EFESUS 2:11-22
Ibu-ibu kekasih
Kristus....
Saya
mau mengajak kita untuk membayangkan sejenak, apa bila peristiwa yang terjadi
dalam perikop kita hari ini, terjadi juga dalam kehidupan kita: ditengah-tengah
keluarga, jemaat, masyarakat, atau antar suku bangsa lainnya …apa kita ngak
merasa ngeri ?? Ketika ada orang-orang yang merasa dirinya itu paling benar,
paling hebat, paling bisa, paling dekat, paling suci dan semua yang pake
paling-paling lagi … dan kemudian menganggap orang-orang lain disekitarnya itu
lebih rendah, lebih buruk, lebih dibawah … dll. Terbayangkan apa jadinya.
Inilah
yan terjadi di jemaat Efesus sesuai dengan bacaan kita hari ini. Dalam
benak orang-orang Yahudi zaman itu telah tertanam sebuah konsep bahwa mereka
adalah umat yang kudus, umat pilihan Allah. Sehingga sulit bagi mereka untuk
menerima orang luar (non Yahudi) untuk masuk ke dalam komunitas mereka. Bahkan
mereka menganggap najis untuk masuk ke dalam rumah orang non Yahudi. Kalaupun
orang Yahudi bersedia menerima orang non Yahudi, tentu dengan syarat mereka
harus mau mengikuti tata cara Yahudi seperti sunat dan hukum-hukum lainnya.
Ibu-ibu kekasih
Kristus....
Konsep
pemahaman seperti itu telah menimbulkan persoalan di dalam gereja, sebab anggota
jemaat di Efesus terdiri dari bukan saja orang-orang Yahudi melainkan juga
orang-orang non Yahudi. Selain menimbulkan kebingungan, hal ini juga telah
memunculkan perselisihan di antara mereka. Itulah sebabnya di dalam
surat-suratnya, Rasul Paulus merasa perlu membahas tentang persatuan orang
Yahudi dan non Yahudi. Salah satu surat Paulus yang menekankan hal ini adalah
surat Efesus. Ada beberapa pokok Pentin yang diuraikan Paulus, yakni:
1. Keadaan dahulu (ayat 11-12)
Ada
dinding pemisah antara orang Yahudi dan orang kafir/non Yahudi. Orang kafir
disebut sebagai ‘orang yang tidak bersunat’. ‘Sunat’ adalah tanda lahiriah,
namun artinya terlalu dibesar-besarkan oleh orang Yahudi. Penjelasan Paulus
dalam ayat 11 menunjukkan bahwa ia tidak mementingkan sunat lahiriah. Yang ia
pentingkan adalah ‘sunat hati’ (Rom 2:28,29 Fil 3:2-3 Kol
2:11-13). Juga dikatakan bahwa orang kafir itu, yang tidak termasuk kewargaan
Israel, tidak mendapat bagian dalam ketentuan yang dijanjikan (ay 12).
Israel
disebut ‘dekat’ karena Tuhan memberikan hukum-hukumNya kepada mereka (Maz
147:19-20). ‘Dekat’ dalam ay 17 berbeda dengan ‘dekat’ dalam ay 13.
Sekalipun Israel disebut ‘dekat’, tetapi tetap ada dinding pemisah antara
mereka dengan Allah. (ingat tabir pemisah antara ruang suci dengan ruang maha
suci dalam Bait Allah). Namun orang kafir mempunyai dinding pemisah yang lebih
tebal lagi, dan karena itu mereka disebut ‘jauh’. Paulus menyuruh mereka mengingat keadaan
mereka yang dahulu (ay 11-12). Ini penting supaya mereka tetap rendah hati dan
tetap ingat kasih Allah kepada mereka.
2. Apa yang dilakukan oleh Kristus (ayat 13-18)
Paulus
menjelaskan bagaimana Allah telah mendekatkan mereka dengan-Nya dan menjadikan
mereka satu umat. Perseteruan Allah dengan mereka dan antara mereka dengan
Israel telah dirubuhkan oleh kurban darah Kristus yang tercurah di kayu salib.
Perseteruan telah didamaikan. Kristulah kurban damai perseteruan antara manusia
dan Allah dan sesama (ayat 14). Tidak hanya tembok pemisah antara manusia
dan Allah yang rubuh, tetapi tembok pemisah antara etnis Yahudi dan etnis-etnis
non Yahudi pun dihancurkan.
Bagaimana
Kristus melakukannya? Paulus menjelaskan tiga hal yang dikerjakan Kristus di
kayu salib (ayat 15-16):
1. Yesus membatalkan hukum
Taurat (ayat 15). Selain membatalkan hukum-hukum yang memisahkan Yahudi
dan nonYahudi seperti hukum sunat dan makanan halal/haram, Yesus juga
membatalkan fungsi Taurat sebagai jalan keselamatan. Tetapi fungsi Taurat
sebagai hukum bagi umat Allah tetap berlaku sebagai petunjuk hidup baru.
2. Tuhan Yesus menciptakan satu umat
yang baru (ayat 15). Semua etnis Yahudi atau nonYahudi dipersatukan
menjadi satu umat di dalam dan oleh Yesus. Namun ini tidak berarti bahwa Yahudi
dan non Yahudi bersatu membentuk etnis ketiga atau hilangnya etnis Yahudi dan
non Yahudi. Etnis Yahudi tetap Yahudi, etnis non Yahudi tetap non Yahudi. Yang
dibatalkan adalah ketidaksetaraan di hadirat Allah.
3. Yesus mendamaikan etnis
Yahudi dan nonYahudi dengan Allah (ayat 16).
3. Keadaan sekarang (ayat 19-22)
Sekarang
umat yang telah didamaikan Kristus disebut sebagai kawan sewarga
(ayat 19), dan menjadi anggota kerajaan Allah yang hidup di bawah pimpinan
dan hukum-hukum Allah. Umat yang didamaikan ini juga disebut keluarga Allah
(ayat 19). Sebagai anggota keluarga Allah secara otomatis, relasi antar
etnis pun diungkapkan dengan istilah ‘saudara’. Selanjutnya, umat yang
didamaikan itu juga disebut sebagai tempat kediaman Allah (ayat 21-22).
Umat
yang diperdamaikan itu dilihat sebagai Bait Allah Perjanjian Baru. Penggenap
perjanjian Allah itu bukan pada bangunannya tetapi pada persekutuan yang hidup
dari anggota keluarga Allah yang didasari oleh pemberitaan janji Allah melalui
para nabi PL dan kesaksian para rasul tentang Kristus. Jadi setiap orang
kristen adalah batu yang tersusun bagi Bait Allah. Kalau dahulu orang-orang
kafir (tidak bersunat) beribadah dalam Bait Allah secara terpisah
(dipisahkan oleh dinding pemisah), maka sekarang bukan saja tidak ada dinding
pemisah, bahkan mereka menjadi batu-batu penyusun Bait Allah.
Ibu-ibu kekasih
Kristus....
Dalam
suratnya ini, nampak jelas Paulus menekankan pentingnya persatuan di dalam
tubuh gereja karena bila gereja terpecah karena perbedaan yang ada, maka hal
itu sama sekali tidak berguna. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya
yang di dalamnya tidak ada lagi pembedaan meskipun adanya perbedaan merupakan
realitas yang tidak dapat dipungkiri. Gereja adalah tubuh Kristus. Semua
anggota gereja, baik orang Yahudi maupun non Yahudi dipersatukan oleh kasih
Kristus dengan darahnya yang kudus. Gereja dipanggil menjadi alat Tuhan yang
menyaksikan kasih Kristus di tengah dunia Gereja seharusnya menghargai
perbedaan. Paulus melihat dan menggambarkan keragaman sebagai dasar untuk
membentuk satu kesatuan. Keragaman dalam jemaat bukan untuk membuat anggota
jemaat membandingkan diri satu dengan yang lain, bukan juga untuk menciptakan
persaingan dan perpecahan, melainkan membentuk kesatuan yang dianalogikan
sebagai satu tubuh Kristus.
Gereja
dipanggil menjadi satu. Jangan alergi dengan perbedaan, tapi sebaliknya justru
jadikan perbedaan untuk eratkan persatuan. Jangan ciptakan tembok pemisah lagi
karena itu sudah dilenyapkan di kayu salib. Jika kita membangun kembali tembok
pemisah di dalam gereja, itu sama saja menghina pengorbanan Kristus. Tembok itu
adalah perseteruan, pemisahan, permusuhan antara orang Yahudi dan orang non
Yahudi, antara orang yang memegang hukum Taurat dengan orang yang disebut
kafir. Sehingga tidak ada DAMAI SEJAHTERA antara keduanya tetapi justru
permusuhan.
Dalam perikop di atas kata DAMAI SEJAHTERA diulang sebanyak 5 kali. Damai sejahtera tidak bisa kita peroleh dari manusia atau suatu lembaga yang didirikan manusia. Sebab satu-satunya Sumber damai sejahtera adalah Yesus Kristus. Iblis selalu memasang strategi untuk membangun tembok antara orang tua dan anak agar tidak cocok, antara suami dan istri agar tidak rukun. Tetapi di dalam Yesus tembok itu bisa dirobohkan. Yang jauh menjadi dekat, yang bermusuhan menjadi rukun. Tugas kita adalah meruntuhkan setiap tembok pemisah yang dibangun oleh iblis itu dengan pendamaian dan perdamaian di dalam kasih Kristus.
Karena
itu marilah menjadi satu. Hentikan setiap upaya Iblis yang memecah belah kita
dengan berbagai perbedaan. Perbedaan akan menjadi anugerah apabila kita
menyikapinya dengan kasih dan persekutuan. Mari menjadi satu demi kemuliaan
Tuhan. Amin.
No comments:
Post a Comment