MAZMUR 77:12-21
Pendahuluan
Siapapun kita pasti
pernah mengalami pasang surut kehidupan. Ada saat hidup penuh dengan damai
sejahtera, namun juga ada kondisi di mana hidup penuh tantangan dan persoalan.
Bisanya ketika mengalami hidup yang penuh damai dan kesenangan, kita
menikmatinya dengan penuh kegirangan dan kelegaan. Bahkan tanpa sadar,
kesenangan hidup itu sering membawa kita terlena dan melupakan sumber dari
segala kebahagian hidup, yakni Tuhan sang pengasih. Bukan itu saja, kesenangan
hidup jugalah yang kemudian mulai menggiring kita untuk menjauh dari Tuhan dan
jatuh dalam dosa.
Lain halnya ketika
kemudian hidup yang kita jalani tiba2 berubah dari bahagia menjadi sengsara dan
penuh pergumulan. Hal utama dan pertama yang dilakukan adalah mencari-cari
Tuhan untuk memohon pertolongan. Bahkan kadang sadar atau tidak, kita mencari
Tuhan bukan untuk meminta pertolongan, melainkan meminta pertanggung-jawaban
Tuhan. Tuhanlah yang layak kita anggap penyebab sengsara hidup ini. Tuhan kita
anggap sudah tudak mengasihi kita lagi. Sehingga penyebab utama hidup sengsara,
kita sebut Tuhanlah penyebabnya.
Telaah Perikop (Tafsiran)
Kondisi inilah yang
tergambar dalam bacaan kita hari ini. Mazmur ini diciptakan waktu keadaan umat
Israel susah sekali, yaitu di masa yang menyusul kembalinya umat dari
pembuangan. Hati pemazmur sangat tertekan dan ia hampir hilang kepercayaannya
kepada Tuhan sebagai pelindung dan penolong umatNya (bd. Maz 77:2-11).
Jika kita
memperhatikan awal kisah pembuangan Israel dan bahkan melihat pola laku bangsa
pilihan ini, maka pastilah kita setuju bahwa pembuangan itu dan kesengsaraan
tersebut merupakan dampak dari dosa dan kesalahan umat kepada Allah. Namun sengsara hidup dan derita yang mereka
alami acap kali hanya direfleksikan sebagai bentuk murka Allah dan kebencian
Allah bagi umatNya. Tuhan sudah tidak mengasihi Israel dan menolak bangsa
pilihan (bd. Ay. 8,9) adalah anggapan umum umat waktu mengalami pembuangan.
Tuhan menjadi “kambing hitam” dan penyebab sengsara mereka.
Cara berpikir yang keliru ini
dituturkan oleh Asaf penulis Mazmur mulai dari ayat 2-11 bacaan SBU pagi.
Menurut pemazmur apa yang mereka alami dalam kesengsaraan disebabkan oleh
Tuhan. Mengapa demikian? Karena pemazmur melihat sendiri dan mengingat masa
lalu tentang berbagai derita pembuangan hingga mereka kembali ke kampung
halaman. Dalam keputusasaan mengalami derita, pemazmur berseru dengan nyaring
meminta pertolongan, namun tangan Tuhan seakan enggan menolong (ay.3,4). Bahkan
lebih jauh, pemazmur mencoba merenungkan ulang kisah masa lalu hidup mereka,
dan dalam kegetiran ia menyimpulkan bahwa Tuhan
telah berubah (ay.11).
Syukurlah bahwa perspektif yang
keluru ini diubah oleh Asaf dengan cara pandang yang baru ketika mengalami
persoalan dan tekanan kehidupan. Perhatikan beberapa hal yang disampaikan dan
dilakukan pemazmur ketika melihat masalah dan beban hidup itu dengan cara yang
baru, yakni:
1. Pemazmur tetap melihat masa lalu.
Tetapi kali ini dengan cara yang berbeda. Ia tidak melihat dan mengingat masa
lalu yang kelam dan sulit. Namun yang diingat dan direnungkan adalah
perbuatan-perbuatan TUHAN yang ajaib (ay.12.).
Mengingat perbuatan Allah yang ajaib
rupanya adalah upaya pemazmur untuk membuktikan bahwa TUHAN tetap berkuasa atas
mereka dan perbuatan ajaib Allah selalu ada sejak zaman purbakala. Dengan cara
pandang seperti ini, Asaf ingin mengajak umat Israel untuk meyakini bahwa kuasa
Allah tidak pernah berubah. Sekaligus meralat pernyataan ayat 11 bahwa tangan kanan Yang Mahatinggi berubah,
tidaklah benar. TUHAN Allah tidak berubah sebab sejak purbakala perbuatan
ajaibNya telah ada.
Dengan
mengingat-ingat perbuatan Tuhan masa lampau, ia berharap beroleh kekuatan untuk
tetap percaya dan mengandalkan Dia! Ingatannya terhadap perbuatan Tuhan masa
lalu membawanya kepada kekaguman luar biasa pada kuasa Allah sekaligus
menjadikan itu sebagai kekuatannya menghadapi tantangan hidup.
2.
Perhatikan ayat 13 bacaan kita.
Pemazmur bukan hanya mengingat perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib itu di masa
lampau, namun juga ia merenungkan peristiwa2 itu sebagai suatu refleksi iman
tentang kuasa Allah yang ajaib. Walaupun tidak disebutkan hasil perenungan itu,
namun kita dapat menduga dengan pasti bahwa hasilnya adalah hal-hal positif
yang membangkitkan semangat iman untuk berjuang dan berpeng-harapan dalam
TUHAN. Hal ini terlihat jelas ketika ia dengan berani, semangat menyebut atau
menceritakan perbuatan2 TUHAN itu.
Tidak
disebutkan mengapa ia menyebut perbuatan TUHAN itu. Hal ini harus dilihat dalam
pemahaman pengajaran Israel dari generasi ke generasi. Menyebut perbuatan Tuhan
berarti menceritakan perbuatan TUHAN itu. Ini bermakna bahwa pemazmur tidak
hanya merenungkan untuk diri sendiri namun ia berani bersaksi tentang TUHAN
yang ajaib tersebut kepada orang lain. Itu berarti pemazmur sedang mengajarkan
kepada orang lain tentang Allah dan perbuatanNya yang ajaib itu.
3.
Perhatikanlah bagaimana cara
pemazmur menuturkan dan menyebut perbuatan2 ajaib yang dilakukan TUHAN dalam
hidup bangsa Israel pada ayat 16-21..! SANGAT DETAIL, itulah cara pemazmur
menyebut perbuatan-perbuatan TUHAN yang ajaib itu. Terkesan kuat seakan
pemazmur mengalami sendiri peristiwa nenek moyangnya mengalami tangan TUHAN
yang membebaskan mereka melalui Musa dan Harun. Pemazmur dengan lugas dan jelas
menyebut tahap demi tahap berbuatan Tuhan itu.
Hal
ini perlu dipertanyakan!! Bagaimana mungkin pemazmur mengingat detail peristiwa
masa lalu padahal ia sendiri tidak mengalami zaman Musa dan Harun? Jawaban yang
pasti adalah bahwa pemazmur mendengar kisah itu dari orang tua yang
menuturkannya dari generasi ke generasi. Mungkin juga ia membaca kisah tersebut
dalam tulisan-tulisan suci Israel. Yang pasti pemazmur sangat mengenail Allah
dan perbuatanNya itu dan tidak melupakan kebaikan2 yang telah Tuhan perbuat
baginya dan nenek moyang Israel.
Relevansi dan Aplikasi (penerapan)
semua orang pernah mengalami kesulitan di dalam
kehidupan, termasuk orang Kristen. Di dalam kesusahan hidup, siapakah yang kita
cari? Seringkali kita tidak lagi mau mencari TUHAN karena kita menganggap
TUHANlah yang bertanggungjawab atas semua kesusahan kita. Kita menganggap Dia
tidak dapat menjaga dan memelihara kita sebagaimana janjiNya. Pemazmur di dalam
kesusahannya tetap berseru kepada TUHAN. Jadi walaupun kita menyimpan banyak
pertanyaan tentang TUHAN, tetapi sepatutnya kita meneladani pemazmur dengan
tetap bersandar kepada TUHAN.
TUHAN tidak pernah meninggalkan kita. Dalam
kesulitan kita, seharusnya kita tetap beriman kepada TUHAN karena percaya bahwa
tidak ada allah lain selain daripada TUHAN. Untuk bisa sampai pada tingkatan
iman seperti ini, maka langkah pertama yang harus kita perbuat adalah
merenungkan dan mengingat perbuatan Tuhan yang ajaib dalam hidup kita. Carilah
dan ingatlah bagaimana TUHAN menolong kita, dan apa yang kita alami bersama
TUHAN.
Semua kita tentu pernah mengalami keajaiban TUHAN
di dalam hidup ini, bukan? Jadikan pengalaman-pengalaman iman di masa lalu itu
sebagai kekuatan menghadapi pergumulan dan tangan saat ini. Bahkan bukan itu
saja, kita harus mengikuti apa yang diperbuat pemazmur, ykani menceritakan
berbagai keajaiban itu kepada orang lain dan turun-temurun kita agar merekapun
dapat menemukan kekuatan iman karena percaya pada Allah yang tidak berubah
serta penuh kuasa itu.
Jadi marilah kita tetap beriman dan bersandar
pada-Nya. Pengalaman masa lalu kita telah membuktikan bahwa TUHAN tidak pernah
meninggalkan kita. Dia akan selalu setia kepada janjiNya. Selamat menghayati;
mengingat dan merenungkan perbuatan Allah dalam hidup kita. Percayalah bahwa
jika Dia menolong kita di masa lalu, maka kuasaNya pun ada dan siap mendampingi
kita di saat mengalami pergumulan hari ini ataupun esok. Sebab sudah terbukti bahwa
“TUHAN tidak pernah berubah”. Amin.
No comments:
Post a Comment