Monday, June 11, 2012

MATERI KHOTBAH IBADAH SEKTOR 13 JUNI 2012


1 KORINTUS 4:1-5

Jemaat Kekasih Kristus
Apa yang terjadi jika seseorang dihakimi orang lain padahal ia tidak melakukan kesalahan? Pastilah ingin membela diri. Inilah yang terjadi pada Paulus. Jabatan kerasulannya dipertanyakan oleh orang Korintus, hanya karena ada tokoh penginjil yang baru yakni Apolos yang juga melayani jemaat itu. Paulus dalam bacaan kita ini berusaha untuk meluruskan kesalah-pahaman ini dengan begitu rendah hati tanpa sedikitpun menyalakan Korintus ataupun Apolos.

Paulus merasa perlu menegaskan posisinya sebagai hamba Kristus (4:1) untuk menghindari kesalahpahaman dari jemaat Korintus. Para rasul memang milik jemaat (3:21-22), tetapi hal itu tidak berarti bahwa mereka dapat diperlakukan semau jemaat. Mereka memang melayani kebutuhan keselamatan jemaat (lihat pembahasan di pasal 3:21-23), namun mereka tetap adalah hamba Kristus, bukan hamba mereka. Sebagai hamba Kristus, para rasul bertanggung-jawab kepada Kristus yang menjadi tuan mereka. Kristuslah yang berhak menghakimi mereka, bukan jemaat Korintus.

Jemaat Kekasih Kristus
Ada 5 hal penting yag disampaikan Paulus dalam bacaan kita ini, yakni:
1.       Para rasul adalah hamba Kristus (ay. 1)
Paulus ingin orang lain menganggap dia dan para pemimpin lain sebagai “hamba-hamba Kristus” (ay. 1a). Kata Yunani hyperetes untuk istilah hamba-hamba dalam ayat 1 ini lebih tepat diterjemahkan sebagai “pelayan” atau asisten. Terjemahan “hamba” bisa memberi kesan “budak”, padahal seorang hyperetes bukanlah seorang budak. Hyperetes adalah orang merdeka. Kata ini pernah dipakai untuk Yohanes Markus yang membantu Paulus dan Barnabas dalam pekerjaan misi (Kis 13:5). Di tempat lain (Rm. 1:1; Tit. 1:1) Paulus memang menyebut dirinya sebagai budak (doulos) Allah, tetapi bukan makna ini yang ingin dia tegaskan di 1 Korintus 4:1.

Paulus bukan hanya seorang hyperetes, tetapi dia adalah pemimpin dari semua pelayan. Dia adalah oikonomos (ay. 1b, LAI:TB “yang kepadanya dipercayakan”), yaitu orang yang dipercaya sepenuhnya untuk mengelola sesuatu, baik uang, rumah maupun properti lainnya. Keputusannya adalah keputusan pemilik. Salah satu contoh yang tidak asing bagi kita adalah Yusuf yang diberi wewenang penuh di rumah Potifar (Kej. 39:4).

Sebagai seorang oikonomos rohani, Paulus dipercayakan “rahasia-rahasia Allah” (ay. 1c). Dalam hal ini yang dimaksud dengan rahasia Allah adalah injil. Injil adalah hikmat Allah yang tersembunyi sejak kekekalan namun sekarang dinyatakan dalam Kristus Yesus (2:7).

2.       Konsekuensi sebagai hamba Kristus (ay. 2-5)
Menjadi hyperetes (pelayan) dan oikonomos Kristus (orang kepercayaan Kristus) bukanlah tanggung-jawab yang ringan. Beberapa konsekuensi besar sudah siap menanti kita di depan. Hal ini bisa dipahami karena Tuan kita adalah Pribadi yang mahamulia dan yang dipercayakan kepada kita juga adalah harta rohani yang sangat mulia. Sangat wajar kalau tugas ini menuntut konsekuensi tertentu.

3.       Harus dapat dipercaya (ay. 2)
Sebagai orang yang dipercaya, kepercayaan dari tuan memegang peranan sangat vital. Inilah yang disebut Paulus pertama kali ketika dia membicarakan tentang konsekuensi para pelayan Kristus. Apa yang dimaksud dengan “bisa dipercaya” di sini? Dalam teks asli, kata yang dipakai adalah pistos, yang berarti “setia”.

Setia bukan sekadar merujuk pada lamanya seseorang bekerja. Setia lebih mengarah pada ketaatan pelayan terhadap instruksi yang diberikan oleh tuannya. Ketika Paulus menekankan nilai kesetiaan dalam konteks tugas para pemimpin rohani, dia sebenarnya sedang menyinggung konsep jemaat Korintus yang salah. Bagi mereka, seorang pemberita injil dinilai dari kefasihan bicara maupun kepandaian yang mereka miliki. Bagi Paulus, keberhasilan pemberita injil dinilai dari kesetiaannya terhadap injil itu sendiri. Sebagian jemaat yang mencoba menggantikan injil dengan hikmat dunia tentu saja tidak bisa disebut sebagai pelayan yang dapat dipercaya.

4.       Tidak menganggap penghakiman manusia sebagai hal yang penting (ay. 3-4a, 5a)
Larangan ini tentu saja tidak berarti bahwa orang Kristen dilarang menilai sesuatu atau memutuskan suatu perkara. Paulus bahkan meminta jemaat untuk menghakimi orang cabul yang ada di dalam jemaat (5:12) atau menyelesaikan suat perkara di antara mereka (6:5). Jadi, bagaimana kita mengharmonisasikan hal ini? Kata Yunani krino memiliki beragam arti: menghakimi, menilai, memberi keputusan hukum, dsb, tergantung pada konteks pemakaian. Dalam sebuah perkara rohani yang membutuhkan sebuah keputusan, kita tentu saja diperbolehkan menilai masalah itu berdasarkan firman Tuhan dan mengambil tindakan yang sepatutnya. Hal ini sangat berbeda dengan sikap menghakimi orang lain dalam arti menganggap orang lain buruk/salah dengan hati yang penuh kebencian.

5.       Menyadari bahwa tuan kita akan menghakimi kita di akhir zaman (ay. 4b, 5b)
Seorang oikonomos atau orang kepercayaan Kristus harus memberi pertanggungjawaban apabila tuannya datang. Sang tuan, yakni TUHAN YESUS akan menilai hasil kerja orang yang sudah dia percayai. Begitu pula dengan para oikonomos rohani. Kita harus menghadap Tuhan kita dan siap untuk dinilai oleh-Nya.

Ketika Kristus menghakimi nanti, Dia juga akan memberikan upah dan hukuman. Menariknya, Paulus tidak menyinggung tentang hukuman sama sekali. Sebaliknya, dia justru mengharapkan agar setiap orang akan menerima puji-pujian dari Allah (ay. 5c). Dia tidak berharap agar para pengkritiknya menerima hukuman. Walaupun jemaat membenci dia, namun Paulus tetap berharap yang baik bagi mereka.

Jemaat Tuhan, ….
Kita kadangkala terjebak pada keinginan untuk diterima orang lain. Kita ingin menyenangkan hati orang lain, padahal keinginan ini tidak sesuai dengan status sebagai pelayan Kristus (Gal. 1:10). Akibatnya, banyak orang terlalu sibuk dan sering kali terlalu memperdulikan penilaian orang lain bukan mengerjakan apa yang penting dikerjakan. Orang cendrung ragu bertindak hanya karena alasan “apa kata orang nantinya”. Ketika mereka dikritik orang yang mereka layani, mereka mudah putus asa dan kecewa. Ketika mereka mendapat pujian dari jemaat, mereka jatuh dalam kesombongan. Untuk menghindari dua hal ini, seorang pelayan harus memandang penilaian manusia bukan sebagai hal yang terpenting. Sebab yang menilai kita dan pelayanan kita adalah TUHAN sendiri.

Di sisi lain, kita sering menjadi Tuan atas orang lain. Sebagai jemaat kita mulai menghakimi para pelayan dan seakan merasa diri paling benar. Bagi Paulus, manusia tidak berhak menilai sesamanya. Mengapa kita tidak boleh menilai orang lain? Dan mengapa kita jangan terlalu terpengaruh pada penilaian orang lain? Jawabnya, karena mereka tidak bisa mengetahui kedalaman hati orang lain. Mereka sering salah menilai sesamanya, bahkan diri mereka sendiri. Hal ini berbeda dengan penghakiman Allah, karena Allah mampu menyelidiki hati manusia dan segala sesuatu yang tersembunyi (1Kor. 4:5b; Rm. 2:16).

Jemaat Tuhan, …
Bukankah sebagian orang (termasuk kita) sering kali merasa diri benar padahal kenyataannya justru kita yang lebih berdosa? Sikap Paulus yang tidak mau bersandar pada penilaian pribadinya sendiri sangat mungkin berkaitan dengan hidupnya yang lama dahulu. Dia menganggap diri benar dan menaati Alah dengan sempurna (Flp. 3:6), namun kenyataannya semua itu dia lakukan tanpa pengetahuan (1Tim. 1:13). Jika manusia tidak layak menghakimi orang lain, maka kita tidak boleh menghakimi orang lain. Jemaat Korintus memang sudah melakukan penghakiman. Mereka menghakimi Paulus seakan tidak benar dan kemudian menyatakan bahwa Apoloslah yang lebih baik. Paulus meminta mereka untuk menghentikan sikap tersebut.

Saat ini kita sedang menghadapi masa pemilihan diaken dan penatua. Masa di mana tiap pelayan periode lama akan mengakhiri tanggung-jawab pelayanan itu. Yang perlu direnungkian adalah, sudahkah kita mengakhiri dengan baik. Apakah kita siap mempertanggung-jawabkan semua pelayanan kita kepada Sang Hakim agung?

Di sisi lain, Firman Tuhan hari ini meminta kita untuk tidak bersikap sebagai orang yang paling benar yang tidak pernah salah. Paulus tidak berusaha menunjuk kebenaran dan kebaikannya dan kemudian menurunkan wibawa Apolos atau mengucilkan Korintus. Namun dengan rendah hati ia menuntun jemaat agar hidup ndalam kesetiaan bukan saling menghakimi. Kitapun seharusnya tidak boleh menhghakimi orang lain dan menilai pelayanan orang lain berdasarkan kebenaran kita. Biarlah Tuhan dan kebenaranNya yang melakukan penilaian itu kelak. Tugas kita adalah membimbing, menegur ke arah lebih baik yakni pada kebenaran Tuhan. Amin.

No comments:

Post a Comment