Friday, March 9, 2012

MATERI KHOTBAH MINGGU 11 MARET 2012

IBRANI 10:1-7

JEMAAT KEKASIH KRISTUS
Sebagaimana kita tahu bersama, Surat Ibrani ini ditulis bagi orang Kristen Yahudi yang sangat menjunjung tinggi tradisi dan nenek moyang mereka. Tradisi yang dimaksud adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan2 dan pengajaran iman yang tertulis dalam Taurat atau Perjanjian Lama. Itulah sebabnya sangat sulit bagi orang Yahudi menerima Yesus Kristus sebagai sumber keselamatan sebab bagi mereka Hukum Taurat-lah sumber keselamatan itu.

Bacaan kita hari ini merupakan ulasan penulis Ibrani tentang pemahaman imannya mengenai salah satu tradisi Taurat tentang keselamatan dan perbandingannya dengan kuasa keselamatan dari Yesus Kristus sebagai Juruselamat yang sesungguhnya. Ada beberapa pokok penting dari bacaan kita ini, yang disampaikan oleh penulis Surat Ibrani, yakni:

1.       Status Hukum Taurat dalam Karya Keselamatan (ay.1-2)

Menurut bacan kita saat ini, Hukum Taurat hanyalah banyangan saja untuk keselamatan yang akan datang. Bagaimana hal ini dipahami? Jika Hukum Taurat hanyalah bayangan untuk apakah dibaca dan dilakukan lagi? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memperhatikan kitab Galatia 3:23-24 yang berbunyi:

Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman”.

Kitab Galatia ini menegaskan apa yang diungkapkan kitab Ibrani. Status Hukum Taurat sesungguhnya adalah ilusi untuk memberi gambaran tentang keselamatan yang sesungguhnya. Hukum Taurat bukanlah sarana untuk memperoleh keselamatan, namun menurut Galatia status tertinggi dari Hukum Taurat dalam Karya Keselamatan Allah bagi dunia adalah sebagai Penuntun menuju keselamatan itu sesungguhnya, yakni kepada Yesus Kristus.

Hal ini berarti, apabila orang percaya telah menemui keselamatan yang sesungguhnya, yakni Yesus Kristus, maka secara otomatis kuasa dan peran Hukum Taurat sudah tidak berguna lagi dan perannya dalam karya keselamatan tesebut tidak ada lagi. Dengan kata lain, orang Yahudi memahami bahwa sumber keselamatan yang sesungguhnya bukanlah Hukum Taurat, melainkan Yesus Kristus.

2.       Peran Korban Bakaran dan Korban Penghapus Dosa dalam Karya Keselamatan (ay.3-4)

Pada ayat  3 bacaan kita, Kitab Ibrani dengan jelas menegaskan bahwa korban bakaran dan korban penghapus dosa itu justru hanya mengingatkan umat akan segala dosa mereka. Pernyataan ini harus dimengerti dalam kerangka berpikir ayat 1-2 sebelumnya. Dalam dua ayat pertama disebutkan bahwa apabila Taurat termasuk aturan tentang korban2 itu adalah korban penghapus dosa yang sesungguhnya, maka seharusnya itu dilakukan sekali untuk selamanya. Namun pada kenyataannya, pada tiap tahun umat wajib mempersembahkan korban untuk dosa-dosa mereka. Logika Firman ini adalah bagaimana mungkin korban penghapus dosa itu telah berfungsi, jika pada kenyataannya tiap saat ada dosa dan tiap waktu terjadwal mereka harus menebus dosanya dengan korban itu.

Selanjutnya, jika korban bakaran bukanlah korban penghapus dosa, lalu korban manakah yang adalah korban penghapus dosa itu? Jawaban atas pertanyaan ini secara samar kita temukan dalam ayat 5-7 yang menunjuk pada peran Yesus sebagai Imam dan Korban itu sesungguhnya.

3.       Korban dan Imam untuk Karya Keselamatan yang sesungguhnya (ay 5-7)

Pada ayat 5-7 bacaan kita memanglah tidak menyebutkan tentang Yesus dan perannya sebagai Imam dan Persembahan korban untuk keselamatan manusia. Namun, apabila kita merujuk pada pasal-pasal sebelumnya, secara khusus pasal 7-8 maka kita dapat menemukan secara jelas peran TUHAN Yesus dalam Karya keselamatan itu.

Untuk lebih jelasnya, marilah memperhatikan beberapa peran utama Yesus sebagai imam dan juga korban keselamatan itu dalam pasal 7-8 kitab Ibrani.
a.       Yesus berperan sebagai Imam Besar (7:1-28). 
Penulis kitab Ibrani ini sangat setuju dan tidak membantah bahwa dari ukuran peraturan Taurat, Tuhahn Yesus tidak memenuhi syarat menjadi seorang Imam karena Dia bukan keturunan Harun dari Suku Lewi, melainkan dari turunan Daud suku Yehuda. Namun, menurut kitab Ibrani ini, penentuan ke-imaman Yesus tidak berdasarkan Taurat melainkan, dalam ayat 15 disebut menurut peraturan Melkisedek. Rupanya ada peraturan lain yang mengatur tentang ke-imaman, selain peraturan menurut Taurat. Peraturan itu adalah peraturan Melkisedek. Berdasarkan peraturan Melkisedek ini, maka jelaslah Yesus Kristus berhak menjadi Imam dan memenuhi syarat keimaman dalam keagamaan Yahudi, yakni bukan berdasarkan peraturan Taurat namun berdasarkan peraturan Melkisedek.

Sebagai seorang Imam Besar, Yesus lebih unggul dan lebih tinggi dari para imam manapun keturunan lewi. Bahkan lebih dari pada itu, Tuhan Yesus lebih sempurna menjalankan fungsi jabatan keimaman-Nya dibanding imam suku lewi. Sehingga sebagai Perantara kepada Bapa, Dia-lah pribadi yang tepat menjadi Juruselamat manusia. Sebab Ia adalah Imam yang bukan saja membersembahkan korban yang suci, namun justru Dia sendiri adalah pribadi tanpa dosa (7:26)

b.      Yesus bukan hanya mempersembahkan korban, namun dialah Korban itu (9:11-28).
Tuhan Yesus menurut kitab Ibrani, bukan hanya berperan sebagai Imam Besar yang membawa Korban Bakaran Penghapus dosa, namun Tuhan Yesus sendirilah juga yang merangkap Korban bakaran itu. Jika para Imam Besar berkali-kali datang membawa korban bakaran, maka Yesus mempersembahkan diri sekali saja dan kuasa Korban Penghapus dosa itu berlaku selama-lamanya (9:25-28)

Dari uraian Firman Tuhan ini, ada beberapa hal penting yang dapat kita bawa dalam hidup beriman kita:
1.       Tuhan Yesuslah satu-satunya Juruselamat  yang dijanjikan kepada umat-Nya itu.  Oleh sebab itu kita tidak perlu ragu lagi akan Yesus Kristus yang menjadi perantara, pendamai, dan Juruselamat satu-satunya.  Biarlah dengan kebenaran yang sangat agung dari surat Ibrani ini iman kepercayaan kepada Yesus Kristus Juruselamat dan Juru damai satu-satunya itu semakin diteguhkan.

2.       Tuhan Yesus mempunyai tahta yang paling tinggi, namun Alkitab mencatat bahwa ia tahta Maha Tinggi itu, untuk bersedia menjadi Korban bagi penebusan dosa manusia, sekali untuk selama-lamanya.  Bagaimana dengan kita, sudahkah kita melayani Tuhan dengan baik.  Apakah selama ini kita lebih mengharapkan untuk dilayani atau untuk melayani?  Ada yang berkata selain melayani bukankah kita juga mesti dilayani? Memang kita harus saling melayani, tetapi bukan berarti selalu menuntut untuk diperhatikan terus dan dilayani terus, malah sebaliknya kita harus memikirkan bagaimana untuk dapat melayani dengan lebih baik lagi.  Tuhan Yesus sudah memberi teladan yang indah, di tempat yang sempurna, dengan kedudukan yang agung, Ia justru tetap melayani.
  
3.       Kehadiran Tuhan Yesus, membawa sutu Perjanjian yang baru antara kita dengan Bapa di Sorga. Dengan demikian betapa bahagianya kita yang menerima perjanjian baru ini.  Tuhan melalui Roh Kudus hadir di dalam hati kita, kita menerima pengampunan dosa, kita yang bukan bangsa terpilih tapi kini menjadi umat pilihan yang mengenal Tuhan yang sesungguhnya, kita dapat berhubungan langsung dengan Bapa di Sorga melalui Yesus Kristus, betapa baiknya dan luarbiasanya Perjanjian Baru ini

Karena itu kita harus bersyukur lewat bertekad untuk melakukan yang lebih baik kepada Tuhan, sebagaimana Tuhan telah melakukan yang paling baik untuk kita. Tetaplah mengerjakan keselamatan yang sudah Tuhan anugerahkan bagi kita. Jadikan Tuhan Yesus sebagai Imam Besar yang memimpin hidup rohani kita, dan juga sebagai Pengantara kepada Bapa, agar kita tetap menjadi anak-anak Allah yang diberkati. Amin.

Monday, March 5, 2012

RENUNGAN SEKTOR 7 MARET 2012 (oleh: Pdt. Pendeta ARIE A. R. IHALAUW

MATERI KHOTBAH SEKTOR 7 MARET 2012
LUKAS 14:15-24

Saudara – saudara seiman !

Marilah kita membayangkan kekecewaan yang menimbulkan kemarahan dari seorang komisaris (Pemilik) perusahan, ketika para karyawannya tidak menghadiri pesta jamuannya. Makanan dan minuman telah disediakan. Undangan telah dibagikan, bahkan telah diumumkan di kantor; akan tetapi seorangpun tidak datang ke restoran di mana pesta diselenggarakan. Apakah keputusan yang akan diberikan kepada karyawan-karyawannya ? Bagaimanakah sikapnya atas makanan-minuman yang telah dipesan ?  So pasti, ia akan menghukum karyawan-karyawan yang tidak menghormati undangannya. Dan, ia akan membagi-bagikan makanan-minuman kepada siapapun yang ditemui sepanjang perjalanan pulang ke rumah.

Saudara-saudara seiman !

Cerita perumpamaan yang diucapkan Yesus dituliskan oleh Lukas sebagai pembelajaran bagi orang kristen dalam Jemaat Abad I. Yesus mengumpamakan KERAJAAN ALLAH bagaikan JAMUAN MAKAN KHUSUS yang diadakan Allah bagi orang Israel sebagai tamu khusus (para pemuka agama). Mendahului pesta itu, Allah telah menyuruh utusan (nabi-nabi) untuk memanggil Israel kembali masuk ke dalam persekutuan hidup bersama Dia. Akan tetapi Israel menampik dan menolak ajakan Allah. Israel sebagai umat pilihan mengada-adakan alasan, karena mereka tidak mau mengikuti perayaan pesta keselamatan yang diselenggarakan. Allah kecewa dan marah. Mengapakah orang-orang terpandang itu mencari-cari alasan untuk tidak menghadiri pesta jamuan makan ? Mereka mendahulukan urusan pribadi, urusan pekerjaan dan urusan keluarga. Mereka menomor satukan kepentingannya sendiri.

Oleh karena kekecewaan dan kemarahannya, tuan pemilik pesta itu menyuruh utusan untuk mengundang orang berdosa, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh, orang-orang miskin dan orang-orang buta. Meskipun mereka ini adalah umat Allah (Israel), tetapi mereka bukanlah warga kelas satu dan tidak terpandang dalam masyarakat.

Bukan hanya orang-orang itu saja; tetapi ketika tuan pemilik pesta melihat masih banyak tempat yang kosong, ia menyuruh utusannya “pergi ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh” untuk memanggil siapapun yang ditemui, supaya datang ke dalam pesta itu. Barulah pesta itu dilaksanakan.

Saudara – saudara seiman !

Perumpamaan itu melukiskan perangai orang Israel. Mereka menyombongkan diri selaku umat pilihan Allah. Mereka berpndangan bahwa TUHAN Allah akan menyelamatkan orang-orang yang melakukan Hukum Taurat. Oleh karena alasan seperti itu, Israel berpendapat akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Padahal banyak di antara umat dan pemimpin Israel yang melakukan Hukum Taurat itupun berbuat jahat secara sembunyi-sembunyi. Allah mengetahui perbuatan mereka yang jahat dan tidak benar. Oleh karena itu, Dia sendiri datang dengan maksud untuk menyelamatkan Israel. Ia mengutus utusanNya untuk membagikan undangan. Akan tetapi karena keangkuhan dan ketegaran hati, Israel tidak memenuhi undangan Allah.

Allah tidak berhenti bekerja untuk mewujudkan maksudNya atas manusia. Dia menyuruh utusannya memanggil orang-orang berdosa, orang-orang yang tidak memiliki harapan akan masa depan; malahan bangsa-bangsa non-Israelipun diundangNya, agar mereka semua datang dan menikmati rachmat kebaikan yang diberikanNya di dalam persekutuan jamuan makan bersama Dia. Ketika orang-orang terpandang dari umat Israel tidak menjawab undanganNya, Allah membuka kesempatan kepada orang lain untuk menikmati anugerah keselamatanNya.

Saudara – saudara seiman !

Melalui cerita perumpamaan yang diucapkan Yesus, kita sebagai orang kristen diingatkan, pertama, kita tidak boleh berpandangan dan bersikap seperti umat Israel. Kita tidak boleh menyombongkan diri, karena kedudukan sebagai anak-anak Allah. Tidak boleh sombong rohani. Sebaliknya kita diajak untuk mewaspadai diri sendiri melalui pendengaran akan firman Allah. Tuhan Allah mengasihi kita, Dia mengutus hamba-hamba/pelayan-pelayanNya untuk memberitakan Injil keselamatan. Injil itu merupakan undangan Allah bagi kita yang sedang berada dalam belenggu dosa dan penderitaan. Oleh karena itu, janganlah kita mencari-cari alanan supaya tidak memenuhi undangan Allah. Selayaknya kita membuka telinga dan hati untuk mendengarkan suaraNya yang akan selalu membebaskan hidup kita dari penderitaan. SuaraNya adalah firman yang akan menuntun kita menuju rachmatNya.

Kedua, kita sebagai orang kristen patut bersekutu bersama Allah dan saudara seiman, sama seperti orang-orang yang duduk semeja dan makan bersama. Di atas meja makan Allah memberikan rachmat kebaikanNya, yaitu : anugerah keselamatan, untuk dinikmati bersama. Kita tidak boleh mendahulukan kebutuhan dan kepentingan sendiri lebih dari pada saudara-saudara seiman. Di dalam persekutuan makan semeja dengan Allah tiap orang kristen berbagi kesenangan bersama saudaranya seiman, supaya ada keselamatan.

Ketiga, kita sebagai orang kristen dipanggil untuk meperoleh rachmatNya, dan diutus untuk membawa berkat kepada semua kaum di muka bumi (bd. Kej. 12:3b; I Pet. 3:9). Sesudah makan-minum bersama, Tuhan Yesus mengutus kita untuk memberitakan Injil pembebasan kepada siapapun yang masih dikuasai dosa dan bergumul dalam kondisi sengsara.  

SELAMAT MENYUSUN PEMBERITAAN !

SALAM DAN DOAKU

PUTRA SANG FAJAR
Pendeta ARIE A. R. IHALAUW

MATERI KHOTBAH PKP 6 MARET 2012


LUKAS 14:12-14

Ibu2 kekasih Kristus
Kisah ini dimulai ketika Tuhan Yesus dan murid-muridnya diundang makan bersama oleh seorang Farisi dalam pesta jamuan yang mewah (14:7-11). Tuhan Yesus melihat dan menyaksikan banyak tamu yang berebutan untuk duduk ditempat terhormat dengan cara mengambil tempat paling depan. Itulah sebabnya Ia mengajar para murid tentang kenyataan ini dan menyampaikan inti pengajarannya di ayat 11 yakni:  barangsiapa meninggikan diri, akan direndakan dan barang siapa merendahkan diri akan ditinggikan. Selesai mengajarkan itu, Tuhan Yesus mengajarkan atau lebih tepat menyarankan sesuatu kepada tuan rumah tentang bagaimana cara mengundang orang ketika membuat pesta.

Inti dari pengajaran Yesus kepada tuan rumah yang mengundangnya adalah: sesungguhnya lebih baik mengundang orang miskin dan terlantar dari pada mengundang orang kaya. Sebab dengan mengundang orang terhormat atapun kaya, mereka pasti membalas kebaikannmu. Namun jika mengundang orang susah dan miskin, mereka sudah pasti tidak mampu membalasnya, Namun Tuhan sendiri yang akan membalas kebaikanmu itu.

Bagaimana memahami ucapan Yesus itu? Sebelumnya marilah kita melihat dan memahami kondisi real zaman Yesus sehubungan dengan status sosial orang2 yang miskin dan susah itu. Di Israel kala itu, orang miskin, orang cacat, orang lumpuh dan orang buta tidak mendapat tunjangan sosial karena masalah tunjangan sosial memang belum terpikirkan oleh pemerintah pada jaman itu. Jadi di tengah-tengah masyarakat jaman itu ada cukup banyak orang miskin yang terlantar.

Mereka umumnya adalah orang-orang cacat yang tidak dapat bekerja, dan dengan demikian tidak memiliki penghasilan. Mereka biasanya bergantung pada sedekah untuk bisa bertahan hidup. Dan Tuhan Yesus, pada jaman itu, berkata, "Undanglah orang-orang miskin." Mengapa? Karena mereka tidak akan mampu untuk balas menjamu kita! Lalu apa keuntungan buat kita dengan mengundang para gelandangan yang tidak akan mampu membalas jamuan saya? Banyak orang berpikir bahwa seharusnya yang kita undang adalah mereka yang mampu untuk balik menjamu kita. Begitulah, cara Allah berpikir bertentangan dengan cara manusia berpikir.

Ini adalah teguran yang jauh lebih sering kita langgar ketimbang kita jalankan, kita mengundang teman-teman, saudara, kerabat atau juga tetangga kita yang mampu, orang-orang yang ingin kita dekati demi suatu hubungan yang saling menguntungkan, bukankah begitu? Ini adalah suatu praktek yang sudah umum dijalankan oleh orang dunia. Untuk apa anda mengundang seseorang tertentu? Karena pada umumnya setiap orang ingin membangun suatu hubungan yang baik dengan orang itu dan berharap dapat memperoleh manfaat dari hubungan ini.

Kenyataan yang sering kita jumpai dalam dunia ini adalah:
-  Banyak orang mengundang orang-orang tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat bagi diri sendiri.
- Banyak memberi dengan harapan untuk dapat menuai suatu hasil dari orang yang menerima pemberian itu. Mengapa? Karena perhatian sering hanya tertuju pada urusan kehormatan ataupun keuntungan.

Akan tetapi Tuhan Yesus berkata, "Jika engkau mengejar hasil langsung dari dalam hidup ini dan dari orang-orang di sekitarmu, maka engkau tidak akan memperoleh upah dari Allah." Ajaran Tuhan terasa sulit karena kita tidak berpikir seperti Dia. Cara kita berpikir condong kepada cara pikir dunia. Kita terikat dalam cara pikir dunia. Dalam benak kita, maka tindakan yang pantas dilakukan adalah tindakan yang memberi keuntungan bagi kita. Prinsip yang sering dibangun dalam dunia ini adalah: “Jika saya mengundang seseorang, saya perlu menghitung manfaat apa yang bisa saya dapatkan dengan mengundang orang itu”. Apakah itu keliru? Tentu saja TIDAK. Sebab bukankah demikian seharusnya terjadi dalam hal memberi dan menerima? Namum pemikiran itu walau kelihatan BENAR, akan menjadi berbeda dengan ajaran Firman Tuhan. Yakni cara dan prinsip memberi berbuat kebajikan menurut Tuhan Yesus.

Ibu2 kekasih Kristus
Bagaimana jalan pikiran Tuhan Yesus? Ia memberitahukannya di ayat 13, "Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan," bukan sekadar acara makan bersama akan tetapi suatu perjamuan, pesta makan yang tentunya perlu biaya besar, apa yang harus anda lakukan? Ia berkata, "Undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu." Ingatlah pada ucapan Tuhan Yesus yang tercatat di dalam Kisah 20:35, Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.

Dalam ayat-ayat yang kita bahas hari ini, Tuhan Yesus berkata, "Jika kamu mengundang seseorang, tanyakanlah pada dirimu sendiri, apa yang engkau inginkan? Apakah engkau mengundangnya supaya nanti ia mengundangmu juga sebagai balasannya? Dengan cara berpikir seperti itu, kita sudah mendapatkan upah. Upah untuk kita langsung lunas terbayar. Akan tetapi jika kita melakukan kebaikan kepada orang2 yang tidak mampu membalas kebaikan kita, maka akan muncul suatu ketidakseimbangan. Kita memberi sesuatu dan tidak mendapatkan balasan langsung. Allah adalah Allah yang adil dan Ia akan bertindak untuk mengembalikan keseimbangan itu. Dengan demikian, Allahlah yang akan membalas perbuatan baik yang sudah kita kerjakan itu.

Pertanyaan penting yang perlu direnungkan adalah, Balasan dari siapakah yang kita inginkan? Dari manusia ataukah dari Allah? Saya yakin bahwa semua kita yang hadir saat ini akan lebih memilih menerima balasan dari Allah ketimbang dari manusia, bukan? Akan tetapi kita juga perlu menyadari bahwa untuk dapat melakukannya tentu tidaklah mudah, dan sudah pasti sangat berat.

Dari bacaan Firman Tuhan hari ini, ada beberapa hal yang perlu kita renungkan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni:

1.       Apabila kita mengerjakan suatu kebaikan kepada orang lain, apakah motivasi dibalik perbuatan kita ini? Banyak orang melakukan kebaikan agar beroleh kebaikan pula dari orang lain. Itu sungguh manusiawi dan wajar. Namun sebagai orang percaya kita diajarkan bahwa perlu cara pandang ini kita naikkan ke level yang lebih mulia sesuai kemauan Tuhan. Apakah kemauan Tuhan itu?

Kita harus berbuat baik kepada semua orang walaupun kita tahu bahwa kelak nanti kita tidak memperoleh balasan setimpal dari orang itu. Motivasi kebaikan yg kita buat harusnya menjadi kesaksian iman kita, sehingga tidak harus beroleh balasan baik juga dari orang lain. Itulah yang dituntut dari Tuhan untuk kita kerjakan.

2.       Apakah keuntungan dari mengerjakan kebaikan tanpa berharap balasan dari orang lain? Jawabnya adalah Tuhan sendirilah yang akan membalas kebaikan itu. Ini memberikan suatu hal yang lebih sukacita sebab bukan manusia yang membalas kebaikan kita, namun Tuhan sendiri yang turun tangan untuk membalas semua perbuatan mulia itu. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus seorang istri dan ibu bagi anak2 tidaklah mudah. Namun justru barangkali seluruh kegiatan itu seakan tidak dihargai. Lelah melayani suami dan anak2 termasuk mengurus rumah tangga seringkali bukan kebaikan yang kita terima sebagai balasan, namun justru beberapa perkataan yang tidak menyenangkan dan jauh dari suatu penghargaan apapun. Mungkin terbersit dalam pikiran kita: “mengapa saya tidak dihargai?”; “Mengapa justru orang lain yang lebih di hormati?” Fatalnya lagi kitapun tanpa sadar menjadikan masalah itu sebagai suatu “hal yang besar” dan memicu perselisihan. Atau berbagai contoh lainnya.


Hari ini Firman Tuhan meneduhkan kita untuk merubah cara pandang atas segala kebaikan yang kita kerjakan. Berbuatlah terus kebaikan, walaupun mungkin tidak mendapatkan balasan. Sebab sesuai Firman Tuhan hari ini, suatu saat nanti Tuhan sendirilah yang akan membalas semua kebaikan yang kita lakukan tanpa pamrih itu. Kerjakanlah semua hal seakan untuk Tuhan dan bukan kepada manusia. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk melakukannya. Amin.

Monday, February 27, 2012

CATATAN TAMBAHAN BAHAN BACAAN IBADAH KELUARGA 29 FEBRUARI 2012

KEJADIAN 8:1-5

Apakah yang saudara lakukan apabila selama seminggu daerah tempat tinggal kita tergenang air karena banjir? Anggaplah banjir itu tidak begitu tinggi, mungkin hanya selutut saja. Pasti ada banyak hal berubah dari aktivitas sepekan hidup kita karena banjir itu. Alat2 rumah tangga beberapa pasti rusak; ada alasan cukup kuat untuk tidak ke sekolah atau pergi bekerja; dan fatalnya lagi akan semakin banayak penyakit. Syukur itu hanya terjadi dalam waktu seminggu.

Namun, walau hanya seminggu pasti ada dampak yang terjadi di dalam bagunan rumah maupun sekitar lingkungan tempat kita tinggal. Sampah berserakan di mana-mana; pakaian bersih hampir tidak bisa dipergunakan karena lembab; tembok dan lantai rumah penuh lumpur; dan barangkali kendaraan milik kita ada kerusakan besar atau kecil. Yang pasti, seminggu banjir akan memberik dampak sulit ke beberapa bulan ke depan.

Saudara, contoh di atas hanyalah dampak dari banjir selama sepekan. Bagaimana dengan dampak air bah yang dialami oleh manusia dan bumi pada jaman Nuh? Saya yakin kita tidak dapat membayangkan dampak kerusakannya. Dalam pasal 7 hingga pasal 8 bacaan kita, ada beberapa pentunjuk tentang peristiwa air bah tersebut. Di bawah ini sedikit uraian tentang peristiwa tersebut:

1.       Perhatikan 7:11. Pada bulan ke-2 di hari ke-17 terbelahlah segala mata air samudera raya dengan dasyatnya. Dapatkan saudara membayangkan hal itu? Beberapa pakar ilmu bumi dan disiplin ilmu terkait mencoba memprediksi gambaran peristiwa pada ayat ini. Bahwa mata air hanya mungkin terbelah apabila ada ledakan pada titik-titik penyimpanan mata air di bawah tanah (mungkin mirip dengan kasus Lumpur Lapindo di Jawa timur-?).

Hal itu, menurut mereka, hanya terjadi jika ada pemicu utama. Pemicu utama yang paling mungkin adalah gemba bumi dasyat dan gelombang pasang yang besar dari samudra yang membentuk tembok-tembok air. Kita menyebutnya dengan gelombang tsunami. Kondisi gabungan seperti inilah, yang disebut air bah sebagai istilah dari penulis kitab Kejadian ini. Mengerikan bukan?

2.       Perhatikan 7:12! Kondisi di atas semakin diperparah dengan hujan lebat. Bukan hujan gerimis, namun hujan lebat. Bukan seminggu namun 40 hari dan 40 malam lamanya. Bisakah dibayangkan bagaimana situasi itu? Jadi saat air mengucur dari langit begitu derasnya; gempa bumi menggoyang Nuh dan sekitarnya; tanah mulai terbelah dan mengeluarkan air “mancur” dan dari arah laut gelombang tsunami datang menerjang. Waah… fatal akibatnya dan sulit untuk membayangkannya. Itulah arti air bah pada zaman Nuh saat itu.

3.       Berapa lama air bah itu datang terus menerus? Pada 7:17 kita menemukan bahwa air bah itu datang terus menerus hingga air terus naik dan mengangkat bahtera adalah 40 hari lamanya. Bayangkan, bunyi air menderuh dari bawah bumi dan atas bumi terjadi selama 40 hari dan menyapu semua yang hidup.

4.       Selama 40 hari itu semua gunung tertinggi sekalipun telah ditutupi air. Tidak ada daratan. Kemudian pada 7:24 kita menemukan bahwa air terus naik dan menggenangi bumi selama 150 hari. Di hari ke-150 itulah air mulai surut. Selanjutnya kita menemukan informasi menarik dalam pasal 8:14 bahwa bumi dinyatakan kering pada bulan ke-2 pada hari ke-27. Artinya, lamanya air menggenangi bumi adalah 376 hari atau lebih dari satu tahun.

Dapatkah saudara bayangkan dampak pada bumi dan tanah yang terus menerus digenangi air tanpa ada kondisi perubahan selama 1 tahun. Unsur hara atau unsur kehidupan pada tanah dipastikan mati dan musnah. Itulah yang terjadi. Itulah dampak Air Bah pada zaman Nuh. Suatu pemusnahan masal terjadi tanpa pilih kecuali 8 orang yang ditentukan selamat.


Saudara, sekarang marilah kita kembali pada Kejadian 8:1-5 untuk melihat dan membayangkan kondisi Nuh dan keluarganya pada hari ke-150 pasca air Bah! Ada beberapa hal real yang perlu diperhatikan:


1.       Yang pasti saat itu sudah tidak ada daratan sama sekali.

2.       Bahtera itu menurut aklitab tidak dirancang untuk dikemudikan (?); tidak juga dipasang layar; dan pasti tidak ada mesin dengan kecepatan sekian knot waktu itu. Apa yang terjadi dengan kondisi bahtera itu dengan keadaan arus air yang deras tersebut? Hanya satu, yakni TEROMBANG AMBING tanpa arah yang jelas. Artinya, bisa saja menambrak sesuatu atau berpapasan dengan pohon tumbang atau binatang air yg besar dll. Yang pasti SANGAT TIDAK NYAMAN para penumpang dalam bahtera itu selama 5 bulan atau 150 hari itu.

3.       Itu baru kondisi diluar. Sekarang, mari menengok kondisi mahkluk hidup di dalam bahtera itu! Pertama, kira-kira bagaimana keadaan ribuan binatang yang ada dalam “kandang raksasa” yang terapung itu? Ribuan binatang yang terdiri dari 7 pasang yang tidak haram; 1pasang yang haram dan 7 pasang burung itu, apakah tahu tentang kondisi yang terjadi sehingga mereka terkurung seperti itu? Perhatikanlah bahwa hampir semuanya “mereka” adalah binatang liar! Artinya “hukum rimba” masih berlaku. Bisa saja naluri kebinatangan mereka memicu untuk saling terkam dan saling buru satu dengan yang lain. Atau anggap saja dengan mujizat Tuhan naluri kebinatangan itu diredam sehingga tidak ada kekacauan dalam bahtera dan suasana tenang.

Namun, setenang apapun, saya yakin semua binatang tersebut tidaklah dibuat bisu oleh TUHAN. Goyangan dan goncangan bahtera akibat arus air atau benturan tertentu diluar, pastilah memicu reaksi suara para satwa tersebut. Ada ayam berkotek; burung berkicau; singa mengaung; anjing menggonggong; serigala melolong; harimau mengaum; dll. Apa artinya? Selama 150 hari itu Nuh dan keluarganya dijamin mengalami kebisingan dan polusi suara diluar ambang batas kemampuan mendengar normalnya manusia. Waw… itu pastilah tidak nyaman. Ya, sungguh tidak kondusif suasana “kapal pesiar” yang ditumpangi Nuh.

4.       Hal kedua adalah, bagaimana dengan “aroma” dalam bahtera itu selama 150 hari? Yang pasti tidak mungkin hidung Nuh dan keluarga dapat membaui “aroma terapi” yang harum dan meyegarkan. Tiap binatang memiliki ciri aroma dan bau yang berbeda-beda. Dan hidung normal manusia menyimpulkan bahwa aroma binatang tidak ada yang harum sebab semuanya pasti tidak menyenangkan untuk dihirup dan pastilah sulit untuk bernafas di dalam bahtera.

Apakah sudah cukup kondisi tidak segarnya? Saya rasa belum seberapa! Bayangkan apa yang terjadi jika serentak di hari yang sama ribuan binatang itu “melepaskan” proses akhir dari pencernaan mereka yakni membuang kotoran dalam bantera yang pengap itu? Waw… kapal besar itu pastilah bagaikan WC umum “terapung” tanpa ada sistem sanitasi yang sehat. Ampun, bagaimana mungkin NUh sekeluarga betah selama 150 hari itu dan kemudian merasa nyaman tetap berada di bahtera itu?

Inilah kondisi yang mungkin terjadi selama 150 hari ketika Nuh dalam pelayaran tanpa tujuan dan tanpa kendali tersebut. Sekarang, marilah kita bayangkan kondisi psikologi Nuh dan keluarganya saat itu. Normalnya dalam suasana seperti ini siapapun akan tertekan perasaannya; jika tidak terobati bisa mengarah pada kondisi stres dan mungkin depresi. Nuh adalah manusia normal yang punya kemungkinan mengalami keterpurukan psikologis karena kondisi dan suasana tersebut. Namun bisa saja tidak sebab Nuh bukanlah manusia biasa. Ia adalah pribadi yang memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spirutual yang jempolan. Hal ini terbukti dengan dipilihnya Ia oleh TUHAN sebagai orang yang terkategori benar pada zamannya (bd. 7:1).

Tapi bagaimanapun, Nuh pastilah memiliki kekuatiran yang amat sangat. Pastilah pula ia mulai rapat pikiran untuk mencoba menebak sampai kapan kondisi ini terus terjadi? Kapan air ini akan surut dan bilamanakah ia akan hidup normal kembali. Sebab kenyataan diluar bahtera memmbuktikan bahwa sudah tidak ada kehidupan lagi. Nuh dan keluarga mungkin saling bertanya satu dengan yang lain tentang apa yang akan terjadi kemudian.

Hal ini semakin jelas terlihat sebab selama 150 hari itu, Alkitab tidak menceritakan bahwa Allah menemui Nuh dan berbicara kepadanya. TUHAN seakan MEMBISU san BERDIAM diri meninggalkan NUH selama 150 hari. Apa yang Nuh rasakan? Saya yakin Nuh mulai kuatir dan resah sambil mencari jawab: “dimanakah TUHAN saat ini? Dan mengapa seakan Ia melupakan kami dalam Bahtera ini?” Hal ini menarik untuk direnungkan! Di sinilah kesabaran, kesetiaan dan pengharapan Nuh diuji oleh TUHAN. Nuh mungkin merasakan seakan Allah meninggalkan dia dan keluarganya.

Apakah benar demikian? TIDAK! Pasal 8:1-5 menyebutkan bahwa setelah 150 hari TUHAN keluar dari kebisuan dan aksi diam Nya itu dan kemudian kembali fokus pada Nuh dan penumpang dalam bahtera itu. Ayat 1 pasal 8 bacaan kita menyebut: Allah mengingat Nuh dan segala binatang liar dan segala ternak dalam bahtera itu. Sungguh melegakan bahwa ternyata Nuh tidak ditinggalkan TUHAN, Allahnya. Kita perlu memberi perhatian khusus tentang ayat ini. Mengapa? Karena disinilah letak pemulihan Allah terhadap bumi dan menusia bahwa Allah mengingat Nuh, manusia ciptaanNya bahwa Allah setia dalam memenuhi perjanjianNya.

Kesetiaan Allah dalam memenuhi perjanjianNya sering diungkapkan sebagai perbuatan yang mengingatkan akan perjanjianNya (bnd ump 9:15-16; Kel 2:24; Luk 1:72) atau mengingat siapapun yang kepadanya telah diberikan janji-janji perjanjian, dalam hal ini yakni Nuh (bnd ump 19:29; Kel 32;13). Proses selanjutnya adalah Bahtera terkandas di pegunungan Ararat; puncak gunung mulai kelihatan dan akhirnya pada ayat 22 bumi menjadi kering. Artinya, TUHAN tidak hanya berkuasa untuk menghancurkan namun juga memulihkan ciptaanNya.

Saudara, ada dua hal penting untuk dapat direnungkan dalam bacaan kita hari ini, yakni:
1.       Banyak orang berpikir bahwa ketika sudah diselamatkan dan menjadi pengikut Kristus, maka hidupnya akan selalu nyaman, tidak terbentur masalah, selalu sukses dan tidak ada kendala hidup. Nuh dan bahtera-nya ada visualisasi kedepan tentang Bahtera Keselamatan yang dipimpin oleh Yesus Kristus. Kita perlu merenungkan soal ketidak-nyamanan Nuh dan penghuni dalam bahtera itu. Walau mereka ada dalam bahtera, kekuatiran tetap ada dan tatangan tersendiri tetap menjadi bagian hidup mereka. Namun, Nuh tetap setia menunggu hasil akhir hingga TUHAN memulihkan bumi dan menjadikan keadaan layak untuk hidup lagi. Kita memang sudah diselamatkan dan sekarang sedang dalam bahtera itu. Namun tidak berarti tidak akan ada tantangan dan pergumulan. Kita diajak untuk tetap tenang dan setia hingga tiba akhirnya Tuhan menganugerahkan kondisi yang baru itu. Tetap tekun dan setia adalah modal utama bagi kita yang sudah diselamatkan walau menghadapi beberapa ketidaknyaman ataupun persoalan hidup.

2.       TUHAN-lah yang bekuasa untuk memulihkan dan juga menghancurkan. Semua hanya karena anugerah TUHAN. Perhatikanlah bahwa NUH tidak dilupakan TUHAN. Ia mengingat Nuh dan penghuni Bahtera itu. Seluruh kehidupan manusia semuanya berasal dari kemurahan Tuhan. Tidak ada satu hal pun yang dapat diupayakan manusia untuk tetap bertahan hidup jika bukan karena kemurahan Tuhan. Selalu ada pemulihan yang Allah buat untuk manusia, sebagai tanda bahwa Allah tidak pernah melupakan umatNya, orang-orang yang dikasihiNya jika kita hidup benar di hadapanNya.

Karena itu, marilah kita lakukan Firman ini dalam hidup kita, marilah kita belajar dari Nuh untuk hidup benar dan tidak bercela dihadapanAllah agar pengampunan dan pemulihan Allah sungguh terjadi dalam kehidupan kita, keluarga dan rumah tangga kita. Ajarkan anak-anak kita, ingatkan suami atau istri kita bahwa apapun yang kita alami dalam hidup ini, Tuhan tidak pernah melupakan kita asalkan hidup kita benar dihadapanNya. Tuhan memberkati kita. AMIN.

Sunday, February 19, 2012

MATERI KHOTBAH IBADAH KELUARGA 22 Feb 2012 HOSEA 5:15-6:3

Hosea melayani pada saat kerajaan utara akan dihukum oleh Tuhan (1:4). Dari sisi waktu ia sangat dekat dengan Amos (1:1; bdk. Am 1:1). Lebih tepatnya, Hosea melayani pada zaman Raja Yerobeam II (793-753 SM, bdk. 2Raj 14:23-29). Pada masa itu Kerajaan Israel berada pada puncak kekuasaan.

Sewaktu Hosea menjadi nabi, kerohanian orang Israel mengalami kemerosotan yang amat memprihatinkan. Ini disebabkan karena mereka meninggalkan Tuhan dan menyembah Baal (dewa kesuburan). Ketika menikmati panen yang melimpah, seharusnya umat Israel bersyukur kepada Tuhan; namun mereka mengganggap itu adalah pemberian dewa Baal. Keadaan ini dengan tepat digambarkan oleh Nabi Yesaya, “Dengarlah, hai langit, dan perhatikanlah, hai bumi, sebab Tuhan berfirman, ‘Aku membesarkan anak-anak dan mengasuhnya, tapi mereka memberontak terhadap Aku. Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya’” (Yes. 1:2-3). 

Walau bangsa Israel begitu mudah melupakan kebaikan Tuhan, tapi Dia tetap mengasihi mereka. Kasih Tuhan kepada bangsa Israel, dilukiskan seperti kasih nabi Hosea pada istrinya, Gomer. Kisah Hosea dan Gomer adalah suatu perbuatan simbolis yang menggambarkan tentang Kisah antara Allah dan umat Israel. Hosea memerankan posisi dan perasaan Allah; sedangkan Gomer dan rupa dari tindakan dan prilaku Israel yang menghianati cinta Tuhan dan beralih kepada Baal.

Selanjutnya marilah kita melihat beberapa hal yang penting dalam bacaan kita untuk menjadi pokok perenungan kita. Bacaan kita hari ini berisi tentang reaksi TUHAN melalui nabi Hosea terhadap segala dosa dan kesalahan, sekaligus ajakan kepada umat TUHAN untuk kembali menyembah Allah. Beberapa pokok penting dimaksud adalah sbb:

1.       Perhatikan ayat 15 pada pasal 5 bacaan kita! Setiap tindakan penghianatan dan perzinahan rohani yang dilakukan umat Israel memiliki konsekuensi logis yang harus mereka tanggung. Kecendrungan umat Tuhan itu untuk memilih menyembah Baal daripada Tuhan memberi dampak negatif dalam kehidupan umat Tuhan selanjutnya. Mengapa? Sebab Tuhan memilih undur diri dari mereka dan meninggalkan mereka.

Umat Tuhan tidak akan menikmati kehadiran Allah mereka akibat segala bentuk penghianatan dan perzinahan rohani yang mereka lakukan. Penekanan penting dari pokok ini adalah pada bagian akhir dari ayat 15 bacaan kita. Bahwa Ia hanya akan kembali melawat umatNya, apabila mereka menyadari segala kesalahan dan dosa mereka; selanjutnya bertobat dari kesalahan tersebut; dan kemudian kembali kepada Allah.

2.       Perhatikan ayat 2 pasal 6 bacaan kita! Ayat ini merupakan suatu penyataan Pengakuan Iman tentang siapa TUHAN, Allah Israel itu. Umat Tuhan hanya mungkin bertobat dan dinyatakan telah kembali kepada Allah mereka jika mereka mampu mengakui kehadiran Allah; dasyatnya KuasaNya; dan tingginya kedudukan Tuhan dibanding dengan dewa manapun yang saat ini mereka sembah.

Pengakuan terhadap siapa Allah, sangatlah penting untuk menunjukkan di mana sebenarnya “posisi” umat Tuhan tersebut. Yaitu apakah mereka dipihak Allah atau dipihak baal. Pengakuan terhadap keberanaan TUHAN, Allah mereka itu juga menunjukkan bahwa umat Israel sangat membutuhkan kehadiranNya melebihi kesenangan mereka terhadap Baal dan allah palsu lainnya.

3.       Pengakuan terhadap siapa Allah sesunguhnya hanyalah mungkin terjadi apabila umat Tuhan dapat mengenal Allah secara sungguh-sungguh. Hal ini dengan tegas dinyatakan Hosea dalam ayat 3 pasal 6 bacaan kita.

Bagaimana pengenalan akan Allah itu dilakuan? Ayat 6 menyebut dengan istilah: berusaha sungguh-sungguh”. Bahasa asli yang digunakan untuk terjemahan ini adalah “radaph’ yang berarti mengejar atau berlari mengejar, memburu. Kata ini juga digunakan untuk seorang pemburu yang memburu sesuatu. Ketekunan dan sikap pantang menyerah dari seorang pemburu juga hendak dimiliki oleh bangsa Israel ketika ingin mengenal Tuhan. Sebab mengenal Tuhan adalah hal yang mudah tetapi juga sulit untuk dilakukan.

Mengapa Hosea menekankan betapa pentingnya bagi bangsa Israel untuk mengenal Allah dengan sungguh? Ada dua hal yang Hosea nyatakan mengenai alasan mengapa harus mengenal Allah dengan sungguh-sungguh (3b). Ada dua alasan menurut Hosea dalam ayat 3 bacaan kita, yakni:
-          Muncul seperti Fajar
Hal ini mau melambangkan bahwa hanya Allah yang memberi kehidupan baru, kekuatan, dan harapan baru bagi dunia dan umatNya saat ini. Jika umat Tuhan ingin memperoleh kekuatan dan kehidupan baru, maka perlu dengan sungguh-sungguh mengenal Allah.

-          Hujan pada akhir musim
Hal ini melambangkan bahwa hanya TUHAN Allah sajalah yang dapat memberi berkat dan kesejahteraan. Apabila umatnya ingin memperoleh berkat, maka mereka harus mengenal Allah dengan sungguh-sunguh.

Lewat Firman Tuhan dihari ini kita diingatkan tentang betapa Allah sungguh mengasihi umat kepunyaanNya termasuk kita yang hadir saat ini. Dosa kita yang besar dan dalam mampu ditutupiNya dengan Kasih Agung milik Hati Allah yang mulia. Namun semua ada harganya. Harus ada nilai yang dibayar untuk menebus kita, yakni harga PuterNya kekasih, Yesus Kristus. Harga mahal itu justru kita peroleh secara gratis dan Cuma-Cuma. Kita memperolehnya karena anugerah Allah.

Karena itu belajarlah untuk setia. Jangan mendukakan hati Allah. Sebab setiap dosa dan kesalahan ada sanksi hukuman dari Tuhan. Berhentilah berbuat dosa, sebelum hukuman itu ditimpakan Allah bagi kita.

Selanjutnya agar hidup kita jauhdari pelanggaran dan dosa, maka Hosea mengajarkan agar kita bersedia mengenal Allah lebih sungguh-sungguh. Kerinduan kita untuk mengenal Tuhan hendak juga dilakukan dengan tekun dan pantang menyerah oleh karena pengaruh baik dari luar maupun dari dalam diri kita sendiri. Apakah kita sudah berbuat demikian? Bangsa Israel adalah tipe bangsa yang akan selalu datang kepada Allah jika mereka susah/sulit. Namun, akan dengan cepat melupakan Tuhan bila telah mendapatkan keberhasilan dan kejayaan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai umat Allah kita pun sering berlaku demikian. Ketika susah, sakit, dan sulit, kita kita akan berteriak kepada Tuhan tetapi waktu senang dan sukses kita malah melupakan Tuhan. Pengenalan seperti ini adalah pengenalan yang semu/sementara. Allah menghendaki agar kita mengenalnya lebih dalam lagi, memahami perasaan dan kehendak-Nya bagi kita sebagai umat-Nya. Pengenalan seperti ini adalah pengenalan tingkat tinggi, melebihi keempat tingkatan pengenalan yang saya telah kemukakan tadi. Pengenalan akan Allah seperti ini perlu dimiliki olah setiap orang yang mengatakan dirinya sebagai umat Allah. Bukan hanya karena tahu nama, jabatan, sikap, jasa-Nya, dan atau karena kita sering datang ke gereja sehingga kita tahu siapa itu Allah. Pengenalan yang lebih benar adalah bahwa setiap orang percaya juga tahu apa yang Tuhan rasakan dan kehendaki bagi kita sebagai umat-Nya.

Karena itu mari mengenal TUHAN lebih sungguh-sungguh lagi agar kita terhindar dari segala kesalahan dan dosa yang melukai hati Tuhan, sekaligus agar rahmat dan sentosa tetap menjadi bagian hidup kita dan bukan penghukuman atau kebinasaan karena upah dosa kita. Amin.

Friday, February 10, 2012

MATERI KHOTBAH IBADAH MINGGU 12 FEBRUARI 2012 ESTER 9:1-4



Jemaat Kekasih Kristus.
Kita pasti pernah mendengar suatu kata bijak yang mengatakan bahwa “Kehidupan ini bagaikan roda pedati yang berputar”. Artinya ada saat bagian tertentu dari roda itu berada di bawah namun ada waktu juga posisnya menjadi di atas. Maknanya bagi kehidupan kita saat ini bahwa tidak selamanya orang akan mengalami keburukan hidup, saatnya juga akan mengalami kebahagiaan. Hal senada juga disampaikan oleh Kitab Pengkhotbah tentang ada waktu untuk menangis ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk lahir dan ada waktu untuk meninggal dll.

Bacaan kita saat ini juga berkisah tentang suatu kondisi hidup yang dialami oleh orang-orang Yahudi di masa kekuasaan kerajaan besar Persia yang berhasil menjajah 127 wilayah daerah jajahan yakni mulai dari India hingga Etiopia (bd. 1:1). Namun kisah menarik dalam Kitab Ester ini tidak akan dipahami dengan baik, apabila tidak lebih dahulu membaca pasal-pasal awal kitab Ester secara keseluruhan. Kitab ini mengisahkan tentang 2 tokoh penting Yahudi yakni Ester dan Mordekhai yang ada di Istana Ahasyweros, kerajaan Persia. Bangsa Yahudi di sana mengalami banyak ketidak-adilan, khususnya oleh peran jahat dari tokoh kalangan istana yang sangat berpengaruh bernama Haman.


Jemaat Kekasih Tuhan.
Mordekhai adalah pengasuh Ester, ialah seorang Yahudi yang hidup dalam pembuangan, hidup dalam keadaan politik yang tidak tentram, mengalami tekanan secara sosial dan emosional dalam kebudayaan asing, tetapi ia berhasil mendidik dan membesarkan Ester. Kalau kita pernah membahas tentang Ester, maka perjuangan Ester tidak bisa dipisahkan dari perjuangan Mordekhai, yang memilih sikap yang benar dalam menghadapi kesulitan yang dihadapinya termasuk perlakuan buruk Haman atas dirinya.

Namun rencana jahat Haman yang bermaksud untuk membunuh Mordekhai, berhasil digagalkan oleh ratu Ester dengan cara menceritakan kepada Raja Ahasyweros tentang jasa Mordekhai sebagai pahlawan waktu dulu telah menyelamatkan raja dari usaha pembunuhan (bd. 2:22). Hukuman mati atas dirinya yang dijatuhkan karena ia kurang menghormati Haman, yaitu orang kesayangan dalam istana raja Persia, Ahasyweros, sudah disahkan raja bersama dengan rencana pemusnahan orang Yahudi di seluruh kerajaan. Mordekhai akan digantung dan tiang gantungan sudah didirikan. Tetapi Ratu Ester yang Yahudi menghalangi: ada catatan resmi yang memperlihatkan bahwa Mordekhai pernah menyelamatkan raja dari suatu usaha pembunuhan atas dirinya. Dengan diberi keterangan seperti itu, raja menarik kembali perintah pembunuhan atas Mordekhai dan sebaliknya Hamanlah yang digantung pada tiang gantungan.

Akhirnya Mordekhai diangkat menjadi orang kedua setelah raja dan menggantikan posisi dan jabatan Haman. Kini Mordekhai menjadi pejabat yang paling dihormati sesudah raja Ahasyweros. Kisah ini terus berlanjut menjadi semakin menegangkan ketika di dalam pasal 8 ayat 3 dst menyebutkan bahwa walaupun Haman sudah mati namun rancangan jahatnya masih berpenaruh dan mengilhami rakyat untuk membinasakan dan memusnakan orang-orang Yahudi tersebut.

Jemaat Tuhan.
Peran Ester sangat luar biasa dipakai TUHAN, dalam kisah ini, untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi. Atas permintaan Ester kepada Raja (bd. 8:3-14), akhirnya dikeluarkanalah undang-undang untuk membolehkan orang-orang Yahudi melakukan perlawanan kepada musuh mereka di seluruh daerah wilayah penjajahan Persia.

Kita menemukan suasana kisah ini mulai berubah. Sejak ayat 15 pasal 8 hingga pasal 9 bacaan kita, kondisi orang Yahudi secara psikologi mengalami beubahan total. Mereka yang dulunya hidup dalam ketakutan dan kesedihan kini berubah menjadi girang dan penuh sukacita. Mengapa? Sebab keselamatan jiwa mereka kini dijamin oleh pemerintahan Raja Ahasyweros. Kini kondisinya berbalik 180 derajat. Dulunya orang sangat takut kepada musuh mereka, namun sekarang justru mereka sangat ditakuti oleh musuh-musuh yang merancangkan kejahatan  bagi mereka. Bukan itu saja, para pembesar yang dulunya melakukan penindasan terhadap orang Yahudi, kini mau tidak mau berbalik arah dan mendukung penuh perjuangan orang yahudi tersebut. Hal ini terlihat jelas pada ayat 3 bacaan kita.

Memang benar bahwa Ester berperan cukup penting dalam kondisi ini. Namun kita tidak bisa juga mengabaikan peran dari Mordekhai ketika ia telah menjadi Pejabat Kerajaan. Mordekhai dengan bijak menggunakan kedudukan dan jabatan strategisnya itu untuk mendorong orang Yahudi mempersenjatai diri menghadapi rencana pembunuhan massa yg diilhami oleh Haman. Sebagai penghormatan terhadap Mordekhai, penguasa-penguasa propinsi Persia, yg menerima surat dari Mordekhai, melindungi orang Yahudi juga dan memberikan dukungan penuh atas segala kebutuhan orang Yahudi. Mordekhai menjadi tokoh panutan sekaligus pelindung orang Yahudi saat itu, ketika ia mampu memanfaatkan jabatannya untuk membela kebenaran dan keadilan bagi bangsanya.

Jemaat Tuhan,…
Ada beberapa hal penting dari Firman Tuhan hari ini yang dapat kita bawa dalam kehidupan sehari-hari:

1.       Tuhan tidak pernah membiarkan umatNya terus menderita.
Di saat kita mengalami penderitaan, apa yang sering kita dipikirkan? Terutama ketika derita itu datang dari kebenaran yang kita perbuat dan karena ketidak-adilan orang lain? Pastilah sebagai umat percaya kita berpikir kapan Tuhan bertidak? Mengapa Dia membiarkan ini terjadi? Keadilan macam apa jika menderita seperti ini? Dll

Hari ini kita belajar pada kisah di atas, bahwa tidak selamanya orang benar itu dibiarkan goyah sebab Tuhan menopang tangannya (bd.Mzm 3723-24). Kita belajar untuk memahami bahwa ada saat untuk menderita namun ada saat pula untuk bahagia; ada masa dimana kita berduka namun juga kita saat nanti akan menjalani masa penuh sukacita. Penting untuk direnungkan adalah Tuhan itu adil, dan pembalasan itu adalah hak Tuhan kepada semua ciptaanNya. Tidak mungkin Tuhan membiarkan umatNya. Tugas kita adalah, belajar untuk bersabar menunggu waktu pemulihan itu, seperti orang Yahudi menerima itu dari Tuhan.  

2.       Berperanlah seperti Ester dan Mordekhai
Memang benar bahwa Tuhanlah sumber segala kuasa dan kekuatan sehingga orang Yahudi di seluruh wilayah kerajaan Persia memperoleh hari sukacita. Namun perlu disadari bahwa hal itu juga terjadi karena Ester dan Mordekhai bersedia dipakai Tuhan untuk melaksanakan rencanaNya. Bayangkan jika Ester dan Mordekhai dengan posisi penting di Kerajaan itu tidak mau peduli dengan penderitaan rakyat sebangsanya, maka sudah pasti orang Yahudi tidak akan pernah merayakan Hari Raya Purim tanda sukacita dan syukur atas kelegaan yang mereka rasakan waktu itu.

Saudara dan saya juga dipanggil untuk mampu berperan seperti Ester dan Mordekai. Di posisi yang cukup elit dalam kerajaan Persia mereka tidak segan untuk meyatakan kebenaran dan keadilan bagi kaumnya. Ini bukan sintimen ras atau karena alasan sesama bangsa. Tapi olebih dari pada itu, Ester dan Mordekhai bersedia untuk berpihak kepada mereka yang menderita dan mengalami ketidakadilan. Selama masih bisa diperjuangkan mereka tetap perjuangkan. Demikian halnya kiranya dengan kita sebagai orang percaya. Di manapun saudara berada, di level apapun posisi saudara dalam pemerintahan, perusahan ataupun di tengah masyarakat, kita dipanggil untuk menjadi Ester dan Mordekhai modern. Kita diajak untuk mampu memperjuangkan keadilan dan mengutamakan pembekaan kepada mereka yang menjadi korban.

Sudah saatnya orang percaya berani keluar dari sona nyaman dan siap terancam demi membebaskan orang lain dari ancaman ketidakadilan dan perlakuan buruk dari orang lain. Sebagai orang percaya kita harus berani melakukannya, sebab Tuhan menempatkan saudara di posisi itu karena ada maksud dan tujuan serta bukan suatu kebetulan.

Karena itu, mari kita lakukan Firman ini dalam hidup kita, dengan memulainya di dalam keluarga. Ajarkan anak-anak kita, ingatkan suami atau Istri kita bahwa apapun yang kita alami dalam hidup ini, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Selanjutnya mari juga memiliki keberanian untuk menjadi alat di tangan Tuhan untuk membela kebenaran dan berpihak kepada mereka yang mengalami ketidak-adilan. Selanjutnya, jangan lupakan Tuhan dalam setiap peristiwa hidup kita.. AMIN.

MATERI KHOTBAH IBADAH SEKTOR 15 FEBRUARI 2012 BILANGAN 30:1-9

Pendahuluan
Dalam Alkitab, nazar adalah janji yang sungguh-sungguh kepada Allah (Mazm 76:12) yang diadakan dengan maksud untuk menyerahkan diri kepada Allah (Bil 6:2), mempersembahkan anak-anak kepada Allah (1Sam 1:11), mempersembah-kan harta benda kepada Allah (Kej 28:22), mempersembahkan korban-korban (Im 7:16; 22:18; Bil 15:3) atau sebagai tindakan merendahkan diri (Bil 30:13), sebagai “imbalan” atas pemenuhan isi perjanjian dari pihak Allah kepada manusia (yang bernazar). Dalam bagian yang lain, nazar menunjukan sebuah janji antara Allah dan manusia yang dilakukan oleh manusia dan siap menepatinya (Kej. 28:20), atau sebagai sebuah persembahan yang diberikan dengan sukarela kepada Allah (Im. 27:2), pantangan terhadap sesuatu, (Maz. 132:2ff).

Jadi, Nazar/ nadar adalah janji diri sendiri untuk berbuat atau melakukan sesuatu jika maksud tercapai; namun janji yang dilakukan berlaku secara mengikat dan penuh dengan nilai-nilai sakral karena terjadi di antara hubungan manusia dengan Allah. Nazar ditujukan sebagai hasrat ingin memberikan yang terbaik kepada Allah sebagai ekspresi ucapan syukur atas kebaikan yang telah diterima dari Allah atau sesuatu yang berharga untuk membuktikan kesetiaan kepada Allah dengan cara pemantangan atau menahan hasrat yang berorientasi pada diri sendiri dan menyesuaikannya dengan kehendak Allah.

Telaah Perikop
Dalam bacaan kita hari ini, umat Israel diperintahkan oleh Tuhan, melalui Musa untuk menyikapi setiap Nazar yang diucapkan, khususnya dalam hubungan bagi Nazar yang diucapkan oleh seorang perempuan. Spontanitas nazar umat Tuhan merupakan upaya menyelaraskan gerak langkah mereka dengan Allah. Dengan iman, manusia menyempurnakan segala keteraturan disiplin korban dan persembahan yang diminta Allah (ps. 28-29). Tuhan begitu menghargai persembahan spontan ini sehingga mengaturnya dengan detail dalam pasal 30:1-16 yang juga termasuk dalam bacaan kita hari ini. Tujuan dari perintah dalam Bilangan 30:1-9 ini adalah agar nazar jangan dibuat tergesa sehingga menodai keharmonisan umat dengan Allah. Allah tidak ingin manusia berdosa karena tidak bisa memenuhi janjinya kepada Allah.

Nazar wanita khususnya harus diperhatikan oleh para lelaki yang biasanya melindungi mereka. Ini sesuai konteks budaya kehidupan Israel dalam budaya patriarkat. Ayah atau suami memastikan bahwa nazar itu pantas dibuat dan dapat dipenuhi. Saat itu tak lazim wanita hidup sendirian tanpa pendampingan lelaki, baik sebagai ayah (lih. Ayat 3-5), ataupun sebagai suami (ayat 6-8, 10-15). Kecuali mereka janda atau bercerai (bd. Ayat 9) sehingga tidak lagi ada di bawah perlindungan lelaki. Perlu diingat bahwa catatan untuk para janda dalam Alkitab sejajar dengan anak yatim piatu, yakni mereka yang lemah dan papa, serta perlu perlindungan dalam hidup bermasyarakat.

Tuhan memberi hak veto pada para pelindung wanita (yakni ayah, suami) untuk membatalkan atau memberlakukan nazar itu (13). Hak veto itu harus dilihat sebagai pertanggungjawaban dari pihak lelaki ketimbang keistimewaan hak itu. Ceroboh, lalai atau telat merespons membuat lelaki harus menanggung segala akibat gagalnya nazar anak/istri mereka (15,16)! Sama sekali bukan maksud Allah untuk membiarkan kaum lelaki bersikap sembarangan dan kasar karena hak veto tersebut.

Di bagian ini penekanan khusus diberikan pada soal pengesahan nazar perempuan. Tuhan menentukan bahwa nazar seorang perempuan dapat dibatalkan oleh ayah atau suami yang bersangkutan jika dipandang dia tidak mampu mempertanggungjawabkannya. Ayah atau suami bisa mendukung nazar tersebut dengan diam jika mereka menyetujui atau membatalkannya melalui veto. Seorang ayah memiliki hak mutlak di dalam hal ini jika anak perempuannya belum menikah dan hak yang sama dimiliki suami atas istrinya. Dalam budaya Yahudi, memang para perempuan pada umumnya dianggap tidak mengetahui rincian-rincian upacara religius sehingga dapat mengikrarkan nazar-nazar yang berat atau yang merugikan rumah tangganya.


Aplikasi dan Relevansi
Nazar berarti 'janji dan sumpah yang ditujukan bagi Allah bukan manusia'. Dalam nazar ini diungkapkan tentang keinginan untuk melakukan sesuatu bagi Allah. Seringkali seseorang mengucapkan nazar tanpa berpikir panjang, tetapi karena dorongan emosi. Tujuannya mungkin untuk menyatakan bahwa ia bersungguh-sungguh, tapi kenyataannya sulit mewujudkan janji itu. Perlu diingat, nazar ini harus dipenuhi karena merupakan janji kepada Allah. Itu sebabnya, Allah memerintahkan bangsa Israel melalui Musa untuk mengucapkan nazar dengan penuh tanggung jawab.

Tanggung jawab lelaki dan perempuan. Jika seorang laki-laki mengucapkan janji, ia sangat terikat dengan janji tersebut. Sebaliknya, jika perempuan yang mengucapkan janji, lelaki yang mendengarnya (suami atau ayah) berhak membatalkannya. Jika mereka diam, berarti mereka menyetujui dan harus turut memikulnya. Sebagai Kristen -anggota keluarga Allah- kita harus berbicara/ menegur, bila melihat kesalahan sesama seiman kita. Jika kita berdiam diri, kita harus turut memikul kesalahan yang mereka lakukan.

Saat ini di dalam Kristus, tak ada lagi pembedaan antara lelaki dan perempuan. Hukum ini tidak mengikat lagi secara ritual. Namun, prinsip kasih dan kepedulian serta tanggung jawab masih harus dipraktikkan oleh seorang suami atau seorang ayah terhadap keluarganya. Ini adalah ungkapan kasih Kristus sendiri yang telah menyerahkan nyawa-Nya bagi jemaat-Nya (Ef. 5:25-30).

Karena itu adalah kewajiban seorang Ayah dan ibu; suami atau istri untuk saling memperhatikan satu dengan yang lain dalam hal janji atau Nazar kepada Allah. Jangan sembarang mengucapkan janji kepada Tuhan jika tidak dapat menepatinya. Maka orangtua harus mengontrol dan mengingatkan anak-anaknya; demikian juga suami kepada istri atau sebaliknya apabila kita mendapati ada ucapan Nazar yang tidak benar, maka kita perlu mengingatkan. Sebab sekali berjanji kepada Tuhan, maka wajib untuk membayarnya.

Karena itu, tiap pribadi perlu untuk berpikir panjang dan bersungguh-sungguhlah dalam mengucapkan nazar, karena nazar itu akan mempengaruhi tanggung jawab panggilan hidup kita. Kita wajib saling mengingatkan satu dengan yang lain, agar jangan menjadi “penghutang” kepada Allah. Jangan terlalu mudah ucapkan Nazar; tetapi juga kita diingatkan oleh Firman ini bahwa Allah akan menuntut janji dari setiap Nazar yang telah diucapkan. Kita wajib membayarnya. Karena itu berhati-hatilah dalam bernazar. Amin. 

GALATIA 2:15-21

GALATIA 2:15-21 BAHAN KHOTBAH IBADAH HARI MINGGU 27 APRIL 2025   PENDAHULUAN Jika kita membaca surat Paulus kepada jumat Galatia i...