Sunday, May 4, 2014

BAHAN RENUNGAN IBADAH KELUARGA 07 MEI 2014



1 YOHANES 3:11-18 (SBU 3:11-15)


PENDAHULUAN

Sejak kecil kita sudah mengenal kasih, lewat orang tua, lewat saudara dan lewat teman-teman. Sejak kecil kita juga telah dituntut untuk mengasihi. Kita belajar untuk mengasihi. Kita dididik untuk mengasihi. Sampai saat ini, kita masih tetap dituntut dan diajar tentang kasih.

Dalam I Yohanes 3:11 dikatakan, “Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasih”. Sejak pertama kita mengenal Kristus, perintah untuk saling mengasihi sudah kita dengar. Sejak kita pertama kali muncul di dunia ini, kita sudah mengenal kasih. Belaian lembut dari Ibu mengajarkan kita tentang kasih. Sampai saat inipun kita selalu ingin dikasihi dan mengasihi. Seakan-akan kasih itu ada disepanjang hidup kita. Tetapi, apakah kita sungguh-sungguh mengerti tentang kasih? Berapa banyak kita berkata kepada orang lain kita mengasihi mereka. Terhadap orang tua kita, terhadap suami/istri, terhadap pacar/tunangan kita terhadap saudara dan teman-teman kita? Khususnya terhadap Tuhan?



TELAAH PERIKOP

Bacaan kita saat inipun berbicara tentang Kasih itu. Rasul Yohanes menjelaskan dengan perspektif sederhana untuk mendefenisikan apakah Kasih itu. Ada beberapa pokok penting yang dijelaskan Rasul Yohanes mulai ayat 11-18. Karena itu perikop ini jangan berhenti pada ayat 15 sebagaimana anjuran SBU, namun perlu dibaca secara utuh hingga ayat 18.  Pokok pikiran dalam perikop ini adalah:

1.       Mengasihi bukanlah perintah yang baru bagi orang percaya. Penekanan penting ini disampaikan oleh Rasuk Yohanes pada ayat 11. Mengapa? Karena hal itu sudah mereka dengar dari mulanya dan Kasih adalah inti ajaran Kristus sejak semula. Perintah untuk saling mengasihi adalah perintah yang disampaikan Yesus kepada para muridNya sebelum di salib. Dan itu Yesus sebut sebagai perintah baru (Yoh. 13:34).


Namun karena perintah sudah pernah diteruskan kepada mereka oleh para rasul, maka seharusnya perintah mengasihi bukan menjadi hal baru yang sulit untuk dilakukan. Dengan memahami bahwa perintah mengasihi sudah mereka ketahui, maka Rasul Yohanes menduga bahwa harusnya pula apa yang sudah diketahui itu harus juga dikerjakan.

2.       Selanjutnya Yohanes mengingatkan bahwa kendatipun kita sungguh mengasihi orang lain, belum tentu pula mereka mengasihi kita. Contoh mengenai kasus Kain dan Habel diberikan Yohanes sebagai bukti dari suatu kebencian mutlak yang berakhir pada pembunuhan (ay.12).


Dunia yang tidak percaya pastilah tak mungkin mengasih orang percaya (ay.13). Namun kebencian mereka harus tetap dibalas dengan kasih tanpa pamrih tersebut. Sebab jika kebencian yang diperoleh dari dunia yang jahat ini, dibalas dengan kebencian yang sama, maka orang percaya tidak jauh berbeda dengan dunia yang jahat. Untuk membedakan diri orang percaya yang telah berpindah dari maut ke dalam kasih Karunia Kristus, maka Yohanes meminta umat Tuhan untuk tetap mengasihi mereka yang menganggap orang percaya itu musuh. Bahkan lebih jauh, anggaplah mereka bagaikan saudara untuk dikasihi (ay.14). 

3.       Ada hal menarik yang ditegaskan Yohanes pada ayat 15 untuk men-jelaskan apakah kasih itu. Yohanes membandingkan Kasih itu sebagai tindakan berlawanan dari kebencian. Membenci saudara sama dengan membunuh saudaranya itu (ay.14). Hal ini harus dimengerti dalam perbandingan terbalik suatu dikotomi antara istilah musuh dengan sahabat (baca: saudara) dan dikotomi membunuh dengan menghidupkan.

Apabilah seseorang membunuh (baca: membenci) saudaranya, hal itu sama artinya dengan ia telah menghidupkan seorang musuh. Sebaliknya, barangsiapa mengasihi musuhnya, hal itu berarti ia telah menghidupkan seorang sahabat (baca: saudara). Maka benarlah ungkapan ini: “cara mudah untuk menghilangkan permusuhan adalah dengan mengubah musuh menjadi sahabat; cara bijak untuk mempertahankan persahabatan adalah dengan menjadikan sahabat bagaikan saudara”

4.       Lebih lanjut, Yohanes memberikan ukuran mutlak kadar dari Kasih itu. Apakah ukuran mengasihi itu? Ukurannya adalah cara Yesus mengasihi umatNya. Satu-satunya cara Yesus menunjukkan KasihNya dalam kadar mutlak yang maksimal adalah memberikan dirinya (Yun: agapao atau agape) melalui mengorbankan nyawaNya (ay.16). Itulah sebabnya Yohanes mengarahkan bahwa kadar seorang mengasihi sesamanya adalah relah mengorbankan segalanya, termasuk nyawanya sekalipun.

5.       Di bagian akhir perikop ini Yohanes menunjuk bentuk kongkrit dari Kasih yang mengasihi itu. Bahwa kasih tidak dapat diungkapkan dengan kata atau lidah; kasih tidak dapat hanya dinilai dengan perasaan. Semuanya hanya akan membuat kasih menjadi abstrak atau tidak nyata.



Itulah sebabnya dalam ayat 17, Yohanes memberi contoh nyata soal Kasih yang mengasihi, yakni jangan hanya mengasihi saudara dengan keprihatinan dalam kata atau pengertian dalam pikiran. Jika ia kekurangan sesuatu dan kita memiliki hal yang ia butuhkan, maka seharusnya kasih yang kongkrit adalah lewat tidakan memberikan apa yang ia perlu dan bukan sekedar keprihatinan yang semu. Sebab Kasih yang sesungguhnya tidak terpapar secara abstrak dalam kata melalui lidah; melainkan terwujud kongkrit dalam perbuatan dan kebenaran yang nyata (ay.18).


APLIKASI DAN RELEVANSI     

Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa poin khusus yang dapat di terapkan dalam kehidupan kita, yakni:

1.   Kasih itu memang rohani. Sebab kasih yang sejati itu hanya dapat datang dari Allah. Tetapi Yohanes berpesan, supaya kasih itu jangan terlalu dirohanikan. “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan.” Mengasihi dengan perbuatan. Hal ini sudah tidak perlu dijelaskan alias sudah gamblang. Yang tersisah hanyalah apakah dilaksanakan atau tidak.

Kasih itu bukan terutama untuk direncanakan. Bukan hanya untuk dikhotbahkan. Bukan cuma untuk dislogankan atau diposterkan. Tetapi untuk diwujudkan. Untuk dilaksanakan. Untuk ditindakkan. Untuk diamalkan. Sekarang, dan di sini. Mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan! Love ini action.

2.       Tetapi perhatikanlah juga bahwa wujud kasih bukan hanya dalam perbuatan nyata. Namun dalam ayat 18, Yohanes menekankan bahwa Kasih harus nampak dalam perbuatan dan kebenaran. Jadi jangan abaikan “kebenaran” sebagai alat ukur mengasihi. Mengasihi dalam kebenaran berarti kita melalukan sesuatu oleh karena kita tahu bahwa yang kita lakukan itu benar. Kita tahu persis mengapa kita lakukan itu; dan kita tahu  bagaimana melakukannya. Dan ketika melakukannya, kita tahu persis bahwa perbuatan kita itu benar.

Bukan banyak orang melakukan sesuatu dengan alasan karena mengasih? Tapi apakah perbuatan mengasihi untu berada dalam tataran kebenaran? Adalah tidak benar adanya jika karena alasan mengasihi maka kita membiarkan anak kita membawa kendaraan saat belum mencukupi persyaratan umur membawa kendaraan bermotor sesuai ketentuan. Adalah tidak benar bahwa karena alasan mengasihi maka kita menyembunyikan kesalahan dari orang yang kita kasihi.

Mengasihi mutlak di tunjukkan dengan perbuatan. Namun perbuatan yang benar dalam kebenaran hakiki adalah kasih yang sesunguhnya.

3.       Silakan dikembangkan dengan melihat poin 1-3 pada telaah perikop, khususnya pada bagian “membenci saudara sama dengan membunuh” dan kesediaan untuk “membalas kebencian dengan kasih” sebagai ciri mereka yang telah menerima Kasih karunia Allah. Amin.


No comments:

Post a Comment