Pendahuluan
Dalam Alkitab, nazar adalah janji yang sungguh-sungguh kepada Allah (Mazm 76:12) yang diadakan dengan maksud untuk menyerahkan diri kepada Allah (Bil 6:2), mempersembahkan anak-anak kepada Allah (1Sam 1:11), mempersembah-kan harta benda kepada Allah (Kej 28:22), mempersembahkan korban-korban (Im 7:16; 22:18; Bil 15:3) atau sebagai tindakan merendahkan diri (Bil 30:13), sebagai “imbalan” atas pemenuhan isi perjanjian dari pihak Allah kepada manusia (yang bernazar). Dalam bagian yang lain, nazar menunjukan sebuah janji antara Allah dan manusia yang dilakukan oleh manusia dan siap menepatinya (Kej. 28:20), atau sebagai sebuah persembahan yang diberikan dengan sukarela kepada Allah (Im. 27:2), pantangan terhadap sesuatu, (Maz. 132:2ff).
Jadi, Nazar/ nadar adalah janji diri sendiri untuk berbuat atau melakukan sesuatu jika maksud tercapai; namun janji yang dilakukan berlaku secara mengikat dan penuh dengan nilai-nilai sakral karena terjadi di antara hubungan manusia dengan Allah. Nazar ditujukan sebagai hasrat ingin memberikan yang terbaik kepada Allah sebagai ekspresi ucapan syukur atas kebaikan yang telah diterima dari Allah atau sesuatu yang berharga untuk membuktikan kesetiaan kepada Allah dengan cara pemantangan atau menahan hasrat yang berorientasi pada diri sendiri dan menyesuaikannya dengan kehendak Allah.
Telaah Perikop
Dalam bacaan kita hari ini, umat Israel diperintahkan oleh Tuhan, melalui Musa untuk menyikapi setiap Nazar yang diucapkan, khususnya dalam hubungan bagi Nazar yang diucapkan oleh seorang perempuan. Spontanitas nazar umat Tuhan merupakan upaya menyelaraskan gerak langkah mereka dengan Allah. Dengan iman, manusia menyempurnakan segala keteraturan disiplin korban dan persembahan yang diminta Allah (ps. 28-29). Tuhan begitu menghargai persembahan spontan ini sehingga mengaturnya dengan detail dalam pasal 30:1-16 yang juga termasuk dalam bacaan kita hari ini. Tujuan dari perintah dalam Bilangan 30:1-9 ini adalah agar nazar jangan dibuat tergesa sehingga menodai keharmonisan umat dengan Allah. Allah tidak ingin manusia berdosa karena tidak bisa memenuhi janjinya kepada Allah.
Nazar wanita khususnya harus diperhatikan oleh para lelaki yang biasanya melindungi mereka. Ini sesuai konteks budaya kehidupan Israel dalam budaya patriarkat. Ayah atau suami memastikan bahwa nazar itu pantas dibuat dan dapat dipenuhi. Saat itu tak lazim wanita hidup sendirian tanpa pendampingan lelaki, baik sebagai ayah (lih. Ayat 3-5), ataupun sebagai suami (ayat 6-8, 10-15). Kecuali mereka janda atau bercerai (bd. Ayat 9) sehingga tidak lagi ada di bawah perlindungan lelaki. Perlu diingat bahwa catatan untuk para janda dalam Alkitab sejajar dengan anak yatim piatu, yakni mereka yang lemah dan papa, serta perlu perlindungan dalam hidup bermasyarakat.
Tuhan memberi hak veto pada para pelindung wanita (yakni ayah, suami) untuk membatalkan atau memberlakukan nazar itu (13). Hak veto itu harus dilihat sebagai pertanggungjawaban dari pihak lelaki ketimbang keistimewaan hak itu. Ceroboh, lalai atau telat merespons membuat lelaki harus menanggung segala akibat gagalnya nazar anak/istri mereka (15,16)! Sama sekali bukan maksud Allah untuk membiarkan kaum lelaki bersikap sembarangan dan kasar karena hak veto tersebut.
Di bagian ini penekanan khusus diberikan pada soal pengesahan nazar perempuan. Tuhan menentukan bahwa nazar seorang perempuan dapat dibatalkan oleh ayah atau suami yang bersangkutan jika dipandang dia tidak mampu mempertanggungjawabkannya. Ayah atau suami bisa mendukung nazar tersebut dengan diam jika mereka menyetujui atau membatalkannya melalui veto. Seorang ayah memiliki hak mutlak di dalam hal ini jika anak perempuannya belum menikah dan hak yang sama dimiliki suami atas istrinya. Dalam budaya Yahudi, memang para perempuan pada umumnya dianggap tidak mengetahui rincian-rincian upacara religius sehingga dapat mengikrarkan nazar-nazar yang berat atau yang merugikan rumah tangganya.
Aplikasi dan Relevansi
Nazar berarti 'janji dan sumpah yang ditujukan bagi Allah bukan manusia'. Dalam nazar ini diungkapkan tentang keinginan untuk melakukan sesuatu bagi Allah. Seringkali seseorang mengucapkan nazar tanpa berpikir panjang, tetapi karena dorongan emosi. Tujuannya mungkin untuk menyatakan bahwa ia bersungguh-sungguh, tapi kenyataannya sulit mewujudkan janji itu. Perlu diingat, nazar ini harus dipenuhi karena merupakan janji kepada Allah. Itu sebabnya, Allah memerintahkan bangsa Israel melalui Musa untuk mengucapkan nazar dengan penuh tanggung jawab.
Tanggung jawab lelaki dan perempuan. Jika seorang laki-laki mengucapkan janji, ia sangat terikat dengan janji tersebut. Sebaliknya, jika perempuan yang mengucapkan janji, lelaki yang mendengarnya (suami atau ayah) berhak membatalkannya. Jika mereka diam, berarti mereka menyetujui dan harus turut memikulnya. Sebagai Kristen -anggota keluarga Allah- kita harus berbicara/ menegur, bila melihat kesalahan sesama seiman kita. Jika kita berdiam diri, kita harus turut memikul kesalahan yang mereka lakukan.
Saat ini di dalam Kristus, tak ada lagi pembedaan antara lelaki dan perempuan. Hukum ini tidak mengikat lagi secara ritual. Namun, prinsip kasih dan kepedulian serta tanggung jawab masih harus dipraktikkan oleh seorang suami atau seorang ayah terhadap keluarganya. Ini adalah ungkapan kasih Kristus sendiri yang telah menyerahkan nyawa-Nya bagi jemaat-Nya (Ef. 5:25-30).
Karena itu adalah kewajiban seorang Ayah dan ibu; suami atau istri untuk saling memperhatikan satu dengan yang lain dalam hal janji atau Nazar kepada Allah. Jangan sembarang mengucapkan janji kepada Tuhan jika tidak dapat menepatinya. Maka orangtua harus mengontrol dan mengingatkan anak-anaknya; demikian juga suami kepada istri atau sebaliknya apabila kita mendapati ada ucapan Nazar yang tidak benar, maka kita perlu mengingatkan. Sebab sekali berjanji kepada Tuhan, maka wajib untuk membayarnya.
Pa,
ReplyDeleteApakah seorang suami yang non kristen,
tetap dapat membatalkan nazar istrinya yang kristen ?
Thks
Pak, nazar seperti apakah yang diizinkan oleh Tuhan?
ReplyDelete