MATERI KHOTBAH BPK PW
Selasa, 10 Agustus 2010
Ester 2:19-23
Pendahuluan
Pada kisah sebelumnya kita telah mengetahui bahwa akhirnya Ester diangkat menjadi Ratu bagi bangsa Persia untuk Raja Ahasyweros. Dan sampai pada kisah ini, Ester belum membuka identitasnya sebagai seorang Yahudi kepada Raja dan juga kalangan Istana. Hal ini dilakukan atas nasehat Mordehkai (orang tua angkatnya yang masih ada hubungan darah) karena alasan tertentu.
Kisah ini terus berlanjut pada suatu peristiwa yang besar bagi bangsa Persia ketika Raja terancam jiwanya lewat rencana pembunuhan yang disiapkan oleh dua orang penjaga pintu gerbang Istana yakni Bigtan dan Teresh.
Tafsiran Perokop
Ayat 19-20 : Hingga terpilihnya Ester sebagai Ratu Persia, seperti yang disebutkan di atas, identitasnya sebagai bangsa Yahudi belum diketahui oleh Raja dan kalangan Istana.
Mengapa demikian? Seharusnya adalah hal mudah untuk mengetahui identitas seseorang pada saat itu, yakni hanya lewat mengetahui namanya. Sebab nama seringkali menjadi identitas jati diri setiap orang pada masa itu. Namun demikian, Ester tidak teridentifikasi sebagai orang Yahudi, sebab nama Ester adalah nama orang Persia dan Babel yang dipakai pada umumnya dikalangan bangsa-bangsa itu.
Telah kita ketahui bersama, bahwa bangsa Israel telah dibuang di Babel selama 70 tahun (Yer.29:10) termasuk juga orang tua Ester. Karena Ester lahir di Babel (yang dalam kisah ini telah dikuasi Persia), maka namanya mengikuti nama orang Babel dan Orang Persia pada umumnya.
Nama Ester dari kata Persia STARA yang berarti BINTANG; yang juga memiliki padanan nama dari BAHASA Babel ISYTAR, yakni nama salah satu dewa perempuan Babel.
Sementara nama asli Ester dalam bahasa Yahudi atau Ibrani adalah HADASA (ay.7) yang berarti POHON MURAD.
Inilah yang menjadi alasan, mengapa kalangan Istana tidak mengetahui identitas Ester dari namanya. Mereka pasti hanya tahu bahwa Ester adalah wanita Persia karena namanya. Rahasia ini belum disingkapkan Ester atas saran Mordekhai karena alasan tertentu. Padahal Mordekhai dapat memanfaatkan situasi ini untuk menaikkan posisinya karena kerabat dekatnya (anak angkatnya) adalah seorang Ratu Persia. Namun justru hal ini tidak dilakukannya.
Di sisi lain, Ester bisa saja membuka rahasianya dan memilih tidak melakukan nasehat Mordekhai sebab pada waktu itu ia sudah menjadi ratu alias penguasa. Namun Ester melihat Mordekhai sebagai orang tuanya sendiri dan karena Ester seorang Israel yang taat kepada Hukum Musa (sepuluh Firman) sebagai perintah Allah, maka Ester mematuhi untuk “menghormati orang tuanya” (hukum ke-5).
Ayat 21 -23 : Di masa Ester menjadi ratu itulah terjadi pemberontakan disertai persekongkolan sida-sida raja untuk menggulingkan dinasti yang memerintah lewat rencana membunuh raja. Namun rencana jahat tersebut diketahui oleh Mordekhai yang segera menginformasikan ini kepada Ester, dan selanjutnya Ester melaporkan hal ini kepada Raja atas nama Mordekhai.
Mengapa harus atas nama Mordekhai? Alasan Ester melakukan ini tidak lain demi kebaikan Mordekhai, orang tua angkatnya yang amat memperhatikan hidupnya hingga ia menjadi ratu saat ini. Ester berharap dengan menyampaikan informasi berharga ini atas nama Mordekhai (sbg informan) kepada Raja, maka Raja akan memperhatikan Mordekhai dan menaikkan martabat dan posisinya di kalangan Istana yang pada waktu itu ia hanya pekerja rendahan di depan Gerbang Istana. Mungkin inilah cara Ester membalas budi baik orang tua angkatnya itu.
Akhirnya karena Mordekhai, melalui Ester, Raja Ahasyweros dan tahtanya dapat luput dari pemberontakan.
Aplikasi dan Penerapan dalam hidup
Dari kisah ini, ada beberapa hal yang bisa kita teladani dan terapkan Firman Tuhan ini dalam kehidupan kita sehari-hari, yakni:
1. Banyak orang sekarang ini amat mabuk terhadap tahta dan harta. Mabuk kekuasaan dan posisi menjadi seseorang tinggi hati dan melupakan kaidah serta norma tertentu dalam masyarakat. Kita perlu mencontohi karakter dan kerendahan hati Ester. Walaupun telah memiliki tahta dan mahkota serta kekuasaan sebagai Ratu Persia, ia tidak kehilangan kendali diri dan kemudian menjadi angkuh dan tinggi hati.
Baginya Mordekhai tetaplah orang tuanya dan bukan bawahannya. Sehingga apapun saran Mordekhai sebagi orang tua dipatuhinya dengan penuh hormat. Kita diingatkan bahwa diposisi manapun status sosial kita, entah sebagai pejabat atau orang terpandang karena harta tertentu, kita tetap sama di mata Tuhan. Karena itu, seperti Ester, demikian juga kita menghormati mereka yang perlu dihormati, mengasihi mereka yang harus dikasihi menurut kaidah dan norma Firman Tuhan.
2. Hal yang tidak kalah perntingnya adalah sikap Mordekhai yang sungguh bijak dan berhikmat. Ia sebenarnya bisa memanfaatkan status baru dari Ester, anaknya itu, untuk menaikkan posisi dan status sosialnya alias sedikit bernepotisme (paham hubungan kekeluargaan).
Namun justru hal itu tidak dilakukannya. Mordekhai lebih memilih proses yang benar dan alami sesuai kehendak Tuhan dan bukan pilih jalan pintas selagi ada peluang. Dan memang akhirnya Mordekhai menuai apa yang ia tabur, yakni atas rencana Tuhan ia akhirnya naik posisi yang cukup tinggi di kalangan pemerintahan Istana (lih. 6:1-14).
Pada kitapun Firman Tuhan hari ini ingin mengingatkan, bahwa kita jangan mengandalkan manusia namun mestinya lebih mengandalkan Tuhan. Mordekhai lebih memilih “apa yang Tuhan rencanakan bagi dia” dan bukan “apa yang aku akan lakukan lewat mengandalkan orang lain”. Kita diajak untuk jangan mau memilih jalan pintas dengan sistim “aji mumpung” yaitu “mumpung ada dia”, “mumpung posisinya bagus”, “mumpung bos lagi senang”, dll.
3. Di ayat 22 bacaan kita, Ester melakukan tindakan terpuji. Ia tidak mencari untung atau cari muka kepada raja dengan laporan itu. Bisa saja ia menyebut namanya sendiri sebagai sumber informasi. Namun dengan jujur ia menyebut nama Mordekhai dihadapan raja sebagai orang yang membongkar persekongkolan itu.
Kepribadian Ester ini harusnya menjadi panutan bagi kita semua. Kejujuran dan ketulusan dalam hidup adalah yang dikendaki Allah. Di sisi lain, Ester menyebut nama Mordekhai agar Mordekhai mendapat perhatian Raja. Artinya, Ester tidak melupakan Mordekhai walaupun ia telah menjadi pembesar kerajaan. Kitapun seharusnya begitu. Pepatah bijak mengingatkan: “Jangan Seperti Kacang yang Lupa Pada Kulitnya”. Jangan melupakan kebaikan orang lain, jangan menjadi pribadi yang angkuh dan janganlah mabuk pada kekuasaan. Itulah teladan dari Ester yang harus kita contohi dan lakukan.
Kiranya Tuhan memampukan saya dan ibu-ibu sekalian untuk menjadi berkat bagi orang lain dan kesaksian bagi kemuliaan Tuhan sebagimana yang telah ditunjukkan Ester dan Mordekai. AMIN
No comments:
Post a Comment