pada ayat 16 ini diteguhkan oleh ayat
2 yakni segala sesuatu yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, yakni
memperoleh harta benda dengan cara yang salah akan membawa siapapun pada
kehancuran sebab semuanya tidak akan berfaedah. Di sisi lain, Salomo
meyakninkan bahwa ketika bekerja serta memperoleh harta kekayaan dengan cara
yang benar, kehidupannya dijamin selamat dari Maut. Bahkan ada jaminan bahwa
orang benar tidak akan dibiarkan oleh TUHAN mengalami kelaparan.
2. Manfaat didikan dan teguran
Terdapat dua penekanan penting yg
disampaikan oleh Salomo pada ayat 17 ini, yakni:
Pertama: Orang yang benar tidak hanya menerima pengajaran, tetapi juga
menyimpannya. Mereka tidak membiarkannya terlepas begitu saja karena ceroboh,
seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Mereka tidak membiarkannya jatuh
ke tangan orang-orang yang akan merampasnya. Mereka mengindahkan didikan
baik-baik, menjaganya agar tetap murni dan utuh, untuk mereka gunakan sendiri,
supaya dengan itu mereka bisa menguasai diri mereka sendiri, menyimpannya demi
kepentingan orang lain, supaya bisa mengajar orang-orang tersebut. Barangsiapa
berbuat demikian akan menuju jalan kehidupan, yaitu jalan yang disertai
penghiburan sejati dan menuju kehidupan
kekal.
Kedua: Orang yang salah bukan hanya tidak menerima pengajaran, melainkan juga
berketetapan serta berkehendak untuk menolaknya ketika pengajaran itu
ditawarkan kepada mereka. Mereka tidak mau diajar tentang kewajiban mereka
karena pengajaran itu menyingkapkan kesalahan mereka. Mereka sangat membenci
pengajaran yang mengandung teguran, dan jelas mereka keliru. Ini merupakan
tanda bahwa penilaian mereka keliru, dan mereka memiliki pemahaman yang keliru
tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Itu sebabnya perilaku mereka juga
sesat. Seorang pengembara yang tersesat, yang tidak mau diberi tahu akan kekeliruannya
serta ditunjukkan jalan yang benar, maka
sudah pasti ia akan tetap tersesat, dan terus-menerus tersesat. Jelas dia
telah kehilangan jalan kehidupan.
3. Menyembunyikan Kebencian
Apakah maksud dari menyembunyikan kebencian? Bukankah
adalah baik untuk tidak menunjukkan rasa marah dan benci di depan umum.
Ternyata Salomo bermaksud mengatakan dengan cara yang berbeda, yakni tentang
kefasikan dan berpura-pura menahan kebencian.
Ketika kejahatan ditutupi
oleh kata-kata manis dan penyamaran: Maka siapa-pun yang menyembunyikan kebencian
dengan bibir yang berdusta, meskipun menganggap dirinya sendiri cerdik, ia tetap adalah orang bebal. Bibir yang
berdusta saja sudah dianggap buruk, apalagi jika dipakai sebagai selubung
kejahatan, atau ada maksud jahat dalamnya, yakni supaya terlihat benar dan
baik..
Salomo bermaksud menekankan soal
kemunafikan yakni dengan cara menyembunyikan rasa benci pada seseorang supaya
terkesan bahwa ia hebat dan tangguh, tetap terkategori sebagai orang bebal.
Yang benar adalah murni mengampuni seseorang dengan tulus dan rela melepaskan
pengampunan secara sukarela. Di sisi lain, jika dengan sengaja mengumpat atau
menyampaikan perkataan kasar kepada mereka yang dibenci maka label bebal tetap
menjadi bagian kehidupannya. Tidak heran kemudian di ayat 19, Salomo mengajak
untuk berhati-hati untuk berbicara dan memiliki kemamuan untuk mengekang bibirnya.
Renungan dan Penerapan
No comments:
Post a Comment