Wednesday, March 11, 2020

Bilangan 1:1-27

Pentingnya Sensus Jemaat
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
15 Maret 2020

Oleh: Pdt. Cindy Tumbelaka, MA

Pengantar
            Kitab Bilangan memiliki dua judul dalam bahasa yang berbeda.  Dalam bahasa Ibrani, kitab ini bernama “Bar-nidbar” yang berarti Di Padang Gurun karena kitab ini mencatat firman TUHAN kepada bangsa Israel selama di padang gurun, sekeluarnya mereka dari Mesir (1:1, di ambil dari kalimat pertama: TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai). Judul lain dari kitab ini adalah “Arithmoi” dalam bahasa Yunani (berdasarkan Septuaginta: Kitab Ibrani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani), yang berarti “Bilangan.” Judul ini diberikan ber-dasarkan isi kitab yaitu pencatatan jumlah dalam angka (bilangan) suku-suku Israel.

Pemahaman Teks
Ay. 1          Adalah keterangan surat: yaitu berdasarkan Firman TUHAN kepada Musa di dalam kemah pertemuan, pada tanggal 1 bulan 2 tahun kedua, sesudah keluar dari Mesir.
                   Dengan demikian, sensus pertama ini terjadi setelah umat Israel dua tahun berada di padang gurun.
Ay. 2-3       TUHAN memerintahkan Musa untuk menghitung jumlah segenap umat Israel menurut kaum-kaum yang ada dalam setiap suku mereka, khusus-nya yang laki-laki berumur dua puluh tahun ke atas dan yang sanggup berperang untuk dijadikan pemimpin yang mewakili sukunya (1:2). Dari kriteria ini, jelaslah bahwa maksud penghitungan ini adalah untuk mempersiapkan pasukan karena mereka akan berperang, hampir di setiap daerah yang akan mereka lalui bahkan sampai masuknya bangsa Israel ke tanah Kanaan-pun, mereka masih harus merebutnya dari penduduk asli.
Ay. 4-16     Dari setiap suku Israel (yang berjumlah 12), harus ada satu orang untuk mendampingi Musa, yakni setiap kepala suku/ kepala pasukan (ay. 16). Ay. 5-15 adalah daftar nama-nama mereka berdasarkan suku yang diwakili.
Ay. 17-19   Musa melakukan tepat seperti yang diperintahkan TUHAN, yaitu mencatat mereka di padang gurung Sinai.
Ay. 20-21   Dari bani Ruben (anak sulung Yakub = Israel), ada 46.500 orang laki-laki yang berumur di atas 20 tahun dan yang sanggup berperang.
Ay. 22-23   Bani Simeon ada 59.300 orang
Ay. 24-25   Bani Gad ada 45. 600 orang
Ay. 26-27   Bani Yehuda ada 74.600 orang

Sebagai tambahan, total semua laki-laki Israel yang berumur 20 tahun ke atas dan yang sanggup berperang ada 603.550 orang (1:44-46). Penghitungan ini tidak termasuk suku Lewi karena suku Lewi dikhususkan untuk mengawasi Kemah Suci, bukan untuk ikut berperang (1:47-50). Suku Lewi bertugas untuk mengangkat Kemah Suci dengan segala perabotannya, karena pekerjaan itu tidak boleh dilakukan oleh orang awam (1:50-51).

Renungan dan Penerapan
            Penghitungan ini jelas dimaksudkan untuk menghitung kekuatan (bakal) pasukan Israel sehingga tidak termasuk di dalamnya perempuan dan anak-anak (sebagaimana sensus penduduk pada umumnya). Pada satu sisi, sangat mungkin ada laki-laki di atas umur 20 tahun yang tidak mampu berperang sehingga tidak masuk hitungan. Ini berarti, jumlah bangsa Israel yang keluar dari Mesir saat itu, jauh lebih banyak dari jumlah 603.550 orang yang dicatat ini. 
TUHAN memandang sangat penting bagi Musa (dan Harun) untuk menghitung berapa sebenarnya jumlah kekuatan yang mereka miliki untuk berperang. Karena itu, TUHAN memerintahkan Musa untuk menghitung orang demi orang (ay. 3) bukan sekadar perkiraan, padahal, penghitungan zaman itu jelas memakai metode manual. Tidak hanya itu, orang demi orang harus diperiksa supaya dapat dikatakan mampu berperang. Pekerjaan menghitung seperti ini tidaklah mudah, sebab jumlah orang tidak sedikit, apalagi harus memenuhi kriteri khusus yakni berumur 20 tahun – laki2 – mampu berperang.
Ketekunan untuk menghitung orang demi orang dan kejujuran untuk menilai kemampuan seseorang adalah hal yang seringkali diabaikan ketika kita merancang kegiatan gereja (bukan untuk berperang seperti pada zaman itu). Gereja semangat untuk membangun dan melakukan berbagai program namun jika tidak dimulai dari penghitungan ‘orang demi orang’ melainkan menghitung berdasarkan perkiraan (dan harapan) maka dalam pelaksanaan-nya, pembangunan maupun kegiatan gereja akan lebih banyak dan sering mengalami masalah, seperti kekurangan dana maupun sumber daya. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan kita:  “… kalau mau mendirikan sebuah menara … duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu?  Supaya … jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, …: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikan-nya (Luk 14:28-30).
Jadi, kelalaian gereja menghitung kekuatan dengan jujur adalah awal mula terjadinya pencarian dana yang terkesan memaksa (bukan lagi sukarela), acara maupun pengadaan bahan bangunan yang seadanya, bisa juga terjadi pemborosan, pekerjaan yang berlarut-larut bahkan ada yang tidak selesai atau mangkrak atau (jika pelayanan) tidak sesuai harapan.
Setelah kita menghitung kekuatan, TUHAN mengajarkan kita untuk mampu mengartikan bilangan-bilangan itu (= menganalisa data). Sebenarnya, menghitung merupakan hal yang tidak terlalu sulit selama kita tekun dan teliti.  Yang lebih sulit lagi adalah membaca (= menganalisa) apa yang sebenarnya terjadi di balik data/ bilangan-bilangan yang terkumpul, mis: apa yang membuat jumlah peserta ibadah/ kegiatan tidak sebanyak dengan jumlah jemaat yang terdaftar? Apakah karena waktu pelaksanaan yang tidak tepat atau kegiatan yang tidak menarik? Apa yang membuat jumlah persembahan jauh lebih sedikit dibanding peserta yang hadir? Apakah kemampuan memberi yang lemah atau peserta ibadah bukanlah yang masih produktif (kebanyakan lansia dan anak-anak)? Pada umumnya, gereja suka mengumpulkan data dan mewajibkan laporan dari semua kegiatan namun tidak mampu membaca apa yang sebenarnya terjadi di balik data dan laporan.  Padahal, Yesus juga memberi gambaran bahwa kalau mau pergi berperang … raja … duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan …  Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan … untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian (Luk 14:31-32). Kemampuan kita membaca = menganalisa data dan laporan sangat menentukan langkah yang akan diambil berikut.
Mendarat pada tema di minggu Prapaskah, kita diajar untuk mengevaluasi penderitaan yang kita alami, baik sebagai pribadi, keluarga, gereja bahkan masyarakat berdasarkan kejujuran mengukur kemampuan diri. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, penderitaan yang kita alami, bisa jadi karena kita “lebih besar pasak (= pengeluaran) daripada tiang (= pemasukan)” dan terbuai dengan harapan yang tidak masuk akal.  Dalam memberi tugas dan tanggung jawab kepada kita, Allah pun mengukur.  Kata Paulus: pencobaan yang kita alami tidak melebihi kekuatan manusia ataupun melampaui kekuatan (1Kor 10:13).  Tetapi kalau ternyata kita jatuh terpuruk, saatnyalah kita mengevaluasi diri: adakah kita yang tidak jujur menilai diri dan kemampuan kita.

No comments:

Post a Comment