Thursday, October 31, 2024

TUHAN BERKARYA TANPA BATAS DALAM DIRI UMATNYA

 

EFESUS 3:14-21

TUHAN BERKARYA TANPA BATAS DALAM DIRI UMATNYA
(Skill, Pengetahuan, Teknologi, Digitalisasi dan Potensi Lain
dalam Hidup Berjemaat)

 

Pengantar

              Ada beberapa hal yang harus kita ketahui tentang jemaat Kristen di kota Efesus, yang kepada mereka surat Paulus ini ditujukan.  Efesus adalah sebuah kota Yunani kuno yang kemudian menjadi besar sebagai kota Romawi (lih. Peta Alkitab).  Sekarang, kota ini berada di negara Turki.  Ketika menjadi kota Romawi, Efesus merupakan salah satu kota berkembang terbesar di wilayah Mediterania karena kegiatan perdagangan yang pesat dan bernilai budaya tinggi.

Pada zaman Perjanjian Baru, kebanyakan penduduk asli kota Efesus adalah penyembah.  Hal ini dapat ditemukan dalam catatan di Kisah Para Rasul 19:24-28, yaitu bahwa di Efesus terdapat kuil Artemis yang besar karena Artemis adalah yang disembah oleh seluruh Asia dan seluruh dunia yang beradab (Kis 19:27).  Tidak hanya itu, ada banyak juga kuil penyembahan berhala yang dibangun di kota Efesus.  Ini berarti, jemaat Kristen atau gereja di Efesus saat itu berada di lingkungan masyarakat yang majemuk dan tidak menutup kemungkinan bahwa pada gilirannya, kemajemukan itu jugalah yang akan mewarnai keberadaan jemaat.

Seperti jemaat Kristen pada umumnya zaman itu, jemaat Efesus terdiri atas orang Yahudi yang semula beragama Yahudi (3:6) dan orang Yunani atau Romawi yang semula penyembah berhala (3:6).  Jadi, tidak heran, jika masalah yang banyak terjadi di antara jemaat adalah seputar gaya hidup sekuler yang ‘dibawa masuk’ ke dalam gereja:  Gaya hidup sekuler yang bertabrakan dengan gaya hidup Kristiani

 

Pemahaman Teks

              Ada kasus khusus yang diketengahkan dalam surat ini yaitu mengenai pemenjaraan Paulus yang membuat jemaat ‘terguncang’.  Kepada jemaat di Efesus, Paulus menjelaskan bahwa dirinya dipenjara karena memberitakan Injil Kristus Yesus kepada orang-orang yang tidak mengenal Allah supaya mereka diselamatkan, termasuk jemaat yang semula bukanlah orang percaya (3:1, 6, 8).[1]  Oleh karena itu Paulus menguatkan jemaat dengan mengatakan bahwa jemaat jangan tawar hati melihat kesesakan yang dialami Paulus karena kesesakan Paulus adalah kemuliaan jemaat (3:13).

              Masih dalam rangka menguatkan jemaat, Paulus menuliskan bahwa – sekalipun ia berada di dalam kesesakan penjara – ia mendoakan jemaat supaya

1.       dikuatkan dan diteguhkan hati oleh Roh Tuhan sehingga mereka tetap beriman kepada Kristus, berakar serta berdasar di dalam kasih (ay. 16 – 17);

2.       dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan … (ay. 18-19);

3.       dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah (ay. 19).

 

Renungan dan Penerapan

              Dapatlah dibayangkan bahwa sepeninggalannya Paulus karena dipenjara, jemaat seperti kehilangan tokoh yang dapat mempersatukan mereka yang berlatar budaya Yahudi dengan Yunani maupun Romawi.  Budaya dan gaya hidup yang ‘dibawa masuk’ ke dalam persekutuan jemaat sangat beragam, semuanya mengaku sebagai yang ‘baik dan benar’ padahal gaya hidup Kristiani-lah yang harus diberlakukan. 

Hal seperti ini pun masih terjadi dalam persekutuan jemaat sekarang, yaitu ketika setiap orang dari latar belakang budaya masing-masing, memperkenalkan budayanya lalu mengajak jemaat untuk mengambil bagian dalam tradisi itu. Terhadap semua perbedaan dalam jemaat seperti ini, yang penting bagi Paulus adalah setiap orang yang memberlakukan hal ini, ia beriman (hanya) kepada Yesus Kristus dan bertekad untuk menunjukkan kasih kepada sesamanya (ay. 16-17). Inilah salah satu batas toleransi yang diajarkan Paulus.

 Dalam doanya itu juga, Paulus memunculkan ide tentang panggilan jemaat untuk mengasihi tanpa batas berdasarkan pemahaman akan kasih Kristus yang sangat lebar, panjang, tinggi dan dalam melampaui segala pengetahuan (ay. 18-19).  Kasih Kristus yang diberlakukan dalam kehidupan berjemaat seharusnya berlaku juga untuk semua orang dan tanpa batas/ syarat.  Pemahaman tentang kasih yang berlaku untuk semua tanpa batas/ syarat ini memungkinkan jemaat untuk:

1.       menerima dan menghargai satu sama lain sebagai yang sama-sama menerima kasih karunia Tuhan.

2.       memaklumi keberadaan orang lain dan membiarkan mereka menjadi diri sendiri apa adanya, sebagaimana Tuhan pun menerima mereka apa adanya.

3.       berusaha ‘menjembatani’ perbedaan yang ada dengan kasih tanpa mengabaikan perkataan Kristus sebagai batas ukurnya.

 

Pada ayat 20, Paulus memberikan ketenangan bahwa walaupun dia berada di dalam penjara dan tidak dapat melakukan apapun untuk jemaat Korintus, Paulus meyakinkan jemaat bahwa Tuhan mampu melalukan jauh lebih banyak dari apa yang dibutuhkan dan diharapkan umatNya. Tuhan tidak dapat dipenjara (seperti Paulus dipenjara saat itu); Tuhan tidak dapat dibatasi (seperti Paulus yang dibatasi oleh tembok dan dinding dingin sebagai tahanan).

 Doa dan penguatan Paulus bagi jemaat Efesus adalah juga penguatan bagi kita semua. Bahwa kalaupun kita terbata menghadapi berbagai hal dan perkara, kuasa Tuhan tidak dapat dibatasi oleh dinding penyekat apapun. Namun kita diingatkan bahwa ayat 20 harus dibaca hingga selesai. Apakah itu? “... seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (ay.20b). Bagian ini mau menegaskan bahwa Tuhan yang tidak terbatasi itu bekerja di dalam kita. Artinya menggunakan kita sebagai media pekerjaanNya untuk menolong umatNya. Bahkan lebih daripada itu Tuhan bisa memakai siapapun, termasuk kemajemukan jemaat Efesus yang terdiri dari orang Yunani, Yahudi dan Romawi.

 Maka sudah saatnya umat Tuhan memanfaatkan tiap potensi dan keragaman dalam jemaat sebagai media tempat Tuhan bekerja melampaui apa yang kita minta dan harapkan. Skill atau kemampuan, Teknologi dan Pengetahuan, budaya dan bahasa, serta apapun dalam hidup persekutuan yang dapat kita manfaatkan. Di era teknologi ini misalnya, kita dapat memanfaatkan-nya untuk menjadi sarana bagi Tuhan berkarya dalam kuasanya yang ajaib. Kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan dan digunakan. Namun perlu dengan bijak digunakan dan ukuran yang tepat tentang bijak berteknologi itu menurut Paulus adalah demi kemuliaan nama Tuhan (ay.21).

 

Penutup

Di atas segala usaha kita untuk mengutuhkan persekutuan jemaat dengan segala kemajemukannya, Paulus mengingatkan bahwa ada Tuhan yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, karena kuasanya sungguh nyata (ay. 20).  Pada akhirnya, Paulus mengatakan bahwa kehidupan berjemaat yang toleran di dalam kemajemukan akan menjadi kemuliaan bagi Kristus Yesus turun temurun sampai selama-lamanya (ay. 21).  Karena itu mari percaya kepada kuasa Tuhan yang tidak terbatas itu, mari jadikan pengetahuan, skill dan kemampuan, teknologi dan beradapan sebagai alat Tuhan menyatakan kemuliaan namaNya dala, kehidupan jemaat Tuhan ini. Amin.



[1] Perhatikanlah bahwa yang dimaksud oleh Paulus sebagai ‘orang-orang yang semula tidak mengenal Allah’ adalah orang-orang bukan Yahudi (3:6&8), yaitu orang Yunani dan Romawi, yang adalah penyembah berhala.

 

No comments:

Post a Comment

TUHAN BERKARYA TANPA BATAS DALAM DIRI UMATNYA

  EFESUS 3:14-21 TUHAN BERKARYA TANPA BATAS DALAM DIRI UMATNYA (Skill, Pengetahuan, Teknologi, Digitalisasi dan Potensi Lain dalam Hidup B...